Bahan tambahan pangan (BTP) merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan
bukan merupakan bahan baku pangan. BTP tidak memiliki nilai gizi, sehingga keberadaannya bukan
dimaksudkan untuk mempertahankan ataupun meningkatkan nilai gizi suatu pangan. Tujuan
digunakannya BTP adalah untuk mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Contohnya, meningkatkan rasa (penambahan pemanis), meningkatkan daya tarik
(penambahan warna), ataupun peningkatan daya tahan pangan tersebut (penambahan pengawet).
BTP dapat digunakan secara tunggal maupun campuran. Jika BTP pengawet digunakan campuran, maka
perhitungan penjumlahan terhadap hasil bagi masing-masing BTP dengan batas maksimum
penggunaannya tidak lebih dari 1.
BTP tidak boleh digunakan dengan tujuan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak
memenuhi persyaratan, menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi pangan
yang baik untuk pangan, ataupun dengan tujuan menyembunyikan kerusakan pangan. Pelanggaran
terhadap aturan tersebut akan menyebabkan perusahaan/produsen menerima sanksi berupa
peringatan tertulis, larangan mengedarkan untuk sementara waktu atau perintah untuk melakukan
penarikan kembali dari peredaran, perintah pemusnahan, atau pencabutan izin edar.
Penggunaan BTP jika terlampau banyak dapat menyebabkan efek yang merugikan bagi kesehatan. Maka
dari itu, terdapat peraturan untuk membatasi penggunaan BTP berdasarkan asupan harian yang dapat
diterima (ADI). ADI (Acceptable Daily Intake) merupakan jumlah maksimum BTP dalam miligram per
kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek
merugikan terhadap kesehatan.
Pengukuran kadar pada sampel dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen KCKT (Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi). KCKT merupakan metode pemisahan komponen-komponen senyawa dalam suatu
sampel berbentuk cair. Prinsip pemisahan KCKT adalah adanya interaksi spesifik antara molekul sampel
dengan fase diam dan fase gerak kolom KCKT berdasarkan kepolaran senyawa. Metode ini dapat
digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kuantitatif pada KCKT digunakan untuk
menentukan kadar suatu senyawa dalam sampel dengan memanfaatkan luas daerah di bawah kurva
kromatogram dari senyawa yang terbentuk dan konsentrasi sampel yang diuji. Sedangkan analisis
kualitatif, digunakan untuk menentukan identitas komponen-komponen dalam sampel serta untuk
menentukan kemurnian suatu senyawa terlarut.
Sebelum KCKT digunakan, sebaiknya dilakukan uji kesesuaian sistem (UKS) pada KCKT UKS ini dilakukan
untuk memastikan bahwa KCKT yang digunakan masih sesuai dengan kinerja seharusnya atau dapat
dikatakan UKS dilakukan untuk menguji kelayakan HPLC dalam melakukan pemisahan molekul-molekul
sampel uji. Adapun beberapa faktor yang perlu dilakukan uji adalah:
k=((t_R-t_0 ))/t_0
tR merupakan waktu retensi pada fase diam, sedangkan t0 merupakan waktu senyawa tidak tertahan
pada fase diam.
Kepresisian injeksi dihitung menggunakan standar deviasi relatif. Sensitivitas atau presisi HPLC
ditentukan dengan melakukan injeksi sampel yang homogen dengan volume yang sama. Nilai RSD harus
kuran dari sama denga 1 % dengan benyak penginjeksian (n) sebanyak 5 kali.
RSD=√((〖AUC-rata-rata)〗^2/n)
C. Resolusi (RS)
Resolusi merupakan derajat pemisahan antara dua puncak yang saling berdekatan yang memiliki waktu
retensi yang berbeda. Nilai Rs harus lebih dari 2, karena pada kondisi tersebut bisa dipastikan bahwa
kedua puncak yang berdekatan telah memisah.
Faktor ini menunjukkan kesimetrisan puncak kromatogram hasil pembacaan detektor HPLC. Adanya
Tailing factor ini disebabkan adanya adsorpsi atau interaksi yang kuat antara analit dengan fase diam.
Syarat nilai T adalah kurang dari sama dengan 2. Nilai T yang semakin mendekati 1 menunjukkan puncak
kromatogram semakin simetris.
W0,05 merupakan lebar puncak pada 5% tinggi puncak, dan f merupakan jarak pada tinggi 5% dari
puncak terdepan hingga puncak maksimum.
E. Number of Theoretical Plate (N)
Analisis jumlah lempeng digunakan untuk menentukan puncak dispersi pada kolom HPLC. Jumlah ini
menunjukkan efektivitas kolom atau kelayakan kinerja kolom. Nilai N harus lebih besar daripada 2000
N=16(t_R/W_b )^2
(IKLP-02-04/BBPOM BDG/03)
1. Ruang Lingkup
2. Prinsip
3. Pustaka
4. Peralatan
5. Pereaksi
1) Asam asetat encer
2) Aseton
3) Campuran Aseton : Amonia : Air , 40 : 1 : 9
4) Larutan elusi 1 (etil metil keton : aseton : air, 70 : 30 :30)
5) Larutan elusi 2 : 5 mL amonia diencerkan dengan 100 mL air ditambah 2 gram trinatrium
sitrat
6) Larutan HCl 0,1 N, larutan NaoH 0,1 N
6. Prosedur
Sampel padat ditimbang lalu direndam dengan Amonia 2% dalam etanol 70% sampai warnanya terikat
kemudian diuapkan hingga bening. Dilarutkan dalam air kemudian ditambahkan pereaksi 1 hingga
bereaksi terhadap lakmus. Dimasukkan ke dalam Kolom Poliamid, cuci 6x dengan air menggunakan 10
mL air panas (60-70oC). Kemudian dicuci 3x dengan pereaksi 2 (5 mL), dielusi 2x dengan 10 mL pereaksi
3. Eluat diuapkan hingga kurang lebih tersisa 1 mL. Eluat ditotolkan dan dilarutkan zat warna
pembanding pada kertas kromatografi dengan jarak rambatan elusi 12 cm dan penotolan 2 cm dari
bawah kertas. Elusi dengan larutan elusi 1 & 2. Kertas dikeringkan dam diamati bercak yang muncul.
Bercak contoh yang Rf-nya sama dengan bercak zat warna pembanding digunting, dimasukkan ke dalam
gelas piala 10 mL. Tambahkan larutan HCL 0,1 N, larutan NaOH 0,1 N, dan air sebanyak 5 mL. Kemudian
diukur serapan dengan spektrofotometer.
Menurut Peraturan Kepala BPOM No. 37 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pewarna, pewarna merupakan bahan tambahan pada pangan dimana ketika
ditambahkan dapat memberikan atau memperbaiki warna. Pewarna yang ditambahkan pada pangan
digolongkan menjadi 2 yaitu pewarna alami (natural colour) dan pewarna sintetis (synthetic colour).
Pewarna alami adalah pewarna yang dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi dari
tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lainnya. Beberapa jenis pewarna alami yang
diperbolehkan diantaranya kurkumin, riboflavin, karmin, klorofil, dan karamel. Pewarna sintesis adalah
pewarna yang diperoleh secara sintesis kimiawi. Jenis pewarna sintesis yang diperbolehkan diantaranya
Tartrazine, Sunset yellow, Ponceau 4R, Erythrosine, Brilliant blue, Fast green dan lain sebagainya.
Identifikasi zat warna dilakukan pada sampel blabla dengan metode kromatografi kertas dan
spektrofotometri. Menurut Farmakope Indonesia kromatografi merupakan prosedur pemisahan zat
terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih,
salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat
itu menunjukkan perbedaan mobilitas yang disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi,
kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion, dengan demikian masing-masing
zat tersebut dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan suatu metode analitik. (Farmakope Indonesia IV,
1995, hal 1002). Kromatografi kertas umumnya bermanfaat untuk identifikasi, karena mudah dan
sederhana. Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar makromatis dari suatu sampel pada panjang gelombang spesifik (Khopkar, 2002).
Sampel padat ditimbang lalu direndam dengan Amonia 2% dalam etanol 70% sampai warnanya
terikat kemudian diuapkan hingga bening. Tujuan dari penambahan amonia dan etanol adalah untuk
melarutkan pewarna yang ada pada sampel. Kemudian larutan pewarna yang diuapkan ditambahkan
dengan air kemudian ditambahkan asam asetat encer hingga bereaksi terhadap lakmus. Dimasukkan ke
dalam Kolom Poliamid, cuci 6x dengan air menggunakan 10 mL air panas (60-70oC). Kemudian dicuci 3x
dengan aseton. Penggunaan air panas bertujuan untuk memastikan tidak ada zat lain pada kolom
poliamid yang mengganggu pengujian. Selanjutnya dielusi dengan campuran Aseton : Amonia : Air , 40 :
1 : 9. Jika pewarna yang digunakan pada sampel adalah pewarna sintetis maka pewarna akan tertahan
pada kolom. Eluat diuapkan hingga kurang lebih tersisa 1 mL hal ini bertujuan untuk memekatkan zat
warna yang ada pada eluat sehingga nampak jelas pada kromatografi kertas. Eluat ditotolkan dan
dilarutkan zat warna pembanding pada kertas kromatografi, kemudian dielusi dengan larutan elusi 2.
Setelah sampai pada batas elusi, kertas diangkat dan dikeringkan. Kemudian diamati bercak yang
muncul, bercak contoh yang Rf-nya sama dengan bercak zat warna pembanding digunting, dimasukkan
ke dalam gelas piala 10 mL. Tambahkan larutan HCL 0,1 N, larutan NaOH 0,1 N, dan air sebanyak 5 mL.
Kemudian diukur serapan dengan spektrofotometer.
Tabel 1. Hasil Identifikasi Zat Warna Buatan yang Larut Air pada Sampel (Metode I)
1 A
2 B
3 C
4 D
B. Penetapan Simultan Kadar Pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Allura, Karmoisin, Tartrazin,
dan Biru Berlian dalam Makanan Minuman secara KCKT - Detektor Photo Diode Array (PDA)
1. Tujuan
Metode ini bertujuan untuk melakukan uji penetapan pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Allura,
Karmoisin, Tartrazin, dan Biru berlian secara simultan dalam makanan dan minuman secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)- Detektor Visible.
2. Ruang Lingkup
Analisis kuantitatif pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Allura, Karmoisin, Tartrazin, dan Biru
berlian secara simultan dalam makanan dan minuman secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)-
Detektor Visible.
3. Pustaka
- MA PPOMN 79/PA/11
- MA PPOMN 76/PA/11
4. Peralatan
- Seperangkat alat KCKT dengan detektor visible
- Kolom C18 (25 cm x 4,6 nm), ukuran partikel 5.0 µm
- Alat sonikator (ultrasonic)
- Alat sentrifugasi (sentrifuge)
- Tabung sentrifue 50 mL
- Pipet mikro volume 100-1000 µL
- Pipet volumetrik 5 mL
- Labu tentukur coklat 10 mL, 50 mL
5. Pereaksi
- Larutan ekstraksi
Ditimbang seksama sejumlah lebih kurang 1,54 gram Amonium Asetat , dimasukkan ke dalam
labu tentukur 1 L, ditambahkan air derajat KCKT 500 mL dan beberapa tetes larutan Ammonium
Hidroksida 10% hingga pH 7,8. Selanjutnya ditambahkan air derajat KCKT hingga tanda, larutan
ini dipindahkan ke dalam gelas ukur 2 L bertutup, ditambahkan metanol 1 L. Larutan dikocok
hingga homogen.
Ditimbang seksama sejumlah lebih kurang 1,54 gram Amonium Asetat , dimasukkan ke dalam
labu tentukur 1 L, ditambahkan air derajat KCKT 500 mL dan beberapa tetes larutan Ammonium
Hidroksida 10% hingga pH 7,8. Selanjutnya ditambahkan air derajat KCKT hingga tanda dan
disaring dengan membran 0,45 µm.
Larutan Uji
Sampel yang telah dihomogenkan ditimbang ± 1 gram , dimasukkan ke dalam labu tentukur 50
mL. Diencerkan dengan air derajat KCKT hingga tanda. Larutan disaring dengan penyaring
membran 0,45 µm. (larutan A)
Sampel yang telah dihomogenkan dengan blender ditimbang ± 1 gram, dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuga 50 mL. Kemudian ditambahkan 15 mL larutan pereaksi dan dihomogenkan
dengan alat vortex selama 1 menit. Tabung disonikasi selama 5 menit, dikocok manual 1 menit,
disentrifugasi 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Lapisan jernih di bagian atas dipipet dan
dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL. Proses ekstraksi diulang sebanyak dua kali dengan
penambahan larutan pereaksi masing-masing sebanyak 15 mL. Ekstrak digabungkan ke dalam
labu 50 mL, diencerkan dengan larutan pereaksi sampai dengan tanda. Sejumlah 5 mL larutan
ekstraksi dimasukkan ke dalam tabung sentrifuga 5 mL. Disentrifugasi 10 menit dengan
kecepatan 13000 rpm. Lapisan jernih di bagian atas diambil dan ditampung. (Larutan B)
Larutan Baku
Baku Ponceu 4R, Kuning FCF, Merah Allura, Karmoisin, Tartrazin, Biru Berlian ditimbang 20,0 mg
kemudian dimasukkan ke labu tentukur 10 mL. Kemudian dilarutkan dan diencerkan hingga
tanda menggunakan air derajat KCKT.
Dipipet 2,0 mL larutan baku antara I dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 20 mL, ditepatkan
hingga tanda (untuk sampel makanan ringan menggunakan larutan Ammonium Asetat 0,02 M
untuk sampel cairan menggunakan air derajat KCKT).
Dipipet larutan baku intermediet simultan masing-masing 0,25; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0; 5,0 mL dan
dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL, ditepatkan hingga tanda (untuk sampel makanan
ringan menggunakan larutan Ammonium Asetat 0,02 M untuk sampel cairan menggunakan air
derajat KCKT) sehingga diperoleh konsentrasi masing-masing 0,2;1,0;2;4;8;10 µg/mL. Larutan
disuntikkan ke dalam alat KCKT sesuai kondisi pengujian. (Larutan C)
Larutan Blanko
Larutan blanko dibuat dengan cara yang sama seperti larutan uji tanpa sampel. (Larutan D)
Cara Penetapan
Larutan D, A, B, dan C disuntikkan ke dalam instrument KCKT dengan kondisi sebagai berikut:
- Kolom: C18, Shimipack CLC ODS (M), 250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5 µm
- Detektor: PDA dengan λ = 200 - 600 nm.
- Volume penyuntikan : 20 µL
7. Interpretasi hasil
Keterangan:
Csp : Kadar pewarna yang diperoleh dari perhitungan menggunakan kurva kalibrasi
W : Bobot sampel
8. Pembahasan Hasil
Salah satu contoh bahan tambahan pangan adalah pewarna. Pewarna dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetik. Pewarna alami (natural food colour) merupakan
pewarna yang dibuat melalui proses esktraksi, isolasi atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan,
hewan, mineral, atau sumber alami lain, termasuk pewarna identik alami. Contoh BTP pewarna alami
adalah kurkumin, Riboflavin, Karetinoid, Karmin, Klorofil, Merah bit, Antosianin, dan Beta-karoten.
Pewarna sintesis (synthetic food colour) adalah pewarna yang diperoleh secara sintesis kimiawi. Contoh
pewarna sintetik adalah tartrazin, Kuning Kuinolon, Kuning FCF, Karmoisin, Ponceau 4R, Eritrosin, Merah
Allura, Biru berlian, Coklat HT, Indigotin, dan Hijau FCF.
Penetapan kadar BTP pewarna dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen KCKT
(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Sebelum pengukuran, sampel perlu disiapkan terlebih dahulu.
Persiapan sampel dapat dibagi menjadi 2 metode, yaitu untuk sampel padat/semisolid dan untuk sampel
cair. Pada sampel cair, sampel dikocok terlebih dahulu untuk menghomogenkan larutan. Selanjutnya,
sampel ditimbang dan dimasukkan dalam labu ukur dan dilarutkan dengan air derajat KCKT hingga batas
tanda pada labu ukur. Sampel cair tersebut kemudian disaring dengan membran 0,45 μm dan
dimasukkan pada vial untuk KCKT.
Sampel padat/semisolid memiliki prosedur yang lebih kompleks dibandingkan dengan prosedur
untuk sampel cair, karena harus melalui tahap ekstraksi. Sampel padat/semisolid dihomogenkan terlebih
dahulu dan ditimbang. Sampel dimasukkan dalam tabung sentrifuga dan ditambahkan larutan pereaksi
(amonium asetat-metanol 1:1) untuk melarutkan sampel. Sampel kemudian dihomogenkan
menggunakan vorteks dan disonikasi untuk mempercepat proses pelarutan zat warna. Selanjutnya,
sampel disentrifugasi selama beberapa menit untuk mengendapkan sampel, sehingga larutan dapat
diambil dengan mudah. Lapisan jernih yang terbentuk dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur.
Proses ekstraksi diulangi sebanyak dua kali dan supernatan dimasukkan ke dalam labu ukur yang sama.
Larutan pada labu ukur kemudian diencerkan dengan larutan pereaksi hingga tanda pada labu ukur
tersebut. Larutan kemudian disaring dengan membran 0,45 μm dan dimasukkan pada vial untuk KCKT.
Penyaringan ditujukan untuk menghilangkan partikel yang dapat menghambat dalam kolom KCKT.
Sebelum sampel diinjek ke dalam KCKT, dilakukan Uji Kesesuaian Sistem (UKS) HPLC. Uji ini
digunakan untuk verifikasi bahwa sistem kromatografi memadai untuk analisis tersebut (Ditjen POM
Kemenkes R!, 2014). UKS dilakukan terhadap theoritical plate, presisi injeksi dan tailing factor.
Berdasarkan Uji Kesesuaian Sistem yang dilakukan maka didapat hasil sebagai berikut.
Tabel X. Hasil Uji Kesesuaian Sistem HPLC untuk Penetapan Kadar Pewarna Simultan
Selanjutnya larutan baku pewarna diinjeksikan terlebih dahulu ke HPLC untuk membuat kurva
kalibrasi. Hal ini ditujukan untuk mengetahui data baku pewarna untuk dibandingkan dengan data dari
sampel. Hasil dari pengujian menggunakan KCKT ini adalah data waktu retensi dan luas daerah di bawah
kurva (AUC) dari puncak yang didapat. Waktu retensi pada sampel dibandingkan dengan waktu retensi
dari baku warna untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya warna pada sampel tersebut. Berdasarkan
pengujian terhadap baku zat pewarna didapatkan kromatogram sebagai berikut.
Dari kromatogram larutan baku didapat waktu retensi, dan luas area di bawah kurva dari
masing-masing larutan baku:
Allura 9.4
Karmoisin 12.4
Ponceau 4R 4.5
Tartrazin 2.7
Kuning FCF 6.8
1.6674 115932
3.3348 238490
5.0022 358749
6.6696 462578
8.337 584683
2.1294 70950
4.2592 172092
6.388 312031
8.5184 389304
10.648 507159
1.8175 108072
3.635 198612
5.4525 282969
7.27 356389
9.0875 445166
1.7864 110192
3.5728 223763
5.3592 332318
7.1456 430477
8.932 542975
1.9514 108664
3.9028 223962
5.8542 328856
7.8056 426119
9.757 537187
1.8072 11080
3.6144 23550
5.4216 34839
7.2288 45413
9.036 57742
Dari hasil di atas, dibuat kurva kalibrasi dari masing-masing larutan baku untuk mendapatkan persamaan
sehingga bisa mengetahui konsentrasi pewarna pada sampel. Berikut adalah kurva kalibrasi dari
masing-masing baku:
Gambar x. Kurva Kalibrasi Larutan Baku
Dari data kurva kalibrasi, semua larutan baku memenuhi syarat linearitas karena nilai R2 >0.99. Setelah
didapatkan data kurva kalibrasi kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengujian sampel minuman.
Berikut adalah kromatogram hasil pengujian kadar pewarna simultan pada sampel minuman.
Sampel A B
Pengulangan 1 2 1 2
Uji Ke-
Area Allura 0 0 0 0
Karmoisin 0 0 0 0
Ponceau 4R 0 0 0 0
Tartrazin 0 0 0 0
Kuning FCF 0 0 0 0
Biru Berlian 0 0 0 0
Hasil dari pengujian sampel menunjukan tidak adanya pewarna sintetis yang ditambahkan ke dalam
sampel. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peak yang muncul pada waktu retensi baku pewarna
dalam spektrum sampel. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No. 37 Tahun 2013 tentang Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pewarna, makanan dan minuman tidak boleh mengandung zat pewarna
sintetis yang tidak terdaftar. Dari kedua minuman yang diuji, komposisi pada produk tidak mengandung
zat pewarna sintetis sehingga dapat disimpulkan sampel minuman yang diuji memenuhi persyaratan.
B. Penetapan Kadar Benzoat, Sorbat, dan Sakarin dalam Makanan dan Minuman
1. Tujuan
Menentukan penetapan kadar benzoat, sorbat, dan sakarin dalam makanan dan minuman
2. Ruang Lingkup
Analisis kuantitatif benzoat, sorbat, dan sakarin secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan
detektor spektrofotometer UV pada panjang gelombang 225 nm.
3. Pustaka
MA PPOM 43/MA/93
4. Peralatan
- Labu tentukur 50 mL
- Pipet volume 0,5; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 mL
- Seperangkat alat KCKT
5. Pereaksi
- Metanol
- Dapar fosfat pH 6,9
6. Prosedur
Larutan Uji:
a. Sampel cair:
Sampel cair ditimbang seksama sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Sampel
dilarutkan dengan menggunakan larutan metanol-air (5:45). Sampel dikocok beberapa menit dan
diencerkan hingga tanda menggunakan larutan metanol air dan didiamkan. Sampel kemudian disaring
menggunakan membran filter 0,45 μm dan kemudian dimasukkan ke dalam vial KCKT.
b. Sampel padat/semisolid:
Sampel padat/semisolid ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer. Ke dalam labu
ditambahkan 5 ml HCl (1:3) dan akuades sebanyak 20 ml. Selanjutnya sampel diekstraksi dengan
menggunakan 50 ml dietil-eter sebanyak 2 kali. Larutan dietil-eter (bagian atas) ditampung dan
diuapkan. Hasil penguapan dilarutkan dengan menggunakan larutan metanol-air (5:45) dan dimasukkan
ke dalam labu ukur 50 ml. Larutan dikocok beberapa menit dan diencerkan sampai tanda. Larutan
kemudian disaring menggunakan membran filter 0,45 μm dan ditampung dalam vial KCKT.
Larutan Baku:
a. Larutan baku induk (1 mg/ml)
Natrium sorbat, benzoat, sakarin BPFI ditimbang masing-masing 50 mg. Setiap zat baku dimasukkan
pada labu ukur 50 ml dan dilarutkan dengan larutan metanol-air (5:45). Larutan digenapkan hingga
tanda dan dikocok.
Larutan baku induk dipipet dengan volume 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50
ml. Larutan diencerkan dengan larutan metanol-air (5:45) hingga tanda. Selanjutnya larutan disaring
menggunakan membran filter 0,45 μm dan dimasukkan dalam vial KCKT.
Cara penetapan:
masing-masing larutan (larutan uji dan larutan baku) disuntikkan ke dalam KCKT sebanyak 10 μl. Kolom
yang digunakan adalah C18 (okdadesisilena) dengan fase gerak larutan metanol-dapar fosfat pH 6,8
(8:92), laju alir 1,0 ml/menit, dan detektor yang digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang
225 nm. Perhitungan hasil dilakukan dengan persaman garis y = a + bx.
7. Pembahasan Hasil
Pengawet (Preservative) merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Jenis BTP pengawet yang diperbolehkan ada dalam makanan dan
minuman adalah Asam sorbat dan garamnya, Asam benzoat dan garamnya, Etil para-hidroksibenzoat,
Metil para-hidroksibenzoat, Sulfit, Nisin, Nitrit, Nitrat, Asam propionat dan garamnya, serta Lisozim
hidroklorida.
Pengukuran BTP pengawet dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen KCKT (Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi). Preparasi sampel untuk pengujian ini terbagi menjadi dua cara, yaitu untuk sampel cair
dan untuk sampel padat/semisolid. Preparasi sampel cair lebih sederhana dibandingkan dengan
preparasi sampel padat/semisolid karena tidak memerlukan ekstraksi. Sampel cair ditimbang sejumlah
yang diperlukan, kemudian dimasukkan dalam labu takar. Sampel dilarutkan dengan larutan metanol-air
(5:45) hingga dan dikocok. Larutan sampel kemudian disaring dengan menggunakan membran filter 0,45
μm untuk menghilangkan partikel, dan kemudian dimasukkan ke dalam vial KCKT.
Tahap preparasi sampel padat/semsolid lebih panjang dibandingkan dengan sampel cair karena
memerlukan ekstraksi untuk menarik BTP dalam sampel. Sampel padat/semisolid ditimbang dan
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Ke dalam wadah ditambahkan larutan HCl (1:3) dan air.
Selanjutnya larutan diekstraksi menggunakan dietil-eter untuk menarik senyawa mengandung benzoat,
sorbat, dan sakarin. Dietil-eter dan air akan terpisah dan bagian dietil-eter ditampung dalam gelas kimia.
Hasil ekstraksi selanjutnya diuapkan hingga pelarut hilang. Kemudian, ke dalam gelas kimia tersebut
ditambahkan larutan metanol-air (5:45) dan dimasukkan ke dalam labu takar. Larutan digenapkan
hingga tanda dan dikocok. Larutan sampel tersebut disaring untuk menghilangkan partikel dengan
menggunakan membran filter 0,45 μm dan dimasukkan ke dalam vial KCKT.
Larutan baku disuntikkan terlebih dahulu ke dalam KCKT sebelum larutan uji. Berdasarkan beberapa
konsentrasi larutan baku kemudian dibuat menjadi kurva kalibrasi dan dan didapatkan persamaan garis.
Persamaan garis ini selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar pemanis dari sampel. Pada kurva
yang terbentuk perlu dilihat nilai linearitasnya. Nilai linearitas menunjukkan bahwa keseluruhan sistem
memberikan respon yang linier dan rentang konsentrasi standar berbanding lurus terhadap konsentrasi
analit yang dianalisis. Linearitas ditunjukkan dengan nilai R2 dengan persyaratan nilai R2 harus
mendekati 1. Berikut merupakan kurva kalibrasi dari larutan baku benzoat, sorbat, dan sakarin:
30.36 2363087
40.48 2813515
60.72 4483273
80.96 5826490
29.82 2788172
39.76 3316266
59.64 5264865
79.52 6906667
27.15 1788332
36.2 2135657
54.31 3546998
72.41 4586973
Larutan Baku Waktu Retensi (Menit)
Sebelum KCKT digunakan untuk analisis, instrumen ini perlu dilakukan Uji Kesesuaian Sistem (UKS).
Berdasarkan hasil uji tersebut didapatkan bahwa KCKT yang digunakan dalam kondisi baik dan sesuai
untuk melakukan pengujian. Berikut merupakan hasil UKS yang dilakukan pada KCKT:
A 0,000 0 0 0,000
0,000 0 0 0,000
B 0,000 0 0 0,000
0,000 0 0 0,000
C 0,000 0 0 0,000
0,000 0 0 0,000
Berdasarkan hasil pengujian, terlihat bahwa tidak terdapatnya puncak untuk senyawa benzoat, sorbat,
maupun sakarin pada sampel. Pengujian ini telah dilakukan secara duplo, sehingga hasilnya dapat
dikatakan valid. Hal ini menunjukkan sampel tidak mengandung pengawet benzoat, sorbat, maupun
pemanis buatan (sakarin). Pada kemasan sampel juga tidak dicantumkan bila sampel tersebut
mengandung BTP yang diuji. Maka dapat disimpulkan bahwa sampel telah memenuhi syarat dan layak
edar. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet dan Peraturan Kepala BPOM No 4 tahun 2014 tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambah Pangan Pemanis, makanan dan minuman tidak boleh
mengandung zat pewarna sintetis yang tidak terdaftar. Dari kedua minuman yang diuji, komposisi pada
produk tidak mengandung zat pewarna sintetis sehingga dapat disimpulkan sampel minuman yang diuji
memenuhi persyaratan
1. Tujuan
Menentukan uji penetapan kadar siklamat dalam makanan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
2. Ruang Lingkup
Analisis kuantitatif natrium siklamat secara KCKT menggunakan detektor UV pada panjang gelompbang
314 nm.
3. Pustaka
MA PPOM 67/PA/11
4. Peralatan
- Labu tentukur 100 mL dan 1 L
- Corong pisah 250 mL
- Gelas ukur bertutup 100 mL dan 250 mL
- Pipet volume 2, 5, 10, dan 25 mL
- Seperangkat instrumen KCKT
5. Pereaksi
- Larutan H2SO4 6 N
Ke dalam gelas kimia yang berisi 200 mL akuades, ditambahkan 40 mL H2SO4 pekat, kadar 95 -
97 %. Aduk hingga homogen.
- Larutan NaHCO3 1%
Ditimbang 10 g Natrium Bikarbonat, dimasukkan ke dalam gelas bertutup 1L. Ke dalam labu
ditambahkan akuades hingga tanda lalu dikocok hingga larut.
- Larutan Carez II
Ditimbang 30 g ZnSO4, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Ke dalam labu ditambahkan
akuades hingga tanda lalu dikocok hingga larut.
6. Prosedur
Larutan Uji:
Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan dalam tabung sentrifuga. Kedalam tabung ditambahkan
1 ml pereaksi Carez I, 1 ml pereaksi Carez II, dan akuades sebanyak 20 ml. Larutan divortex selama 1
menit dan disentrifuga selama 10 menit dengan kecepatan 6000 rpm pada suhu 5oC. Setelah terpisah,
supernatan diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Kemudian ditambahkan 40
ml akuades, 5 ml H2SO4 6N, 10 ml Sikloheksan, dan 2 ml NaCLO 3 %. Larutan diekstraksi selama 1 menit
dengan sesekali udara dalam corong dibuang. Lapisan bagian bawah (lapisan air) dibuang dan
ditambahkan 25 ml larutan NaHCO3 1% ke dalam lapisan atas. Ekstraksi dilakukan kembali selama 1
menit. Lapisan bawah (bagian air) dibuang dan ditambahkan 25 ml akuades. Ekstraksi dilakukan kembali
selama 1 menit. Lapisan bagian bawah (bagian air) dibuang kembali dan lapisan atas ditambahkan 100
Mg Natrium Sulfat anhidrat. Larutan dikocok dan kemudian disaring dengan kapas, dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditutup rapat. Larutan kemudian disaring menggunakan membran filter 0,45
μm dan ditampung dalam vial KCKT.
Natrium Siklamat ditimbang 100 mg dan dilarutkan dengan menggunakan akuades. Larutan dimasukkan
dalam labu ukur 50 ml dan digenapkan hingga tanda dengan akuades.
10 ml larutan baku induk dipipet dan ditambahkan akuades (blanko sampel). Larutan diperlakukan
seperti larutan uji dengan penambahan sikloheksan 20 ml. Larutan kemudian dipipet sebanyak 0,5; 1,0;
2,0; 4,0; 8,0 ml dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Masing-masing larutan
kemudian digenapkan hingga tanda menggunakan sikloheksan.
Cara penetapan:
masing-masing larutan (larutan uji dan larutan baku kerja) disuntikkan ke dalam KCKT sebanyak 20 μl.
Kolom yang digunakan adalah C18 (okdadesisilena) dengan fase gerak larutan metanol-akuades (90:10),
laju alir 1,2 ml/menit, dan detektor yang digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang 314
nm. Perhitungan hasil dilakukan dengan persaman garis y = a + bx.
7. Pembahasan Hasil
Pemanis (Sweetener) merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memberikan rasa manis pada
produk pangan. Pemanis dibagi menjadi dua jenis, yaitu pemanis alami dan pemanis buatan. Pemanis
alami merupakan pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam. Pemanis alami dapat diproses
secara sintetik maupun fermentasi. Contoh yang termasuk pada pemanis alami adalah Sorbitol, Manitol,
Isomalt/isomaltitol, Maltitol, Laktitol, Silitol, dan Eitritol. Pemanis buatan adalah pemanis yang diproses
secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam, seperti Asesufal-K, Aspartam, Siklamat,
Sakarin, Sukralosa, dan Neotam. Pemanis buatan yang sering dijumpai di dalam produk pangan adalah
Aspartam, Siklamat, dan Sakarin. Pemanis buatan dilarang digunakan untuk produk pangan yang
ditujukan pada bayi, anak usia di bawah 3 tahun, ibu hamil dan/ibu menyusui.
Pengujian penentuan kadar pemanis dapat dilakukan dengan menggunakan insrtrumen KCKT
(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Pengujian ini memiliki metode preparasi yang sama untuk sampel cair
maupun sampel padat/semisolid. Sampel perlu dihomogenkan terlebih dahulu dan ditimbang sejumlah
yang dibutuhkan. Sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuga dan ditambahkan pereaksi Carez I dan
Carez II. Pereaksi Carez I terdiri dari K4FeCN6 yang dilarutkan dalam akuades dan Carez II terdiri dari
ZnSO4 yang dilarutkan dalam akuades. larutan kemudian ditambahkan sejumlah akuades dan divorteks
untuk melarutkannya. Selanjutnya, larutan disentrifuga selama beberapa menit dan bagian supernatan
ditampung ke dalam corong pisah. ke dalam corong pisah ditambahkan akuades, H2SO4 6 N,
Sikloheksan, dan NaClO 3%. Ekstraksi dilakukan dengan mengocok corong pisah. Udara dikeluarkan
setelah pengocokan untuk menghindari ledakan karena tekanan udara yang dalam corong pisah.
Lapisan bagian bawah dibuang dan ke dalam lapisan atas ditambahkan kembali larutan NaHCO3 1%.
Larutan diekstraksi kembali dan lapisan bawah (bagian air) dibuang. Ke dalam lapisan atas ditambahkan
akuades dan diekstraksi kembali. Lapisan bagian bawah dibuang dan ditambahkan NaSO4 anhidrat
untuk menyerap sisa air. Larutan disaring dengan kapas dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
bertutup. Larutan kemudian disaring dengan membran filter 0,45 μm dan dimasukkan ke dalam vial
KCKT.
Larutan baku disuntikkan terlebih dahulu ke dalam KCKT sebelum larutan uji. Berdasarkan beberapa
konsentrasi larutan baku kemudian dibuat menjadi kurva kalibrasi dan dan didapatkan persamaan garis.
Persamaan garis ini selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar pemanis dari sampel. Pada kurva
yang terbentuk perlu dilihat nilai linearitasnya. Nilai linearitas menunjukkan bahwa keseluruhan sistem
memberikan respon yang linier dan rentang konsentrasi standar berbanding lurus terhadap konsentrasi
analit yang dianalisis. Linearitas ditunjukkan dengan nilai R2 dengan persyaratan nilai R2 harus
mendekati 1. Berikut merupakan kurva kalibrasi dari larutan baku siklamat:
1 98.4898 203839.1
2 196.996 417583.6
3 393.993 837831.8
4 429.491 1119685.6
5 590.989 1347745.7
6 787.990 1849830.6
Berdasarkan kurva yang terbentuk, didapatkan nilai R2 mendekati 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kurva baku telah valid.
Sebelum KCKT digunakan untuk analisis, instrumen ini perlu dilakukan Uji Kesesuaian Sistem (UKS).
Berdasarkan hasil uji tersebut didapatkan bahwa KCKT yang digunakan dalam kondisi baik dan sesuai
untuk melakukan pengujian. Berikut merupakan hasil UKS yang dilakukan pada KCKT:
Resolusi >2 - -
A 0,000 0 0 0,000
0,000 0 0 0,000
B 0,000 0 0 0,000
0,000 0 0 0,000
C 0,000 0 0 0,000
0,000 0 0 0,000
D 0,000 0 0 0,000
0,000 0 0 0,000
E 0,000 0 0 0,000
0,000 0 0 0,000
F 0,000 0 0 0,000
0,000 0 0 0,000
Berdasarkan hasil pengujian, terlihat bahwa tidak terdapatnya puncak untuk senyawa siklamat pada
sampel. Pengujian ini telah dilakukan secara duplo, sehingga hasilnya dapat dikatakan valid. Hal ini
menunjukkan sampel tidak mengandung pemanis buatan (siklamat). Pada kemasan sampel juga tidak
dicantumkan bila sampel tersebut mengandung BTP yang diuji. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No.
4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambah Pangan Pemanis, makanan dan
minuman tidak boleh mengandung zat pewarna sintetis yang tidak terdaftar. Dari kedua minuman yang
diuji, komposisi pada produk tidak mengandung zat pewarna sintetis sehingga dapat disimpulkan
sampel minuman yang diuji memenuhi persyaratan