Makalah Konsep Dan Teori Ilmu Sosial Bagi Pendidikan Politik A.N Eka Yuniarti Sapitri
Makalah Konsep Dan Teori Ilmu Sosial Bagi Pendidikan Politik A.N Eka Yuniarti Sapitri
MAKALAH
DASAR DAN TEORI PENDIDIKAN POLITIK
Oleh:
Eka Yuniarti Sapitri
NPM. 145710121
Kelas Raden Saleh
Dosen Pengampu:
Dr.Kahar Yoes, M.Si.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan sedalam syukur penulis panjatkan ke haribaan Illahi Rabbi,
sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Rosulullah SAW. Tanpa
syafaat dan hidayahnya tidak mungkin penyusun dapat menyelesaikan kajian
makalah Sumbangan Konsep dan Teori teori Ilmu Sosial Lain Bagi Pendidikan
Politik pada mata kuliah Dasar dan Teori Pendidikan Politik.
Harapan penulis, dengan hadirnya makalah ini, akan dapat mengetahui
tentang sumbangan konsep dan teori teori ilmu sosial lain bagi pendidikan
politik di Indonesia. Semoga apa yang penulis susun ini bermanfaat untuk semua,
mahasiswa, ataupun masyarakat umum.
Penulis menyadari masih banyak adanya kekurangan, maka dari itu segala
masukan, sumbangan saran dari para pembaca yang budiman, pikiran dari kritikan
kontruktif amat diharapkan dan dibutuhkan agar lebih baik lagi. Demikian apabila
ada kekurangan atau kelebihan kami mohon maaf.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Depok, 08 April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................... ii
A. Pendahuluan ................................................................................... 1
B. Pembahasan .................................................................................... 6
1. Konsep Ilmu Sosial ................................................................... 6
2. Teori Ilmu Sosial ....................................................................... 10
3. Pendidikan Politik ...................................................................... 16
4. Sumbangan Ilmu Sosial Lain Bagi Pendidikan Politik ............. 21
C. Kesimpulan ..................................................................................... 27
pengetahuan alam. Atau juga Ilmu pengetahuan alam dilawankan dengan ilmu
pengetahuan sosial atau ilmu sosial.
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan sosial dari kenyataankenyataan tentang istilah tersebut di atas. Dilihat dari sasaran atau tujuan dari
istilah tersebut yang berkaitan dengan kemanusiaan, maka dapat diasumsikan
bahwa semua pernyataan tersebut pada dasarnya mengarah pada bentuk atau
sifatnya yang humanis atau kemanusiaan dalam artian kelompok, mengarah
pada
hubungan
antar
manusia
sebagai
anggota
masyarakat
atau
itu
sendiri.
Kebutuhan-kebutuhan
manusia
dalam
rangka
Dengan dasar suasana dan arena yang manusia tersebut harus terlibat,
maka otomatis, seorang individu sebagai anggota suatu masyarakat akan
mempunyai banyak status berkaitan dengan suasana dan elemen budaya yang
ada. Kumpulan hak dan kewajiban atau status yang dipunyai oleh manusia
tersebut pada dasarnya dapat terbagi dalam dua bagian besar yaitu perolehan
(ascribed) dan pencapaian (achieved). Sebagai status perolehan, manusia tidak
akan dapat merubahnya karena sudah secara kodrati diterima. Status perolehan
ini akan diwujudkan oleh individu yang menyandangnya, seperti laki-laki dan
perempuan, anak si Hasan, bapak si Togob, ibu si Sudin, pemuda atau pemudi
berusia 25 tahun, orang tua, anak-anak dan seterusnya. Individu yang
menyandangnya tidak akan dapat merubahnya, dan ini akan diwujudkan
dalam bentuk nyata sebagai peran-peran sesuai dengan status yang
disandangnya.
Di pihak lain, status pencapaian adalah kumpulan hak dan kewajiban
yang disandang seseorang ketika orang tersebut berada pada status tertentu
yang diperolehnya sehingga orang tersebut akan merubah tindakan dan
tingkah lakunya dengan dasar status yang disandangnya, seperti seorang
pemain badminton di sebuah kampung, dan karena seringnya dia berlatih
kemudian mengikuti pertandingan tingkat nasional dan menjadi juara
badminton tingkat nasional maka statusnya menjadi berubah, dari seorang
pemain badminton tingkat dusun menjadi seorang juara badminton nasional.
Sehingga otomatis tingkah laku dan tindakannya akan mengikuti hak dan
kewajiban yang baru disandangnya.
Sering terjadi pertentangan dari peran-peran yang dilakukan oleh dua
orang individu dalam satu arena interaksi.Pertentangan antar peran yang ada
dalam individu berkaitan dengan pola yang ada dalam masyarakat dapat
menjadi permasalahan yang dapat menganggu pola yang sudah ada
sebelumnya seperti adanya nepotisme. Hal ini berkaitan dengan kenyataan
bahwa satu status akan terdiri dari banyak peran atau peranan. Peran-peran
yang diwujudkan oleh individu akan berupa tindakan tindakan yang terkait
dengan pranata sosial yang melingkupinya. Dalam konteks di atas apakah
hubungan interaksi yang terjadi di dalamnya. Norma, moral, nilai dan aturan
yang terwujud dalam konteks masyarakat biasanya berupa pranata-pranata
yang berlaku dalam masyarakat dan bersumber dari kebudayaan yang dipakai
oleh masyarakat yang bersangkutan, sehingga bersifat abstrak. Usaha
melakukan pemetaan sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode
penjaringan data atas gejala yang tampak, yaitu bisa dengan cara kuantitatif
atau juga dengan kualitatif. Tetapi agar supaya gejala sosial yang diidentifikasi
tersebut dapat tergambar dengan jelas dan berkaitan dengan kebudayaan yang
dipegang oleh masyarakat yang bersangkutan, maka akan lebih baik lagi
menggunakan metode kualitatif yang berisi tentang kualitas dari data yang
diperoleh. Walaupun demikian, data-data sekunder tetap diperlukan untuk
melihat perkembangan secara historis keadaan kenyataan yang terdeteksi dan
pengalaman dari masyarakat dalam menghadapi keadaan-keadaan nyata yang
pernah dialaminya. Kejadian-kejadian nyata yang dialami oleh anggota
masyarakat biasanya tercatat dalam buku catatan yang bersifat permanen dan
berisi tentang data-data empiris pada masanya. Catatan-catatan ini biasanya
berkenaan dengan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pola migrasi,
angka kematian dan kelahiran serta kepemilikan yang ada pada masyarakat.
Kedua data ini yaitu kualitatif dan kuantitatif menjadikan penggambaran
kehidupan masyarakat dapat bersifat menyeluruh atau holistik. Yaitu
menggambarkan secara keseluruhan aspek dari keadaan masyarakat dari setiap
pranata yang ada di dalamnya. Selain penggambaran keadaan masyarakat
secara keseluruhan baik secara diakronis atau historis juga tergambar secara
sinkronis atau fungsional hubungan antar pranata yang berlaku di dalamnya
yang berisi tentang kebiasaan-kebiasaan dari anggota-anggota masyarakat
dalam mewujudkan status dan perannya dalam setiap pranata yang berlaku.
Pemetaan sosial secara mendalam sering dilakukan oleh para peneliti
sosial khususnya antropologi dalam menggambarkan kehidupan secara
menyeluruh suatu masyarakat sukubangsa dengan mengorbankan waktu
bertahun-tahun untuk tinggal bersama masyarakat yang ditelitinya. Usaha
yang dilakukan oleh para antropolog tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah
data etnografi.
Ilmu politik berhubungan dengan ilmu pengetahuan lainnya, seperti
sosiologi, antropologi dan ilmuilmu sosial lainnya, karena ilmu sosial
mempunyai obyek penelitian yang sama, yaitu manusia sebagai anggota
kelompok.
B. Pembahasan
1. Konsep Ilmu Sosial
Sosial di sini yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai
sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat
atau komuniti, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi
simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan
berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh
individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan
demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang
terikat pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu
berarti terdapat hak dan kewajiban darimanusia diatur hak dan
kewajibannya yang menunjukkan identitasnya dalam sebuah arena, dan
sering disebut sebagai status, bagaimana individu melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan apa yang telah ada dalam perangkat pedoman
yang ada yang dipakai sebagai acuan.
Kita tidak dapat membayangkan jika kehidupan manusia tidak berada
dalam masyarakat (sosial). Karena manusia adalah makhluk sosial, mereka
tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia membutuhkan
orang lain untuk bisa bertahan hidup (survive). Kesalingketergantungan itu
akan menjadikan suatu kerja sama yang bersifat tetap dan menghasilkan
bentuk masyarakat tertentu.
Secara keilmuan, terdapat banyak teori tentang masyarakat maupun
sosial. Sebelum lahirnya teori-teori sosial raksasa, seperti Thomas Hobbes
(yang
dikenal
dengan
teori
individualisme
instrumental
dengan
diktumnya homo homini lupus), Adam Smith yang dikenal teori sistem
memberikan
perhatian
pada
aspek-aspek
kemasyarakatan
akademisi. Sciences
dan
keinginannya
dalam
memberikan
reaksi
terhadap
10
antropologi
mendefinisikan
kebudayaan
sebagai
etnografi
diperlukan
pengamatan,
interaksi
dengan
relative lama.
Etnografi umumnya tidak tertarik dengan generalisasi seperti pada
penelitian psikometrik, tetapi lebih tertarik untuk memotret
kondisi apa adanya.
11
masyarakat lainnya.
Etnografi menempatkan pada perlunya koleksi dan interpretasi
lebih
mengkonsentrasikan
etnografi
dibnding
dengan
L.Morrow,
Stephen
P.Robbin,
Stephen
K.Bailey,1986)
Menggambarkan apa-apa yang nyata-nyata terjadi dilapangan
(memotret apa adanya). Artinya, semua kegiatan sosial yang terjadi di
lapangan di gambarkan secara nyata. Misalnya seorang bocah membantu
seorang nenek yang tua renta hendak menyeberang jalan. Sehingga apa
yaang terjadi tersebut digambarkan dengan sebenar-benarnya, tanpa
adanya rekayasa.
4. Teori pre-skriptif (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen
K.Bailey, 1986)
Menggambarkan perubahan-perubahan untuk melakukan pembaharuan,
koreksi dan perbaikan suatu proses teori dan fenomena tertentu.
12
untuk
melakukan
konseptualisasi
mengenai
cara-cara
memperbaiki suatu teknis sehingga dapat dibuat sebagai sasaran yang lebih
realistik (tools of analysis).
8. Teori hubungan manusia (human relation theory) (Menurut William
L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Menitik beratkan bahwa norma-norma sosial merupakan faktor kunci dalam
menentukan sikap, perilaku dan tindakan seseorang terutama dalam
lingkungan kerja.
9. Teori pengambilan keputusan (decesion making theory) ( Menurut William
L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Lebih mengkonsentrasikan diri pada analisa proses pengambilan keputusan,
apakah mempergunakan model statistik, model optimasi, model informasi,
model simulasi, model liniar programming, model critical path scheduling,
model inventory, model site location, ataukah model resources allocation, dan
sebagainya (catatan : pada beberapa fakultas dan program training sudah
merupakan mata pelajaran tersendiri).
10. Teori perilaku (behavior theory) (Menurut William L.Morrow, Stephen
P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Orientasi yang dikembangkan adalah efesiensi dan sasaran dengan cara
mengintegrasikan komponen-komponen anggota organisasi, struktur dan
13
prosesnya. Dengan kata lain teori perilaku lebih memahami pentingnya aspek
dan faktor manusia sebagai alat utama untuk mencapai tujuan organisasi
( catatan : teori perilaku ini juga sudah merupakan mata kuliah tersendiri
sebagai mata kuliah perilaku organisasi).
11. Teori sistem (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen
K.Bailey, 1986)
Merupakan suatu cara pendekatan yang memandang bahwa setiap fenomena
mempunyai berbagai komponen yang saling berinteraksi satu sama lain agar
dapat bertahan hidup (survival). Dalam sistem memiliki beberapa unsur sistem
antara lain : unsur lingkungan, unsur masukan (input), unsur pengelola
(konversi/throught put), unsur keluaran (out put/product), unsur efek atau
unsur akibat (consequences), dan unsur umpan balik (feed back)
12. Teori kontingensi (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen
K.Bailey, 1986)
Sebagai perkembangan dari teori sistem yang dipersamakan dengan
pendekatan situasional yang mengakui adanya dinamika dan kompleksitas
antar hubungan (interaksi sosial).
13. Teori deskriptif eksplanatori (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin,
Stephen K.Bailey, 1986)
Menjelaskan keaneka ragaman isi yang terkandung dalam fenomena
lingkungan nyata (cenderung ke metode content analysis, discourse analysis,
framing analysis).
14. Sosiologi adalah ilmu positip (Menurut August Comte)
Masyarakat. Ia menggunakan kata positip yang artinya empiris. Jadi sosiologi
baginya adalah studi empiris tentang masyarakat. Menurut August Comte,
obyek studi dari sosiologi adalah tentang masyarakat, ada dua unsure yaitu
struktur masyarakat yang disebut statika sosial dan proses-proses sosial di
dalam masyarakat yang disebut dinamika sosial.
15. Teori Struktural Fungsional (Konstruksionisme) (Menurut Talcott Parson)
Teori ini menjelaskan tingkah laku manusia berdasarkan suatu sistem sosial
yang terbentuk oleh jaringan hubungan berbagai fungsi yang ada dalam suatu
14
berhubungan
langsung
dengan
hubungan
produksi
yang
melibatkannya.
17. Teori Struktural Historis (Menurut Hegel)
Dengan demikian orang-orang yang mempunyai akses terhadap faktor-faktor
produksi akan mempunyai bentuk tingkah laku yang berbeda dari mereka
yang tidak memiliki akses tersebut.
18. Teori Struktural Historis (Menurut Karl Marx)
Relasi produksi tersebut menimbulkan klas-klas sosial dalam masyarakat, dan
tingkah laku sosial sebetulnya tidak lebih dari masalah yang muncul dari
pertarungan antar kelas.
19. Teori Struktural A-Historis (Menurut Levi Strauss)
Teori ini beranggapan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh beberapa
struktur apriori yang asal-usulnya tidak dapat dijelaskan oleh perkembangan
sejarah, bahkan sebaliknya sejarah dibentuk oleh watak struktur-struktur
tersebut.
20. Teori Fenomenologi (Menurut Muhadjir, Dalam Tjipto 2009: 68)
Pendekatan fenomenologi mengakuai adanya kebenaran empiric etik yang
memerlukan akal budi untuk melacak dan menjelasskan serta berargumentasi.
Akal budi ini mengandung makna bahwa kita perlu menggunakan criteria
lebih tinggi lagi dari sekedar true or false.
berasal dari bahasa Yunani; politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang
berkaitan dengan warga negara. Berdasarkan penjelasan ini, dapat
dikembangkan pengertian politik sebagaiproses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya
penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik
yang dikenal dalam ilmu politik. Sedangkan pendidikan adalah usaha sadar
yang dilakukan manusia untuk mencerdaskan manusia lain melalui
pengajaran, pelatihan dan penelitian. Dari penjelasan kedua istilah tersebut di
atas dapat dirumuskan bahwa pendidikan politik adalah proses pembelajaran
dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga
negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ramlan Surbakti dalam bukunya yang berjudul memahami ilmu
politik (1999:117) mengemukakan bahwa pendidikan politik dan sosialisasi
politik memiliki kesamaan dalam istilah. Dalam bahasa Inggris kedua
istilah ini memang sering disamakan. Istilah political sosialization jika
diartikan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia akan bermakna
sosialisasi politik.
Oleh karena
itu, dengan
menggunakan
istilah
tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan politik dalam tulisan ini dipahami sebagai perbuatan
memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas
dan potensi diri manusia, melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka
16
rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin, sehingga para penerima
pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara.
Hal ini dimaksudkan agar dapat mewujudkan kesadaran dan partisipasi
berdemokrasi dalam kehidupan bernegara.
Definisi pendidikan politik ini mengandung tiga anasir penting, yakni:
Pertama, adanya perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk
mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia. Kedua, perbuatan di
maksud harus melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara
pemberi dan penerima pesan secara rutin. Ketiga, perbuatan tersebut ditujukan
untuk para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam
kehidupan bernegara.
Pemahaman di atas pada dasarnya menunjukan bahwa Pelaksanaan
pendidikan politik harus dilakukan tanpa unsur paksaan dengan fokus
penekanan pada upaya untuk mengembangkan pengetahuan (Kognisi),
menumbuhkan nilai dan keberpihakan (Afeksi) dan mewujudkan kecakapan
(Psikomotorik) warga sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok.
a. Landasan Hukum Pendidikan Politik
Pendidikan politik sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran
berbangsa dan bernegara memiliki landasan hukum yang berpegang teguh
pada falsafah dan kepribadian bangsa Indonesia. Berdasarkan Inpres No.
12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda, maka
yang menjadi landasan hukum pendidikan politik adalah sebagai
berikut:
Landasan pendidikan politik di Indonesia terdiri dari:
a.
b.
c.
18
No.
12
Tahun
1982
tentang
Pendidikan
Politik
19
adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Tingkat
kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat
menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan atau pembangunan
(Budiardjo, 1985). Lebih jauh, Surbakti (2007) menyebutkan ada dua
variabel penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi
politik seseorang, salah satu variabel tersebut adalah kesadaran politik.
Jadi, jika individu memiliki kesadaran politik maka ia akan memiliki
kesadaran akan posisi dirinya dalam sebuah tatanan kehidupan bernegara.
Selain sadar akan posisinya, ia juga akan menaruh perhatian terhadap
proses-proses politik dan pemerintahan yang berlangsung. Perhatian
tersebut seperti dengan mengikuti perkembangan informasi politik dan
pemerintahan terkini atau bahkan terlibat langsung dalam proses tersebut.
Wujud dari kesadaran politik salah satunya bentuknya adalah
partisipasi politik dalam pemilu. Partisipasi politik yang dilandasi oleh
kesadaran politik akan mendorong individu menggunakan hak pilihnya
secara rasional. Untuk menumbuhkan kesadaran politik ditempuh melalui
metode dialog dan pengajaran langsung kepada masyarakat.
e. Pendidikan politik membentuk partisipasi berpolitik masyarakat
Partisipasi politik masyarakat sangat berhubungan erat dengan
kesadaran politik. Partisipasi politik tanpa kesadaran politik itu bisa saja
terjadi. Seorang pemilih bisa saja hanya menggunakan hak pilihnya,
namun sebenarnya dia hanya asal memilih tanpa sebuah kesadaran akan
akibat lanjut dari pilihannya. Sebaliknya, partisipasi politik yang dilandasi
oleh kesadaran politik akan menghasilkan pilihan yang baik dan sesuai
dengan aspirasi yang bersangkutan. Dia sungguh menyadari akan
tanggung jawabnya sebagai warga negara yang menentukan masa depan
bangsa. Partisispasi politik dapat terwujud dengan keikutsertaaan individuindividu secara sukareladalam kehidupan politik masyarakatnya. Selain itu
pembinaan politik dapat dilakukan melalui aktivitas pembinaan pemikiran
berdasarkan kaidah-kaidah tertentu. Pemikiran itu haruslah pemikiran
yang mendasar dan menyeluruh yang mampu memancarkan sistem hidup,
20
Tidak
akan
ada
bujukan,
rayuan
yang
akan
21
ditanggung.
Hubungan ilmu Politik dengan ilmu-ilmu lainnya.
1. Hubungan ilmu Politik dengan ilmu Ekonomi.
Ilmu politik dan Ekonomi sejak dulu sampai sekarang selalu sangat erat
hubungannya. Dalam setiap tindakan politik ada aspek ekonominya,
demikian
pula
struktur
perekonomian
suatu
masyarakat
dapat
23
bagi
ilmu
politik.
Terutama
hasil-hasil
penyelidikan
25
menhilangkan moral dari politik, maka akan kita dapatkan politik yang
berisfat Machiavelistis yaitu politk sebagai alat untuk melakukan segala
sesuatu, baik atau buruk tanpa mengindahkan kesusilaan. Hanya dengan
jalan menjadikan kesusilaan sebagai dasar politik, dapat diharapkan akan
adanya politik yang mengindahkan aturan-aturan permainan, apa yang
harus dilakukan dan apa yang wajib dibairkan.
C. Kesimpulan
Dari
pembahasan
makalah
tersebut
diatas
maka
26
penulis
dapat
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Almond, Gabriel. (1990) Budaya Politik, Tingkah Laku, Demokrasi di Lima
NegaraJakarta: Bumi Aksara.
29
30