Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI INSTRUMEN & BIOKIMIA


FA 3113
PERCOBAAN 01

ATOMIC ABSORPTION SPECTROSCOPY


Tanggal Praktikum

: Jumat, 23 September 2016

Tanggal Pengumpulan

: Jumat, 30 September 2016


Disusun oleh

Wulan Prawerti S Ni Wayan


NIM 10714051
Sains dan Teknologi Farmasi
Kelompok 10
Nama Asisten : Shinta Rosia N (10713093)

LABORATORIUM KIMIA FARMASI INSTRUMEN & BIOKIMIA


PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI
SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016

I. Tujuan
1. Menentukan konsentrasi tembaga (Cu) dan Seng (Zn) dalam sampel dengan metode
Atomic Absorption Spectroscopy
II. Teori Dasar
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) merupakan metode analisis kualitatif dan
kuantitatif yang berskala atomik. Secara kuantitatif, AAS digunakan untuk menentukan
konsentrasi dari suatu logam dengan jumlah yang cukup kecil dalam suatu larutan sampel
cair. Teknik analisis menggunakan AAS berdasarkan pada penguraian molekul menjadi
atom (atomisasi) dengan energy dari api atau arus listrik (energy thermal) dimana sampel
dipanaskan pada suhu 2000-3000oC.
Prinsip kerja dari AAS yakni atom yang dianalisa akan menyerap radiasi
elektromagnetik spesifik pada keadaan ground state menjadi excited state. Dalam Atomic
Absorption Spectroscopy, unsur-unsur analit diubah menjadi atom dalam perangkat
atomisasi. Atom-atom ini akan menyerap radiasi dengan panjang gelombang spesifik.
Terjadinya proses penyerapan ini menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom
ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat tidak stabil, dimana electron
tersebut akan kembali ke tingkat energy dasar sambal mengeluarkan energi yang
berbentuk radiasi. Terjadinya interaksi antara atom dengan berbagai bentuk energi
misalnya energy panas, energi kimia, ataupun energi listrik menyebabkan adanya
absorpsi radiasi dan panas
III. Alat dan Bahan
-

Alat :
Spectra 50/55 Screen
AAS
Labu ukur
Washing Bottle
-

Bahan :
Larutan Standar Cu
Larutan standar Zn
Air deionisasi
Gas N2O
Asetilena

IV. Cara Kerja


A. Preparasi Larutan Standar dan Sampel
V.
Pertama, dilakukan pengenceran larutan stok Cu dan Zn 1000 ppm untuk
membuat larutan standar 0,5;1;1,5;2;2,5;3 ppm. Untuk membuat larutan standar dengan
berbagai konsentrasi ini diawali dengan perhitungan pengenceran (V 1.M1=V2.M2), setelah
dilakukan perhitungan maka diambil sejumlah volume (sesuai perhitungan) larutan stok
Cu dan Zn ke dalam labu ukur dan genapkan hingga batas dengan air deionisasi.
VI.
B. Penentuan Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada Atomic Absorption
Spectroscopy
VII. Setelah dilakukan pengenceran untuk membuat larutan standar dengan
berbagai konsentrasi selanjutnya dilakukan pengukuran absorban dari 6 larutan standar

Cu maupun Zn pada Atomic Absorption Spectroscopy. Alat dinyalakan kemudian diatur


sumber cahaya yang digunakan, dimana sumber cahaya yang digunakan harus sesuai
dengan jenis sampel yang akan kita ukur absorbannya. Setelah dilakukan pengaturan
sumber cahaya, maka nyalakan tombol untuk mengaktifkan alat pengatomisasi, diinput
data konsentrasi larutan standar kemudian selang kecil yang terhubung ke nebulizer
dicelupkan ke labu ukur yang berisi sampel dan dilakukan pengukuran absorbasinya.
Pertama dilakukan pengukuran blanko menggunakan aquades kemudian dilanjutkan
dengan larutan sampel dimulai dari konsentrasi terendah hingga tertinggi. Catat hasil
absorbansi, untuk membuat kurva kalibrasi dengan sumbu x sebagai konsentrasi dan
sumbu y sebagai absorbansinya. Setelah semua larutan standar diukur absorbansinya
maka dilanjutkan pengukuran absorbansi larutan sampel Cu dan Zn yang akan dicari
konsentrasinya. Kurva kalibrasi dibuat dengan memplot nilai absorbansi standar sebagai
fungsi dari konsentrasi Cu dan Zn. Setelah dibuat kurva kalibrasi, maka dapat ditentukan
konsentrasi Cu dan Zn dalam larutan sampel yang dihitung dari persamaan regresi
masing-masing kurva.
VIII.
IX. Perhitungan dan Pengolahan Data
A. - Perhitungan Pengenceran Lautan Standar Zn
X.

M1. V1 = M2. V2

XI. Keterangan :
XII.
M1 = konsentrasi larutan induk
XIII.
V1 = volume larutan induk yang diambil
XIV.
M2 = konsentrasi larutan standar
XV.
V2 = volume pengenceran
Pengenceran 10 ppm
M1. V1 = M2. V2

1000 ppm.V1 = 10
ppm.100mL

V1 = 1 mL

Diambil 1 mL dari
larutan induk 1000 ppm ,
kemudian di-add hingga 100
mL dengan aqua deionisasi
Pengenceran 0,5 ppm
M1. V1 = M2. V2
10 ppm . V1 = 0,5 ppm . 100
mL

V1 = 5 mL

Diambil 5 mL dari larutan


10 ppm, kemudian di-add
hingga 100 mL dengan
aqua deionisasi
Pengenceran 1 ppm
M1. V1 = M2. V2
10 ppm. V1 = 1 ppm . 100 mL

V1 = 10 mL
Diambil 10 mL dari larutan 10
ppm,kemudian di-add
hingga 100 mL dengan
aqua deionisasi

Pengenceran 1,5 ppm

M1. V1 = M2. V2
10 ppm. V1 = 1,5 ppm . 100
mL

V1 = 15 mL
Diambil 15 mL dari larutan 10
ppm, kemudian diadd
hingga 100 mL dengan
aqua deionisasi
Pengenceran 2 ppm
M1. V1 = M2. V2
10 ppm. V1 = 2 ppm . 100 mL

V1 = 20 mL
Diambil 20 mL dari larutan 10
ppm, kemudian diadd
hingga 100 mL dengan
aqua deionisasi

Pengenceran 2,5 ppm


M1. V1 = M2. V2
10 ppm. V1 = 2,5 ppm . 100
mL

V1 = 25 mL
Diambil 25 mL dari larutan 10
ppm, kemudian diadd hingga
100 mL dengan aqua deionisasi
Pengenceran 3 ppm
M1. V1 = M2. V2
10 ppm. V1 = 3 ppm . 50 mL

V1 = 15 mL
Diambil 15 mL dari larutan 10
ppm, kemudian diadd hingga 50
mL dengan aqua deionisasi

- Perhitungan Pengenceran Lautan Standar Cu

Pengenceran 10 ppm
M1. V1 = M2. V2

1000 ppm. V1 = 10
ppm . 50 mL

V1 = 0,5 mL
Diambil 0,5 mL dari
larutan induk 1000 ppm,
kemudian diadd hingga 50 mL
dengan aqua deionisasi
Pengenceran 0,5 ppm
M1. V1 = M2. V2

10 ppm. V1 = 0,5 ppm


. 50 mL

V1 = 2,5 mL

Diambil 2,5 mL dari


larutan induk 10 ppm, kemudian
diadd hingga 50 mL dengan
aqua deionisasi
Pengenceran 1 ppm
M1. V1 = M2. V2

10 ppm. V1 = 1 ppm .
25 mL

V1 = 2,5 mL
Diambil 2,5 mL dari
larutan induk 10 ppm,
kemudian di-add hingga 25
mL dengan aqua deionisasi
Pengenceran 1,5 ppm
M1. V1 = M2. V2

10 ppm. V1 = 1,5 ppm


. 50 mL

V1 = 7,5 mL
Diambil 7,5 mL dari
larutan induk 10 ppm,
kemudian di-add hingga 50
mL dengan aqua deionisasi
Pengenceran 2 ppm
M1. V1 = M2. V2

10 ppm. V1 = 2 ppm .
25 mL

V1 = 5 mL
Diambil 5 mL dari larutan
induk 10 ppm, kemudian diadd hingga 25 mL dengan
aqua deionisasi
Pengenceran 2,5 ppm
M1. V1 = M2. V2

10 ppm. V1 = 2,5 ppm


. 20 mL

V1 = 5 mL
Diambil 5 mL dari larutan
induk 10 ppm, kemudian di-

add hingga 20 mL dengan


aqua deionisasi
Pengenceran 3 ppm
M1. V1 = M2. V2

10 ppm. V1 = 3 ppm .
25 mL

V1 = 7,5 mL
Diambil 7,5 mL dari
larutan induk 10 ppm,
kemudian di-add hingga 25
mL dengan aqua deionisasi

B. Data absorbansi dari larutan standar dan larutan sampel Cu


C.
Konsen
trasi (ppm)
D.
(sumb
u x)

E.

Absor
bansi

F.

(Absorban
si standarAbsorbansi
blanko)
G.
(sumbu y)
J.
0,005
M.
0,023
P.
0,054
S.
0,072
V.
0,099
Y.
0,121
AB. 0,141
AE. 0,068

H.
0
I.
0,005
K.
0,5
L.
0,028
N.
1
O.
0,059
Q.
1,5
R.
0,077
T.
2
U.
0,104
W.
2,5
X.
0,126
Z.
3
AA. 0,146
AC. SAMP AD. 0,073
EL
AF.
AG.
AH.
AI.
AJ.
AK.
AL.
AM.
AN.
AO.
AP.Dari data absorbansi larutan standar di atas dibuat kurva kalibrasi :

Kurva Konsentrasi vs Absorbansi


0.16
0.14

f(x) = 0.05x + 0
R = 1

0.12
0.1

Absorbansi 0.08
0.06
0.04
0.02
0

0.5

1.5

Konsentrasi (ppm)

AQ.
AR.
AS.

y = 0.0464x + 0.004

2.5

3.5

AT.substitusi nilai absorbansi sampel ke persamaan regresi :


AU. 0.068=0.0464x + 0.004
AV.X=1.3793 ppm (konsentrasi sebenarnya sampel adalah 1.5 ppm)
1.51.3793
x 100 = 8.046%
AW. Galat=
1.5
AX.
AY.Data absorbansi dari larutan standar dan larutan sampel Zn
AZ. Konse
ntrasi (ppm)
BA. (sumb
u x)

BB.

Absor
bansi

BC.

(Absorbans
i
standar+Absorbans
i blanko)
BD. (sumbu y)
-0,005
BG. -0,005
0,082
BJ.
0,077
0,097
BM. 0,092
0,333
BP.
0,328
0,647
BS.
0,642
0,336
BV. 0,331
0,434
BY. 0,429
0,096
CB. 0,091

BE. 0
BF.
BH. 0,5
BI.
BK. 1
BL.
BN. 1,5
BO.
BQ. 2
BR.
BT.
2,5
BU.
BW. 3
BX.
BZ. SAMP CA.
EL
CC. Dari data absorbansi larutan standar di atas dibuat kurva kalibrasi :

Kurva Konsentrasi vs Absorbansi


0.7
0.6
0.5

f(x) = 0.17x + 0.02


R = 0.63

0.4

Absorbansi

0.3
0.2
0.1
0
-0.1

0.5

1.5

2.5

3.5

Konsentrasi (ppm)

CD.
CE. Karena didapatkan nilai R2=0,6309 dan nilai ini sangat jauh dari 0,999 maka
dilakukan penyisihan data nilai absorbansi pada konsentrasi 2 ppm (karena nilai
absorbansinya menyimpang dari data lainnya), sehingga kurva kalibrasinya menjadi :

Kurva Konsentrasi vs Absorbansi


0.5
0.4

f(x) = 0.14x + 0.01


R = 0.9

0.3

Absorbansi

0.2
0.1
0

0.5

1.5

2.5

3.5

-0.1

Konsentrasi (ppm)

CF.
CG.
CH.
y = 0.1436x + 0.0052
CI. substitusi nilai absorbansi sampel ke persamaan regresi :
CJ. 0.091=0.1436x + 0.0052
CK. X=0.5974 ppm (konsentrasi sampel sebenarnya adalah 1 ppm)
10.5974
CL. Galat=
x100%=40.26%
1
CM.
XVI.
Diskusi (Pembahasan)
A. Pembahasan Prosedur
CN. Preparasi larutan standar dilakukan dengan pengenceran larutan stok Cu
dan Zn untuk membuat larutan standar dengan berbagai konsentrasi. Untuk membuat
larutan standar dengan berbagai konsentrasi ini diawali dengan perhitungan
pengenceran (V1.M1=V2.M2), setelah dilakukan perhitungan maka diambil sejumlah
volume (sesuai perhitungan) larutan stok Cu dan Zn dengan menggunakan pipet
volume ke dalam labu ukur dan genapkan hingga batas dengan air deionisasi.
Penggunaan air deionisasi untuk mencegah adanya reaksi antara air dengan zat pada
sampel yakni Cu dan Zn yang nantinya akan mengganggu pembacaan absorbansi
pada Atomic Absorption Spectroscopy. Pengambilan larutan stok untuk membuat
larutan standar menggunakan pipet volume bertujuan agar volume larutan yang
diambil akurat sesuai dengan perhitungan pengenceran. Volume Labu ukur yang
digunakan juga harus sesuai dengan volume air deionisasi yang harus ditambahkan
sehingga konsentrasi larutan standar sesuai dengan yang diinginkan.
CO. Selanjutnya dilakukan penentuan konsentrasi tembaga (Cu) dan seng (Zn)
dengan Atomic Absorption Spectroscopy dengan pengukuran absorbansi dari 6 larutan
standar Cu maupun Zn pada Atomic Absorption Spectroscopy. Alat dinyalakan
kemudian diatur sumber cahaya yang digunakan, dimana sumber cahaya yang

digunakan harus sesuai dengan jenis sampel yang akan kita ukur absorbannya.
Setelah dilakukan pengaturan sumber cahaya, maka nyalakan tombol untuk
mengaktifkan alat pengatomisasi, diinput data konsentrasi larutan standar kemudian
selang kecil yang terhubung ke nebulizer dicelupkan ke labu ukur yang berisi sampel
dan dilakukan pengukuran absorbasinya. Untuk mengawali pengukuran dilakukan
pengukuran blanko menggunakan aquades kemudian dilanjutkan dengan larutan
sampel dimulai dari konsentrasi terendah hingga tertinggi. Catat hasil absorbansi,
untuk membuat kurva kalibrasi dengan sumbu x sebagai konsentrasi dan sumbu y
sebagai absorbansi. Setelah semua larutan standar diukur absorbansinya maka
dilanjutkan pengukuran absorbansi larutan sampel Cu dan Zn yang akan dicari
konsentrasinya. Pengukuran absorbansi dilakukan secara bergantian, pengukuran
larutan standar & sampel Cu terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan
pengukuran larutan standar & sampel Zn. Ketika dilakukan penggantian jenis sampel,
alat pengatomisasi dimatikan terlebih dahulu dengan menekan tombol yang ada pada
pinggir nebulizer kemudian pilih menu sumber cahaya sesuai dengan jenis sampel
agar cahaya yang terpancar dapat diabsorpsi oleh zat logam pada sampel. Setelah
dilakukan pengukuran absorbansi sebanyak dua kali dilanjutkan membuat kurva
kalibrasi dengan memplot nilai absorbansi standar sebagai fungsi dari konsentrasi Cu
dan Zn. Setelah dibuat kurva kalibrasi, maka dapat ditentukan konsentrasi Cu dan Zn
dalam larutan sampel yang dihitung dari persamaan regresi masing-masing kurva
dengan mensubstitusi nilai absorbansi sampel sebagai fungsi dari x.
CP.
B. Pembahasan Teori
CQ. Dalam praktikum ini, praktikan melakukan metode analisis instrumen
secara kuantitatif dengan menggunakan spektroskopi serapan atom yakni menentukan
konsentrasi Cu dan Zn pada suatu sampel. Spektroskopi serapan atom merupakan
salah satu bagian dari instrumen-instrumen yang tergolong pada Flame Spectroscopy.
Kegunaan Instrumen ini adalah mengukur sampel atom atau unsur dalam suatu
sampel. Prinsip kerja sederhananya adalah sampel akan diproses sedemikian rupa
sampai terbentuk atom yang nantinya akan dapat terukur pada instrumen.
CR. Atomic absorption spectroscopy adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada
tingkat energi ground state atau energy dasar. Terjadinya proses penyerapan ini
menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Keadaan ini bersifat tidak stabil, dimana electron tersebut akan kembali ke
tingkat energy dasar sambal mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Terjadinya
interaksi antara atom dengan berbagai bentuk energi misalnya energy panas, energi
kimia, ataupun energi listrik menyebabkan adanya absorpsi radiasi dan panas. Radiasi
yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang
karakteristik untuk setiap atom bebas.

CS.
CT.
Gambar 1.1. Atomic absorption spectroscopy
CU. Berdasarkan gambar 1.1. dapat diketahui bagian-bagian dari AAS adalah
sebagai berikut :
1. Sumber radiasi (lampu)
CV. Sumber radiasi pada AAS digunakan untuk memancarkan radiasi
elektormagnetik yang akan diserap oleh atom pada sampel dan pada akhirnya akan
ditangkap oleh detektor. Sumber radiasi yang digunakan pada AAS berupa lampu
yang dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Hollow Cathode Lamp (HCL)

CW.
CX.

Gambar 1.2. Hollow Cathode Lamp


CY.
CZ.
Hollow Cathode Lamp mampu menghasilkan cahaya dengan
warna spesifik. Cahaya yang dipancarkan harus berkarakteristik sama dengan
cahaya yang mampu diserap oleh atom pada sampel. Untuk itu, sebuah Hollow
Cathode Lamp ini menggunakan sumber cahaya atom dari unsur yang sama
dengan sampel, sehingga panjang gelombang cahaya yang dipancarkan oleh
atom sama dengan panjang gelombang cahaya diserap oleh atom tersebut.
DA. Sebuah HCL biasanya terdiri dari sebuah tabung kaca yang berisi
katoda, anoda, dan gas mulia (biasanya Ne atau Ar). Ketika tegangan tinggi
diberikan antara katoda dan anoda, elektron akan berpindah dari katoda ke
anoda. Peristiwa ini mengakibatkan elektron akan bertabrakan dengan gas
mulia, yang menyebabkan gas mulia terionisasi (bermuatan positif). Ion-ion gas
mulia kemudian akan bergerak ke katoda (bermuatan negatif), yang dilapisi
lempeng logam yang sama dengan logam yang akan dianalisis pada sampel. Ion
gas mulia yang menabrak ke katoda menyebabkan logam tereksitasi, sehingga
menjadi tidak stabil. Logam kemudian akan berusaha kembali ke keadaan dasar

(ground state) dengan melepaskan energi (cahaya) keluar dari lampu yang akan
menabrak atom sampel.
b. Electrodeless Discharge Lamp (EDL).
DB. .
Electrodeless Discharge Lamp terdiri dari tube yang berisi
beberapa miligram dari sampel analit logam atau bentuk garamnya yang bersifat
volatil dan gas inert pada tekanan tertentu. Electrodeless Discharge Lamp biasa
digunakan khusus untuk senyawa-senyawa seperti Arsen dan Selenium (tekanan
tinggi). Electrodeless Discharge Lamp memiliki itensitas radiasi yang biasanya
lebih tinggi daripada Hollow Electrode Lamp. Keuntungan menggunakan lampu
ini adalah konversi energi yang tinggi, efisiensi kerja yang tinggi dan
penggunaannya ramah lingkungan karena menggunakan energi yang rendah.
Kekurangannya adalah beberapa tipe lampu menggunakan raksa yang sangat
toksik terhadap lingkungan, dapat menganggu komunikasi radio dan lampu
eksternal yang besar yang biasanya tidak cocok pada untuk aplikasi ketika
dibutuhkan sumber lampu yang rumit.
DC.
DD.
2. Atomizer atau Alat Pengatomisasi
DE. Atomizer terdiri atas Nebulizer , spray chamber dan burner (sistem
pembakar).
a. Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut
dengan ukuran partikel 15 20 m) dengan cara menarik larutan melalui kapiler
(akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan,
disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian
bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan
titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.
b. Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas
oksidan, bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh sebelum memasuki
burner.
c. Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam
unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.
DF.
DG.
DH.
DI.
DJ.
DK.
DL.
DM.
DN.
DO.
DP. Gambar 1.3
Atomizer
3. Monokromator

DQ. Monokromator pada AAS memiliki fungsi yang sama seperti pada
spektrofotometer biasa, yakni untuk mengubah sinar polikromatis menjadi sinar
monokromatis. Sinar yang ditransmisikan dari penyerapan oleh atom akan melalui
monokromator, lalu dipecah menjadi sinar monokromatis
Macam-macam
monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah
UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
4. Detektor
DR. Detektor dalam AAS berfungsi untuk mengubah sinar yang ditransmisikan
menjadi bentuk sinyal listrik, sinyal listrik ini akan dibaca sebagai absorbansi.
Detektor yang sering digunakan pada AAS adalah Photomultiplier Tube (PMT).
5. Readout Device
DS. Readout device adalah alat yang menunjukan pembacaan setelah diproses
oleh alat elektronik Keuntungan menggunakan readout device adalah
mempermudah dalam pendapatan nilai rata-rata untuk setiap larutan yang akan
diukur absorbansinya.
DT.
DU. Agar sampel bisa terdeteksi oleh AAS maka dilakukan destruksi sampel.
Destruksi adalah proses melarutkan sampel dengan tujuan menghilangkan matriksmatriks yang bisa mengganggu pengukuran agar kandungan unsur-unsur didalamnya
dapat dianalisis. Ada 2 jenis destruksi yakni :
1. Destruksi basah, adalah proses destruksi yang mereaksikan logam organik
dengan asam kuat kemudian dioksidasi menggunakan zat oksidator sehingga
dihasilkan logam anorganik bebas dari matriks-matriks yang mengganggu
pengukuran. Pelarut yang dapat digunakan adalah HNO3 dan HClO4.
2. Destruksi kering, adalah proses destruksi yang dilakukan pengabuan sampel
dalam muffle furnace pada suhu pemanasan antara 400-800oC. Setelah
dilakukan proses destruksi ini sampel dilarutkan ke dalam pelarut asam encer
baik tunggal maupun campuran.
DV.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Atomic Absorption
Spectroscopy berfungsi untuk menganalisis unsur-unsur logam dan metaloid
berdasarkan pada penyerapan radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut, dimana
sekitar 67 unsur telah dapat ditentukan dengan cara AAS. Pada bidang farmasi
tentunya ada manfaat yang diberikan oleh AAS salah satu diantaranya adalah
menganalisis secara kuantitatif cemaran logam pada suatu sediaan obat.
DW.
- Inductively Coupled Plasma (ICP)
DX. Inductively Coupled Plasma (ICP) adalah sebuah teknik analisis yang
digunakan untuk mendeteksi konsentasi logam dalam suatu sampel. Prinsip utama
ICP dalam penentuan konsentrasi suatu elemen logam adalah pengatomisasian
elemen sehingga memancarkan cahaya panjang gelombang tertentu yang kemudian
dapat diukur. Prinsip kerja ICP yakni mengatomisasi elemen dari tingkat energi

ground state ke eksitasi state oleh plasma, dengan bantuan gas sambil memancarkan
energi cahaya hv. Sampel yang akan dianalisis harus dalam larutan.
DY.
Atomic Emission Spectroscopy
DZ. Spektroskopi emisi atom (AES) adalah metode analisis kimia yang
menggunakan intensitas cahaya yang dipancarkan dari api, plasma ,busur, atau
percikan pada panjang gelombang tertentu untuk menentukan jumlah suatu unsur
dalam sampel. Panjang gelombang dari garis spektral atom memberikan identitas
elemen sedangkan intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan jumlah atom
unsur. AES menggunakan pengukuran kuantitatif dari optik emisi dari atom
tereksitasi untuk menentukan konsentrasi analit..
EA.
EB.
EC.
ED.
Perbedaan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Atomic Emission
Spectroscopy (AES) dan Inductively Coupled Plasma (ICP)
EE.
EI.
Sumber
radiasi

EF.

AAS
EJ. Sumber
radiasi
diskontin
u yaitu
sumber
radiasi
yang
memanca
rkan
radiasi
pada
panjang
gelomba
ng
tertentu,
yaitu
Hollow
Cathode
Lamp
dan
Electrod
eless
Discharc
e Lamp

EG. AES
EK. Atomizer
berfungsi ganda,
selain atomisasi
unsur juga berfungsi
sebagai sumber
radiasi

EH. ICP
EL.
plasma

EM. Atom
yang diukur

EN. Radiasi yang


diserap oleh atomatom yang tidak
tereksitasi

EO. Radiasi yang


dipancarkan dengan
panjang gelombang
tertentu oleh atomatom yang
tereksitasi

EQ. Gas
Bahan Bakar
EU. Sampel
yang dianalisis

ER.

Asetilen, gas
N2O
EV. Hanya bisa
mendeteksi satu
jenis logam dalam
suatu larutan sampel

ES.

EY.

EZ.

Lebih cepat

FA.

Lebih lama

FD.

Lebih mudah

FE.

Lebih sulit

waktu

FC.
Kemudah
an penggunaan
FG. Akurasi

FH.

Cukup
akurat

Gas Nitrogen

EW. Bisa
mendeteksi beberapa
jenis logam
sekaligus tetapi tidak
sebaik ICP

FI.

Cukup
Akurat

EP.

Radiasi
yang
dipancarkan
dengan panjang
gelombang
tertentu oleh
atom-atom yang
tereksitasi
ET.
Argon
EX. Bisa
sekaligus
mendeteksi
beberapa jenis
logam dalam
larutan sampel
FB.
Sangat
cepat
FF.
Sangat
mudah
FJ.
Sangat
akurat

FK.
C. Pembahasan Hasil
FL.
Dari hasil perhitungan didapatkan konsentrasi Cu sebesar 1.3793 ppm
dimana konsentrasi sampel sebenarnya adalah 1.5 ppm. Galat hasil pengukuran
konsentrasi Cu pada sampel adalah sebesar 8.046%, galat ini masih dapat ditoleransi
karena masih kurang dari 10%. Sedangkan hasil pengukuran konsentrasi Zn pada sampel
dengan Atomic Absorption Spectroscopy adalah sebesar 0.5974 ppm dimana konsentrasi
sampel sebenarnya adalah 1 ppm. Galat hasil pengukuran konsentrasi Zn pada sampel
adalah sebesar 40.26%, galat yang cukup besar ini disebabkan karena beberapa hal yakni
adanya kemungkinan terjadi kekurangtelitian praktikan dalam mengencerkan larutan stok
menjadi larutan standar sehingga hasil pengukuran absorbansi pada AAS tidak akurat,
selain itu kemungkinan adanya kontaminasi ion-ion dari air deionisasi pada selang
nebulizer sehingga mengganggu proses penyerapan cahaya pada atom logam.
FM.
FN.
XVII.
Daftar Pustaka
FO. Roussac, F.2007. Chemical Analysis 2nd Edition. London: Sons Ltd. (halaman
285-304)
FP.
Skoog, D.A. 1988. Princples of Instrumental Analysis 5th Edition. Orlando
:Harcourt Coll Publ. (halaman 242-254)

FQ.
FR.
FS.
FT.

http://www.chemicool.com/definition/atomic_absorption_spectroscopy_aas.html
(diakses 29 September 2016 pukul 18.00)

Anda mungkin juga menyukai