Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.
2.2.1

TRANSFUSI DARAH
Definisi
Transfusi darah dalah terapi penunjang yang penting tidak hanya untuk di
bidang hematologi namun juga pada kasus non-hematologi seperti sepsis,
persiapan pre-operatif maupun penyakit lain. 1
Transfusi adalah pemberian darah atau komponen darah dari donor ke
resipien melalui selang infus yang dihubungkan dengan jarum yang
dimasukkan melalui pembuluh darah vena. 2

2.2.2

Tujuan Transfusi
Tujuan transfusi darah dalah mengembalikan volume darah normal,
menggantikan kekurangan komponen darah, dan meningkatkan oksigenasi
maupun hematosis. Dasar indikasi penggunaan komponen darah: lebih efisien,
ekonomis, memperkecil reaksi transfusi. 1
Jumlah dan tipe komponen darah yang ditransfusikan bergantung pada
kebutuhan pasien.2

2.2.3

Indikasi Tranfusi darah


Umumnya pemberian transfusi dilakukan setelah ada pemicu transfusi atau
transfusion triggers, yaitu parameter yang mengancam transpor oksigen atau
status oksigenasi jaringan, seperti:
1. Kadar hemoglobin (Hb) di bawah 8 g/dL
2. Hematokrit (Ht) dibawah 25 %
3. Kehilangan darah > 30 %
Namun demikian keputusan melakukan transfusi harus lebih di dasarkan pada
risiko pasien akan terjadinya komplikasi akibat oksigenasi yang tidak adekuat,
dibandingkan hanya sebuah transfussion trigger, seperti Hb.2

2.2.4

Komplikasi Tranfusi Darah


Komplikasi transfusi darah:
1. Reaksi Transfusi Hemolitik cepat
Merupakan reaksi yang paling berat, terjadi cepat (dalam hitungan jam),
insiden terjadi 1 : 250.000 sampai 1 : 1.000.000. sekitar 50% kematian
akibat reaksi hemolitik akibat reaksi hemolitik akut di sebabkan
inkompabilitas ABO karena kesalaham administrasi. Peristiwa ini diawali
oleh antibodi dalam serum pasien yang bereaksi terhadap antigen
corresponding pada eritrosit donor, ataupun antibodi dalam plasma donor
yang bereaksi terhadap antigen corresponding pada eritrosit pasien. Reaksi
hemolitik dapat terjadi intravaskular atau ekstravaskular.
2. Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat
Tanda dan gejalanya baru timbul 5- 10 hari setelah transfusi, berupa
demam, anemia, ikterus, dan mungkin hemoglobinuria. Tidak berakibat
fatal. Tetapi bergantung pada kondisi saat itu, bahkan kadang-kadang tidak
diperlukan.
3. Reaksi anafilaktik
Merupakan komplikasi yang jarang. Terjadi beberapa menit setelah
transfusi. Gejala berupa syok, distres pernafasasn, tidak ada demam.
Peristiwa ini disebabkan oleh pelepasan sitokin didalam plasma yang
kemudian menyebabkan bronkokonstriksi dan vasodilatasi. Resiko
kejadian meningkat pada pemberian transfusi secara cepat dan akibat yang
ditimbulkan fatal bila tidak segera diterapi segera.
4. Transfusion- related acute lung injury (TRALI)
Merupakan salah satu reaksi imunologik dengan gejala dispnue dan
hipoksia karena edema paru non kardiogenik. Reaksi ini didiagnosis bila
terjadi distres nafas (ARDS) dan infiltrat paru bilateral dalam 6 jam tanpa
bukti adanya kelebihan volume atau malfungsi jantung. Insidensinya
diperkirakan 1:5000 transfusi.
2

5. Transfusion- mediatedi immunomodulation (TRIM)


Merupakan efek imunosupresif darah analgetik yang terkait paparan
leukosit, berdampak leukopenia, sehingga imunitas menurun. Reaksi ini
berjalan lambat dan jarang sekali terjadi.
6. Graft-versus host disease
Reaksi ini jarang tetapi berpotensi fatal. Biasanya terjadi pada pasien
imuno defisiensi setelah transplantasi sumsum tulang, atau pasien
imunokompeten yang mendapat darah dari individu yang memiliki HLA
kompatibel dengan pasien. Reaksi muncul 10-12 hari setelah transfusi,
dengan gejala berupa demam, ruam kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis,
dan pansitopenia. 2

2.2.
TRANSFUSI PADA PASIEN SEPSIS
2.2.1. Pendekatan Awal Sebelum Transfusi Darah Pada Sepsis
Pemberian awal cairan dan antibiotik merupakan dasar penanganan untuk
pasien sepsis berat dan syok sepsis.
Terapi utama untuk pasien sepsis berat dan syok sepsis meliputi:
1. inisiasi dini perawatan suportif untuk memperbaiki kelainan fisiologis ,
seperti hipoksemia dan hipotensi, dan untuk membedakan sepsis akibat
respon inflamasi sistemik dan jika ada infeksi, itu harus diidentifikasi dan
diobati sesegera mungkin . Ini mungkin membutuhkan antibiotik yang
tepat serta prosedur bedah.
2. Meningkatkan oksigenasi - oksigen tambahan harus disediakan untuk
semua pasien dengan sepsis dan oksigenasi harus dipantau terus menerus
dengan oksimetri. Intubasi dan ventilasi mekanik dapat dilakukan
tergantung pada kebutuhan di awal [ 5,6 ]
3. Menilai perfusi segera setelah pernafasan paisen di stabilkan, kecukupan
perfusi harus dinilai .
2.2.2. TRANSFUSI PADA SEPSIS/ SYOK SEPSIS
3

1. cairan infus: Pada pasien dengan sepsis, hipovolemia intravaskular bersifat


khas dan bisa berat, sehingga membutuhkan resusitasi cairan yang cepat.
Volume cairan awal yang diberikan dalam 6 jam, ditargetkan endpoint
fisiologis diatur (mis mean arterial pressure). Jadi, kecepatan dan, besar
volume cairan infus dari cairan intravena diindikasikan sebagai terapi awal
untuk sepsis berat atau syok septik, kecuali terdapat gejala klinis yang
mendukung atau bukti radiologi adanya gagal jantung.

2. terapi cairan sebaiknya dimulai sesuai yang di tetapkan (misalnya 500 mL),
infus bolus dengan cepat. Keadaan volume, perfusi jaringan, tekanan
darah, dan ada tidaknya edema paru harus dinilai sebelum dan setelah
setiap bolus. Fluid challenges dapat diulang sampai tekanan darah dan
perfusi jaringan stabil, memastikan edema paru, atau gagalnya cairan
untuk menambah perfusi. pemantauan yang cermat sangat penting karena
pasien dengan sepsis biasanya mengakibatkan edema paru nonkardiogenik
(mis respiratory distress syndrome pada orang dewasa). Jadi, terapi cairan
cepat layak diberikan pada pasien dengan sepsis berat dan syok septik,
cairan mungkin tidak membantu atau berbahaya ketika sirkulasi tidak
respon terhadap cairan.

3. Pilihan cairan: percobaan secara acak tidak menemukan perbedaan antara


menggunakan solusi albumin dan solusi kristaloid (misalnya garam
normal, Ringer laktat) dalam pengobatan sepsis berat atau syok septik,
tetapi mereka telah mengidentifikasi penggunaan pentastarch atau HES
lebih berpotensi bahaya daripada solusi kristaloid. [9] dalam praktek
klinis, penggunaan cairan kristaloid lebih baik dari solusi albumin karena

kurangnya manfaat yang jelas dan harga yang lebih tinggi dari albumin.
Memberikan jumlah cairan intravena

yang cukup secara cepat dan

menargetkan sasaran secara tepat merupakan hal yang lebih penting


daripada jenis cairan yang dipilih 4

4. Vasopressor: Ini adalah lini kedua dalam pengobatan sepsis berat dan syok
septik. Ini berguna pada pasien hipotensi yang menetap meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan yang adekuat atau paien dengan edema paru
kardiogenik. [10,11]

2.2.3. Terapi suportif pada sepsis berat


1. setelah hipoperfusi jaringan telah diatasi dan tidak adanya penyakit lain
seperti iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, atau penyakit
iskemik arteri koroner
2. , maka direkomendasikan untuk transfusi sel darah merah jika konsentrasi
hemoglobin menurun yaitu <7,0 g / dL agar mencapai target

yaitu

konsentrasi hemoglobin 7,0 - 9.0 g /.


Alasannya . Meskipun konsentrasi hemoglobin yang optimal untuk pasien
dengan sepsis berat belum secara spesifik diselidiki, the Transfusion
Requirements in Critical Care lebih mengusullkan konsentrasi hemoglobin

9 g / dL, dibandingkan dengan konsentrasi hemoglobin 10-12 g / dL, hal


ini tidak dikaitkan dengan meningkatnya angka kematian pada orang
dewasa dengan keadaan kritis. Tidak ada perbedaan yang signifikan terkait
angka kematian antara penanganan sebagian kelompok pasien dengan
infeksi berat dan syok septik yang telah di obesrvasi selama 30 hari
(22,8% dan 29,7%, masing-masing; p = 0,36),
Meskipun kurang berlaku untuk pasien septik, hasil dari beberapa
penelitian pada pasien yang menjalani operasi

pembedahan jantung

dengan cardiopulmonary mendukung strategi

pembatasan transfusi,

dengan menggunakan ambang hematokrit <24% (hemoglobin 8 g / dL)


atau setara dengan ambang hematokrit <30% (hemoglobin 10 g / dL).
transfusi sel darah merah pada pasien septik meningkatkan pengiriman
oksigen(delivery oxygen)tapi tidak biasa meningkatkan konsumsi oksigen.
Transfusi dengan batas hemoglobin 7 g / dL berlawanan dengan tujuan
awal panduan resusitasi yang menggunakan hematokrit target 30% pada
pasien dengan Scvo2 rendah selama pertama 6 jam dari resusitasi pada
syok septik.5
2. Sebaiknya tidak menggunakan erythropoietin sebagai pengobatan khusus
anemia terkait dengan sepsis berat (grade 1B).
Alasan. Tidak ada yang spesifik erythropoietin informasi mengenai
digunakan pada pasien septik tersedia, tetapi uji klinis
administrasi erythropoietin pada pasien kritis
menunjukkan beberapa penurunan kebutuhan transfusi sel darah merah
dengan tidak berpengaruh pada hasil klinis (198, 199). Efeknya
erythropoietin pada sepsis berat dan syok septik akan
tidak diharapkan untuk lebih menguntungkan daripada di penting lainnya
2.2.4. Transfusi darah untuk sepsis dan syok septik
Pasien dengan sepsis berat dan syok septik sering mengalami yang bisa
disebut "kegagalan hematologi" - kelainan jalur sel darah dan pembekuan /
protein antitrombotik yang dapat terjadi bersamaan, pola protean. Anemia,
trombositopenia, leukopoenia, disseminated intravascular coagulation, dan
berkurangnya fungsional sfaktor koagulasi sangat umum terjadi pada orang
dengan sepsis berat atau syok septik.
Transfusi sel darah merah
transfusi Packed red blood cell dutujukan sebagai terapi awal (EGDT) untuk
sepsis berat dan syok septik sebelum The Surviving Sepsis Guidelines terbaru
direkomendasikan. Sebaliknya, transfusi darah sebagai bagian dari EGDT untuk
sepsis berat / syok septik dianggap sebagai "pilihan" bersamaan dengan infus
dobutamin untuk meningkatkan perfusi. Selama 6 jam pertama resusitasi, jika
keadaan ScvO2 menetap, yaitu ScvO2 <70% atau SvO2 setara <65% dengan

penilaian adekuat volume intravaskular yang tidak memadai pada hipoperfusi


jaringan yang menetap , maka infus dobutamin (maksimal 20 mg / kg / min) atau
transfusi packed red blood cell untuk mencapai hematokrit 30% merupakan
pilihan dalam upaya untuk mencapai ScvO2 atau SvO2 cukup [3]
Beberapa masalah yang disebabkan transfusi RBC , seperti infeksi, komplikasi
paru seperti TRALI dan transfusi yang terkait dengan sirkulasi yang berlebihan,
transfusi yang terkait immunomodulation dan kegagalan multiorgan, dan
meningkatkan kematian. Berdasarkan bukti yang ada, "membatasi"

transfusi

RBC (transfusi ketika hemoglobin [Hb] <7 g / dL) dianjurkan kecuali pada
perdarahan akut, atau pada pasien dengan iskemia miokard akut ketika pemicu Hb
dari 8 g / dl adalah wajar.
The Surviving Sepsis Guidelines menganjurkan membatasi transfusi sel darah
merah pada orang dewasa dengan sepsis berat / syok septik sampai Hb turun di
bawah 7,0 g / dL, dan tidak transfusi bila Hb di atas 9,0 g / dL, jika tidak disertai
penyakit jantung iskemik, hipoksemia berat, atau perdarahan aktif. [ 3,14]
Erythropoietin
Meskipun beberapa pasien dengan sepsis berat dan syok septik mungkin memiliki
alasan lain untuk menerima erythropoietin, The Surviving Sepsis Guidelines
menolak untuk memberikan erythropoietin sebagai pengobatan untuk anemia
terkait dengan sepsis berat / syok septik. [3,14]
fresh frozen plasma
dari studi klinis yang telah dilakukan tidak ada yang menetapkan untuk mengatasi
kelainan koagulasi (peningkatan waktu protrombin [PT] / INR) dengan transfusi
fresh frosen plasma (FFP) dapat mempengaruhi hasil pada paseien sepsis berat
dan syok septik. Namun, tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa koreksi
kelainan koagulasi membantu pasien menjadi tidak perdarahan, bahkan jika INR
mereka sangat tinggi. Mengingat tidak adanya manfaat yang ditunjukkan, The
Surviving Sepsis Guidelines menyarankan transfusi FFP untuk pasien-pasien
dengan sepsis berat / syok septik yang mengalami peningkatan PT, waktu
7

tromboplastin parsial, dan / atau INR, dan yang baik memiliki perdarahan aktif,
atau direncanakan untuk menjalani operasi atau prosedur invasif. [3,14]

trombosit
Trombositopenia pada sepsis disebabkan dua hal yaitu produksi platelet terganggu
dan kerusakan trombosit juga meningkat. Tidak ada bukti yang kuat sebagai
pedoman transfusi trombosit pada sepsis berat dan syok septik, tetapi pembatasan
disarankan, kecuali perdarahan atau adanya resiko lain. Untuk pasien dengan
sepsis berat dan syok septik, The Surviving Sepsis Guidelines menyarankan
transfusi trombosit profilaksis hanya ketika trombosit turun sampai 10.000 / mm3,
dengan asumsi tidak ada adanya perdarahan. Pada pasien yang dianggap sangat
berisiko untuk perdarahan, ambang batas 20.000 / mm3 disarankan untuk
transfusi trombosit, dan bagi mereka dengan perdarahan aktif atau yang sedang
menjalani pembedahan atau invasif prosedur, transfusi trombosit 50.000 / mm3
disarankan untuk transfusi trombosit. [3,14]
antitrombin
The Surviving Sepsis Guidelines menyarankan agar penggunaan antitrombin III
untuk sepsis berat atau syok septik.
Ketika mencurigai reaksi yang merugikan ini?
Gambaran klinis dari transfusi terkait sepsis menyarankan kemungkinan
kontaminasi bakteri dan / atau reaksi endotoksin mungkin termasuk kerasnya,
demam tinggi, menggigil parah, hipotensi, takikardia, mual dan muntah, sesak,
atau kolaps sirkulasi selama atau segera setelah transfusi.

Dalam kasus yang parah, pasien dapat mengalami syok disertai gagal ginjal dan
koagulasi intravaskular diseminata (DIC) (2). Reaksi ini dapat berakibat fatal.
(1,2)
Untuk reaksi klinis jelas, infeksi bakteri yang dilaporkan terjadi di setidaknya
1:75 000 transfusi trombosit dan setidaknya 1:. 500 000 transfusi sel darah merah
(3,4)
Infeksi bakteri lebih umum dengan:
trombosit (karena ini disimpan pada suhu kamar)
komponen yang sebelumnya beku dicairkan dengan pencelupan dalam bak air
komponen sel darah merah yang disimpan selama beberapa minggu
penyebab biasa?
komponen darah dapat terkontaminasi oleh: (1)
Bakteri dari kulit donor selama prosedur pengumpulan
bakteremia yang tidak diakui di donor
Kontaminasi dari lingkungan
Kontaminasi selama persiapan komponen
Kontaminasi dari pelabuhan selama pencairan produk beku dalam bak air
Kedua organisme gram positif dan gram negatif telah terlibat dalam transfusi
terkait sepsis dengan morbiditas yang serius dan kematian terjadi paling sering
dengan bakteri gram negatif. (1)
Organisme yang mampu mengalikan pada suhu rendah dan mereka yang
menggunakan sitrat sebagai nutrisi yang paling sering dikaitkan dengan
kontaminasi sel darah merah, terutama Yersinia enterocolitica.
Penyelidikan
Meminta kultur darah dari pasien, dan melakukan budaya dan Gram Stain pada
sisa komponen darah.

Kunci untuk mendiagnosa transfusi terkait sepsis kultur organisme yang sama
dari pasien dan komponen.
Jauhkan tas darah dan pemberian set (disegel) untuk penyelidikan lebih lanjut.
Apa yang harus dilakukan?
Hentikan transfusi segera dan ikuti langkah-langkah lain untuk mengelola reaksi
transfusi dicurigai. Mencari bantuan medis yang mendesak karena dapat menjadi
darurat.
Mulai antibiotik spektrum luas sekali budaya telah diambil, termasuk penutup
untuk infeksi stafilokokus.
Memberikan dukungan kardiorespirasi.
Kirim paket darah ke Transfusi Service Provider untuk budaya mendesak dan
Gram Stain
Menyarankan Transfusi Service Provider untuk memberitahu Layanan Darah
untuk memastikan mengkarantina dan pengujian komponen terkait dari donasi
yang sama / donor.

DAFTAR PUSTAKA

10

1. Nency, Yerry Movieta, dan Dana Sumanti. Saripediatri vol 13. Latar belakang
penyakit pada penggunaan transfusi komponen darah pada anak. 2011.
Semarang:Departemen ilmu kesehatan anak FK UNDIP. h. 159.
2. Sutandyio, Noorwati. Indonesian journal of cancer. Transfusi pada pasien
kanker: manfaat dan risiko. 2007. Jakarta: instalasi penelitian dan
pengembangan RS.Kanker Dharmais. h. 155-120.
3. Indian journal of anaesthesia. Blood transfusion practices in sepsis. 2014.
4.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4260313/
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al.
Surviving sepsis campaign: International guidelines for management of severe
sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med.2013;41:580637. [PubMed]

5.

11

Anda mungkin juga menyukai