Anda di halaman 1dari 22

1

LAPORAN TUTORIAL
BLOK BUDAYA ILMIAH SKENARIO 1
KENAPA BAYIKU TERLAMBAT PERKEMBANGANNYA....?

KELOMPOK 15
RULLY PRASETYO

G0009196

ALEXANDER NUGROHO S W

G0013016

ALIM NUR R

G0013020

AYU LUH RATRI WENING

G0013052

DYAH INASE SOBRI

G0013080

FARAISSA HASANAH

G0013090

FARIS MUWAFFAQ AKMAL

G0013092

GYANITA WINDY HERVINA

G0013104

LAZUARDI S A

G0013134

LUCIA ANINDYA W

G0013140

NADIA RAHMA INDARTI

G0013168

SABRINA DAMATA LUVI

G0013208

SALMA ROMNALIA A

G0013212

TUTOR : JAROT SUBANDONO, dr., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2013

BAB I

PENDAHULUAN
SKENARIO 2:
Kenapa bayiku terlambat perkembangannya....?
Seorang wanita 41 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan bayinya
yang telah berumur 9 bulan belum bisa tengkurap (membalikkan badan). Selain
itu ia juga mengeluhkan bayinya sering mengeluarkan air liur dan kirang respon
jika dirangsang orang sekitarnya. Pada pemeriksaan fisik didapatka flat nose dan
hipotonia pada otot-otot ekstremitas. Dokter menduga bayi tersebut mengalami
gangguan kromosom. Dokter menyarankan pemeriksaan kariotyping.

BAB II
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA
A. Seven Jump
1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario
Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut.
a. Hipotonia
keadaan tonus otot rangka yang berkurang (Dorland)
b. Flat Nose
tulang hidung yang panjangnya tidak sesuai dengan pertambahan CRL
(crown rump length) karena keterlambatan osifikasi
(www.med.unhas.ac.id).
c. Kromosom
Struktur di sel nukleus yang mengandung DNA (Dorland)
d. Kariotyping
Dalam bentuk formal gambaran simbolik berupa nomor,
huruf satu set kromosom dari suatu individu, jaringan
atau serangkaian sel (Dorland). Adalah prosedur
pemisahan/analisis kromosom yang difoto pada saat
metafase (Ronald)
e. Tonus
Kontraksi Otot yang ringan pada otot yang
mempertahankan postur dan pengembalian darah ke
jantung (Dorland)
2. Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan
Permasalahan dalam skenario ini adalah sebagai berikut.
a. Apa saja macam-macam gangguan pada kromosom dan
penyakitnya?
b. Apa itu kromosom?
c. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan gangguan
kromosom dan penyebab terjadinya flat nose dan
hipotonia?
d. Apa hubungan flat nose dan hipotonia dengan keadaan
bayi di skenario?

e. Apa pemeriksaan karyotyping yang tepat untuk kasus


tersebut? Dan Bagaimanakah secara sistematis
pemeriksaan karyotyping?
f. Bagaimana tumbuh kembang normal bayi pada usia 9
bulan, seharusnya tengkurap pada berapa bulan?
g. Apa hubungan bayi yang sering mengeluarkan air liur dan
kurang respons dengan gangguan kromosom?
h. Adakah hubungan usia ibu saat hamil dengan
perkembangan janinnya?
i. Bagaimana pembelahan sel?
3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan
sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
Analisis sementara oleh kelompok kami mengenai permasalahan
yang disebutkan dalam langkah II adalah:
a. Kromosom adalah struktur dalam inti sel yang terdiri dari DNA yang
terikat dengan histon dan protein lain. Struktur protein kromosom
memungkinkan untuk aktivasi selektif (gen ditranskripsi menjadi
protein) atau inaktivasi (gen tidak diungkapkan), dan dengan demikian
untuk ekspresi diferensial dari genom dalam jenis sel yang berbeda dan
ekspresi gen dalam urutan yang tepat selama perkembangan organisme
atau pada berbagai kondisi metabolik.
Kromosom hadir dalam pasangan, yang diwarisi dari ibu (telur) dan
yang lainnya dari ayah (sperma). Jadi, sel-sel somatik normal
membawa dua versi gen (alela) yang biasanya sedikit berbeda dan
disebut diploid, sedangkan sel germinal disebut haploid. Sel manusia
normal mengandung 46 kromosom (22 pasang autosom dan 2
kromosom seks). Fungsi kromosom adalah untuk membawa informasi
genetik (Kamus Kesehatan.com).
b. Kromosom dapat mengalami kelainan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya kelainan pada kromosom
seseorang antara lain:

1) Karier
2) Spontan saat pada reproduksi
3) Usia ibu hamil
c. Pada dasarnya, kelainan pada kromosom dibedakan
menjadi 2, kelainan numerik dan kelainan sturktural.
1) Kelainan numerik.
Kelainan numerik terjadi apabila terjadi pengurangan
atau penambahan pada jumlah kromosom yang
seharusnya berjumlah satu pasang menjadi lebih dari
satu pasang. Kelainan numerik dibedakan menjadi 2,
aneuploidi dan poliploidi. Aneuploidi sendiri
dibedakan menjadi 2, monosomi (2n-1) dan trisomi
(2n+1). Pada penderita monosomi autosom
(kromosom tubuh) biasanya akan mengalami abortus
spontan sedangkan pada penderita monosomi
gonosom (kromosom seks) bisa bertahan hidup
hingga dewasa. Pun pada penderita trisomi juga
dapat bertahan hidup. Pada penderita poliploidi akan
mengalami kejadian yang sama dengan penderita
monosomi autosom, yakni mengalami abortus
spontan.
2) Kelainan struktural
Kelainan struktural dapat terjadi karena delesi,
duplikasi, translokasi, inversi.
Sedangkan kelainan pada kromosom menurut
kromosom yang terkena dibedakan menjadi 2, yakni
kelainan pada kromosom tubuh (autosom) dan kelainan
pada kromosom seks (gonosom)
Contoh kelainan pada autosom :
1) Sindrom Patau
Ciri: kepala kecil, mata kecil, tuli, polidaktil,
pertumbuhan mental terbelakang, rata-rata
penderita hanya dapat bertahan hidup hingga 3 hari.

Kariotipe: 47XX +13, 46XX/47 XX +13 (Mosaic) 46XX


+13 der(13;14)(q10;q10) (translokasi)
2) Sindrom Edward
Ciri : kelainan pada banyak alat tubuh, telinga
rendah, rahang bawah rendah, mulut kecil, tuna
mental, tulang dada pendek, malformasi ginjal ,pada
kehamilan kadang terjadi polyhidramnion.

Kariotipe: 47 XX +18 atau 46/47XX +18 (tipe mosaic)

3) Sindrom Down
Terjadi karena meiotic/mitotic nondisjunction
kromosom 21
Kebanyakan terjadi karena abnormalitas ovum
(maternal origin)
Ciri: IQ rendah, tubuh pendek, kepala lebar, wajah
membulat, kelopak mata memiliki lipatan epikantus
mirip orang oriental, mulut selalu terbuka
Kariotipe : Perempuan = 47,XX, +21 Laki-laki = 47,XY,
+21
Kelainan pada gonosom
1) Sindrom Turner
Penderita wanita dengan ciri : kehilangan 1
kromosom X, gonad tidak berfungsi dengan baik,
tidak memiliki ovarium atau uterus, tubuh pendek,
tidak punya lipatan pada leher, wajah menyerupai
anak kecil, dada berukuran kecil, formula kromosom
45,XO, biasanya lethal dalam uterus namun
kompatibel dan dapat bertahan setelah kelahiran
(99% abortus spontan)
Kariotipe: 45,X0
2) Sindrom Jacob
Ciri karakteristik : agresif, suka berbuat jahat serta
melanggar hukum, abnormalitas pada alat genitalia luar
dan dalam, namun tidak menimbulkan anomali pada
tubuh
Kariotipe: 47,XYY

3) Sindrom Klinefelter

Penderita pria dengan ciri seperti wanita : tumbuhnya


payudara, pertumbuhan rambut kurang, lengan dan
kaki ekstrim panjang sehingga seluruh tubuh nampak
tinggi, suara tinggi seperti wanita, testis kecil.
genitalia eksterna tampak normal tetapi spermatozoa
biasanya tidak dibentuk sehingga individu bersifat
steril
Kariotipe : 47,XXY
d.
e. Untuk melakukan karyotyping langkah yang ditempuh
pertama adalah memberi PHA agar sel masuk ke fase S.
Selanjutnya setelah sampai di fase metafase sel diberi
kolkisin yang berfungsi untuk menahan sel tetap berada
dalam keadaan metafase. Kemudian sel diberi larutan
hipotonik yang berguna supaya sel bengkak dan pecah.
Setelah itu pindahkan pada slide glass, beri pewarna
(Giemsa), terakhir digambar.
Pemeriksaan karyotyping dibedakan menjadi 3 macam.
Yakni teknik Flourescence In Situ Hybridization (FISH),
multiple color, dan Comparitive Genomic Hybridization
(CGH) (Fahey. 2005). Untuk metode apa yang paling
sesuai dengan skenario 2 tidak bisa ditentukan karena
semua metode bisa digunakan. Selain itu, karena
karyotyping berguna untuk melihat gambaran
kromosom serta kelainan padanya (jika ada) maka
prosedur yang benar adalah melakukan karyotyping
dulu untuk mengetahui keabnormalan kromosom baru
dapat melakukan diagnosis kepada penderita.
f. Usia 0 1 Bulan -> belum bisa apa-apa
Usia 2 3 bulan -> tengkurap
Usia 3 4 bulan -> duduk
Usia 7 9 bulan -> Belajar Bicara
Usia 9 bulan keatas -> Berdiri dan Berjalan

Jadi, seharusnya bayi pada kasus di skenario 2 sudah


bisa tengkurap pada usia 2-3 bulan. Tetapi karena dia
mengalami kelainan pada kromosomnya maka tumbuh
kembangnya menjadi terganggu sehingga mengalami
keterlambatan perkembangan.
g. Pengeluaran air liur yang berlebihan (drooling) bisa
dikarenakan produksi air liur tersebut yang melampaui
batas atau bisa juga karena air liur yang diproduksi tidak
dapat ditelan. Kondisi abnormal ini bisa diakibatkan
karena adanya gangguan pada sistem saraf atau
gangguan pada koordinasi otot pada oral cavity.
Faktor-faktor yang merangsang produksi air liur, antara
lain rasa, benda-benda yang dimasukkan di mulut, dan
sinyal-sinyal saraf.
h. Usia seorang ibu saat hamil sangat mempengaruhi
perkembangan janinnya. Ibu yang hamil pada usia lebih
dari 35 tahun memiliki risiko anaknya terkena Sindrom
Down lebih besar daripada ibu yang hamil pada usia
kurang dari 35 tahun. Alasannya pada ibu hamil yang
berusia lebih dari 35 tahun telah terjadi perubahan
hormon

karena

menyebabkan

penuaan.
degradasi

Perubahan
kemampuan

hormon
sel

ini

untuk

membelah. Hal ini bisa menyebabkan nondisjuction


pada saat meosis dan dapat mengakibatkan anak yang
dikandung terkena Sindrom Down.
i. Pembelahan
sel
dibedakan
menjadi

2,

yakni

pembelahan sel secara langsung dan tidak langsung.


1) Secara langsung
Tidak melalui pembentukan gelondong pembelahan
dan penampakan kromosom (amitosis).
2) Secara tidak langsung

Melalui pembentukan gelondong pembelahan dan


penampakan kromosom. Pembelahan secara tidak
langsung dibedakan menjadi 2, yaitu:
a) Mitosis terjadi pada autosom yang menghasilkan
dua sel anakan yang sama persis dengan sel
induknya.
b) Meiosis terjadi pada gonosom
4. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan
sementara mengenai permasalahan pada langkah III.
Pembelahan sel

Penyebab pembelahan tidak normal

Tidak Normal

Normal

Perkembangan Terhambat

Perkembangan Bayi

Syndrome

Air Liur
Flat Nose
Hipotonia
Kurang Respon

Pemeriksaan Kariotyping

5. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran

10

a. Mengetahui apakah usia ibu hamil dapat mempengaruhi


kelainan kromosom pada bayi.
b. Mengetahui teknik kariotyping yang tepat diaplikasikan
pada kasus skenario.
c. Penggolongan usia bayi.
d. Menjelaskan proses pembelahan sel secara meiosis.
e. Menjelaskan hubungan air liur dengan gangguan
kromosom.
6. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru
7. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru
yang diperoleh
Pada ibu hamil yang berusia lebih dari 35 tahun, risiko terjadinya
kelainan kromosom pada bayi lebih besar. Hal ini disebabkan oleh adanya
risiko:
a. Infertility, ketika usia seorang wanita semakin tua, maka kesempatan
mendapat anak akan semakin kecil, hal ini disebabkan karena sel telur
yang semakin tua akan mulai kehilangan kesuburannya.
b. Menambah resiko gangguan genetik, ketika usia sudah semakin tua,
maka sel telur wanita tidak akan sebaik dulu lagi. Hal ini menyebabkan
pada saat sel telur membelah nantinya tidak akan sempurna. Hal ini bisa
berakibat pada penyakit genetik seperti syndrome down.
c. Keguguran, pada usia diatas 35 tahun resiko keguguran akan menjadi dua
kali lebih besar dari wanita pada usia normal
d. Masalah kesehatan saat hamil, hal ini berkaitan dengan penyakit seperti
diabetes dan hipertensi. Karena resiko penyakit ini pada ibu hamil diatas
35 tahun pasti lebih besar sehingga bisa menunurun kepada bayinya dan
menyebabkan obesitas.
e. Pre-eclampsia, komplikasi yang terjadi saat kehamilan seperti stroke
f. Masalah saat melahirkan, tahapan dalam saat melahirkan akan menjadi
lebih lama dan dapat menyebabkan stress
g. Multiple birth, kehamilan di atas 35 tahun akan meningkatkan
kesempatan untuk memperoleh bayi kembar atau lebih dari satu.
(http://umm.edu/health/medical/pregnancy/specialcare-pregnancies/laterage-pregnancy)

11

Pengaruhnya terhadap kromosom bayi sendiri adalah ketika fase


rekombinan meiosis seiring bertambahnya usia. Meiosis pada sel telur
terjadi dalam dua tahap, pada usia muda meiosis dapat berjalan dengan
sempurna, namun semakin bertambahnya usia, meiosis akan mulai rentan
terjadi sehingga menyebabkan crossing over yang tidak sempurna sehingga
terjadi kelainan genetik, ini juga disebabkan oleh toksik yang terkumpul
pada sel telur yang telah lama disimpan dan berpengaruh pada meiosis. Hal
ini berkaitan dengan terjadinya kelainan seperti syndrome down. (Hassold
dan Lamb, 2004)

Pengamatan pada pembuahan in vitro juga membuktikan bahwa


gelendong meiosis manusia bersifat tidak stabil dan juga sangat peka
terhadap pengaruh eksternal. Struktur meiosis yang disebut spindles
menjadi semakin rapuh seiring dengan meningkatnya usia ibu yang
bersangkutan (Coad dan Melvyn, 2007).
Namun, semua itu pada akhirnya bergantung dari kehidupan sosial
ekonomi dan pendidikan ibu hamil itu sendiri, karena pendidikan dan sosial
ekonomi adalah faktor pengaruh yang terbesar.
Untuk mengetahui adanya kelainan kromosom, dapat dilakukan
karyotyping. Pemeriksaan karyotyping dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Multicolor Karyotyping (Spectral and Color Changing Karyotyping)
untuk mengidentifikasi kromosom pada fase metaphase berdasarkan
warna yang berbeda
b. Fluorescence in Situ Hybridization (FISH) untuk pemetaan gen dan
mendeteksi gangguan pada kromosom seperti delesi dan translokasi
c. Comparitive Genomic Hybridization (CGH) metode molekuler-sitogenik
yang digunakan untuk analisis DNA yang berkonten sel tumor
(Megan Fahey, 2005)
Teknik untuk mendeteksi adanya translokasi pada kromosom yang
dikenal dengan Fluorescence in situ hybridization (FISH) merupakan suatu

12

tehnik pengecatan yang spesifik pada pasangan kromosom dengan bahan


berpendar (fluorescent) untuk memvisualisasi terjadinya translokasi
kromosom secara individual. Tehnik Chromosome Painting ini dilakukan
dengan menggunakan whole chromosome probe berlabel pada sebagian atau
semua kromosom sehingga adanya perpindahan fragmen antar kromosom
dapat dilihat dengan mikroskop epifluorescence. (Zubaidah Alatas, Yanti
Lusiyanti, Iwiq Indrawati, 2007)
Metode lain yang dapat digunakan adalah DNA Microarray. DNA
Microarray adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisa
ekspresi gen dalam jumlah besar secara simultan dan dalam satu kali
eksperimen saja metode ini dapat menyaring ribuan gen, metode ini juga
dapat digunakan untuk memahami atau mengetahui bagaimana lingkungan
kondisi sekitar mempengaruhi ekspresi gen. (Adis, 2012)
Selain karyotyping, terdapat prosedur standar untuk ibu hamil untuk
mengetahui penyakit herediter anak yang akan dilahirkan atau yang biasa
disebut

sebagai

prenatal

skrining.

Skrining

prenatal

sering

direkomendasikan untuk wanita hamil di atas usia 35 atau orang tua yang
memiliki riwayat penyakit genetik.

Terdapat dua pilihan skrining yang

berbeda, yaitu Skrining pada trimester pertama dan skrining pada trimester
kedua.
Pada awal 1990-an, studi menunjukkan bahwa peningkatan jumlah
cairan di belakang leher janin ( disebut sebagai tembus nuchal ) berkaitan
dengan kelainan kromosom janin. Dalam studi berikutnya, tingkat deteksi
trisomi 21 , berdasarkan usia ibu dan pengukuran tembus nuchal , telah
berkisar 72-77 % , sekitar 1 dari setiap 20 wanita disaring memiliki tes
positif (tingkat skrining positif dari 5 % ) dan membutuhkan pemeriksaan
lanjutan. Peningkatan tembus nuchal juga telah dilaporkan berhubungan
dengan kelainan kromosom lain (termasuk trisomi 18 dan trisomi 13 ,
sindrom Turner [ 45 , X] , dan triploidi ) serta banyak kelainan genetik dan
anomali struktural janin ( khususnya, cacat jantung bawaan ). Sebuah
pendekatan untuk skrining trimester pertama yang menggabungkan

13

pengukuran dua penanda biokimia - kehamilan terkait plasma protein A


( PAPP - A ) dan hCG - dengan pengukuran tembus nuchal meningkatkan
sensitivitas skrining trimester pertama dan menurunkan tingkat skrining
positif terkait dengan pengukuran tembus nuchal saja. (Driscoll dan Gross,
2009).
Pada awal 1980-an, pengukuran kadar alpha - fetoprotein ibu selama
trimester kedua diperkenalkan untuk memperbaiki perkiraan risiko memiliki
anak dengan sindrom Down berdasarkan usia ibu. Awalnya, skrining
tersebut ditujukan untuk wanita yang lebih muda dari 35 tahun yang tidak
dinyatakan ditawarkan tes diagnostik . Namun, pengukuran tambahan
penanda biokimia - termasuk human chorionic gonadotropin ( hCG ) ,
estriol nonkonjugasi , dan ,baru-baru ini , inhibin A - secara dramatis
meningkatkan tingkat deteksi aneuploidi janin , menjadikan skrining
noninvasif pendekatan yang masuk akal pada wanita 35 tahun atau lebih.
Biasanya, trisomi 21 berhubungan dengan level hCG dan inhibin A yang
tinggi selama kehamilan serta kadar alpha- fetoprotein dan estriol
nonkonjugasi yang rendah. Pengujian untuk kombinasi penanda, yang
disebut quadruple screening, memiliki tingkat deteksi 80% untuk terisomi
21 pada tingkat skrining positif dari 5% (tingkat pada atau di bawah tingkat
ini dianggap dapat diterima untuk skrining aneuploidi), tingkat deteksi
(berdasarkan hCG, alpha-fetoprotein, dan estriol, yang biasanya semua
rendah) adalah serupa untuk trisomi 18.7,8 Kebanyakan tapi tidak semua
tingkat skrining positif terkait dengan hasil positif palsu (Driscoll dan
Gross, 2009).
Down syndrome menujukkan tanda-tanda sejak baru dilahirkan
berupa abnormalitas fisik, salah satu penanda down syndrome adalah
terhambatnya perkembangan sejak masih bayi. Bayi baru lahir (neonatus)
dan bayi memiliki batasan konsep yang berbeda.
Neonatus atau bayi baru lahir adalah mulai dari lahir sampai usia
satu bulan periode neonatal atau neonatus adalah bulan pertama selama
periode neonatal bayi mengalami pertumbuhan dan perubahan yang amat

14

menakjubkan (Hamilton, 1995) Menurut Wong (2003) neonatus adalah bayi


dari lahir sampai usia 4 minggu dan biasanya lahir dengan usia genetasi 3842 minggu.
Ada beberapa ciri bayi neonatus, yaitu:
a. Masa bayi neonatal merupakan periode yang tersingkat dari semua
periode perkwmbangan. Masa ini hanya dimulai dari kelahiran sampai
tali pusar lepas dari pusarnya.
b. Masa bayi neonatal merupakan masa terjadinya penyesuaian yang
radikal. Masa ini dimana suatu peralihan dari lingkungan dalam ke
lingkungan luar.
c. Masa neonatal merupakan masa terhentinya perkembangan. Ketika
periode prenatal sedang berkembang terhenti pada kelahiran.
d. Masa bayi neonatal merupakan pendahuluan dari perkembangan
selanjutnya. Perkembangan individu dimasa depan akan tampak pada
waktu dilahirkan.
e. Masa bayi neonatal merupakan periode yang berbahaya. Masa ini
berbahaya karena sulitnya menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru.
Pada umumnya, kelainan kromosomal dapat disebabkan oleh non
disjunction selama pembelahan sel, yaiu pada fase mitosis maupun meiosis.
Berikut penjelasan mengenai pembelahan mitosis dan meiosis serta
perbandingan di antara keduanya.
a. Mitosis menghasilkan dua sel anak yang identik, yang memiliki
distribusi organela dan komponen sel yang nyaris sama. Mitosis dan
sitokenesis merupakan fasa mitosis (fase M) pada siklus sel, di mana
sel awal terbagi menjadi dua sel anakan yang memiliki genetik yang
sama dengan sel awal.
b. Mitosis adalah cara reproduksi sel dimana sel membelah melalui
tahap-tahap yang teratur, yaitu profase-metafase-anafase-telofase.
Antara tahap telofase ke tahap profase berikutnya terdapat masa
istirahat sel yang dinarnakan interfase (tahap ini tidak termasuk tahap
pembelahan sel). Pada tahap interfase inti sel melakukan sintesis
bahan-bahan inti.

15

c. Tahap interfase merupakan tahap persiapan yang esensial untuk


pembelahan sel karena pada tahap ini kromosom direplikasi. Saat
pembelahan sel, kromatin dikemas sangat padat/kompak sehingga
tampak sebagai kromosom.
d. Pada tahap profase, nukleolus melebur dan kromatin terkondensasi
menjadi kromosom. Mikrotubulus sitoskeleton berubah fungsi dari
mempertahankan bentuk sel menjadi fungsi membangun spindel
mitotik dari bagian sentrosom (Gambar 1).

Gambar 1. Profase pada pembelahan mitosis


e. Tahap metafase muncul bidang pembelahan (ekuator), kemudian
kromatid menuju bidang pembelahan berderet pada ekuator (Gambar
2).

16

Gambar 2. Metafase pada pembelahan mitosis


f. Anafase dimulai dengan pemisahan kromatid pada sentromernya lalu
kromosom bergerak ke kutub yang berlawanan ( pergerakan ini
dibantu oleh kontraksi benang kromosom dan dorongan benang
interkromosomal ) (Gambar 3).

Gambar 3. Anafase pada pembelahan mitosis


g. Sampai di tahap telofase, kromosom yang telah sampai di kutubnya
mulai memanjang kembali kromatin, anak inti dibentuk kembali,
dinding inti dibentuk kembali dan benang-benang gelendong hilang
(Gambar 4).

Gambar 4. Telofase pada pembelahan mitosis


Meiosis hanya terjadi pada fase reproduksi seksual atau pada
jaringan nuftah. Pada meiosis, terjadi perpasangan dari kromosom homolog
serta terjadi pengurangan jumlah kromosom induk terhadap sel anak.
Disamping itu, pada meiosis terjadi dua kali periode pembelahan sel, yaitu
pembelahan I (meiosis I) dan pembelahan II (meiosis II). Meiosis terbagi

17

menjadi beberapa fase. Fase meiosis I terdiri dari profase 1 (leptonema,


zigonema, pakinema, diplonema, diakinesis), metafase 1, anafase 1, telofase
1. Sedangkan fase meiosis II terdiri dari profase 2, metafase 2, anafase 2,
telofase 2.
Pada akhir profase I terbentuk kromosom homolog yang
berpasangan membentuk tetrad (Gambar 5). Tahap profase I dibagi menjadi:
a. Leptonema : Benang-benag kromatin memendek dan menebal, serta
mudah menyerap zat warna dan membentuk kromosom mengalami
kondensasi.
b. Zigonema : Sentromer membelah menjadi dua dan bergerak kearah kutub
yang berlawanan,sementara itu kromosom homolog saling berpasangan
( sinopsis).
c. Pakinema : Terjadi duplikasi kromosom.
d. Diplonema : Kromosom homolog saling menjauhi, erjadi perlekatan
berbentuk X yang disebut kiasma dan merupakan tempat terjadinya
crossing over.
e. Diakenesis : Terbentuk benang-benang spindel, dua sentriol sampai pada
kutub yang berlawanan, membran inti dan nukleus menghilang.

Gambar 5. Profase I pada meiosis


Pasangan kromosom homolog berderet di daerah ekuator pada
metafase I.(Gambar 6). Sentromer menuju kutub dan mengeluarkan benangbenang spindel.

18

Pada tahap anafase I, kromosom homolog berpisah dan bergerak ke


kutub yang berlawanan. Benang spindel dan seluruh isi sel memanjang ke
arah kutub (Gambar 7).

Gambar 6 dan 7. Metafase I dan Anafase I pada meiosis.


Pembelahan meiosis pertama berakhir ketika kromosom tiba di
kutub yaitu pada fase telofase I. Setiap sel anak sekarang memiliki setengah
jumlah kromosom tetapi masing-masing kromosom terdiri dari sepasang
kromatid. Mikrotubulus yang membentuk jaringan spindel menghilang, dan
membran nuklir baru mengelilingi setiap set haploid. Kromosom kembali
menjadi ke kromatin. Kromatid ibu tetap melekat selama telofase I (Gambar
8).

Gambar 8. Telofase I pada meiosis

19

Setelah tahap telofase I, pembelahan sel memasuki fase meiosis II


yang prosesnya sama dengan pembelahan mitosis, sehingga pada akhir
pembelahan sel meiosis dihasilkan 4 sel anak dengan inti masing-masing
haploid dan bervariasi karena terjadinya crossing over pada profase I. Pada
manusia dan hewan, meiosis terjadi di dalam gonad dan menghasilkan sel
gamet seperti spermatosit atau sel telur. Pada tumbuhan, meiosis terjadi
pada anthers dan ovaries dan menghasiklan meiospora yang perlahan
terdiferensiasi menjadi sel gamet juga.
Normalnya sel membelah seperti yang dijelaskan di atas, apabila
terjadi gangguan atau kesalahan selama pembelahan maka dapat
mengakibatkan adanya kelainan kromosom.
Salah satu kelainan kromosom adalah syndrome down. Biasanya,
penderita syndrome Down sering mengeluarkan air liur atau ludah. Secara
tidak langsung terdapat kaitan antara kelainan kromosom dengan
seringnya drooling pada bayi yang terkena down syndrome. Pada dasarnya
hal ini berkaitan dengan 2 hal yaitu:
a. hipotonia otot
b. gangguan syaraf yang menyebabkan kesulitan ketika menelan
(http://www.nlm.nih.gov)
Kelainan pada kromosom menyebabkan pertumbuhan normal dari
struktur oral maupun fungsinya berubah. Perubahan ini berakibat pada
terlambatnya perkembangan bayi dalam hal berbicara, menelan, dan
mengunyah. Sehingga anak down syndrome akan kesulitan untuk menelan
ludahnya sendiri. Ludah yang tidak tertelan tadi akan terkumpul dalam
mulutnya. Maka Drooling merupakan konsekuensi yang wajar. (Kavanagh
KT, Kahane JC, K ordane B , 1986 dalam M Hennequin 1999)
Selain itu kelainan kromosom juga menyebabkan anak yang terkena
down syndrome mengalami penurunan fungsi otot yang disebut sebagai
hipotonia. Hipotonia akan berakibat pada penurunan koordinasi otot pada

20

otot wajah,lidah maupun bibir. Sehingga kemampuan otot-otot wajah untuk


menjaga agar ludahnya tetap berada di dalam mulut akan terganggu.
Gangguan ini menyebabkan bibir dan otot-otot wajah di sekitarnya tidak
bisa mempertahankan ludah di dalam mulut. Maka bayi down syndrome
akan

terus

mengeluarkan

ludah

dari

mulutnya

(drooling).

(http://www.mayoclinic.com)

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang kami lakukan, kami menyimpulkan bahwa
DNA yang terdapat pada kromosom merupakan bagian yang sangat penting baik
dalam mekanisme pewarisan sifat maupun pengendali sintesis protein. Akan
tetapi, kromosom tersebut dapat mengalami kerusakan yang dikarenakan beberapa
sebab, diantaranya paparan sinar ultraviolet dan berbagai mutagen lain baik yang
bersifat alami maupun kimia serta kerusakan secara spontan pada saat
pembelahan. Kerusakan tersebut dapat terjadi pada autosom dan gonosom.
Kelainan pada autosom lebih berbahaya dibanding kelainan pada gonosom.
Beberapa kelainan autosom bersifat lethal, sedangkan manifestasi kelainan
gonosom lebih ringan dan seringkali berhubungan dengan fungsi reproduksi.
Selain itu, kelainan kromosom juga rentan terjadi pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh
kondisi fisiologis ibu, seperti menurunnya kualitas sel telur dan menurunnya
kemampuan organ-organ reproduksi lain. Untuk mengetahui kelainan kromosom
pada janin, dapat dilakukan prenatal skrining pada trisemester pertama dan

21

kedua , sedangkan untuk memastikan jenis gangguan kromosom pada bayi yang
sudah lahir dapat dilakukan pemeriksaan karyotyping.
Dari kumpulan gejala yang ada pada skenario, kami menyimpulkan bahwa
bayi tersebut menderita syndrome Down dan faktor yang menyebabkan adalah
usia ibu yang terlalu tua saat hamil.

BAB IV
SARAN
Saran terhadap ibu tersebut, sebaiknya dilakukan pemeriksaan karyotyping
untuk memastikan apakah terjadi gangguan kromosom pada anaknya. Hal ini
berkaitan dengan jenis terapi yang bisa diberikan untuk mendukung tumbuh
kembang anak agar bisa seperti anak yang normal.
Kepada calon ibu, kami menyarankan agar benar-benar memperhitungkan
usia pada saat hamil. Kehamilan haruslah direncanakan dengan matang dan jika
perlu dikonsultasikan dengan dokter. Hal ini untuk meminimalisasi kemungkinan
terjadinya kelainan pada bayi yang dilahirkan.
Terakhir, kami menyarankan agar sarana dan prasarana tutorial di gedung
C timur segera ditingkatkan. Kebanyakan ruang tutorial sudah dipasang AC untuk
memberikan suasana nyaman bagi mahasiswa. Akan tetapi, kami harus berpuas
dengan kipas angin yang dengan manis terpasang pada ruang tutorial kami. Hal
ini memberikan suasana yang tidak nyaman. Belum lagi kami harus berkawan
dengan suara pekerja bangunan yang kadang mengganggu. Sunnguh ironi, karena
kami pun membayar UKT sama seperti mereka yang merasakan sejuknya AC dan
nyamannya tutorial tanpa kegaduhan.

22

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai