Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA DAN ANALISIS PANGAN


KROMATOGRAFI KOLOM

NAMA
NIM
KELOMPOK
KELAS
ASISTEN

: WAHYU ERWIN FIRMANSYAH


: 125100101111014
: J3
:J
: ISMI

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014

BAB VIII
KROMATOGRAFI KOLOM
A. Pre-lab
1. Apa yang dimaksud kromatografi?
Kromatografi adalah metode pemisahan dengan memanipulasi sifat fisik penyusun
campuran dimana komponen-komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan
diantara dua fase, salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan
permukaan yang luas, yang lainnya sebagai fase gerak atau mobile. Sifat fisik yang
dimanipulasi yaitu partisi, adsorpsi, dan volatilisasi. Fase stasioner dalam kromatografi
dapat berupa padatan maupun cairan, sedangkan fase gerak dapat berupa cairan maupun
gas. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang merupakan fase
diam. Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan fase diam akan cenderung
bergerak lebih lambat dibanding molekul yang berikatan lemah (Sastrohamidjojo, 2004).
2. Jelaskan prinsip kromatografi adsorpsi?
Prinsip kromatografi adsorpsi yaitu memisahkan komponen secara selektif
berdasarkan sifat fisik adsobrs dengan fase stationer berupa adsorben alumina yang
mengisi kolom dan fase mobile PE-aseton dengan perbandingan 10:1. Kecepatan
pergerakan suatu komponen tergantung pada kemampuannya untuk tertahan atau terhambat
oleh penyerap di dalam kolom (Sastrohamidjojo, 2004).
3. Apa fungsi alumina pada penentuan beta karoten?
Fungsi alumina pada penentuan beta karoten yaitu sebagai adsorben polar (fase
diam) yang dapat mengadsorpsi solut yang bersifat polar dan untuk memisahkan senyawa
yang bersifat basa karena alumina ini bersifat basa. yaitu senyawa karotenoid selain beta
karoten yang akan diikat oleh alumina pada fase diam, dan betakaroten (non polar) akan
larut bersama fase gerak (Noviyanti, 2010).
4. Jelaskan pengertian fase stasioner dan fase mobil!
Fase stationer merupakan fase diam pada kromatografi untuk menahan komponen
campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Senyawa
tetap diam atau tidak berpindah dalam kromatografi yang berupa adsorben yang tidak
boleh larut dalam fase gerak. Selain itu, ukuran fase diam harus seragam, contohnya:
alumunium, silica gel, arang (Gritter dkk, 2004).

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
Sedangkan fase mobil merupakan fase bergerak yang melarutkan zat komponen
campuran. Komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Fase ini bisa berupa cairan, gas, atau cairan superkritis. Selain itu, fase ini dapat berupa
pelarut tunggal atau campuran beberapa pelarut dengan komposisi tertentu. Pelarut
merupakan pelarut polar maupun pelarut nonpolar. Fase mobil terdiri dari sampel yang
dipisahkan dan solven yang menggerakkan sampel sepanjang kolom misal. Pada kolom
kromatografi misal, fase mobil bergerak sepanjang kolom dimana sampel berinteraksi
dengan fase stationer dan dipisahkan (Gritter dkk, 2004).
5. Apa yang dipisahkan pada proses kromatografi adsorbsi pada penentuan kadar beta
Karoten?
Senyawa atau zat yang dipisahkan pada proses kromatografi adsorbsi pada
penentuan kadar beta karoten yaitu pigmen beta karoten dan komponen lain yang
menyusun senyawa tersebut. Pemisahan beta karoten berdasarkan polaritasnya. Beta
karoten bersifat non-polar, sehingga yang untuk memisahkan dari senyawa menggunakan
pelarut heksana, karena heksana adalah pelarut non polar dan betakaroten terlarut
didalamnya (Khopkar, 2008).

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
Tinjauan Pustaka
1. Kromatografi Kolom
Kromatografi Kolom merupakan Metode pemisahan yang di dasarkan pada
pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya
maupun hasil isolasinya. Seberapa jauh komponen itu dapat diserap absorben tergantun
pada sifat fisika komponen tersebut. Prinsip kerja kromatografi kolom perbedaan daya
serap dari masing-masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam
sedikit pelarut lalu di masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat
menyerap. Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih
lambat dari senyawa non polar terserap lebih lemah dan turun lebih cepat. Zat yang di
serap dari larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada
kolom. Pelarut lebih lanjut / dengan tanpa tekanan udara masing-masing zat akan
bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom
(Sastrohamidjojo, 2004).
2. Beta Karoten
Beta karoten merupakan pigmen atau zat kimia alami yang berwarna merah,
kuning, hingga jingga yang terdapat dalam buah-buahan dan sayuran. Beta karoten
merupakan senyawa organik, secara kimiawi diklasifikasikan sebagai hidrokarbon dan
secara spesifik diklasifikasikan sebagai terpenoid. Beta karoten merupakan karotenoid,
precursor vitamin A dan sebagai antioksidan. Beta karoten tidak larut dalam air tetapi
larut dalam pelarut non polar. Beta karoten antara lain terdapat pada buah dan sayur
seperti wortel, tomat, dll. Pigmen warna ini tergolong dalam karotenoid yang banyak
memberikan manfaat. Manfaat beta karoten ini antara lain menjamin kesehatan mata,
memlihara kesehatan kulit, mempertahankan membran sel, berperan dalam sistem
kekebalan tubuh dan kesehatan tulang, serta membantu pembentukan sel darah merah
dan bekerjasama dengan vitamin C dalam menyembuhkan luka (Rachman & Histifarina,
2010).
3. Tinjauan Sampel
a) Brokoli
Brokoli (Brasicca oleracea) merupakan tanaman sayuran sub tropik yang banyak
dibudidayakan di Eropa dan Asia. Brokoli merupakan tanaman yang termasuk dalam
tanaman dwimusim yaitu pertumbuhan vegetatif terjadi pada fase pertama dan
pertumbuhan generatif pada fase berikutnya. Brokoli mengandung air, protein, lemak
karbohidrat, serat, kalsium, zat besi, vitamin (A, C, E, tiamin, riboflavin, nikotinamid),
beta karoten dan glutation (Kurniasih, 2011).

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
b) Labu Kuning
Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan sayuran yang berwarna kuning yang
banyak mengandung beta karoten dimana beta karoten ini berperan sebagai antioksidan
disamping komponen nutrisi lain seperti karbbohidrat, protein, lemak, serat dan mineral.
Di dalam tubuh beta karoten akan diubah menjadi vitamin A yang bermanfaat bagi
kesehatan tubuh untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh dan penglihatan,
reproduksi, perkembangan janin serta untuk mengurangi resiko timbulnya penyakit
kanker dan hati. Kadar beta karoten pada labu kuning sebesar 1187,23 g/g (Usmiati
dkk, 2009).
c) Wortel
Wortel (Daucus carrota) merupakan salah satu jenis sayuran yang bernilai gizi
cukup tinggi, terutama kandungan senyawa karoten yaitu alfa dan beta karoten. Kedua
senyawa ini merupakan sumber provitamin A dan prekursor vitamin A. Dalam setiap 100
gram wortel mengandung 2813 g vitamin A. Adanya kandungan beta karoten yang
cukup tinggi menjadikan wortel mempunyai prospek yang baik sebagai sumber
provitamin A untuk mencegah penyakit kekurangan vitamin A yang masih banyak
diderita oleh sebagian masyarakat Indonesia (Rachman & Histifarina, 2010).
d) Jagung Manis
Jagung manis (Zea mays) merupakan sumber sayuran yang kaya vitamin A, B, E dan
banyak mineral. Jagung manis merupakan salah satu komoditas pertanian yang disukai
oleh masyarakat karena rasanya yang enak, mengandung karbohidrat, protein, rendah
lemak, dan vitamin yang tinggi. Jagung manis memiliki kadar vitamun A yang lebih tinggi
dibanding dengan jagung biasa. Dalam 100 gr bahan kandungan vitamin A yaitu sebesar
400 SI (Iskandar, 2007).

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
B. Diagram Alir Penentuan Kadar Kadar Beta Karoten Dengan Kromatografi
Kolom Adsorbsi
1. Ekstraksi Sampel

Sampel
dihaluskan
ditimbang 3 g
dimasukkan dalam erlenmeyer
20 ml petroleum eter-aseton (1:1)
erlenmeyer ditutup alumunium foil

residu dalam erlenmeyer

diaduk dengan shieve shaker selama 15 menit

diulangi proses ekstraksi


sebanyak 3 kali

disaring
filtrat dimasukkan dalam erlenmeyer

filtrat diambil

100 ml petroleum eter-aseton (1:1)

diencerkan dengan cara dikocok menggunakan shieve shaker 15 menit


filtrat diambil 25 ml
dimasukkan dalam corong pemisah
25 ml aquades
dikocok
dibiarkan hingga terjadi pemisahan
lapisan bawah (air-aseton)

fase eter dalam corong pemisah


25 ml aquades
dikocok

dialirkan keluar dari corong pemisah


dibuang

dibiarkan hingga terjadi pemisahan


Fase Eter

lapisan bawah (air-aseton)


dialirkan keluar dari corong pemisah
dibuang

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014

2. Penetapan Kadar Beta Karoten


Fase Eter
dimasukkan dalam gelas beker
1 gram Na2SO4 tiap 20 ml fase eter
diaduk
filtrat dimasukkan dalam kolom kromatografi
larutan petroleum eter 10:1
beta karoten ditampung dalam labu ukur 25 ml
larutan petroleum eter 10:1
hingga tanda batas
digojog
diukur absorbansi dengan panjang gelombang 450 nm
dihitung kadar beta karoten
Hasil

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
C. Hasil dan Pembahasan
Persamaan regresi kurva standar :
No

Konsentrasi

Absorbansi

0,009

0,2

0,023

0,4

0,041

0,6

0,084

0,8

0,100

0,312

Kurva Standar

Kurva Standar
0.350

y = 0.255x - 0.033
R = 0.728

0.300
Absorbansi

0.250
0.200
0.150

Series1

0.100

Linear (Series1)

0.050
0.000
-0.0500.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200
-0.100

Konsentrasi

y = 0,255x 0,033

No

Jenis Sampel

Berat
Sampel

Absorbansi

V masuk
kolom

V keluar
kolom

Kadar -karoten
mg/100g

1.

Paprika Kuning

3,0134 gr

0,180

8 ml

25 ml

86,59

2.

Wortel

3,0352 gr

1,172

9 ml

25 ml

432,43

3.

Brokoli

3,0216 gr

0,129

9 ml

25 ml

58,42

4.

Jagung Manis

3,0093 gr

0,103

10 ml

25 ml

44.28

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
Perhitungan kadar beta karoten dari sampel yang dianalisis :
y = 0,255x 0,033
Kadar -karoten =

1. Paprika Kuning

FP =

y = 0,255x 0,033
0,180 = 0,255x 0,033
0,255x = 0,213
x = 0,213/0,255 = 0,835
FP =

= 3,125

Kadar -karoten =
Kadar -karoten =

2. Wortel

= 86,59 mg/100g

y = 0,255x 0,033
1,172 = 0,255x 0,033
0,255x = 1,205
x = 1,205/0,255 = 4,725
FP =

= 2,778

Kadar -karoten =
Kadar -karoten =

= 432,43 mg/100g

3. Brokoli
y = 0,255x 0,033
0,129 = 0,255x 0,033
0,255x = 0,162
x = 0,162/0,255 = 0,635
FP =

= 2,778

Kadar -karoten =
Kadar -karoten =

= 58,42 mg/100g

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
4. Jagung Manis
y = 0,255x 0,033
0,103 = 0,255x 0,033
0,255x = 0,136
x = 0,136/0,255 = 0,533
FP =

= 2,5

Kadar -karoten =
Kadar -karoten =

= 44,28 mg/100g

Pertanyaan
1. Apa yang menjadi fase stasioner dan fase mobil pada analisis beta karoten dengan
kromatografi kolom?
Fase stasioner pada analisis beta karoten dengan kromatografi kolom yaitu alumina
dimana alumina sebagai fase diam berfungsi untuk mengikat senyawa yang polar
seperti aseton dan air. Alumina juga akan memberikan gaya adsorbsi pada fraksi
campuran sehingga fraksi-fraksi tersebut dapat memisah berdasarkan tingkat
kepolarannya Sedangkan fase mobil pada analisis beta karoten dengan kromatografi
kolom yaitu PE-aseton (10:1) dan (1:1) dimana PE-aseton (10:1) berfungsi sebagai fase
bergerak yang mengelusi senyawa nonpolar dan mengekstrak karoten dalam sampel.
Secara bersamaan komponen campuran tersebut akan mengalami gaya adsorbsi dan
partisi sehingga dapat terpisah.
2. Komponen apa yang terelusi pada analisis beta karoten dengan kromatografi kolom?
Komponen yang terelusi pada analisis beta karoten dengan kromatografi kolom yaitu
komponen beta karoten dalam sampel. Komponen beta karoten dalam sampel yang
bersifat nonpolar akat terikat atau terelusi dengan fase mobil atau fase bergerak yaitu
PE-aseton (10:1). Beta karoten mengalami elusi atau gaya partisi paling besar karena
bersifat paling nonpolar dari senyawa lainnya atau tingkat kepolarannya sama dengan
fase mobil sehingga ketika terjadi pemisahan, beta karoten akan berada paling bawah
dan akan keluar terlebih dahulu dari kolom kromatografi.
3. Komponen apa yang teradsorbsi kuat pada adsorben?
Komponen yang teradsobsi kuat pada adsorben yaitu komponen yang bersifat polar
dalam sampel. Komponen polar tersebut akan terikat kuat pada adsorben karena
mempunyai afinitas yang lebih besar dari komponen lainnya sehingga secara selektif
akan tertahan pada adsorben.

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
4. Apakah analisis tersebut dapat memisahkan beta karoten dengan karotenoid lain
seperti alfa dan gama karoten?
Tidak bisa, pada analisis tersebut tidak bisa untuk memisahkan beta karoten dengan
karotenoid lain seperti alfa dan gama karoten. Hal tersebut disebabkan karena
metode kromatografi kolom hanya dapat memisahkan total karotenoid dalam sampel
dengan prinsip memisahkan komponen secara selektif berdasarkan sifat fisik adsobs
dengan fase stationer, sehingga tidak dapat memisahkan jenis karotenoid secara
spesifik. Metode yang paling sesuai untuk memisahkan beta karoten dengan
karotenoid lain seperti alfa dan gamma karoten yaitu dengan menggunakan HPLC.
Karotenoid yang dipisahkan dengan HPLC akan terpisah secara spesifik.
5. Apa fungsi pengukuran kadar beta karoten dalam eluat dengan spektrofotometer?
Fungsi pengukuran kadar beta karoten dalam eluat dengan spektrofotometer yaitu
untuk mengukur absorbansi eluat beta karoten berdasarkan intensitas warnanya
dengan panjang gelombang 450 nm. Dengan diketahuinya absorbansi maka dapat
ditentukan konsentrasi beta karoten dalam sampel menggunakan kurva standar beta
karoten.
6. Apa fungsi ekstraksi dengan petroleum eter-aseton?
Fungsi ekstraksi dengan PE-aseton yaitu untuk mengekstrak beta karoten dalam
sampel. Beta karoten yang bersifat nonpolar akan larut dalam PE-aseton yang memiliki
kepolaran yang sama (nonpolar) sehingga dapat dipisahkan dari komponen senyawa
yang lain.
7. Fraksi apa saja yang terekstrak pada proses ekstraksi tersebut?
Fraksi yang terekstak pada proses ekstraksi yaitu fraksi yang bersifat polar dan
nonpolar. Fraksi polar terekstraksi oleh adanya aseton, sedangkan fraksi nonpolar
(beta karoten) terekstraksi oleh PE-aseton.
8. Apa fungsi penambahan akuades pada ekstrak petroleum eter-aseton?
Fungsi penambahan akuades pada ekstrak petroleum eter-aseton yaitu untuk
mengikat fase polar. Dengan penambahan aquades ada pemisahan antara fase polar
dan nonpolar. Fase polar yang terikat dengan aquades selanjutnya dikeluarkan dari
kolom agar tidak mengganggu proses ekstraksi beta karoten.
9. Fraksi apa yang larut pada aseton-air dan petroleum eter?
Fraksi yang larut pada aseton-air yaitu fraksi polar, sedangkan fraksi yang larut dalam
PE yaitu fraksi nonpolar dimana pada percobaan ini fraksi yang bersifat nonpolar yaitu
beta karoten.

10

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
PEMBAHASAN
1. Prinsip & Rumus Kromatografi Kolom
Prinsip kromatografi yang digunakan yaitu memisahkan komponen secara selektif
berdasarkan sifat fisik adsobs dengan fase stationer berupa adsorben alumina yang
mengisi kolom dan fase mobil PE-aseton (10:1) untuk mengelusi atau mengikat senyawa
nonpolar.
Rumus yang digunakan dalam kromatografi yaitu:
y = ax +b persamaan kurva standar
Kadar -karoten =
FP =

Keterangan:
Y = absorbansi
X = konsentrasi
Kadar -karoten (mg/100g)
FP = Faktor pengenceran
Berat sampel (gr)
Vol keluar kolom (ml)
Vol masuk kolom (ml)
2. Analisis Prosedur Kromatografi Kolom
Pada percobaan kromatografi kolom, alat yang digunakan antara lain: mortar,
spatula, timbangan analitik, pipet ukur, bulb, erlenmeyer, alumunium foil, shieve skaker,
kertas saring, corong kaca, corong pemisah, kolom kromatografi, statif, labu ukur,
beaker glass, spektrofotometer, dan kuvet. Bahan yang digunakan antara lain: wortel,
jagung manis, PE-aseton (10:1) dan (1:1), kapas, Na2SO4, alumina, dan aquades. Ada tiga
tahap utama dalam kromatografi kolom yaitu pembuatan kolom, proses ekstraksi sampai
fase eter, dan penentuan kadar beta karoten sampel.
a) Pembuatan Kolom + Gambar
Pada pembuatan kolom terlebih dahulu dilakukan persiapan alat dan bahan.
Sebelum diisi dipastikan terlebih dahulu bahwa kolom kromatografi yang digunakan
dalam keadaan bersih. Bahan pertama yang dimasukkan yaitu kapas. Kapas digulung
atau dipilir kecil supaya lebih mudah dimasukkan sampai ke dasar kolom. Untuk
mempermudah memasukkan kapas maka digunakan spatula. Kapas yang dimasukkan
dalam kolom kromatografi setinggi 1,5 cm. Penggunaan kapas tersebut berfungsi
membantu penyerapan senyawa yang akan dipisahkan, selain itu kapas berguna untuk

11

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
menjernihkan ekstrak beta karoten dari pengotor agar tidak terikut dalam ekstrak
sehingga nantinya akan terpisah dalam labu penampung. Kemudian ditambahkan
alumina yang sebelumnya telah ditimbang 10 gram. Alumina ditambahkan sampai
setinggi 10 cm. Penambahan alumina tersebut berfungsi untuk mengikat senyawa yang
polar seperti aseton dan air. Setelah itu ditambahkan Na 2SO4 ke dalam kolom sampai
tinggi 2 cm. Penambahan Na2SO4 berfungsi untuk mengikat fase polar yang masih ada
atau yang tersisa. Komponen terakhir yang dimasukkan dalam kolom kromatografi yaitu
kapas. Kapas kembali dimasukkan setinggi 1,5 cm. Pengisian harus dilakukan dengan
hati-hati dan padat agar sampel dapat terekstrak secara optimal.
Gambar kolom kromatografi yang digunakan yaitu:
Kapas
(1,5cm)
Na2SO4
(2cm)

Alumina
(10cm)
Kapas
(1,5cm)

b) Ekstraksi Sampel Fase Eter


Pada tahap selanjutnya yaitu proses ekstaksi sampel sampai fase eter. Sebelumnya
dipersiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan. Sampel yang
digunakan dalam percobaan ini yaitu wortel dan jagung manis. Sampel dihaluskan
terlebih dahulu untuk memperbesar lusa permukaan dan memperkecil partikel sehingga
proses ekstraksi diharapkan lebih maksimal karena semakin banyak bagian sampel yang
terekstrak dengan reagen yang ditambahkan. Setelah itu masing-masing sampel yang
sudah dihaluskan diambil dan ditimbang sebanyak 3 gram dengan timbangan analitik.
Kemudian masing-masing sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan
ditambahkan 20 ml PE-aseton (1:1) yang berfungsi untuk mengekstrak sampel.
Selanjutnya erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil untuk mencegah penguapan PEaseton (1:1) lalu diletakkan ke dalam shieve shaker selama 15 menit agar sampel dan
reagen homogen serta mempercepat ekstraksi sampel. Setelah itu filtrat disaring ke
erlenmeyer lainnya menggunakan kertas saring yang diletakkan di atas corong kaca.
Dalam penyaringan tersebut didapatkan filtrat yang jernih bebas residu. Setelah
penyaringan tersebut, residu dalam erlenmeyer ditambah lagi dengan PE-aseton (1:1)
12

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
untuk mengekstrak lagi beta karoten yang masih tersisa pada residu. Proses ekstraksi
tersebut dilakukan sebanyak 3x agar proses ekstraksi yang didapatkan bisa maksimal.
Selanjutnya filtrat dalam erlenmeyer dicuci dengan PE-aseton (1:1) untuk
pengenceran sampai volume 100 ml dalam erlenmeyer. Setelah proses ekstraksi selesai,
kemudian diambil 25 ml filtrat dan dimasukkan ke dalam corong pemisah. Lalu
ditambahkan 25 ml aquades dalam corong pemisah tersebut lalu dikocok. Penambahan
aquades tersebut berfungsi untuk mengikat fase polar, sedangkan pengocokan
dilakukan agar aquades dan filtrat bercampur. Pengocokan dilakukan sampai tidak ada
tekanan dalam corong pemisah yang ditandai dengan tidak ada bunyi ketika kran corong
pemisah dibuka. Kemudian dibiarkan sampai terjadi pemisahan dimana senyawa polar
akan terikat dengan aquades yang berada pada bagian bawah corong pemisah,
sedangkan senyawa non-polar akan berada pada bagian atas corong pemisah. Lapisan
pada bagian bawah yang berupa aseton dan air dialirkan keluar dari corong pemisah
melalui kran corong dan dibuang sehingga didapatkan lapisan berupa senyawa nonpolar
(fase eter). Fase eter tersebut kemudian ditambah lagi dengan 25 ml aquades dan
dikocok kembali lalu dibiarkan sampai terjadi pemisahan kembali. Setelah terjadi
pemisahan, lapisah bawah berupa air dan aseton dialirkan keluar dari corong pemisah
dan dibuang. Sementara lapisan atas berupa senyawa nonpolar diambil dan dimasukkan
ke dalam beaker glass lalu ditutup dengan alumunium foil yang selanjutnya dilakukan
penetapan kadar beta karoten dari masing-masing sampel.
c) Penentuan Kadar -karoten
Fase eter yang telah didapatkan dari proses ekstraksi sampel dalam erlenmeyer
kemudian ditambahkan 1 gram Na2SO4 yang berfungsi untuk mengikat fase polar
(aquades) yang masih tersisa. Setelah itu diaduk dan dimasukkan dalam gelas ukur
sebagai volume masuk kolom. Kemudian dimasukkan dalam kolom kromatografi dan
ditambahkan larutan PE-aseton (10:1). Penambahan larutan PE-aseton (10:1) tersebut
berfungsi sebagai fase mobil yang mengelusi senyawa nonpolar dan mengekstrak
karoten dalam sampel. lalu ditunggu sampai terjadi pemisahan antara komponen polar
dan nonpolar dalam kolom kromatografi. Proses pemisahan dapat dipercepat dengan
memberikan tekanan udara dari bagian atas kolom dengan cara menutup kolom dengan
plastik dan karet. Komponen non-polar berupa beta karoten akan terelusi sampai bagian
bawah kolom lalu turun ke dalam tabung penampung atau labu ukur. Setelah semua beta
karoten tertampung dalam labu ukur, selanjutnya labu ukur dipindahkan dan beta
karoten yang didapatkan diencerkan dengan PE-aseton (10:1) untuk mengikat senyawa
nonpolar beta karoten. Setelah itu diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 450 nm. Lalu dibuat kurva standar yang sebelumnya telah
diketahui nilai absorbansi dan konsentrasi. Selanjutnya dihitung kadar beta karoten
13

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
menggunakan rumus yang telah tersedia sehingga didapatkan kadar beta karoten dari
masing-masing sampel dalam mg/100g.
3. Analisis Hasil Kromatografi Kolom
Dari hasil percobaan dengan metode kromatografi kolom maka didapatkan kadar
beta karoten masing-masing sampel dari proses pemisahan. Selama proses kromatografi
kolom terjadi pemisahan beta karoten dari sampel dimana beta karoten yang didapatkan
tersebut diukur absorbansinya dengan spektrofotometer yang nantinya akan diketahui
konsentrasi. Sampel yang dilakukan dalam percobaan yaitu wortel dan jagung manis.
Namun yang dibahas kali ini tidak hanya 2 sampel tersebut melainkan juga sampel
brokoli dan paprika kuning dimana data diperoleh dari praktikum kelas sebelumnya.
Pada sampel wortel didapatkan berat sampel sebanyak 3,0353 gram, volume yang
masuk kolom sebesar 9 ml, volume keluar kolom sebesar 25 ml, absorbansi yang terukur
sebesar 1,172, dan kadar beta karoten yang didapatkan dari sampel wortel sebesar
432,43 mg/100g. Dari percobaan tersebut absorbansi yang terukur sangat besar
sehingga kadar beta karoten pada sampel wortel yang terhitung juga tinggi. Jika
dibandingkan dengan literatur maka hasil yang didapatkan sangat berbeda. Menurut
Park (2007), kadar beta karoten pada wortel segar yaitu sebesar 989 g/gr atau setara
dengan 98,9 mg/100g. Kadar beta karoten yang didapatkan dari literatur jauh lebih
rendah dibandingkan dengan kadar beta karoten dari percobaan yang dilakukan yaitu
sebesar 432,43 mg/100g.
Pada sampel jagung manis didapatkan berat sampel sebanyak 3,0093 gram, volume
yang masuk kolom sebesar 9 ml, volume keluar kolom sebesar 25 ml, absorbansi yang
terukur sebesar 0,103, dan kadar beta karoten yang didapatkan dari sampel jagung
manis sebesar 44,28 mg/100g. Dari percobaan tersebut absorbansi yang terukur rendah
sehingga kadar beta karoten pada sampel jagung manis yang terhitung juga rendah. Jika
dibandingkan dengan literatur maka hasil yang didapatkan sangat berbeda. Menurut
Safawo (2010), kadar beta karoten pada jagung manis yaitu sebesar 5,8 g/gr atau setara
dengan 0,58 mg/100g. Kadar beta karoten yang didapatkan dari literatur jauh lebih
rendah dibandingkan dengan kadar beta karoten dari percobaan yang dilakukan yaitu
sebesar 44,28 mg/100g.
Pada sampel brokoli didapatkan berat sampel sebanyak 3,0216 gram, volume yang
masuk kolom sebesar 10 ml, volume keluar kolom sebesar 25 ml, absorbansi yang
terukur sebesar 0,129, dan kadar beta karoten yang didapatkan dari sampel brokoli
sebesar 58,42 mg/100g. Dari percobaan tersebut absorbansi yang terukur rendah
sehingga kadar beta karoten pada sampel brokoli yang terhitung juga rendah. Jika
dibandingkan dengan literatur maka hasil yang didapatkan sangat berbeda. Menurut
14

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
Howard (2009), kadar beta karoten pada brokoli segar yaitu sebesar 361 g/100gr atau
setara dengan 0,361 mg/100g. Kadar beta karoten yang didapatkan dari literatur jauh
lebih rendah dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan yaitu sebesar 58,42
mg/100g.
Pada sampel paprika kuning didapatkan berat sampel sebanyak 3,0134 gram,
volume yang masuk kolom sebesar 8 ml, volume keluar kolom sebesar 25 ml, absorbansi
yang terukur sebesar 0,180, dan kadar beta karoten yang didapatkan dari sampel
paprika kuning sebesar 86,59 mg/100g. Dari percobaan tersebut absorbansi yang
terukur cukup rendah sehingga kadar beta karoten pada sampel paprika yang terhitung
juga cukup rendah. Jika dibandingkan dengan literatur maka hasil yang didapatkan
sangat berbeda. Menurut Kan et.al (2007), kadar beta karoten pada paprika kuning yang
disimpan pada suhu rendah (10oC) yaitu sebesar 43,9 g/gr atau setara dengan 0,439
mg/100g. Kadar beta karoten yang didapatkan dari literatur jauh lebih rendah
dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan yaitu sebesar 86,59 mg/100g.
Jika diurutkan kadar beta karoten masing-masing sampel dari yang tertinggi
sampai terendah yaitu (1) kadar beta karoten paling tinggi terdapat pada wortel dengan
beta karoten sebesar 432,43 mg/100g, (2) kadar beta karoten pada paprika kuning
sebesar 86,59 mg/100g, (3) kadar beta karoten pada brokoli sebesar 58,42 mg/100g, (4)
dan yang terendah terdapat pada jagung manis dengan kadar beta karoten sebesar 44,38
mg/100g. Dari keempat sampel tersebut kadar beta karoten yang paling tinggi yaitu
pada wortel yaitu sebesar 432,43 mg/100g. Hal tersebut juga telah sesuai dengan
beberapa literatur pada masing-masing sampel yang menyatakan bahwa kadar tertinggi
diantara keempat sampel yaitu pada wortel dengan kadar beta karoten sebesar 989
g/gr atau setara dengan 98,9 mg/100g (Park, 2007).
Menurut Rachman & Histifarina (2010), wortel merupakan salah satu jenis sayuran
yang bernilai gizi cukup tinggi, terutama kandungan senyawa karoten yaitu alfa dan beta
karoten. Kedua senyawa ini merupakan sumber provitamin A dan prekursor vitamin A.
Adanya kandungan beta karoten yang cukup tinggi menjadikan wortel mempunyai
prospek yang baik sebagai sumber provitamin A untuk mencegah penyakit kekurangan
vitamin A yang masih banyak diderita oleh sebagian masyarakat Indonesia. Di dalam
tubuh beta karoten akan diubah menjadi vitamin A yang bermanfaat bagi kesehatan
tubuh untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh terutama penglihatan (mata),
reproduksi, perkembangan janin serta untuk mengurangi resiko timbulnya penyakit
kanker dan hati.
Dari data percobaan yang telah diperoleh menunjukkan bahwa adanya perbedaan
kadar beta karoten yang sangat jauh dengan data dari literatur. Perbedaan yang paling

15

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
menonjol yaitu pada sampel wortel dimana pada percobaan sebesar 432,43 mg/100g
sedang pada literatur sebesar 98,9 mg/100g. Perbedaan juga terjadi pada pengurutan
kadar beta karoten dari yang tertinggi sampai terendah dimana pada hasil percobaan
jika diurutkan yaitu mulai dari wortel, paprika kuning, brokoli, dan jagung manis.
Sedangkan menurut literatur urutan kadar beta karoten dari yang tertinggi sampai
terendah yaitu mulai dari wortel, jagung manis, paprika kuning, dan brokoli.
Perbedaan tersebut disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya yaitu karena
perbedaan varietas sampel. Varietas yang berbeda antara sampel percobaan dengan
literatur membuat perbedaan kandungan nilai gizi atau nutrisi di dalamnya termasuk
kandungan beta karoten. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada literatur, menurut Safawo
(2010), dengan sampel jagung dimana pada varietas jagung UMI 176 dengan warna
kuning mempunyai kandungan beta karoten sebesar 5,8 g/gr, sedangkan pada varietas
UMI 69 yang berwarna orange mempunyai kadar beta karoten yang lebih rendah yaitu
sebesar 0,78 g/gr. Selain itu perbedaan juga terjadi karena perbedaan suhu
penyimpanan dan tingkat kematangan. Untuk faktor suhu penyimpanan dapat
ditunjukkan pada literatur, menurut Kan et.al (2007), dengan sampel paprika kuning yang
disimpan pada suhu rendah (10oC) mempunyai kadar beta karoten sebesar 43,9 g/g,
sedangkan pada paprika kuning yang disimpan pada suhu ruang (20oC) mempunyai
kadar beta karoten yang lebih rendah yaitu sebesar 15,6 g/g.
Perbedaan lain dapat disebabkan pada saat proses ekstraksi beta karoten masingmasing sampel dalam kolom kromatografi. Secara umum, faktor yang mempengaruhi
analisis beta karoten dengan metode kromatografi kolom antara lain: jenis pelarut, jenis
sampel, jenis adsorben, dan jenis penyaringan. (1) Jenis Pelarut: pelarut yang digunakan
harus sesuai dengan sampel yang akan dianalisis. Bila senyawa yang ingin dipisahkan
untuk analisis bersifat nonpolar, maka jenis pelarut yang digunakan juga pelarut yang
bersifat nonpolar. (2) Jenis Sampel: sampel yang berbeda akan menyebabkan
perbedaan kandungan nilai gizi terutama kadar beta karoten yang kan dianalisis dengan
teknik pemisahan kromatografi kolom. (3) Jenis Adsorben: jenis adsorben yang
digunakan juga harus sesuai denagn sampel yang akan dianalisis atau dipisahkan. Jenis
adsorben sangat berpengaruh karena bertindak sebagai fase stationer atau fase diam
dalam kromatografi kolom yang akan menahan atau mengadsobsi komponen senyawa
yang bersifat polar. (4) Jenis Penyaringan: penyaringan awal harus dilakukan dengan
cermat untuk mendapatkan filtrat yang bebas dari zat pengotor atau senyawa lain yang
akan mengganggu proses pemisahan dalam kolom kromatografi.

16

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
4. Kurva Standar

Kurva Standar
0.350

y = 0.255x - 0.033
R = 0.728

0.300
Absorbansi

0.250
0.200
0.150

Series1

0.100

Linear (Series1)

0.050
0.000
-0.0500.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200
-0.100

Konsentrasi

Berdasarkan kurva standar tersebut didapatkan persamaan regresi linear y =


0,255x -0,033 dengan R2 sebesar 0,728. Nilai R2 yang didapatkan kurang dari nilai
minimum R2 pada persamaan regresi linear, dimana nilai R2 minimal 0,9 yang akan
menunjukkan tingkat akurasi dan presisi data yang diperoleh, selain itu akan
menunjukkan garis yang semakin linear. Jika nilai R 2 sebesar 0,728 maka data yang
diperoleh kurang linear dan kurang presisi dimana perbedaan yang jauh terjadi antara
absorbansi pada konsentrasi 0,8 yaitu 0,1 dengan absorbansi pada konsentrasi 1,0 yaitu
0,312, hal tersebut dapat ditunjukkan pada kurva yang meningkat secara tajam. Dari
kurva standar tersebut juga menunjukkan bahwa kurva yang didapatkan terus
meningkat. Dimana peningkatan konsentrasi beta karoten (x) berbanding lurus dengan
nilai absorbansi (y) yang diperoleh. Semakin tinggi konsentrasi larutan sampel maka
akan semakin tinggi pula nilai absorbansi yang didapatkan. Menurut Kusmiati (2010),
kurva standar beta karoten yang didapatkan yaitu dengan persamaan regresi linear y =
0,177x - 0,003 dengan R2 sebesar 0,974. Kurva standar tersebut sudah bagus karena
memiliki nilai R2 lebih dari 0,9 yang menunjukkan bahwa data yang diperoleh akurat dan
presisi sehingga membentuk kurva yang lebih linear.

17

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan Kromatografi yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa prinsip dari kromatografi yaitu memisahkan komponen secara selektif
berdasarkan sifat fisik adsobs dengan fase stationer berupa adsorben alumina yang
mengisi kolom dan fase mobil PE-aseton (10:1) untuk mengelusi atau mengikat senyawa
nonpolar. Rumus yang digunakan yaitu y = ax +b; Kadar -karoten =
dimana FP =

Data yang didapatkan yaitu dengan persamaan regresi y=0,255x-0,033. Kadar beta
karoten yang didapatkan pada sampel paprika kuning yaitu 86,59 mg/100g, kadar beta
karoten yang didapatkan pada sampel wortel yaitu 432,43 mg/100g, kadar beta karoten
yang didapatkan pada sampel brokoli yaitu 58,42 mg/100g, kadar beta karoten yang
didapatkan pada sampel jagung manis yaitu 44,28 mg/100g. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam percobaan ini yaitu jenis sampel, jenis pelarut, jenis adsorben,
dan jenis penyaringan.

18

Wahyu Erwin Firmansyah


THP-FTP-UB-2014
DAFTAR PUSTAKA
Gritter, R., dkk. 2004. Pengantar Kromatografi Edisi kedua. Bandung: ITB
Howard, L.A., et.al. 2009. -Carotene and Ascorbic Acid Retention in Fresh and Processed
Vegetables. Journal of Food Science, Volume 64, No.5 : 929-936
Iskandar, A. 2007. Proses Pembuatan Tepung Jagung. http://eprints.undip.ac.id. Diakses
Tanggal 22 Mei 2014
Kan, Elena,E.L., et.al. 2007. Changes in the Postharvest Quality of Datil Hot Peppers as
Affected by Storage Temperature. Proc Fla State Horticulture, 120 : 246-250
Kurniasih, S. 2011. Pemanfaatan Brokoli sebagai Antioksidan. http://repository.usu.ac.id.
Diakses Tanggal 22 Mei 2014
Kusmiati, dkk. 2010. Ekstraksi dan Purifikasi Senyawa Lutein dari Mikroalga Chlorella
pyrenoidosa Galur Lokal Ink. Jurnal Kimia Indonesia, Vol.5 (1) Hal.30-34
Rachman, A. & Histifarina, D. 2010. Potensi Sayuran Wortel dan Produk Olahannya
sebagai Pangan Fungsional. http://journal.unnes.ac.id. Diakses Tanggal 22 Mei
2014
Usmiati, dkk. 2009. Pengembangan produk Pangan Berbahan Baku Labu Kuning. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian
Khopkar, SM. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press
Noviyanti, l. 2010. Modifikasi Teknik Kromatografi Kolom Untuk Pemisahan Trigliserida dari
Ekstrak Buah Merah. Surakart: Universitas Sebelas Maret
Park, Y. W. 2007. Effect of Freezing, Thawing, Drying, and Cooking on Carotene Retention
in Carrots, Broccoli, and Spinach. Journal of Food Science, Volume 52, No.4 : 10221025
Safawo, T., et.al. 2010. Exploitation of Natural Variability in Maize for -Carotene Content
Using HPLC and Gene Spesific Markers. Electronic Journal of Plant Breeding, 1 (4) :
548-555
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2004. Teknik Pemisahan Kromatografi. Yogyakarta: UGM Press

19

Anda mungkin juga menyukai