Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Endapan laterit nikel Indonesia telah diketahui sejak tahun 1937.Informasi
mengenaiendapan laterit nikel yang tertera pertama kali dalam literatur adalah
Pomalaa padatahun 1916 oleh pemerintah Belanda. Pomalaa adalah sebuah
distrik yang terletak diSulawesi Tenggara. Sejak itu, endapan-endapan laterit nikel
lainnya baru disebut-sebut,seperti Gunung Cycloops (1949) dan Pulau Waigeo (1956) di Irian
Jaya (Papua Barat),Sorowako di Sulawesi (1968), Pulau Gebe (1969), Maluku
(Tanjung Buli) dan Obi diPulau Halmahera (1969) serta Pulau Gag (1982). Pada
pertengahan kedua abad ini,melalui prospeksi yang sistematis telah ditemukan beberapa
endapan lain [1,2].
Penambangan dan pengolahan laterit nikel di Indonesia didominasi oleh PT INCO
Tbk dan PT Aneka Tambang Tbk (PT Antam). Pada saat ini PT INCO mengolah laterit
nikel untuk memproduksi nikel dalam bentuk nickel matte(Ni3S2) yang seluruh
produksinyadiekspor ke Jepang, sedangkan PT Antam mengolah laterit nikel
untuk memproduksi n i k e l d a l a m b e n t u k ferro-nickel ( l o g a m p a d u a n F e N i ) ,
selain
itu
juga
mengekspor l a n g s u n g
bijihnya
keluar
negeri.Beberapa
perusahan
lain
yang
memiliki
l u a s pertambangan lebih kecul di Sulawesi dan Maluku hanya melakukan penambangan
danmengekspor langsung bijih laterit nikel ke Cina untuk pembuatan nickel pig iron.
Ekspor l a n g s u n g b i j i h m e m p u n y a i n i l a i t a m b a h k e c i l d a n b e l u m
s e s u a i d e n g a n y a n g diamanatkan dalam UU nomor 4/2009.
Laterit nikel selain sebagai salah satu sumber utama nikel juga
mengandung unsur-u n s u r i k u t a n ( m i n o r ) s e p e r t i k o b a l ( C o )
y a n g t e l a h d i k e t a h u i d e n g a n b a i k keterdapatannya, dan juga
beberapa unsur minor lain yang mempunyai nilai ekonomi.Namun unsur minor
yang terkandung dalam bijih laterit belum menjadi produk yang bernilai ekonomi
tinggi disebabkan jalur proses pengolahan laterit nikel yang digunakanoleh PT INCO dan
PT Antam menggunakan jalur proses pirometalurgi dengan produkakhir masingmasing berupa nickel matte dan ferronickel (FeNi). Melalui jalur prosespengolahan
laterit nikel dengan pirometalurgi, unsur minor seperti kobal (Co) dianggapsebagai unsur
pengotor yang harus dibuang menjadi terak atau dihitung setara denganunsur nikel,
sehingga unsur-unsur minor yang seharusnya bernilai ekonomi menjadi tidak
ekonomis.
Pengembangan teknologi pengolahan laterit nikel melalui jalur proses
hidrometalurgi y a n g b a r u d e n g a n p e l i n d i a n a s a m b e r t e k a n a n
t i n g g i ( H P A L - high-pressure acid leaching ) telah memungkinkan mengekstraksi tidak
hanya nikel tetapi juga unsur minor seperti kobal, krom, vanadium, titanium, dan
unsur minor lain yang sangat dibutuhkan o l e h i n d u s t r i k o m p o n e n e l e k t r o n i k
d e n g a n p e r o l e h a n h i n g g a > 9 0 % . J a l u r p r o s e s hidrometalurgi dengan HPAL
telah memberikan strategi berbeda untuk mengekstraksi dan memisahkan unsurunsur minor berharga dari larutan pelindian.
HPAL telah merupakan teknologi yang umum dipakai untuk proyek nikel
baru secarahidrometalurgi selama 15 tahun terakhir, seperti yang telah diterapkan di tiga (3)
proyeknikel di Australia: Cawse, Murrin-Murrin, dan Bulong, dan proyek nikel di
KaledoniaBaru: Goro Nickel.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Genesa umum nikel laterit


Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa
Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis.
Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga
beberapa daerah di Indonesia bagian timur memiliki endapan nikel laterit. Proses konsentrasi
nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim,
topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang
berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Dengan kontrol tersebut akan didapatkan
tiga tipe laterit yaitu oksida, lempung silikat, dan hidrosilikat.
Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh
material material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada
zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang
kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan
melarutkan mineral mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si
dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral
mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik
(peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin,
magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel.
Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan
CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi
penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk
membentuk suspensi koloid dari partikel partikel silika yang submikroskopis. Didalam
larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida.
Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral mineral seperti
karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan
permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada
profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi
endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al.,
1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan
menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai
mineral mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).

Gambar : Skema profil laterit, komposisi kimia dan jalur proses ekstraksi
Umumnya endapan nikel terbentuk pada batuan ultrabasa dengan kandungan Fe di olivine
yang tinggi dan nikel berkadar antara 0,2% - 0,4%.
Secara mineralogi nikel laterite dapat dibagi dalam tiga kategori (Brand et al,1998).
1. Hydrous Silicate Deposits
Profil dari type ini secara vertikal dari bawah ke atas: Ore horizon pada lapisan saprolite (Mg
- Ni silicate), kadar nikel antara 1,8% - 2,5%. Pada zona ini berkembang box-works, veining,
relic structure, fracture dan grain boundaries dan dapat terbentuk mineral yang kaya dengan
nikel; Garnierite (max. Ni 40%). Ni terlarut (leached) dari fase limonite (Fe-Oxyhydroxide)
dan terendapkan bersama mineral silika hydrous atau mensubstitusi unsur Mg pada
serpentinite yang teralterasi (Pelletier,1996). Jadi, meskipun nikel laterit adalah produk
pelapukan, tapi dapat dikatakan juga bahwa proses meningkatkan supergene sangat penting
dalam pembentukan formasi dan nilai ekonomis dari endapan hydrous silicate ini. Tipe ini
dapat ditemui di beberapa tempat seperti di New Caledonia, Indonesia, Philippina, Dominika,
dan Columbia.
2. Clay Silicate Deposits
Pada jenis endapan ini, Si hanya sebagian terlarut melalui air tanah, sisanya akan
bergabung dengan Fe, Ni, dan Al membentuk mineral lempung (clay minerals) seperti Ni-rich
Nontronite pada bagian tengah profil saprolite (lihat profil). Ni-rich serpentine juga dapat
digantikan oleh smectite atau kuarsa jika profil deposit ini tetap kontak dalam waktu lama
dengan air tanah. Kadar nikel pada endapan ini lebih rendah dari endapan Hydrosilicate yakni
sekitar 1,2% (Brand et al,1998).
3. Oxide Deposits
Tipe terakhir adalah Oxide Deposit. Berdasarkan profil yang ditampilkan, bagian bawah
profil menunjukkan protolith dari jenis harzburgitic peridotite (sebagian besar terdiri dari
mineral jenis olivin, serpentine dan piroksen). Endapan ini angat rentan terhadap pelapukan
terutama di daerah tropis. Di atasnya terbentuk saprolite dan mendekati permukaan terbentuk
limonite dan ferricrete. Kandungan nikel pada tipe Oxide deposit ini berasosiasi dengan

goethite (FeOOH) dan Mn-Oxide. Sebagai tambahan, nikel laterit sangat jarang atau sama
sekali tidak terbentuk pada batuan karbonat yang mengandung mineral talk.
B.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit

v Batuan asal.
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit,
macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa
tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya - mempunyai
mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan
pengendapan yang baik untuk nikel.
v Iklim.
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan
penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan
akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya
pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan
mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah
unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah
yang mengandung CO2 memegang peranan penting di dalam proses pelapukan kimia. Asamasam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat mengubah pH larutan. Asam-asam
humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah.
Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih
mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan akumulasi air hujan akan lebih banyak
humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada
lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih
tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi
mekanis.
v Struktur
Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar
(joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku
mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit,
maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan
berarti proses pelapukan akan lebih intensif.
v Topografi
Keadaan topografi setempat akan sangat memengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen
lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan
mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan
atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai
sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti
bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off)
lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
v Waktu
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena
akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

C.

Profil Nikel Laterit


Profil secara keseluruhan dari nikel laterit terdiri dari 5 zona gradasi sebagai berikut :
v Iron Capping
Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya adalah
akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat
tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil
dalam penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah
tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi
yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite,
chromiferous.
v Limonite Layer
Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi
oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m.
Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang
sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak
dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa
telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained,
merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area.
Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel
pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat
mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
v Silika Boxwork
putih orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan
zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur
dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnieritepimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork
jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.
v Saprolite
Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi,
serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat.
Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada
rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah
batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni
dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims,
vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat
silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang
terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan,
chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih
atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
v Bedrock
bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm
dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral
ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar
merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa
yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit
minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas
serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite
dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high
grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.

D.

Potensi Sumberdaya Mineral Nikel Laterit di Indonesia


Sebagian besar sumber nikel dunia yang telah diketahui terkandung dalam tipe
depositlaterit. Sekitar 72% sumber nikel dunia ditemukan terutama di daerah tropis
sepertiIndonesia, Kuba, Kaledonia Baru, Filipina dan Australia. Sisanya sebesar 28% adalah
tipe deposit sulfida terutama terdapat di Kanada dan Rusia.Walaupun mayoritas sumber nikel
dunia yang diketahui terkandung dalam laterit, produksi nikel dari sulfida lebih dominan
karena kadar nikel yang lebih tinggi dan pengolahan yang lebih mudah dibandingkan dengan
tipe deposit laterit. Kadar nikel dalam tipe deposit sulfida secara komersial bervariasi antara
0,5-8,0%, sedangkan dari tipe deposit laterit sekitar 1,0-2,0%.
Saat ini, Indonesia mempunyai cadangan laterit nikel terindetifikasi sekitar 1.576 juta ton
dengan total kandungan nikel sebanyak 25 juta ton. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai
sumber laterit nikel terbesar ketiga dunia setelah Kaledonia Baru dan Filipina (Gambar 1).
Distribusi deposit laterit nikel Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2 dan untuk penyebaran
deposit nikel utama dunia disajikan pada Gambar 3.

Gambar 1. Sumberdaya laterit nikel dunia

Gambar 2. Distribusi deposit laterit nikel Indonesia

Gambar 3. Penyebaran deposit nikel utama dunia


Mineral-mineral terpenting yang mengandung nikel dan komposisi kimianya dapat dilihat
pada Tabel 1. Beberapa di antaranya tidak dikenal umum, dan hanya pentlandit, garnierit dan
nickelferous limonit yang mempunyai nilai ekonomi signifikan.
E.

Produksi Nikel

Variasi sumber nikel dan produk serta ketersediaan teknologi proses pengolahan
menghasilkan beberapa alternatif proses pengolahan yang berbeda tergantung pada bahan
baku dan produk yang ingin dihasilkan. Umumnya produk nikel dapat dibagi menjadi tiga (3)
kelompok:
1. Nikel murni (kelas I), mengandung 99% atau lebih nikel, seperti nikelelektrolitik, pelet,
briket, granul, rondel dan serbuk.

2. Charge nickel (kelas II), mengandung nikel lebih kecil dari 99%, seperti ferronickel,nickel
matte, sinter nikel oksida.
3.
lain.

Bahan kimia, seperti nikel oksida, sulfat, klorid, karbonat, asetat hidroksid, danlain-

BAB III
PENGOLAHAN NIKEL LATERIT
A.

Teknologi dan keekonomian proses pengolahan nikel laterit.

Untuk memperoleh nikel dari tipe deposit laterit terdapat beberapa jalur proses
pengolahan dan dapat diklasifikasikan seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5. Komposisi
deposit laterit nikel akan bergantung pada tipe batuan induk, iklim tempat deposit terbentuk
dan proses pelapukan. Hal ini memberikan hubungan yang spesifik antara komponen deposit
dan pilihan proses pengolahannnya disertai kendalakendalanya.

Gamb

ar 4. Skema profil laterit, komposisi kimia dan jalur proses ekstraksi


Jalur proses pengolahan laterit nikel yang diterapkan secara komersial didasarkan
pada kandungan magnesium (Mg) dan rasio nikel-besi (Ni/Fe). Saat ini terdapat dua (2)
pilihan jalur proses ekstraksi, yaitu pirometalurgi dan hidrometalurgi (Gambar 5). Jalur
proses ekstraksi pirometalurgi menggunakan tipe laterit nikel saprolit dengan produk nikel
berupa ferro-nickel (FeNi), nickel pig iron, dan nickel sulfide matte (nickel matte). Sedangkan
proses hidrometalurgi paling umum diterapkan untuk laterit limonit.
Walaupun laterit saprolit mengandung kadar nikel lebih tinggi (3%) daripada lapisan
limonit tetapi kandungan magnesium yang tinggi dalam saprolit menjadikannya kendala,
menyebabkan konsumsi asam lebih banyak.
Gambar 5. Bagan alir proses pengolahan laterit nikel

v Proses Pirometalurgi

Pembuatan Ferro-Nickel
Pembuatan ferro-nickel dilakukan melalui dua rangkaian proses utama yaitu reduksi
dalam tungku putar (rotary kiln, RK) dan peleburan dalam tungku listrik (electric furnace,
EF) dan lazim dikenal denganRotary kiln Electric Smelting Furnace Process atau ELKEM
Process.
Bijih yang telah dipisahkan, baik ukuran maupun campuran untuk mendapatkan
komposisi kimia yang diinginkan, diumpankan ke dalam pengering putar (rotary
dryer) bersama-sama
dengan reductant dan flux.Selanjutnya
dilakukan
pengeringan
sebagian (partical drying) atau pengurangan kadar air (moisture content), dan kemudian
dipanggang pada tanur putar (rotary kiln) dengan suhu sekitar 700 -1000C tergantung dari
sifat bijih yang diolah.
Maksud utama pemanggangan (calcination) adalah untuk mengurangi kadar air, baik yang
berupa
air
lembab (moisture
content) maupun
yang
berupa
air
kristal (crystalized water), serta mengurangi zat hilang bakar(loss of ignition) dari bahanbahan baku lainnya. Selain itu, pemanggangan dimaksudkan juga untuk
memanaskan (preheating) dan sekaligus mencampur bahan-bahan baku tersebut. Dalam tanur
putar juga dilakukan reduksi pendahuluan (prereduction) secara selektif untuk mengatur
kualitas produk dan meningkatkan efisiensi/produktivitas tanur listrik, sesuai dengan pasaran
dan kadar bijih yang diolah. Sekitar 20% dari kandungan nikel bjiih tereduksi, reduksi
terutama dilakukan untuk merubah Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga energi yang dibutuhkan
dalam tanur listrik menjadi lebih rendah. Bijih terpanggang dan tereduksi sebagian dari tanur
putar ini dimasukkan ke dalam tanur listrik secara kontinu dalam keadaan panas (diatas
500C), agar dapat dilakukan pereduksian dan peleburan. Dari hasil peleburan diperoleh
feronikel(crude ferronickel) yang selanjutnya dimurnikan pada proses pemurnian. Crude
ferronickel memiliki kandungan 15-25% Ni dan terkandungan pengotor yang tinggi seperti
karbon, silikon dan krom. Pemurnian dilakukan dengan oxygen blowing untuk
menghilangkan karbon, krom dan silikon juga ditambahkan flux berupa kapur, dolomit,
flouspar, aluminium, magnesium, ferosilikon dsb., untuk menghasilkan slag yang
memungkinkan sulfur dapat terabsorb pada saat pengadukan dengan injeksi nitrogen. Hasil
proses pemurnian dituang menjadi balok feronikel(ferronickel ingot) atau digranulasi menjadi

butir-butir feronikel(ferronickel shots), dengan kadar nikel di atas 30%. Diagram alir
pembuatan ferronickel disajikan pada Gambar 6. Sedangkan diagram alir pemurnian
disajikan pada Gambar 7.

Gambar 6. Tipikal pembuatan ferronickel

Gambar 7. Tipikal pemurnian ferronickel


Bagan alir proses pengolahan mineral laterit nikel komersial di PT Antam dapat dilihat pada
Gambar 8 dengan produknya sebagai berikut.
Produk utama:
Logam paduan ferronickel
Komposisi kimia:
o High carbon Fe-Ni: 23.4%-Ni; 1.75%-C;
o Low carbon Fe-Ni: 24.4%-Ni; 0.01%-C
Produk samping:
Terak; campuran logam oksida
Kondisi proses:
Mempunyai kadar nikel tinggi (>2.2%Ni)
Rasio Fe/Ni rendah (5-6)
Kadar MgO tinggi
Rasio SiO2/MgO >2.5

Gambar 8. Bagan alir proses ferronikel di PT. Aneka Tambang Tbk

Pembuatan Ni Matte
Nikel matte dibuat secara komersial pertama kali di Kaledonia Baru dengan
menggunakan blast furnace sebagai tanur peleburan dan gipsum sebagai sumber belerang
sekaligus sebagai bahan flux. Tetapi dewasa ini pembuatan matte dari bijih oksida dilakukan
dengan menggunakan tanur putar dan tanur listrik. Bagan alir yang disederhanakan dari
proses ini digambarkan pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
dari tahap-tahap proses yang dilakukan dalam proses pembuatan ferronikel juga dilakukan
dalam proses ini. Bijih yang kandungan airnya dikurangi, dimasukkan ke dalam tanur putar
Kemudian berlangsung kalsinasi, pereduksian sebagian besar oksida nikel menjadi nikel,
Fe2O3 menjadi FeO logam Fe(sebagian kecil). Logam-logam yang dihasilkan kemudian
bersenyawa denganbelerang, baik yang berasal dari bahan bakar maupun bahan belerang
yang sengaja dimasukan untuk maksud tersebut. Produk tanur putar diumpankan ke dalam
tanur listrik, untuk menyempurnakan proses reduksi dan sulphurisasi sehingga
menghasilkan matte. Furnace Matte ini yang mengandung nikel kira-kira 30 - 35%, belerang
kira-kira 10 - 15%, dan sisanya besi, dimasukkan ke dalam converter untuk
menghilangkan/mengurangi sebagian besar kadar besi. Hasil akhir berupa matte yang
mengandung nikel kira-kira 77%, belerang 21%, serta kobaldan besi masing-masing kira-kira
1%. Dalam sejarah pembuatan nikel - mattedi Kaledonia Baru, selain dengan proses blast
furnace, dibuat juga melalui ferronikel. Ke dalam feronikel kasar cair dihembuskan belerang
bersama-sama udara di dalam sebuah converter, sehingga berbentukmatte primer (primary
matte) dengan kandungan nikel kira-kira 60%, besi kira-kira 25%, karbon kira-kira 1,5%, dan
sisanya belerang. Matteini kemudian diubah (convert) dengan cara oksida besi, sehingga
diperoleh matte hasil akhir dengan kadar nikel 75 - 80% dan belerang kira-kira 20%. Berbeda
dengan feronikel, pada umumnya nikel dalam bentuk matte diproses terlebih dahulu menjadi

logam nikel atau nickeloxidic sinter sebelum digunakan pada industri yang lebih hilir.
Produknya adalah sebagai berikut.
Produk utama:
Nickel matte
Komposisi kimia: 70-78%-Ni; 0.5-1-%Co; 0.2-06%-Cu; 0.3-0.6%-Fe; 18-22%-S
Produk samping:
Terak; campuran logam oksida
Kondisi proses:
Mempunyai kadar nikel tinggi (>2.2%Ni)
Rasio Fe/Ni rendah (>6)
Kadar MgO tinggi
Rasio SiO2/MgO antara 1.8-2.2

Gambar 8. Proses pembuatan nickel matte

Pembuatan Nikel Pig Iron (NPI)


Nickel pig iron adalah logam besi wantah dengan kandungan Ni sekitar 5-10% Ni
yang merupakan hasil dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah di bawah 1.8% Ni. Pada
saat ini NPI dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah dengan menggunakan
tungku tegak,blast furnace. NPI digunakan sebagai bahan baku pembuatan stainless steel.
Proses pembuatan NPI dengan jalur terdiri dari tahapan sintering dan peleburan dalam
tungku tegak. Biaya produksi pembuatan NPI melalui rute peleburan dalam tungku tegak
adalah $17,637 per ton sedangkan melalui rute peleburan dalam tungku listrik(electric arc
furnace) adalah $15,430 per ton (Macquarie Bank analysis).

Struktur biaya pembuatan NPI melalui peleburan dalam electric furnace adalah 37%
dari pembelian bijih nikel laterit, 9% untuk pembiayaan pekerja, pajak, refraktori,elektroda
dsb, 1% untuk pembiayan konsumsi lime flux, 6% untuk pembiyaan batubara sebagai
reduktor, 8% untuk pembiyaan batubara sebagai reduktor, struktur biaya disajikan pada
Gambar 9.

Gambar 9. Struktur biaya pembuatan NPI dengan rute elektrik furnace


Rute lain untuk mengurangi konsumsi energi listrik adalah melalui jalurdead
reduction dalam rotary kiln. Tahapan terdiri dari sizing kemudian mengalami proses
pengeringan kemudian direduksi dalam rotary kilnsehingga baik nikel oksida dan besi
oksida terreduksi menjadi logam masing-masing dan membentuk nickel-ferro alloy.
Untuk memisahkan dari pengotor maka kalsin dari rotary kiln dilakukan penggerusan
danselanjutnya mengakami pemisahan dengan separator magnetik sehingga
dihasilkan konsentrat ferronickel. Konsentrat crude ferronickel kemudian dibriket/dipellet
dan dipasarkan. Proses ini dapat mengolah bijih nikel kadar rendah 0,8-1,5% Ni.
Gambar 10 memperlihatkan bagan alir pembuatan NPI/crude ferronickel dengan rute
reduksi dalam rotary kiln. Nilai investasi untuk menghasilkan 7000 tpn NPI adalah $7-10
juta.

Gambar 10. Pembuatan NPI dengan rute rotary kiln


v Proses Hydrometalurgi
Dalam memilih jalur proses yang tepat untuk jenis endapan laterit tertentu dapat
digunakan bagan pada Gambar 11.

Gambar 11. Pemilihan proses berdasarkan jenis laterit

Proses PAL (Pressure Acid Leaching)-HPAL


Proses ini didasarkan kepada proses pelarutan pada suhu dan tekanan tinggi, masingmasingsekitar 245C dan 35 atm. Pabrik pengolahan nikel di Kuba merupakan pabrik
pertama yang menggunakan proses ini pada tahun 1959, dengan mengolah bijih nikellimonit
yang mengandung nikel kira-kira 1,3%, magnesium l%,dan besi sekitar 47%. Bagar alir yang
disederhanakan dari proses tersebut digambarkan pada Gambar 6. Bijih nikel diumpankan
dalam pabrik dalam bentuk lumpur(slurry) disamakan ukurannya (sizing) menjadi -20 mesh,
dan dilindi.. Hasilnya kira-kira 95% Ni+Co dalam bijih terlarut,sedang besi tertinggal dalam
residu.
Setelah pemisahan/pencucian dengan decantation, asam yang berlebihan dinetralkan
dengan batu kapur. Kemudian nikel dan kobal diendapkan dengan menggunakan H2S.
Presipitat ini yang mengandung 55% nikel, 6% kobal, 0,3% besi, dan 30% belerang, awalnya
diproses dan dimurnikan menjadi serbuk atau briket nikel dan kobal pada pabrik pemurnian.
Pada mulanya proses ini dianggap sebagai mahal (high cost). Tetapi dengan adanya
krisis energi, dan atas dasar hasil-hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang
pengolahan nikel, maka proses ini akhirnya dianggap salah satu proses pengolahan nikel yang
mempunyai prospek sangat baik. Sebab selain hanya memerlukan sedikit energi yang berasal
dari fossil fuel, juga dapat mengolah bijih nikel dari bermacam-macam jenis dan kadar
nikel/kobal yang tinggi.
Amax proses adalah salah satu proses yang berhasil dikembangkan seperti
dikemukakan di atas. Pada tahap persiapan dilakukan pemisahan antara bijih halus yang

terdiri atas jenis limonit, dan bijih kasar yang terdiri atas jenis slikat. Bijih limonit langsung
diumpankan pada sistemhigh pressure leaching, sedangkan bijih silikat, setelah digiling,
dimasukkan pada sistem atmospheric pressure leachcing dengan menggunakan acidic
pregnant
solution dari limonit
leaching. Di
lain
pihak,
residu atmospheric
leaching diumpankan ke dalam high pressure leaching system.
Dengan cara ini, nikel yang berada dalam kedua jenis bijih tersebut akan dapat
diekstrak, sementara MgO dalam bijih silikat dapat berfungsi untuk menetralkan asam yang
masih tersisa sebagai pengganti batu kapur yang dipakai dalam proses Moa Bay. Memang
konsumsi asam sulfat akan semakin tinggi dengan bertambahnya kadar magnesium dalam
bijih, tetapi hal ini dapat diimbangi oleh kadar nikel yang cukup tinggi. Selain itu magnesium
yang terlarut akan dapat diambil lagi (recover) untuk menghasilkan magnesia dengan
kemurnian yang tinggi, dan SO2 dapat digunakan kembali dalam proses. Cara ini didukung
lagi dengan modifikasi di bidang lain yang banyak dilakukan, misalnya pengaturan tekanan
dan suhu yang lebih baik, cara penambahan asam sulfat, cara presipitasi dengan H2S yang
lebih baik, dan Iain-lain.

Gambar 12. Bagan alir proses PAL (pressure acid leaching)

Proses pemisahan nikel dan kobal daoat dilanjutkan melalui tahapan proses seperti pada
bagan alir pada Gambar 13.

Gambar 13. Proses pemisahan nikel dan kobal

Proses AL (Atmospheric Leaching)


Proses ini erupakan kombinasi proses piro dan hidrometalurgi (Proses Caron),
mulamula bijih direduksi pada temperatur tinggi, kemudian di leaching pada tekanan
atmosfer.
Pemilihan teknologi proses yang akan diambil salah satunya tergantung pada jenis
bijih nikel, seperti yang dirangkum pada Tabel 5.

Tabel 5 . JENIS BIJIH VS TEKNOLOGI PROSES

BAB IV
PENUTUP
v Kesimpulan
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik
pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan
subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif,
sehingga beberapa daerah di Indonesia bagian timur memiliki endapan nikel laterit. Proses
konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan
dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan
yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Dengan kontrol tersebut akan
didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida, lempung silikat, dan hidrosilikat.
Untuk memperoleh nikel dari tipe deposit laterit terdapat beberapa jalur proses
pengolahan dan dapat diklasifikasikan seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5. Komposisi
deposit laterit nikel akan bergantung pada tipe batuan induk, iklim tempat deposit terbentuk
dan proses pelapukan. Hal ini memberikan hubungan yang spesifik antara komponen deposit
dan pilihan proses pengolahannnya disertai kendala kendalanya.
Jalur proses pengolahan laterit nikel yang diterapkan secara komersial didasarkan
pada kandungan magnesium (Mg) dan rasio nikel-besi (Ni/Fe). Saat ini terdapat dua (2)
pilihan jalur proses ekstraksi, yaitu pirometalurgi dan hidrometalurgi (Gambar 5). Jalur
proses ekstraksi pirometalurgi menggunakan tipe laterit nikel saprolit dengan produk nikel

berupa ferro-nickel (FeNi), nickel pig iron, dan nickel sulfide matte (nickel matte). Sedangkan
proses hidrometalurgi paling umum diterapkan untuk laterit limonit.

Anda mungkin juga menyukai