Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kematian mendadak yang tidak diharapkan dan tidak dapat dijelaskan

ditemukan pada sebagian besar kasus pada praktek kedokteran forensik. Kematian
mendadak yang tidak dijelaskan sering tercatat sebagai kematian karena sebab
yang alami. Para ahli percaya bahwa kebanyakan dari kematian ini dikarenakan
Sudden Death Syndrome (sindroma kematian mendadak) atau Sudden
Cardiac Death (kematian jantung mendadak).1
Penyebab kematian mendadak akibat penyakit

dapat

diklasifikasikan

menurut sistem tubuh, diantaranya sistem kardiovaskular, sistem resprasi, sistem


saraf pusat, sistem hematopoietik, sistem gastrointestinal dan sistem urogenital.
Pada tahun-tahun terakhir ini, penyebab kematian tersering pada kasus kematian
mendadak adalah penyakit kardiovaskular. Penyebab penyakit jantung itu sendiri
bermacam-macam, mulai dari infark miokard, penyakit katup jantung hingga
akibat kelainan genetik seperti pada sindrom marfan.2
Sebuah studi post mortem pada salah satu Rumah Sakit di Dublin,
Connoly Hospital antara Januari 1987 hingga Desember 2001,menyebutkanbahwa
penyebab terbanyak kematian mendadak adalah penyakit Jantung (79%). Di
Indonesia sendiri sulit didapatkan insiden kematian mendadak yang sebenarnya.
Angka yang ada hanyalah jumlah kematian mendadak yang diperiksa di bagian
kedokteran forensik FKUI. Dalam tahun 1990, dari seluruh 2461 kasus,

ditemukan 227 kasus adalah terdiri dari laki-laki (9,2%) dan 50 adalah perempuan
(2%) pada kasus kematian mendadak, sedangkan pada tahun 1991 dari 2557 kasus
diperiksa 228 laki-laki (8,9%) dan 54 perempuan (2,1%).1
Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka apabila kematian tersebut
didahului oleh keluahan, gejala serta terdapat saksi (apalagi jika saksinya adalah
dokter) biasanya tidak akan menjadi masalah kedokteran forensik. Namun apabila
kematian tersebut terjadi tanpa riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka dapat
menimbulkan kecurigaan bagi penyidik, apakah terkait unsur pidana di
dalamnya.2 Disinilah peran pemeriksaan forensik berupa autopsi akan sangat
penting guna menjawab permasalahan di atas. Maka dari itu penulis tertarik untuk
mengetahui hal-hal yang terkait dengan kematian mendadak.
1.2

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini diharapkan agar dokter, penyidik dan

tenaga medis lain dapat memahami tentang :


1) Definisi kematian mendadak
2) Klasifikasi kematian mendadak
3) Penyebab kematian mendadak berdasarkan sistem tubuh
4) Penilaian forensik dan pemeriksaan laboratorium
5) Regulasi undang-undang tentang autopsi klinik
1.3

Manfaat
Dari makalah ini diharapkan kepada pembaca setelah membaca makalah ini

dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai hal-hal apa saja yang

terkait dengan kematian mendadak. Kedepannya makalah ini diharapkan dapat


dikembangkan oleh para peneliti lain.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Kematian Mendadak


Kematian mendadak (sudden death) memiliki banyak definisi, berkisar dari

kematian langsung sampai kematian yang terjadi dalam 24 jam setelah onset
gejala. Yang tidak termasuk dalam definisi kematian mendadak adalah kejadian
seperti pembunuhan, bunuh diri, trauma kecelakaan, dan terpajan toksin yang
mematikan. Kematian mendadak dapat disebabkan oleh beragam penyakit,
termasuk penyakit jantung, embolus paru, rupture aneurisma aorta, gangguan
sistem saraf pusat, dan infeksi. Sebagian besar kematian mendadak di dunia Barat
disebabkan oleh penyakit jantung.3
2.2

Klasifikasi Kematian Mendadak


Kematian alamiah ini dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu :

1) Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor
fisik dan emosi, mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat aktivitas
fisik, dimana cara mati dapat lebih mudah diterangkan atau kematian
tersebut terjadi selama perawatan/pengobatan yang dilakukan oleh dokter
(attendaned physician).4
2) Keadaan dimana mayat ditemukan dalam keadaan yang lebih mencurigakan
seringnya diakibatkan TKP nya atau pada saat orang tersebut meninggal
tidak dalam perawatan atau pengobatan dokter (unattendaned physician),

terdapat kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang mungkin ikut bertanggung


jawab terhadap terjadinya kematian.4
Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah dapat dengan
lebih mudah ditegakkan dan kepentingan dilakukannya otopsi menjadi lebih kecil.
Pada kematian kategori ini, keluarga untuk kepentingan almarhum dan mereka
sendiri dapat meminta dilakukannya otopsi klinik pada almarhum. Otopsi klinik
tidak memerlukan surat permintaan dari kepolisian, karena pada prinsipnya
dilakukan atas kehendak keluarga, bukan untuk kepentingan penyidikan.
Persetujuan keluarga dalam tindakan otopsi klinik ini harus dibuat secara tertulis
dan hasil dari pemeriksaan akan dituangkan dalam sebuah laporan otopsi atau
autopsy report.4
Pada kematian kategori kedua, sebab kematian harus benar-benar ditentukan
agar cara kematian dapat ditentukan dan kematian alamiah yang tidak wajar
sedapat mungkin ditentukan dengan cara apakah kekerasan atau racun ikut
berperan dalam menyebabkan kematian. Oleh karena keadaan pada kematian
alamiah kategori kedua ini lebih mencurigakan maka polisi akan mengadakan
penyidikan dan membuat surat permintaan visum et repertum. Pada keadaan ini
hasil pemeriksaan akan dituangkan dalam visum et repertum, dan persetujuan
keluarga akan menjadi prioritas yang lebih rendah dari kepentingan penegakan
hukum.4
2.3

Penyebab Kematian Mendadak Beradasarkan Sistem Tubuh

1)

Sistem Kardiovaskular

a)

Infark Miokard
Istilah infark miokardium menunjukkan terbentuknya suatu daerah

nekrosis miokardium akibat iskemia lokal. Pada banyak kasus, gangguan


pada plak aterosklerotik yang sudah ada (misalnya, pembentukan fisura)
merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.Vasospasme dan
agregasi trombosit mungkin ikut berperan menimbulkan oklusi arteri
koronaria, tetapi keduanya jarang, kalaupun pernah, merupakan satusatunya penyebab penyumbatan.5 Nekrosis miokardium dimulai dalam 20
sampai 30 menit oklusi arteri koronaria. Kematian jantung mendadak, akibat
aritmia lethal, terjadi pada sekitar 25% pasien dengan MI dan merupakan
penyebab tersering kematian sebelum pasien sampai di rumah sakit.3
Beberapa komplikasi infark miokard yang mungkin timbul antara lain:

Ruptur jantung, merupakan penyebab umum timbulnya haemoperikardium


dan kardiak tamponade. Ruptur selalu terjadi selama infark. Ruptur paling
sering terjadi pada bagian distal dinding ventrikel kiri.5

Trombosis mural, yang dapat terbentuk di permukaan endokardium di atas


infark, berpotensi menjadi sumber untuk embolus sistemik dan penyulitnya,
seperti infark otak.5

Perikarditis akut yang tampak secara klinis terjadi pada hampir 15%
pasien dengan MI dalam 2 sampai 4 hari setelah infark transmural. Penyulit
ini dapat menyebabkan efusi perikardium.5

Aneurisma ventrikel adalah penyulit tahap lanjut MI transmural besar dan


disebabkan oleh menonjolnya miokardium fibrosa nonkontraktil saat sistol.

Aneurisma tampak sebagai kantong fibrosa berdinding tipis di dinding


ventrikel yang menonjol keluar.5
b)

Penyakit Katup Jantung


Penyakit katup jantung biasanya mempunyai riwayat yang panjang.

Kematian mendadak dapat terjadi akibat ruptur valvula. Kematian


mendadak juga dapat terjadi pada kalsifikasi stenosis aorta, kasus ini
disebabkan oleh penyakit degenerasi dan bukan karditis reumatik. Penyakit
ini lebih banyak pada pria dari pada wanita dan timbul pada usia sekitar 60
tahun atau lebih.5
Stenosis aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, bahkan lebih
nyata dibanding pada hipertensi. Jantung dapat mencapai berat 800 1000
gram. Penyebabnya biasanya adalah kalsifikasi pada katup jantung
menyebabkan katup menjadi tebal dan kaku. Pada tingkat lanjut, seluruh
katup mungkin hampir tidak dapat dikenali, massa seperti kapur, dengan
lumen hampir tidak cukup lebar untuk memuat sebuah pensil. Katup aorta
yang sempit, menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri dan menyebabkan
hipertrofi otot dalam rangka memompa stroke volume yang sama melewati
lubang yang lebih sempit. Efek yang lain adalah penurunan tekanan perfusi
koroner, dan akan lebih buruk jika terjadi regurgitasi. Kematian mendadak
umumnya terjadi pada usia di atas 60 tahun, namun terjadi pula pada orang
yang lebih muda dengan kelainan kongenital berupa katup aorta yang
bikuspid.5
2)

Sistem Respirasi

a)

Edema Paru
Penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang intertisial dan

alveolus paru. Edema paru dapat terjadi karena peningkatan tekanan


hidrostatik dalam kapiler paru, penurunan tekanan osmotik koloid atau
kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat disebabkan
oleh peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses
oksigenasi.5 Penyebab tersering edema paru adalah kegagalan ventrikel kiri
akibat penyakit jantung aterosklerotik atau stenosis mitralis (obstruksi katup
mitral). Jika terjadi gagal jantung kiri dan jantung kanan terus memompakan
darah, maka tekanan kapiler paru akan meningkat sampai terjadi edema
paru.6
Pembentukan edema paru terjadi dalam dua stadium :
(1) Edama interstisial yang ditandai pelebaran ruang perivaskular dan ruang
peribronkial, serta peningkatan aliran getah bening
(2) Terjadinya edema alveolar sewaktu cairan bergerak masuk kedalam
alveoli.6
Plasma darah mengalir kedalam alveoli lebih cepat dari pada
kemampuan pembersihan oleh batuk atau getah bening paru. Plasma ini
akan mengganggu difusi oksigen, sehingga hipoksia jaringan yang
diakibatkannya menambah kecenderungan terjadi edema. Asfiksia dapat
terjadi bila tidak segera diambil tindakan untuk menghilangkan edema
paru.6
b)

TBC

Paru-paru merupakan tempat awal masuknya infeksi TB. Karena


ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei)
yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan
segeradiatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus
akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian
besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.3
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe
ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.
Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus
primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe
regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi.3

10

Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu


dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut,
kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup
untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu
awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga
jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji
tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas
seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk.4
Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi
baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB
terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk kedalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler
terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara
sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami
fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

11

selama bertahun -tahun dalam kelenjar ini.Kompleks primer dapat juga


mengalami komplikasi.4
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar
limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus
dapat terganggu, obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan
nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus,
sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa
kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps - konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum
terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan
hematogen.4
Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemiPenyebaran hamatogen yang paling sering

12

terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult


hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic
dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.5
Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh.
Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi
baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru
atau lobus atas

paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas


seluler yang akan membatasi pertumbuhan. Di dalam koloni yang sempat
terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler,
kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus
reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON.Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
fomengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya
meningitis, TB tulang, dan lain-lain.3
3)

Sistem Saraf Pusat


a)

Tumor Otak
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua

faktor : gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan tekanan intrakranial.


Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak,
dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neural. Tentu saja disfungsi terbesar terjadi pada tumor infiltrartif

13

yang tumbuh paling cepat. Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor
yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai
darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara
akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular
primer.
Peningkatan ICP (intracaranial pressure) dapat disebabkan oleh
beberapa faktor: bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema
sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan
tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mendesak
ruang yang relative tetap pada ruang tengkorak yang kaku.
Peningkatan ICP akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat
salah satu penyebab. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berharihari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif sehingga tidak berguna bila
tekanan intrakranial timbul cepat. Peningkatan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan terjadinya herniasi unkus atau serebelum. Herniasi menekan
mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak
ketiga. Kompresi medula oblongata dan henti napas terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan ICP yang cepat
adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik, dan gagal napas.4

b) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral non traumatik umumnya disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi (hipertensi, eklamsia), juga

14

dikarenakan disfungsi autoregulasi dengan aliran darah otak yang


berlebihan (cedera reperfusi, transformasi hemoragik, paparan dingin),
pecahnya aneurisma atau malformasi arteri-vena, arteriopati, perubahan
hemostasis

(trombolisis,antikoagulasi,

diatesis

hemoragik),

nekrosis

hemoragik (tumor, infeksi), atauobstruksi aliran vena (trombosis vena


serebral). Perdarahan intraserebral secara klinis ditandai dengan onset yang
mendadak dan berkembang dengan cepat.3
Perdarahan serebral lebih sering ditemui pada laki-laki dibanding
perempuan dan tidak umum terjadi pada umur muda. Perdarahan biasanya
terjadi pada orang ketika aktif dibanding ketikaberistirahat. Hipertensi
sebenarnya sering menyertai keadaan ini dan biasanya hanya ada satu
episode perdarahan yaitu ketika serangan. Perdarahan berulang tidak umum
ditemukan. Penderita biasanya menunjukkan gejala dalam dua hingga
beberapa jam. Pada perdarahan intraserebral otak akan membengkak secara
asimetris, dengan hemisfer yang membengkak mengandung darah.5
Perdarahan subarakhnoid dapat atau tidak muncul pada dasar otak. Pada
irisan, jaringan otak yang berdekatan dengan perdarahan akan membengkak
dan edematous. Tidak ada jaringan otak pada daerah hematom. Irisan
mikroskopik menunjukkan sklerotik yang terhialinisasi pada arteri dan
arteriol. Terkadang dapat ditemukan aneurisma arteriol dan arteri yang
dilatasi. Kematian umumnya disebabkan kompresi dandistorsi otak tengah
atau perdarahan ke dalam sistem ventrikel.3

15

Walaupun kematian pada pecahnya aneurisma atau perdarahan


intraserebral dianggap wajar, namun pada beberapa keadaan tertentu dapat
termasuk dalam pembunuhan, misalnya apabila orang tersebut mengalami
ruptur aneurisma ketika terjadi kekerasan secara fisik, namun yang
menentukan apakah ada aksi kriminal di dalamnya adalah pengadilan, bukan
tenaga medis yang memeriksa. 5
4)

Sistem Hematopoietik
a) Leukimia
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah,
dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan
produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal.
Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti
biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak
kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel
darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel
tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.3
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai
aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan
kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau
menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk
translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi
ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan

16

perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya


proliferasi sel abnormal.4
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel
darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali
bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi
kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga
sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini
menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke
dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan
otak.4
5)

Sistem Gastrointestinal
a) Varises Oesofagus
Varises oesofagus dapat timbul akibat penyumbatan aliran vena portal
yang menyebabkan hipertensi portal, paling sering ditemukan pada sirosis
hepatis apapun penyebabnya. Vena ini terletak submukosa dan dapat pecah
mengakibatkan hematemesis yang masif sehingga menyebabkan kematian.
Adanya asites dan perubahan yang menyertai pada sfingter oesofagus
bagian

bawah

dapat

menyebabkan

refluks

meningkatkan resiko perdarahan varises.3


6)

Sistem Urogenital
a) Gagal Ginjal Kronik (Sindrom Uremik)

oesofagus

dan

dapat

17

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang


progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun).
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit merusak massa
nefron ginjal.Laju destruksi dapat sangat bervariasi dengan adanya periode
tenang dan eksaserbasi, dan kurun waktu dari tahap awal sampai tahap akhir
dapat berkisar mulai dari beberapa bulan sampai 40 tahun. Namun, begitu
terjadi penurunan GFR dan peningkatan BUN dan kreatinin, maka terjadi
kecenderungan perkembangan yang cepat menuju gagal ginjal tahap akhir.
Bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol,
maka pasien akan menderita apa yang disebut sindrom uremik.4
Salah satu manifestasi sindrom uremik pada proses biokimiawi adalah
ketidakseimbangan kalium. Ketidak seimbangan kalium merupakan salah
satu gangguan serius yang dapat terjadi pada gagal ginjal. Sekitar 90%
asupan normal yaitu 50-150mEq/hari diekskresikan dalam urin. Di samping
itu, asidosis sistemik juga dapat menimbulkan hiperkalemia melalui
pergeseran K+ dari dalam sel ke cairan ekstraseluler. Efek hiperkalemia yang
sangat mengancam kehidupan adalah pengaruhnya pada hantaran listrik
jantung. Bila kadar K+ serum mencapai 7-8mEq/L, akan timbul disritmia
yang fatal atau terhentinya denyut jantung.4
2.4 Penilaian Forensik dan Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Luar
Pada jenazah yang diduga mati akibat kematian jantung mendadak
biasanya terdapat tanda-tanda asfiksia. Asfiksia ini dapat terlihat dari

18

pemeriksaan dari luar. Pada jenazah yang meninggal dunia akibat asfiksia
akan dapat ditemukan tanda-tanda umum sebagai berikut :

Sianosis, keadaan ini diakibatkan kurangnya oksigen dalam darahsehingga


darah menjadi lebih encer dan gelap. Sianosis dapatditemukan pada bibir,
ujung-ujung jari dan kuku. Warna kulit dan mukosa terlihat lebih gelap,
demikian juga lebam mayat. Perlu diketahui bahwa pada setiap proses
kematian pada akhirnya akan terjadi juga keadaan anoksia jaringan. Oleh
sebab itu, keadaan sianosis dalam berbagai tingkat dapat juga terjadi
padakematian yang tidak disebabkan karena asfiksia. Dengan kata lain

keadaan sianosis bukan merupakan tanda khas pada asfiksia.1


Bendungan sistemik, yaitu bendungan khas yang terjadi dikulitdan organ
lain selain paru. Sebagai akibat kongesti dari vena,maka akan tampak
bintik-bintik pendarahan (petechiae hemoragik atau tardieu spot). Bintik
pendarahan ini akan mudah terjadi pada jaringan longgar dan transparan,
misalnya pada jaringan selaput bening kelopak mata, selaput bening mata,
serta selaput bening lainnya. Organ yang memiliki membrane transparan
seperti pleura, pericardium atau kelenjar timus. Pada asfiksia yang

hebat bintik-bintik pendarahan dapat terlihat pada faring atau laring.3


Lebam mayat, warna lebam mayat kebiruan gelap, terbentuk lebih cepat,
distribusi luas, akibat kadar CO2 yang tinggi dan akibat fibrinolisin dalam

darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.4


Edema, kekurangan oksigen yang lama mengakibatkan kerusakan pada
pembuluh darah kapiler sehingga permeabilitasnya meningkat, keadaan ini
menyebabkan timbulnya edema, terutama edema paru. Pada strangulasi juga
dapat terlihat adanya edema pada muka, lidah dan faring.4

19

b) Pemeriksaan Dalam
Infark Miokard
Pada autopsi dapat dikenali beberapa bentuk infark miokard, yaitu :

Infark laminar, lebih banyak ditemukan pada daerah


subendokardial atau pada ventrikel kiri, kadang infark luas sampai

setengah atau lebih dari tebalnya dinding.


Infark lokal atau regional, lebih sering pada penyakin arteri koroner
murni, dan disebabkan oklusi lokal atau sumbatan yang berat pada
arteri koronaria. Besar dan posisi infark tergantung dimana oklusi
terjadi. Hampir semua infark jenis ini ditemukan pada ventrikel kiri.4
Beberapa gambaran yang khas dari tingkatan infark miokard, adalah :

Pada 12-18 atau bahkan 24 jam pertama, tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang. Tanda pertama yang dapat ditemukan adalah oedem
pada otot yang terlihat pucat karena tekanan serabut otot pada
pembuluh darah.

Sekitar akhir hari pertama sampai hari kedua dan ketiga, daerah
tersebut menjadi berwarna kuning disertai pecahnya miosit yang
menyebabkan lapisan tampak merah. Hal ini akan memberikan
gambaran trigoid seperti belang pada macan.

Setelah beberapa hari, infark menjadi lebih lembut dan rapuh, disebut
myomalacia cordis. Pada fase ini, 2 atau 3 hari kedepan akan terjadi
ruptur dan masuk ke kandung pericardial.

20

Tiga minggu dan setelahnya, bagian tengah infark menjadi seperti


gelatin, warnanya memudar menjadi aduadu transparan.

Satu atau dua bulan selanjutnya, fibrosis akan mengganti otot yang
mati dan menjadi jaringan parut.3
Gambaran infark miokard yang berbeda pada tiap fase dapat terlihat
secara mikroskopis. Gambaran infark tersebut antara lain :

Perubahan awal gambaran mikroskopis infark miokard tidak


spesifik.

Perubahan

tersebut

diantaranya

oedema

intersisial,

kongesti, dan perdarahan kecil.

Periode 18-24 jam, terjadi degenerasi yang progresif pada serabut


otot dan jumlah eosinofilia bertambah. Oedema seluler mereda dan
digantikan oleh oedema interfibre, memisahkan serabut otot.

Hari kedua sampai keempat, nukleus menjadi cekung dan


membayang. Terjadi infiltasi netrofil pada sebagian infark, kemudian
digantikan oleh mononuklear makrofag akan membersihkan debris
dan fibroblas akan menjadi kolagen selama perbaikan.

Pada akhir minggu pertama, terjadi disitegrasi serabut otot, dan


kapiler baru dan fibroblas mulai terlihat.

Pada minggu keempat, terjadi fibrosis awal yang lambat dan tidak
merata.7

Perdarahan Intraserebral
Perdarahan parenkim paling sering terjadi di ganglia basal, terutama di
regio putamen dan kapsula eksterna, diikuti oleh thalamus, substansia

21

grisea serebrum, pons, dan serebelum. Secara eksternal, otak mengalami


distorsi asimetris akibat efek massa yang ditimbulkan oleh hematom dan
edema terkait. Pada permukaan potongan, perdarahan intraparenkim primer
membentuk hematom yang batasnya cukup tegas dan mungkin membelah
parenkim untuk meluas ke dalam ventrikel dan/atau ruang subarakhnoid.
Perdarahan besar yang terjadi di atas tentorium serebelum biasanya
menyebabkan herniasi tonsil serebelum dan batang otak. 3
Tumor otak
Tumor otak yang berasal dari sel ependim umumnya lesi berbatas
tegas yang timbul dari dinding ventrikel, atau pada kasus lesi intra spinal,
dari sisa kanalis sentralis. Lesi intracranial biasanya menonjol ke dalam
rongga ventrikel sebagai massa padat, kadang-kadang dengan arsitektur
papilar yang jelas.3
Gagal Ginjal Kronik
Pada gagal ginjal kronik yang diawali oleh glomerulonefritis kronik
akan

ditemukan

kedua

ginjal

mengalami

kontraksi

simetris

dan

permukaannya tampak merah-cokelat. Secara mikroskopik, gambaran yang


umum pada semua kasus adalah jaringan parut di glomerulus dan kapsula
bowman, kadang kadang hingga tahap digantikannya atau hialinisasi
glomerulus.
Obstruksi aliran darah antara arteriol aferen dan eferen akibat
kerusakan glomerulus tentunya menimbulkan dampak pada elemen ginjal
yang lain. Oleh karena itu, terdapat fibrosis interstinum yang mencolok
disertai atrofi dan digantikannya banyak tubulus pada korteks. Arteri kecil
dan sedang sering mengalami penebalan dinding disertai penyempitan
lumen akibat hipertensi. Infiltrat limfositik terdapat di jaringan interstinum.3

22

Varises oesofagus
Untuk mendiagnosa varices oesofagus perlu pemeriksaan terhadap :

Mukosa esofagus bagian luar terlihat merah karena dilatasi pembuluh

darah arteri
Mukosa esofagus bagian dalam terlihat pelebaran pembuluh vena

(seperti hemoroid).5
c) Pemeriksaan Laboratorium
Creatine Kinase (CK)
Creatine Kinase adalah

enzim

yang

bertanggung

jawab

untuk memindahkan fosfat dari ATP ke keratin. Terdiri dari subunit M dan
atau B yang membentuk CK-MM, CKMB dan CK-BB isoenzim. Total CK
tidak spesifik sebagai penanda jantung. Namun, isoenzim MB (disebut juga
CK-2) ditemukan pada 40% aktivitas otot jantung dan 2% pada aktivitas
otot dan jaringan lainnya. Sebagai pemeriksaan klinik, MB dapat memiliki
nilai sensitive dan spesifik pada saat yang bersamaan untuk penanda MCI.
MB umumnya abnormal 3-4 jam setelah serangan, memuncak 10-24 jam
dan normal setelah 72 jam.3
Bagaimanapun, peningkatan serum MB mungkin terjadi juga pada
orang dengan kerusakan otot skeletal seperti pada distrofia otot atau crash
injury dan juga pada orang-orang dengan gagal ginjal. Di beberapa kasus,
indeks CK (CKMB dibagi CK total) dapat berarti non miokardial yaitu pada
nilai dibawah 4%. Penilaian CKMB dilakukan dengan elektroforesis atau
immunoassay dimana immunoassay memberikan sensitifitas dan presisi
yang lebih baik.3

Mioglobin

23

Mioglobin

ditemukan

pada

otot

lurik

dan

jantung.

Dilepaskansegera setelah kerusakan jaringan dan dapat meningkat


setelahsatu jam terjadinya cedera otot jantung, dapat juga meningkat pada
cedera otot lurik. Namun, bila mioglobin tidak meningkatdalam tiga atau
empat jam setelah gejala akut, maka sulitdinyatakan bahwa telah terjadi
serangan MCI.3

Troponin T dan Troponin I


Troponin C, I, dan T adalah protein yang dibentuk oleh filament tipis dari
serat otot yang meregulasi gerak dari kontraksi otot jantung. Otot lurik dan
otot jantung yang secara struktural berbeda dan keberadaan dari troponin I
dan troponin T dapat menjadiantibody yang membedakannya. Cardiac
troponin T (cTnT) dan cardiac troponin I (cTnI) adalah penanda terbaru
yang spesifik dari jantung. Penanda ini sebagai alat utama untuk pasien
dengan nyeri dada tanpa diagnostik EKG, digunakan juga untuk prognosa
MCI.3
2.5

Regulasi Undang-Undang Tentang Autopsi Klinik


Pelaksanaan otopsi klinis dalam praktek kedokteran, secara hukum berpijak

pada landasan :
Undang-undang R.I nomor 36 Tahun 2009
Pasal 119
(1) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan
dapat dilakukan bedah mayat klinis di rumah sakit.
(2) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk menegakkan diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab
kematian.

24

(3) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
atas persetujuan tertulis keluarga terdekat pasien.
(4) Dalam hal pasien diduga meninggal akibat

penyakit

yang

membahayakan masyarakat dan bedah mayat klinis mutlak diperlukan


untuk menegakkan diagnosis dan/atau penyebab kematiannya, tidak
diperlukan persetujuan.6
Pasal 121
(1) Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan
oleh dokter sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.
Pasal 124
(1) Tindakan bedah mayat oleh tenaga kesehatan harus dilakukan sesuai
dengan norma agama, norma kesusilaan, dan etika profesi.6

25

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Kematian mendadak merupakan kematian yang terjadi setelah 24 jam dari

timbulnya gejala yang diakibatkan bukan karena trauma melainkan suatu


kematian yang alamiah atau wajar yang disebabkan karena penyakit. Kematian
mendadak dibagi atas kematian yang terjadinya di Rumah Sakit dan dalam
perawatan serta disaksikan oleh dokter atau perawat Rumah Sakit ( kematian yang
wajar)dan kematian yang terjadinya ditempat yang tidak umum seperti hotel atau
restroan dan sebagainya hanya disaksikan oleh orang yang berada saat terjadinya
kematian ( kematian yang tidak wajar).
Pada kematian mendadak yang wajar dapat dilakukan autopsi klinis atas
permintaan keluarga, sedangkan pada kematian mendadak yang tidak wajar akan
menimbulkan kecurigaan penyidik sehingga perlu diadakannya autopsi forensic
dan diterangkan dalam visum et repertum.
Penyebab kematian mendadak ini berdasarkan sistem tubuh antara lain dari
sistem kardiovaskular, respirasi, gastrointesinal, saraf pusat, urogenital, dan
hematopoietik. Salah satu penyakit penyebab kematian mendadak yaitu

26

perdarahan intraserebral yang akhirnya akan menyebabkan kematian, maka dari


itu untuk mengetahui penyebab kematian keluarga berhak meminta autopsi klinis.
Aturan mengenai autopsi klinis di Indonesia telah diatur dalam UndangUndang RI nomor 36 Tahun 2009 Pasal 119, 121, dan 124. Oleh karena itu setiap
keluarga pasien meninggal berhak untuk mengajukan otopsi klinis pada Rumah
Sakit yang telah memiliki pelayanan tersebut.
3.2

Saran
Sebaiknya pada kasus kematian mendadak yang terjadi di Rumah Sakit agar

dilakukan otopsi klinis sehingga bisa mengetahui penyebab kematian pasien


dikarenakan oleh suatu penyakit atau disebabkan karena adanya faktor-faktor lain.

27

DAFTAR PUSTAKA
Jason Payne James, Richard Jones, Steven B Karch, Manlove J. Simpson's
Forensic Medicine. 13 ed. London: Hodder-Arnold; 2011.
Arif Budiyanto, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, T Winardi Abdul
Mun'im, Sidhi, Swasti Hertian, et al. Ilmu Kedokteran Forensik . Jakarta:
Univeritas Indonesia; 1997.
Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7 volume 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
Sylvia A. Price, Lorraine M.Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis, Prosesproses Penyakit Edisi 6 volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
Pekka Saukko, Knight B. Forensic Pathology. 3 ed. London: Hodder
Arnold; 1996.
Fahmi,

Arif

Hakim.

Sudden

Death.

http://

Arif

Hakim

Fahmi.wordpress.com/2011/11/17 /sudden-death/.
Henry, J. B.Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods .20
th ed. Philadelphia: W. B. Saunders. 2001.

Anda mungkin juga menyukai