Anda di halaman 1dari 11

BAB VII

ANALISIS KADAR VITAMIN C

Pre-lab

1. Jelaskan prinsip analisis kadar vitamin C metode titrasi 2,6-diklorofenol?

Yaitu penentuan kadar vitamin C menggunakan titrasi 2,6 – diklorofenol indofenol (indicator
dye), dimana, akan terjadi reaksi reduksi 2,6-diklorofenol oleh vitamin C dalam suatu larutan tidak
berwarna. Larutan 2,6-diklorofenol dalam keadaan basa atau netral berwarna biru, ketika direduksi
oleh vitamin C warna tersebut akan hilang menjadi tidak berwarna, jika warna merah muda telah
muncul maka menunjukkan larutan berada dalam suasana asam dan telah terjadi kelebihan
larutan 2,6-diklorofenol di titik akhir titrasi (Sudarmadji, 2004).

2. Apakah kelebihan analisis kadar vitamin C menggunakan metode titrasi 2,6-


diklorofenoldibandingkan dengan metode lain?

Analisis kadar vitamin C metode titrasi 2,6-diklorofenol dilakukan dalam keadaan asam, sehingga
vitamin C tidak mudah teroksidasi oleh faktor lain selain oleh indikator. Dengan tidak terjadinya
oksidasi, maka kondisi asam tersebut membuat hasil yang didapatlan akan lebih akurat
(Arifin, 2007).

3. Reaksi apakah yang terjadi antara reagen dengan sampel saat pengujian?jelaskan reaksi yang
terjadi tersebut dengan singakat!

Yaitu terjadi yaitu reaksi reduksi larutan 2,6-diklorofenol dan reaksi oksidasi vitamin C.Vitamin C
atau asam askorbat akan membentuk semidehidroaskorbat yang tidak reaktif dan selanjutnya kana
mengalami reaksi diproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang tidak stabil. Lalu akan
terdegradasi menjadi asam oksalat dan asam treonat. 2,6-diklorofenol yang tereduksi akan menjadi
tidak berwarna, sehingga melalui titrasi dapat diketahui adanya perubahan warna menjadi erah
muda setelah adanya kelebihan 2,6-diklorofenol (Nielsen, 2004).

Reaksinya sebagai berikut:

O= C O = C
Cl

HO C O = C

O O

HO C + HO NH =O O = C

H C Cl H C

HO C H HO C H

CH2OH CH2OH

Asam askorbat (teroksidasi) semidehidroaskorbat

Cl

HO NH OH 2,6-diklorofenol tereduksi
Cl

(Nielsen, 2004).

TINJAUAN BAHAN DAN REAGEN

1. Vitamin C

Disebut juga asam askorbat, mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C6H8O6.
Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair
pada suhu 190-192°C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C
sangat mudah larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol
(1 g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzena, eter,
kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika
terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya. Di dalam larutan, gugus hidroksil pada
atom C3 sangat mudah terionisasi (pk1 = 4,04 pada 25oC dan memberikan nilai pH 2,5) sedangkan
gugus hidroksil pada atom C2 lebih tahan terhadap ionisasi dan mempunyai pk2 = 11,4 (Andarwulan,
2004).

2. Reagen 2,6 dikloro indofenol atau larutan dye

Reagen 2,6 dikloro indofenol dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru sedang dalam
suasana asam akan berwarna merah muda. Reagen ini digunakan untuk pengujian kadar vitamin C
berdasarkan adanya perbedaan warna dalam kondisi asam basa, atau pun dalam kondisi tereduksi.
Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna,
dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan
2,6-diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Untuk
perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan dengan vitamin C standar. Reagen ini dibuat
dengan melarutkan 50 mg garam Na 2,6-diklorofenolindofenol (DCIP) yang telah disimpan dalam
desikator dalam 50 mL air yang telah ditambah 42mg natrium bikarbonat, lalu digojog kuat.
(Galichet, 2005).

3. Reagen asam metafosfat

merupakan reagen yang berfungsi untuk mencegah reaksi oksidasi yang terjadi pada analisis
vitamin C. Titrasi dan ekstraksi vitamin C harus dilakukan dengan cepat karena banyak faktor yang
menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat penyiapan sampel atau penggilingan. Oksidasi
ini dapat dicegah dengan menggunakan asam metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan
asam oksalat. Penggunaan asam-asam tersebut juga berguna untuk mengurangi oksidasi vitamin C
oleh enzim-enzim oksidasi yang terdapat dalam jaringan tanaman. Selain itu, larutan asam
metafosfat-asetat juga berguna untuk pangan yang mengandung protein karena asam metafosfat
dapat memisahkan vitamin C yang terikat dengan protein . Suasana larutan yang asam akan
memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa. (Andarwulan,
2004).

4. Larutan NaHCO3 0,84% atau natrium bikarbonat


Merupakan jenis garam yang terbuat dari ammonia, karbondioksida, dan larutan garam. Proses
pelarutannya optimal, karena bahan bakunya tidak mahal dan banyak jenis bahan mentah kimiawi.

CO2(g) + H2O(l) + NH3(g) + Na+(aq) NaHCO3(s) + NH4+(aq) (1)

NaHCO3(s) Na2CO3(s) + CO2(g) + H2O(g) (2)

Natrium karbonat adalah cukup kuat, non-volatil dasar yang digunakan dalam pembuatan kaca
(55%), kertas (5%), sabun, dan bahan kimia lainnya (25%). Natrium karbonat juga disebut soda ash
dan soda cuci. Natrium karbonat digunakan dalam deterjen sebagai agen pelunakan. Ion-ion
karbonat dari terlarut natrium karbonat endapan magnesium dan ion kalsium dari air keras. Ion
logam ini kalau tidak menggabungkan dengan sabun atau deterjen dan membentuk sampah tidak
larut yang akan menodai pakaian yang dicuci (Shakhashir, 2010).

5. Asam asetat glacial

Merupakan asam asetat murni dfengan karakteristik higroskopis, tak berwarna, dan memiliki
titik beku 16,7°C. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya
terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan
bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena
tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman (Riswiyanto, 2009).

6. Aquades

Atau yang disebut juga dengan air destilat merupakan air suling dengan kemurnian tinggi.
Aquades dihasilkan dari satu kali proses destilasi. Aquades masih tetap mengandung mineral-mineral
tertentu, namun kadarnya tidak sebanyak pada air biasa. Aquades banyak digunakan di laboratorium
sebagai pelarut (Sastrohamidjojo, 2011). Aquades memiliki rumus kimia H2O dengan berat molekul
18,02 g/mol. Berwujud cair, tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki pH 7, serta memiliki titik
didih 100°C (212°F). Aquades adalah senyawa yang bukan termasuk dalam senyawa toksik dan tidak
dapat terbakar (Riswiyanto, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, Nuri, Feri Kusnandar, dan Dian Herawati. 2010. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat

Arifin, H., Delvita, V., Ahmadi, A. 2007. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Fetus Pada Mencit
Diabetes. Jurnal sains dan teknologi Farmasi. Vol 12 No. Hal:13-20.

Nielsen, S. 2004. Food Analysis 3rd edition. USA: Wolters Kloers law and Business

Sudarmadji, Slamet., Haryono, Bambang., Suhardi. 2004. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberti

Galichet, Laurent C. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons 3rd Edition (Electronic
Version).London: Pharmaceutical Press

Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga

Shakhashiri. 2010. Sodium Hydrogen Carbonate and Sodium Carbonat. Chemistry 104-
2, www.scifun.org.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Asam askorbat (Vitamin C) adalah suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat
kaitannya dengan monosakarida.Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan mungkin pula secara
difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk keperedaran darah melalui vena porta.Rata-rata
absorpsi adalah 90% untuk konsumsi diantara 20 dan 120 mg sehari.Tubuh dapat menyimpan hingga
1500 mg vitamin C, bila konsumsi mencapai 100 mg sehari.(Sunita Almatsier 2001).

Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler.Kolagen merupakan


senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan
vasculair endothelium. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua
asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin.

Penetapan kadar Vitamin C dalam suasana asam akan mereduksi larutan dye membentuk larutan
yang tidak berwarna. Apabila semua asam askorbat sudah mereduksi larutan dye sedikit saja akan
terlihat dengan terjadinya perubahan warna (merah jambu).

Metode Titrasi dengan 2,6-dikhlrofenol indofenol atau larutan dye sekarang merupaan metode yang
paling banyak digunakan untuk menentukan kadar Vitamin C dalam bahan pangan. Banyak
modifikasi telah dilakukan untuk memperbaiki hasil pengukuran yang didasarkan pada penghilangan
pengaruh senyawa-senyawa penganggu yang terdapat dalam bahan pangan.Di samping
mengoksidasi Vitamin C, pereaksi indofenol juga mengoksidasi senyawa-senyawa lain, misalnya
piridium, bentuk tereduksi dari turunan asam nikotinat dan riboflavin.

Vitamin C dapat ditentukan dengan titrasi secara langsung menggunakan larutan dye.Tapi untuk
bahan pangan yang akan diukur kandungan Vitamin C-nya harus dilarutkan dengan asam kuat
terlebih dahulu. Penggunaan asam yang dimaksud untuk mengurangi oksidasi Vitamin C oleh enzim-
enzim oksidasi dan pengaruh glutation yang terdapat dalam jaringan tanaman. Titrasi dilakukan
dengan segera setelah perlakuan selesai (Andarwulan dan Koswara 1992).

Analisis dengan metode ini cukup membutuhkan ketelitian dan kecermatan. Oleh karena itu,
praktikum ini dilakukan agar keterampilan dalam melakukan analisis meningkat sehingga tidak akan
ada kesalahan yang besar pada analisis selanjutnya.

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari penerapan metode titrimetri dalam analisis vitamin C,
melakukan analisis vitamin C pada berbagai bahan pangan dengan metoda titrasi, dan melatih
keterampilan dalam melakukan analisis secara titrimetri.

TINJAUAN PUSTAKA

Titrimetri

Analisa titrimetri atau analisa volumetri adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat
yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.

Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Umumnya indikator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai
perubahan pH.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetri adalah sebagai berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.

3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun
secara fisika.

4. Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator
potensiometrik dapat pula digunakan.

Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan
standar misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutan iodium.

Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan kemudian
digunakan untuk membakukan larutan standar, misalnya larutan natrium tiosulfat pada pembakuan
larutan iodium (Aisyah 2008).

Vitamin C

Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam air. Sumber Vitamin C sebagian
besar tergolong dari sayur-sayuran dan buah-buahan terutama buah-buahan segar. Asupan gizi rata-
rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk orang dewasa. Namun,
terdapat variasi kebutuhan dalam individu yang berbeda (Sweetman 2005).

Peranan Vitamin C

Salah satu fungsi vitamin C adalah sebagai antioksidan. Beberapa zat dalam makanan, didalam tubuh
dihancurkan atau dirusak jika mengalami oksidasi. Sering kali, zat tersebut dihindari dari oksidasi
dengan menambahkan antioksidan. Suatu antioksidan adalah zat yang dapat melindungi zat lain dari
oksidasi dimana dirinya sendiri yang teroksidasi. Vitamin C, karena memiliki daya antioksidan, sering
ditambahkan pada makanan untuk mencegah perubahan oksidatif (William and Caliendo 1984).

Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah sejenis protein
yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang-tulang rawan, matriks tulang,
dentin, lapisan endotelium pembuluh darah dan lain-lain. Vitamin C ini bertindak sebagai ko-enzim
atau ko-faktor pada proses hidroksilasi, baik secara aktif maupun sebagai zat reduktor. Vitamin C
sangat esensial dalam proses hidroksilasi proline dan lisin, yakni dua jenis asam amino yang
merupakan komponen utama dari kolagen. Vitamin C juga berperan dalam proses penyembuhan
luka.

Kekurangan dan Kelebihan Vitamin C

Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan skorbut. Dalam kasus-kasus skorbut spontan,
biasanya terjadi gigi mudah tanggal, gingivitis, dan anemia, yang mungkin disebabkan oleh adanya
fungsi spesifik asam askorbat dalam sintesis hemoglobin. Skorbut dikaitkan dengan gangguan
sintesis kolagen yang manifestasinya berupa luka yang sulit sembuh, gangguan pembentukan gigi,
dan robeknya pembuluh darah kapiler (Gilman, et al, 1996).
Sementara kelebihan vitamin C dapat menyebabkan diare. Bila kelebihan vitamin C akibat
penggunaan suplemen dalam jangka waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan batu ginjal

Perubahan Vitamin C dalam Buah

Buah yang masih mentah mengandung vitamin C yang cukup banyak sehingga semakin tua buah
maka semakin berkurang kandungan vitamin C – nya. Vitamin C juga disebut asam askorbat dapat
disintesis dari D-glukosa atau D-galaktosa merupakan gula heksosa (Winarno dan Aman 1981).

Menurut Apandi (1984), semakin banyak mendapat sinar matahari pada waktu tanaman tumbuh
maka semakin banyak pula kandungan asam askorbat. Hal ini disebabkan semakin banyak mendapat
cahaya, setiap proses fotosintesis akan semakin giat dan gula heksosa akan semakin banyak
terbentuk. Kandungan asam askorbat akan mengalami penurunan selama penyimpanan terutama
pada suhu penyimpanan yang tinggi. Kandungan asam askorbat setelah penyimpanan kira-kira 1/2
sampai 2/3 pada waktu panen (Pantastico 1986).

Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi L-dehidroaskorbat yang masih mempunyai
keaktifan sebagai vitamin C. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami
perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi
(Winarno dan Aman 1981).

Penetapan Kadar Vitamin C

Kadar vitamin C ditetapkan berdasarkan titrasi dengan 2,6-diklorofenol indofenol dimana terjadi
reaksi reduksi 2,6- diklorofenol indofenol dengan adanya vitamin C dalam larutan asam (Hashmi
1986).

Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru sedang dalam
suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam
askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6-
diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan
terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan
dengan vitamin C standar (Sudarmadji 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak, vitamin ini dapat terbentuk sebagai asam L-
askorbat dan asam L- dehidroaskorbat. Vitamin ini banyak disintesis secara alami baik dari hewan,
tanaman dan mudah larut dalam air. Vitamin C dapat diserap cepat dari alat pencernaan dan masuk
ke dalam saluran darah dialirkan keseluruh tubuh. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C dapat
sangat sedikit. Kelebihannya di buang melalui urin (Guthrie 1983).

Penetapan kadar vitamin C dalam bahan pangan dapat di analisis dengan berbagai metode, salah
satunya dengan metode titrimetri. Penetapan dengan metode titrimetri merupakan penetapan
dengan Metode Prosedur analisis kimia yang didasarkan pada pengukuran jumlah larutan titran yang
bereaksi dengan analit. Larutan titran merupakan larutan yang digunakan untuk mentitrasi,
biasanya digunakan suatu larutan standar. Sedangkan Larutan standar yaitu larutan yang telah
diketahui konsentrasinya. Titrasi dilakukan dengan menambahkan sedikit demi sedikit titran ke
dalam analit (Anonim 2010). Prinsip penetapan dengan metode titrimetri ialah asam askorbat
dioksidasi oleh diklorofenol-indofenol menjadi senyawa dehidro askorbat. Akhir titrasi ditandai
dengan terbentuknya warna merah dari kelebihan diklorofenol-indofenol.
Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru sedang dalam
suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam
askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6-
diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan
terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan
dengan vitamin C standar (Sudarmadji 1989).

Tabel 1. Hasil ml titran dari titrasi yang digunakan.

Sampel Ml titran I Ml titran II Bobot sampel (g)

Mr. Jussie 0,3 0,2 0,1103

Percobaan penetapan kadar vitamin C pada praktikum kali ini dengan menggunakan sampel
minuman yang mengandung vitamin C yaitu Mr. Jussie. Fungsi larutan diklorofenol-indofenol ialah
pereaksi untuk memperlihatkan jumlah vitamin C yang terdapat dalam sampel menjadi senyawa
dehidro askorbat sehingga akan berwarna merah muda karena pereaksi yang berlebih. Fungsi duplo
ialah untuk meningkatkan ketepatan percobaan kali ini disebabkan oleh penggunaan metode titrasi
yang terkadang dalam mentritran sampel, pereksi diklorofenol-indofenol yang diteteskan berlebih.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari percobaan Mr.Jussie, ml titran yang digunakan cukup
mendekati dari sampel yang di lakukan duplo masing-masing 0,3 dan 0,2 dengan bobot sampel
0,1103 g. Kadar vitamin C setelah perhitungan diperoleh 293,38 mg/100 gr dan 440,07 mg/100 gr
sehingga rata-rata diperloleh 366,725 mg/100 gr dari sampel.

Kadar vitamin C Mr.Jussie yang tertera dalam Nutrition Fact 50 % dari AKG 2000 kkal, sehingga kadar
vitamin C yang terkandung 250 mg/100 gr. Nilai yang di peroleh dari percobaan dengan nilai yang
ada dikemasan berbeda. Hasil percobaan memiliki nilai yang lebih tinggi dari nilai yang ada di
kemasan. Hal ini dapat disebabkan pada saat melakukan praktikum praktikan kurang berhati-hati
dalam melakukan percobaan, kebersihan alat juga berpengaruh dalam mendapatkan nilai yang
akurat karena dapat terrkontaminasi dengan zat lain. Selain itu, vitamin C memiliki sifat yang mudah
rusak dan mudah larut dalam air, sehingga mudah teroksidasi. Pada saat titrasi, warna yang
diperoleh adalah pada saat 15 detik pertama. Sehingga jika lebih hasil yang diperoleh juga akan
berbeda yang dapat mempengaruhi hasil yang sesungguhnya.

Kebutuhan vitamin C pada anak-anak 400-450 mg/hari, pada pria 500- 900mg/hari, pada wanita
500-750mg/hari, sedangkan pada ibu hamil diperlukan tambahan 100mg/hari dari kebutuhannya.
Sampel Mr.Jussie yang mengandung 250mg vitamin C belum cukup jika di minum untuk memenuhi
kebutuhan baik anak-anak, pria dewasa, wanita dewasa, bahkan ibu hamil, sehingga perlu tambahan
sumber vitamin C diantaranya berasal dari buah dan sayur seperti jambu biji, jeruk, melon, tomat,
dll. Sebaiknya mengkonsumsi sumber vitamin C berasal dari makanan segar dan bukan dari
suplemen atau minuman serta makanan kemasan, karena jika diteruskan akan dapat mengganggu
kesehatan tubuh.

Kekurangan asupan vitamin C terutama dapat menyebabkan skorbut. Dalam kasus-kasus skorbut
spontan, biasanya terjadi gigi mudah tanggal, gingivitis, dan anemia, yang mungkin disebabkan oleh
adanya fungsi spesifik asam askorbat dalam sintesis hemoglobin. Skorbut dikaitkan dengan
gangguan sintesis kolagen yang manifestasinya berupa luka yang sulit sembuh, gangguan
pembentukan gigi, dan robeknya pembuluh darah kapiler (Gilman, et al, 1996).
Kekurangan vitamin C juga dapat menyebabkan peradangan dibawah gusi, gusi membengak dan
berdarah, kulit kering dan bersisik, kerusakan pembuluh darah, kesulitan penyembuhan luka,
kegagalan pembentukan tulang, sendi-sendi melunak, gigi longgar, dan sering mengalami infeksi.

Kelebihan dalam mengkonsumsi vitamin C dapat menimbulkan nausea, kram perut, dan diare. Bila
kelebihan vitamin C akibat penggunaan suplemen dalam jangka waktu yang cukup lama dapat
mengakibatkan batu ginjal. Akan tetapi kelebihan jarang terjadi karena dapat keluar bersama urin.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penetapan kadar vitamin C ini menggunakan metode titrimetri dengan larutan 2,5 diklorofenol
indofenol. Kadar vitamin C pada sampel (minuman sari buah Mr.Jussie rasa jambu) adalah 366,7
mg/100g sampel, sementara pada nutrition fact adalah 250 mg/100g sampel. Kandungan ini belum
cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin C harian, sehingga dibutuhkan suplemen atau sumber
vitamin C lain. Kesalahan terjadi karena kurang teliti dan kurang terampilnya praktikan melakukan
proses titraasi, sehingga hasil pengamatan menjadi kurang akurat.

Saran

Sebaiknya dalam melakukan titrasi, sebelumnya praktikan telah memastikan kondisi buret seperti
mengatur kuat tidaknya keran untuk dibuka atau ditutup, sehingga hasil tidak akan kelebihan.
Praktikan juga harus lebih teliti melihat awal dan akhir titrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. 2008. Titrimetri. http://rgmaisyah.wordpress.com [29 November 2010]

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Andarwulan N, Koswara S. 1992. Kimia Vitamin. Jakarta : Rajawali.

Anonim. 2010. Vitamin C. www.digilib.unimus.ac.id. [29 November 2010]

Apandi M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Penerbit Alumni.

Gilman A.G., Hardman J.G., Limbird L.E. 1996. Dasar Farmakologi Terapi. Penerjemah : Tim Alih
Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Edisi X. Jakarta : EGC Hal. 1735-1737.

Guthrie.1983. Introductory Nutrtion. USA : The CV. Mosby Company.

Hashmi M.H. 1986. Assay of Vitamins in Pharmaceutical Preparations. London : John Wiley and Sons.

Martin D W. dkk.1992. Biokimia Harper. Edisi 20 EGC.Jakarta.

McDowell LR. 2008. Vitamins in Animal and Human Nutrition. Ed ke-2. AS : Iowa State University
Press.

Pantastico Er.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudarmadji S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi I. Yogyakarta : Liberty.

Sweetman SC. 2005. Martindale: The Complete Drug Reference, 34 th ed. London, UK :
Pharmaceutical Press.
William E.R., Caliendo M.A. 1984. Nutrion : principles, Issues, an Applications. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Winarno R.G, Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Penerbit Sastra Hudaya.

Anda mungkin juga menyukai