OLEH
NURHANAH
NPM P2.31.35.0.12.020
OLEH
NURHANAH
NPM P2.31.35.0.12.020
ABSTRAK
Nurhanah, Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatal-gatal Sediaan Pil
secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotodensitometri, di bawah
bimbingan Dra. Suzana Indah Astuti, M.Si., Apt. dan Ruth Elenora KS., S.Si,
M.Farm., Apt., 2015.
Hingga kini obat tradisional masih digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Akan tetapi karena obat tradisional memberikan dampak kesembuhan yang
lambat, beberapa produsen menambahkan bahan kimia berkhasiat obat yang
mempunyai khasiat yang sama atau searah dengan penggunaan obat tradisional
untuk menghasilkan efek menyembuhkan yang lebih cepat dan khasiatnya lebih
terlihat. Sayangnya, obat kimia memberikan efek yang membahayakan terhadap
kesehatan tubuh jika digunakan dalam dosis yang tidak tepat dan digunakan
dalam jangka waktu yang panjang. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
mutu (keseragaman bobot) dan keamanan (identifikasi bahan kimia berkhasiat
obat) sediaan obat tradisional yang beredar di pasaran.
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap penandaan (logo), uji mutu
(keseragaman bobot) dan uji keamanan (identifikasi klorfeniramin maleat)
terhadap jamu gatal-gatal sediaan pil secara Kromatografi Lapis Tipis dan
Spektrofotodensitometri setelah diekstraksi dari cuplikan menggunakan pelarut
eter dan dipisahkan komponen yang akan dianalisa secara Kromatografi Lapis
Tipis. Uji mutu yang telah dilakukan memberikan hasil bahwa sampel memenuhi
persyaratan uji mutu (keseragaman bobot), yaitu tidak terdapat satu pil pun yang
bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari 10%. Hasil
identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis yang diduga positif dikonfirmasi
dengan identifikasi secara Spektrofotodensitometri. Setelah dilakukan scanning
larutan spiked sample pada panjang gelombang 200 nm hingga 400 nm diperoleh
panjang gelombang maksimum spiked sample adalah 263 nm. Selanjutnya profil
spektrum larutan uji dibandingkan dengan profil spektrum larutan spiked sample
pada panjang gelombang maksimum 263 nm tersebut. Hasil pengujian secara
Spektrofotodensitometri menunjukkan profil spektrum bercak larutan uji identik
dengan bercak larutan spiked sample sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
yang diuji mengandung klorfeniramin maleat dan sampel tersebut dinyatakan
tidak memenuhi syarat (TMS).
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
vi
BAB II
PENDAHULUAN .........................................................................
1.4 Tujuan......................................................................................
ii
iii
33
34
35
40
4.3 Persyaratan........................................................................
46
46
46
46
47
47
47
47
48
48
48
48
53
53
54
55
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Hasil Orientasi KLT Pengukuran Jarak Rambat dan Harga Rf Larutan Uji
K, B, D dan Larutan Baku Klorfeniramin Maleat Menggunakan Tiga
Jenis Fase Gerak ................................................................................... 41
9.
10.
12.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
vi
DAFTAR LAMPIRAN
2.
3.
4.
Kromatogram Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil pada Sampel K, B, Spiked Sample serta Baku
Klorfeniramin Maleat dengan Tiga Jenis Fase Gerak yang Berbeda
5.
Spektrum Orientasi Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil secara Spektrofotodensitometri Menggunakan Sampel Jamu
K dengan Fase Gerak Kloroform : Metanol (90 : 10)
6.
Spektrum Orientasi Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil secara Spektrofotodensitometri Menggunakan Sampel Jamu
B dengan Fase Gerak Kloroform : Metanol (90 : 10)
7.
Spektrum Orientasi Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil secara Spektrofotodensitometri Menggunakan Sampel Jamu
K dengan Fase Gerak Metanol : Ammonia 25 % (100 : 1,5)
8.
Spektrum Orientasi Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil secara Spektrofotodensitometri Menggunakan Sampel Jamu
B dengan Fase Gerak Metanol : Ammonia 25 % (100 : 1,5)
9.
Spektrum Orientasi Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu GatalGatal Sediaan Pil secara Spektrofotodensitometri Menggunakan Sampel Jamu
K dengan Fase Gerak Diklorometan : Metanol : Asam Asetat Glasial (90 :
10 : 1)
vii
10.
Spektrum Orientasi Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil secara Spektrofotodensitometri Menggunakan Sampel Jamu
B dengan Fase Gerak Diklorometan : Metanol : Asam Asetat Glasial (90 :
10 : 1)
11.
Kromatogram Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil pada Sampel K, Spiked Sample serta Baku Klorfeniramin
Maleat dengan Tiga Jenis Fase Gerak yang Berbeda
12.
Spektrum Pengujian Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil secara Spektrofotodensitometri Menggunakan Sampel Jamu
K dengan Fase Gerak Kloroform : Metanol (90 :10)
13.
Spektrum Pengujian Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil secara Spektrofotodensitometri Menggunakan Sampel Jamu
K dengan Fase Gerak Metanol : Ammonia 25 % (100 :1,5)
14.
Spektrum Pengujian Identifikasi Klorfeniramin Maleat dalam Jamu Gatalgatal Sediaan Pil secara Spektrofotodensitometri Menggunakan Sampel
Jamu K dengan Fase Gerak Diklorometan : Metanol : Asam Asetat
Glasial (90 :10 : 1)
15.
16.
17.
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejak jaman dahulu nenek moyang telah memanfaatkan kekayaan alam
yang ada untuk pemeliharaan kesehatan. Pengetahuan yang dimiliki oleh mereka
diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya, diturunkan secara lisan. Maka
obat tradisional merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang
telah turun menurun digunakan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
serta pencegahan dan pengobatan penyakit berdasarkan bukti dan pengalaman.
Hingga kini obat tradisional masih digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Selain dilatarbelakangi oleh pengalaman, harga yang relatif murah juga
merupakan faktor penunjang diminatinya obat tradisional ini.
Akan tetapi karena obat tradisional memberikan dampak kesembuhan yang
lambat, beberapa produsen menggunakan berbagai cara agar produknya lebih
diminati oleh konsumen. Salah satu caranya adalah dengan menambahkan bahan
kimia berkhasiat obat yang mempunyai khasiat yang sama atau searah dengan
penggunaan obat tradisional untuk menghasilkan efek menyembuhkan yang lebih
cepat dan khasiatnya lebih terlihat. Sayangnya, obat kimia memberikan efek yang
membahayakan terhadap kesehatan tubuh jika digunakan dalam dosis yang tidak
tepat dan digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Peredaran dan
penggunaan obat tradisional seperti ini sangat membahayakan kesehatan tubuh
konsumen juga merusak citra obat tradisional secara keseluruhan.
Dalam upaya meningkatkan keamanan, kegunaan dan mutu dari obat
tradisional, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan
No. 006 pasal 37 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 007 pasal 7
tahun 2012 menyatakan bahwa setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang
membuat obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik
yang berkhasiat sebagai obat.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan
1.2
Perumusan Masalah
Apakah jamu gatal-gatal yang diuji memenuhi persyaratan mutu,
penandaan dan mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat
obat?
1.3
Pembatasan Masalah
Pada pengujian ini penulis melakukan pengujian keseragaman bobot (uji
1.4
Tujuan
persyaratan
mutu
(keseragaman
bobot)
serta tidak
1.5
Manfaat Pengujian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kerangka Teori
berikut:
1. Kelompok jamu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir a untuk
pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan JAMU sebagaimana
contoh terlampir;
2. Logo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa RANTING DAUN
TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas
sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur;
3. Logo (ranting daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan warna logo;
4. Tulisan JAMU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas dan mudah
dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain
yang menyolok kontras dengan tulisan JAMU.
Kurang dari 50 mg
12%
50 mg s/d 100 mg
11%
10%
9%
8%
7%
6%
5%
Nama kimia
: 2-[p-Kloro--[2-(dimetilamina)etil]benzil] piridina
maleat (1:1) [113-92-3]
Rumus molekul
: C16H19CIN2.C4H4O4
Berat molekul
: 390,87
maksimum
Titik lebur
: 130 - 135 oC
Pemerian
Kelarutan
2.1.6 Ekstraksi
a. Pengertian Ekstraksi
Penyarian merupakan proses pemisahan di mana suatu zat terbagi dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur (Sudjadi, 1988:60).
Sedangkan menurut (Yazid, 2005:181) ekstraksi adalah suatu proses
pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut
yang sesuai.
b. Klasifikasi Ekstraksi
Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi
dan proses pelaksanaannya.
1. Ekstraksi berdasarkan bentuk campurannya :
a) Ekstraksi Padat-cair
Zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk
padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha
mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di dalam bahan alam
seperti steroid, hormon, antibiotika, dan lipida pada biji-bijian.
b) Ekstraksi Cair-cair
Zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk
air. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak
dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam
tertentu dalam larutan air.
2. Ekstraksi berdasarkan proses pelaksanaannya :
10
a) Ekstraksi Kontinyu
Pada ekstraksi kontinyu, pelarut yang sama digunakan secara
berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai
alat dari jenis ekstraksi ini seperti alat soxhlet atau Craig
Countercurent.
b) Ekstraksi Bertahap
Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan
pelarut yang baru sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang
biasanya digunakan adalah berupa corong pisah (Yazid, 2005:181182).
c. Prinsip Ekstraksi
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Yazid,
2005:181).
Hubungan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak
saling bercampur dinyatakan pertama kali oleh Walter Nernst (1891), yang
dikenal dengan hukum partisi. Secara matematis hubungan tersebut dapat
dituliskan :
Koefesien Distribusi (K D )
11
Keterangan :
Xn
: banyaknya analit yang tersisa dalam fase air setelah n kali ekstraksi
Va
: volume air
12
Vo
kecil dan n besar. Jadi hasil yang paling baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi
yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil (Yazid, 2005:185-186).
13
telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi, dan siklodekstrin yang
digunakan untuk pemisahan kiral (Gandjar dan Rohman, 2009:354).
Setiap jenis fase diam sangat bervariasi, hal ini disebabkan oleh struktur
fase diam, ukuran, kemurnian zat tambahan sebagai pengikat dan sebagainya.
(Sudjadi, 1988:169).
b. Fase Gerak
Pemisahan pada KLT dikendalikan oleh rasio distribusi komponen dalam
sistem fase diam atau penjerap dan eluen tertentu. Profil pemisahan pada KLT
dapat dimodifikasi dengan megubah rasio disitribusi dengan mengubah komposisi
fase gerak dengan memperhatikan polaritas dan kekuatan elusinya (Gandjar dan
Rohman, 2012:342).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling
sederhana ialah dengan menggunakan campuran dua pelarut organik karena daya
elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam
memilih dan mengoptimasi fase gerak :
a.
Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
b.
Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf solut
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c.
Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar
seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.
d.
14
sampel
telah
ditotolkan,
maka
tahap
selanjutnya
adalah
15
16
densitometri.
densitometri
terletak
Perbedaan
pada
antara
monokromator.
spektrofotodensitometri
Pada
dengan
spektrofotodensitometer
KLT
(Munson,
1995:134).
Kebanyakan densitometer
17
yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, penggandaan foton
dan rekorder (Gandjar dan Rohman, 2009 : 367).
c. Bagian-bagian Spektrofotodensitometer
1) Sumber Cahaya
Sumber radiasi ada tiga macam tergantung rentang panjang gelombang dan
prinsip penentuan. Pada umumnya densitometer memberikan rentang panjang
gelombang penentuan 200-630 nm. Lampu D2 (Deuterium) dipakai umtuk
pengukuran pada daerah ultraviolet dan lampu tungsten untuk pengukuran pada
daerah sinar tampak (Mulja Muhammad dan Suharman, 1995: 235).
2) Monokromator
Pada penentuan pendarfluor dan pemadaman pendarfluor harus dilakukan
penentuan pada panjang gelombang dimana terjadi emisi atau intensitas relatif
pendarfluor yang optimal. Monokromator dengan fungsi yang sama seperti pada
spektrofotometer UV-Vis juga diperlukan pada spektrofotodensitometer (Mulja
dan Suharman, 1995: 235). Biasanya dipakai monokromator prisma.
3) Pemecah Sinar
Pemecah sinar pada densitometer radiasi berkas ganda berfungsi untuk
membagi sinar radiasi elektromagnetik menjadi dua dengan intensitas yang sama
dan memusatkan sinar berpanjang gelombang sama ke permukaan lempeng. Satu
sinar mengukur bagian lempeng yang mengandung analit, yang lain mengukur
bagian lempeng blangko untuk mengoreksi penimbrung bawaan lempeng
(Munson, 1995: 135).
4) Detektor
Detektor PMT (Photo Multiplier Tube = Tabung Penggandaan Foton)
merupakan detektor umum yang dipakai pada densitometer (Mulja Muhammad
dan Suharman, 1995: 235).
18
d. Penggolongan Spektrofotodensitometer
Menurut cara kerjanya, densitometer dibagi menjadi dua golongan :
1)
B
D(R)
D(T)
: Sumber radiasi
: Monokromator
: Plat KLT
: Rekorder
Prinsip dasar : Sinar polikromatis yang dihasilkan oleh sumber radiasi akan
19
2)
C
E(R)
E(R)
D
E(T)
E(T)
: Sumber radiasi
: Monokromator
: Pemecah sinar
: Plat KLT
: Rekorder
Prinsip Dasar : Sinar polikromatis yang dihasilkan oleh sumber radiasi akan
20
detektor pengukur sinar pantulan dan detektor pengukur sinar transmisi (Mulja
Muhammad dan Suharman, 1995: 235).
e. Instrumentasi Spektrofotodensitometer
Semua densitometer scanning mempunyai rancang bangun tertentu, yang
meliputi sumber cahaya, perangkat pemilih sumber cahaya, perangkat pemilih
panjang gelombang, sistem pengumpul dan pemusat cahaya, serta detektor. Selain
itu diperlukan mekanisme gerak lempeng di bawah cahaya terpusat untuk
menscaning pelat KLT (Munson, James 1995 : 134)
21
2.2
Kerangka Konsep
Analisa data
1. Uji mutu (keseragaman bobot) dan pemeriksaan
penandaan
2. Uji keamanan (identifikasi klorfeniramin maleat)
22
Bercak larutan uji yang tidak sejajar dengan bercak baku menunjukkan
sampel ini tidak mengandung klorfeniramin maleat (memenuhi syarat). Bercak
larutan uji yang sejajar dengan bercak baku menunjukkan sampel tersebut
kemungkinan mengandung klorfeniramin maleat. Sampel yang diduga positif
mengandung klorfeniramin maleat perlu dilakukan uji konfirmasi secara
Spektrofotodensitometri.
Uji
konfirmasi
perlu
dilakukan
secara
insitu
dengan
metode
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1
3.2
Prosedur
23
24
putar vakum pda suhu 55C sampai kering. Sisa yang diperoleh dilarutkan dengan
etanol hingga 5,0 mL dan disaring bila perlu.
Larutan Baku
Sejumlah 5 mg masing-masing baku kofein, CTM, dan diazepam, ditimbang
saksama dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 mL terpisah, kemudian
ditambahkan 2 mL etanol, sonikasi hingga larut, encerkan sampai tanda. Untuk
baku antalgin ditimbang saksama sejumlah 10 mg dan diekstraksi dengan cara
yang sama dengan larutan uji.
Larutan Spiked Sample
Dengan cara yang sama seperti pada penyiapan larutan uji, diekstraksi satu
dosis sampel yang ditambah baku antalgin, kofein, CTM, dan diazepam masingmasing sejumlah 10 mg yang ditimbang saksama.
Cara Penetapan
1. Cara Kromatografi Lapis Tipis
Larutan A, B dan C ditotolkan secara terpisah dan dilakukan Kromatografi
Lapis Tipis sebagai berikut :
Fase diam
Fase gerak
: i. Kloroform-metanol (90:10)
ii. Diklorometan-metanol-asam asetat glasial
(90:10:1)
Aplikasi sampel
: -Volume penotolan
-Tipe penotolan
: 10 L
: pita/ titik
Vol. Penotolan
Eluasi
:
Jarak rambat
Waktu
Penjenuhan
Waktu
Pengeringan
Otomatis
7,5 cm
20 menit
Manual
15 cm
Deteksi penjenuhan
dengan kertas saring
5 menit
25
Deteksi bercak
2. Secara Spektrofotodensitometri
Lempeng KLT hasil eluasi diamati profil spektrum dan panjang
gelombang serapannya menggunakan alat TLC scanner dengan
spesifikasi sebagai berikut :
a. Slit dimensions
b. Scanning speed
: 40 mm/s
c. Data resolution
: 100 m/step
d. Lamp
: D2
e. Wavelength
: 210 400 nm
Poisons).
3.3
3.3.1 Alat
a.
b.
c.
Seperangkat Spektrofotodensitometer
1) Automatic Development Chamber
26
Instrumen lain
1) Oven
2) Lampu UV 254 nm
3) Pengocok
4) Timbangan Analitik
5) Tangas Air
3.3.2 Bahan
a.
b.
c.
Pelarut
1) Aquades
2) Etanol
3) Eter
d.
Pereaksi
1) Larutan NaOH 1 N
2) Larutan HCl 1 N
e.
f.
Kertas saring
g.
pH indikator universal
3.4
Langkah Kerja
27
b.
c.
b.
jamu
dari
hasil
keseragaman
bobot
yang
telah
j)
28
Dimasukkan ke dalam bejana berisi fase gerak yang telah jenuh, dan
dilakukan proses eluasi hingga batas jarak rambat.
4) Sampel yang memiliki bercak larutan uji yang sejajar dengan bercak
larutan baku, diduga mengandung klorfeniramin maleat sehingga perlu
dilakukan uji konfirmasi secara Spektrofotodensitometri.
c.
29
2) Dibuat 3 jenis eluen yang dibutuhkan seperti pada tahap orientasi yang
masing-masing eluen bervolume 35 mL.
3) Dibuat larutan pembanding kerja / spiked sample (larutan B) dari setiap
sampel jamu yang dipilih, dengan cara:
a) Ditimbang dua dosis pemakaian sampel jamu yang diduga
mengandung klorfeniramin maleat lalu tambahkan 10 mg baku
klorfeniramin maleat ke dalam gelas piala 250 mL.
b) Ditambahkan 50 mL aquades.
c) Diasamkan dengan larutan HCl 1 N hingga pH 1-2.
d) Dikocok selama 30 menit.
e) Disaring larutan dan tampung filtrat ke Erlemmeyer 100 mL.
f) Dibasakan dengan larutan NaOH 1 N hingga pH 11-12.
g) Diekstraksi 3 kali tiap kali dengan 25 ml eter P.
h) Dikumpulkan ekstrak eter.
i) Dipindahkan ke cawan penguap.
j) Diuapkan di atas penangas uap hingga kering.
k) Dilarutkan sisa penguapan dengan 5 mL etanol.
l) Dimasukkan ke tabung reaksi lalu tutup dengan plastik.
(Larutan spiked sample / Larutan B)
4) Dilakukan persiapan instrumen spektrofotodensitometer.
5) Dilakukan tahap pemasukan data dan persiapan penotolan pada lempeng
dengan cara membuka aplikasi yang ada pada komputer lalu masukan
semua data baku serta sampel yang harus dimasukkan pada aplikasi.
6) Dilakukan proses penotolan larutan uji (A), larutan baku (C) yang
sebelumnya digunakan untuk orientasi secara KLT dan larutan spiked
sample (B) secara otomatis menggunakan alat Automatic TLC Sampler
dengan bantuan syringe 100 L, penotolan sebanyak 10 L.
7) Dilakukan proses eluasi terhadap lempeng yang sudah ditotolkan, dengan
cara:
a) Dimasukkan fase gerak bervolume 35 mL ke dalam bejana.
b) Dimasukkan lempeng kedalam bejana.
c) Dilakukan eluasi hingga batas yang telah ditentukan.
30
Pengujian Mutu
1) Dilakukan pemilihan satu sampel jamu yang akan digunakan untuk
pengujian keamanan.
2) Dicatat data hasil uji penandaan, organoleptik, serta homogenitas.
3) Dicatat data keseragaman bobotnya berdasarkan hasil orientasi.
b.
Pengujian Keamanan
a) Dibuat larutan uji (Larutan A) triplo dari satu sampel jamu yang dipilih,
dengan menambah penimbangan sebanyak 2 kali.
31
32
3.5
Rumus Perhitungan
a. Harga Rf
Rf =
BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Sampel
a.
Sampel 1
b.
Nama Sampel
: Jamu Gatal-gatal K
No. Registrasi
: POM TR 082485651
Produksi
: PT. X
Exp. Date
: Juli 2016
Netto
Komposisi
: Tinosporae Caulis
90 mg
Plucheae Folium
45 mg
Andrographidis Herba
45 mg
Curcumae Rhizoma
45 mg
Khasiat
Cara Pemakaian
Sampel 2
Nama Sampel
: Jamu Gatal-gatal B
No. Registrasi
: POM TR 082476731
Produksi
: PT. Y
Exp. Date
: Desember 2016
Netto
Komposisi
: Andrographidis Herba
Khasiat
45,0 mg
Centellae Herba
45,0 mg
Curcumae Rhizoma
45,0 mg
Sappan Lignum
45,0 mg
Alstoniae Cortex
22,5 mg
Tinosporae Caulis
22,5 mg
Cara Pemakaian
33
34
c.
Sampel 3
Nama Sampel
: Jamu Gatal-gatal D
No. Registrasi
: POM TR 002410331
Produksi
: PT. Z
Exp. Date
: Desember 2016
Netto
Komposisi
: Curcumae Rhizoma
45,00 mg
45,00 mg
Andrographidis Herba
33,75 mg
Khasiat
Sappan Lignum
22,50 mg
Elephantopi Folium
11,25 mg
Cara Pemakaian
4.2
Data Pengamatan
a. Organoleptik
Pengamatan organoleptik dilakukan berdasarkan bentuk, bau, warna, rasa
dan homogenitas untuk membedakan karakter fisik tiga merek sampel jamu yang
akan diujikan. Hasilnya sebagai berikut :
1) Sampel Jamu Gatal-gatal Merek K
Bentuk
: Pil
Bau
: Khas aromatik
Warna
: Coklat kehitaman
Rasa
: Pahit
: Pil
Bau
: Khas aromatik
Warna
Rasa
: Coklat kehijauan
: Pahit
35
: Pil
Bau
: Khas aromatik
Warna
: Coklat kehitaman
Rasa
: Pahit
b. Penandaan
Pengamatan dilakukan terhadap penandaan berupa logo dari ketiga merek
jamu, dan hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 2 dan lampiran 1.
Keterangan
ranting
Sampel B
Logo
berupa
daun berupa
Jamu
ranting
Sampel D
daun berupa ranting daun
dalam terletak
dalam
bagian
atas
wadah/
kemasan
dicetak
dengan
Tulisan
dicetak
dengan
Jamu
hitam diatas dasar warna hitam diatas dasar warna hijau diatas dasar warna
putih.
warna dicetak
orange.
putih.
36
Sampel "B"
Sampel "D"
Bobot Wadah
0,1478
0,1464
0,1486
2,3388
2,3107
2,2574
Bobot Wadah+Sisa
0,1480
0,1466
0,1486
Bobot 10 Pil
2,1908
2,1641
2,1088
Bobot Rata-rata
0,2190
0,2164
0,2108
Keterangan
Pil
Bobot Wadah
(g)
Bobot wadah
+ isi
(g)
Bobot
Wadah +
Sisa
(g)
Bobot
Pil
1
2
3
4
5
0,1480
0,1481
0,1481
0,1480
0,1480
0,3608
0,3749
0,3602
0,3590
0,3636
0,1480
0,1481
0,1481
0,1480
0,1480
0,2128
0,2268
0,2121
0,2110
0,2156
0,1480
0,3759
0,1480
7
8
9
10
0,1479
0,1480
0,1481
0,1481
0,3727
0,3676
0,3666
0,3695
0,1479
0,1480
0,1481
0,1481
0,2279
0,2248
0,2196
0,2185
0,2214
Penyimpangan
terhadap Bobot
Rata - rata
(%)
(BRxi)/BR100%
2,83%
3,56%
3,15%
3,65%
1,55%
4,06%
2,64%
0,27%
0,22%
1,09%
37
Pil
Bobot Wadah
(g)
Bobot wadah
+ isi
(g)
Bobot
Wadah +
Sisa
(g)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,1466
0,1465
0,1463
0,1463
0,1464
0,1463
0,1464
0,1462
0,1465
0,1465
0,3783
0,3461
0,3786
0,3557
0,3414
0,3591
0,3681
0,3729
0,3412
0,3869
0,1466
0,1465
0,1463
0,1463
0,1464
0,1463
0,1464
0,1462
0,1465
0,1467
Bobot
Pil
Penyimpangan
terhadap Bobot
Rata - rata
(%)
(BRxi)/BR100%
0,2317
0,1996
0,2323
0,2094
0,1950
0,2128
0,2217
0,2267
0,1947
0,2402
7,07%
7,76%
7,34%
3,23%
9,88%
1,66%
2,44%
4,75%
10,02%
10,99%
Pil
Bobot Wadah
(g)
Bobot wadah
+ isi
(g)
Bobot
Wadah +
Sisa
(g)
1
2
3
4
5
6
7
0,1486
0,1483
0,1485
0,1485
0,1484
0,1485
0,1485
0,3524
0,3717
0,3643
0,3733
0,3543
0,3476
0,3506
0,1486
0,1483
0,1485
0,1485
0,1484
0,1485
0,1485
Bobot
Pil
Penyimpangan
terhadap Bobot
Rata - rata
(%)
(BRxi)/BR100%
0,2038
0,2234
0,2158
0,2248
0,2059
0,1991
0,2021
3,32%
5,97%
2,37%
6,64%
2,32%
5,55%
4,12%
38
8
9
10
0,1486
0,1484
0,1485
0,3404
0,3727
0,3670
e.
Data Perhitungan
(1)
0,1486
0,1484
0,1485
a. Sampel K
BR = bobot isi 10 Pil / 10
= 2,1908 g / 10
= 0,2190 g
b. Sampel B
BR = bobot isi 10 Pil / 10
= 2,1641 g / 10
= 0,2164 g
c. Sampel D
BR
= BR x 10 (2 dosis pemakaian)
= 0,2190 g x 10 pil
= 2,1900 g
Sampel Q
BP
= BR x 10 (2 dosis pemakaian)
= 0,2164 g x 10 pil
= 2,1640 g
Sampel R
BP
= BR x 10 (2 dosis pemakaian)
= 0,2108 g x 10 pil
= 2,1080 g
0,1918
0,2243
0,2185
9,01%
6,40%
3,65%
39
pen impangan
mg
mg
= 3,56 %
b. Pil 6
mg
mg
mg
= 4,06 %
c. Pil 7
mg
mg
mg
= 2,64 %
mg
mg
= 3,15 %
b. Pil 4
mg
mg
mg
= 3,65 %
40
Data Orientasi
1)
Penimbangan
Bobot Wadah (g)
Bobot Wadah +
Bahan (g)
Bobot Wadah +
Sisa (g)
Bobot Bahan (g)
Larutan A
Larutan C
Sampel K
Sampel B
Sampel D
65,7012
64,4346
63,4379
0,0778
67,8915
66,5988
65,5466
0,1030
0,0779
2,1903
2,1642
2,1087
0,0251
c)
Data Hasil Pengukuran Jarak Rambat dan Harga Rf Orientasi secara KLT
Dapat dilihat pada Tabel 8.
41
Klorfeniramin
Eluen II
Eluen III
Metanol : Ammonia 25 %
Diklorometan : Metanol :
(100 : 1.5)
(90 : 10)
Larutan
(90 : 10 : 1)
jarak
Tinggi
Harga
jarak
Tinggi
Harga
jarak
Tinggi
Harga
Rambat
Bercak
Rf
Rambat
Bercak
Rf
Rambat
Bercak
Rf
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
Baku
5,2
5,0
2,3
0,46
4,1
1,0
0,24
Uji K
5,2
1,4
0,27
5,0
2,1
0,42
4,1
1,0
0,24
Uji B
5,2
3,0
0,57
5,0
2,1
0,42
4,1
0,9
0,22
Uji D
5,2
1,4
0,27
5,0
3,9
0,78
4,1
2,9
0,70
1)
42
untuk Orientasi
Spektrofotodensitometri
Penimbangan
Bobot Wadah
(g)
Bobot Wadah
+ Bahan (g)
Sampel K
Jamu
Baku
Jamu
Baku
65,5697
0,1447
65,1022
0,1369
67,7600
0,1546
67,2664
0,1469
0,1447
0,1370
2,1903
0,0099
2,1642
0,0099
Bobot Wadah
+ Sisa (g)
Bobot Bahan
(g)
Sampel B
c)
43
Hasil
Orientasi
Pengukuran
Jarak
serta
Larutan
Baku
Klorfeniramin
Maleat
Eluen I
Kloroform : Metanol
(90 : 10)
Eluen II
Metanol : Ammonia 25
% (100 : 1.5)
Keterangan
jarak
Rambat
(cm)
Harga
Rf
jarak
Rambat
(cm)
0,24
Eluen III
Diklorometan : Metanol :
Asam Asetat Glasial
(90 : 10 : 1)
Baku
5,8
Tingg
i
Berca
k (cm)
1,4
Harga
Rf
jarak
Rambat
(cm)
6,2
Tingg
i
Berca
k (cm)
3,1
Harga
Rf
5,5
Tingg
i
Berca
k (cm)
1,8
0,50
5,8
1,2
0,20
6,2
2,8
0,45
5,5
1,6
0,29
Spiked K
5,8
1,4
0,24
6,2
2,8
0,45
5,5
1,7
0,30
5,8
1,5
0,25
6,2
2,6
0,43
5,5
1,7
0,30
Spiked B
5,8
1,7
0,29
6,2
2,6
0,43
5,5
1,8
0,33
Baku
5,8
1,8
0,31
6,2
2,6
0,43
5,5
1,9
0,34
5,8
1,8
0,31
6,2
2,6
0,43
5,5
1,7
0,30
Spiked K
5,8
1,7
0,29
6,2
2,6
0,43
5,5
1,8
0,33
5,8
1,2
0,20
6,2
2,6
0,43
5,5
1,6
0,29
Spiked B
5,8
1,7
0,29
6,2
2,8
0,45
5,5
1,7
0,30
0,33
44
yang dilakukan
melalui
metode
KLT
dan
b. Data Pengujian
1)
No
1.
Uji K1
62,7001
Uji K2
62,1965
Uji K3
66,6777
Larutan Spiked
sample (g)
Uji
Baku
65,1005 0,1428
64,8900
64,3873
68,8684
67,2905
0,1529
0,1030
0,1429
0,0779
2,1899
2,1908
2,1907
2,1900
0,0100
0,0251
Keterangan
4.
Bobot Wadah
Bobot Wadah +
Bahan
Bobot Wadah +
Sisa
Bobot Bahan
2)
2.
3.
Larutan
Baku (g)
Baku
0,0778
45
dan Harga Rf
Keterangan
Eluen I
Kloroform : Metanol
(90 : 10)
Tinggi
Bercak
(cm)
1,6
Harga
Rf
Baku
jarak
Rambat
(cm)
6,5
K1
6,5
K2
Eluen II
Metanol : Ammonia 25 %
(100 : 1.5)
Tinggi
Bercak
(cm)
3,0
Harga
Rf
0,24
jarak
Rambat
(cm)
6,5
1,3
0,20
6,5
6,5
1,3
0,20
K3
6,5
1,5
Spiked K
6,5
Baku
Eluen III
Diklorometan : Metanol :
Asam Asetat Glasial
(90 : 10 : 1)
Tinggi
Bercak
(cm)
1,8
Harga
Rf
0,46
jarak
Rambat
(cm)
6,0
2,9
0,45
6,0
1,6
0,26
6,5
2,8
0,43
6,0
1,6
0,26
0,23
6,5
2,8
0,43
6,0
1,7
0,28
1,8
0,27
6,5
2,8
0,43
6,0
1,7
0,28
6,5
1,8
0,27
6,5
2,8
0,43
6,0
1,7
0,28
K1
6,5
1,5
0,23
6,5
2,7
0,41
6,0
1,7
0,28
K2
6,5
1,4
0,21
6,5
2,7
0,41
6,0
1,7
0,28
K3
6,5
1,5
0,23
6,5
2,7
0,41
6,0
1,7
0,28
Spiked K
6,5
1,8
0,27
6,5
3,0
0,46
6,0
1,8
0,30
0,30
46
4.3
Persyaratan
4.3.1 Penandaan
Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor:
HK.00.05.4.2411 tentang Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam
Indonesia pasal 5, pasal 7 dan pasal 8, penandaan jamu sebagai berikut :
1. Kelompok jamu harus mencantumkan logo dan tulisan JAMU sebagaimana
contoh terlampir;
2. Logo berupa RANT NG DAUN TERLETAK DALAM L NGKARAN, dan
ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur;
3. Logo (ranting daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas dasar
warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo;
4. Tulisan JAMU harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam
diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan
JAMU.
47
4.4
Hasil Pengujian
48
4.5
Pembahasan
4.5.1 Penandaan
Dilakukan pemeriksaan terhadap penandaan (logo) pada sampel K,
terdapat logo jamu berupa ranting daun terletak dalam lingkaran yang dicetak
dengan warna hitam di atas dasar warna putih yang di tempatkan di pojok kiri atas
wadah. Selain itu, terdapat tulisan jamu yang dicetak dengan warna hitam di atas
dasar warna putih yang terletak di bawah logo, namun warna logo dan tulisan
jamu tidak sesuai dengan Keputusan Kepala BPOM RI Nomor: HK.00.05.4.2411,
yaitu dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain.
4.5.2 Uji Mutu
Keseragaman Bobot
Berdasarkan hasil perhitungan dari data percobaan, tidak terdapat pil yang
bobot isinya menyimpang dua kali lipat dari 10%.
4.5.3 Uji Keamanan ( Identifikasi Klorfeniramin Maleat )
Pengujian identifikasi terhadap klorfeniramin maleat ini menggunakan
prosedur dari Metode Analisa PPOM No. 12/OT/12 yaitu Skrining Antalgin,
Kofein, Klorfeniramin Maleat dan Diazepam dalam Obat Tradisional Sediaan
Padat secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotodensitometri. Alasan
memilih metode skrining ini dibandingkan dengan metode analisa zat aktif
tunggal karena pengekstrak yang digunakan pada metode skrining (eter)
mempunyai toksisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan pengekstrak pada
metode analisa tunggal (kloroform).
Pengujian ini menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis dan
Spektrofotodensitometri. Alasan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis karena
metode ini memberikan hasil pemisahan yang baik, dan memerlukan waktu yang
singkat, perlengkapan yang sederhana dan menggunakan cuplikan dalam jumlah
yang sedikit. Setelah dilakukan proses Kromatografi Lapis Tipis kemudian
dilakukan uji konfirmasi secara Spektrofotodensitometri.
Alasan menggunakan metode Spektrofotodensitometri karena metode ini
dapat digunakan untuk analisis suatu zat dalam jumlah yang cukup kecil. Teknik
49
50
Setelah itu larutan disaring dengan bantuan kertas saring ke dalam Erlenmeyer.
Selanjutnya filtrat dibasakan dengan penambahan larutan NaOH 1 N hingga pH
51
52
klorfeniramin maleat.
Hasil
scanning
pada
kromatogram
menggunakan
fase
gerak
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan pemeriksaan penandaan terhadap logo jamu K, diperoleh
hasil terdapat logo jamu berupa ranting daun terletak dalam lingkaran yang
dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih yang di tempatkan di pojok
kiri atas wadah. Selain itu, terdapat tulisan jamu yang dicetak dengan warna hitam
di atas dasar warna putih yang terletak di bawah logo, namun warna logo dan
tulisan jamu tidak dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau
warna lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa logo jamu yang tertera pada
kemasan jamu K tidak sesuai menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI Nomor: HK.00.05.4.2411 tentang Pengelompokkan dan
Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia pasal 5. Berdasarkan pengujian mutu
yang telah dilakukan yaitu keseragaman bobot yang dilakukan terhadap 10 pil
jamu, tidak terdapat sampel jamu yang persentase penyimpangan bobot isi pil
terhadap bobot isi rata-rata melebihi batas persentase penyimpangan yang tertera
pada persyaratan, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel yang diujikan
memenuhi syarat (MS) keseragaman bobot sesuai dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Persyaratan Mutu Obat Tradisional.
Berdasarkan pengujian keamanan yakni identifikasi klorfeniramin maleat
secara Spektrofotodensitometri dapat disimpulkan bahwa sampel jamu gatal-gatal
bentuk pil merek K yang diujikan mengandung klorfeniramin maleat, sehingga
sampel dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sesuai yang tertera dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 dan 007 Tahun
2012.
Berdasarkan hasil dari kedua pengujian yang telah dilakukan yaitu uji mutu
(keseragaman bobot) dan uji keamanan (identifikasi klorfeniramin maleat) maka
dapat disimpulkan bahwa sampel jamu merek K yang diuji tidak memenuhi
syarat (TMS).
53
54
5.2
Saran
Untuk memperoleh hasil yang lebih teliti dari identifikasi bahan kimia
sintetik berkhasiat obat, dapat digunakan metode analisa lain yang lebih sensitif
seperti Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau Kromatografi Gas dan sebaiknya
baku pembanding diperlakukan sama dengan sampel. ). Hal tersebut dimaksudkan
supaya mendapatkan hasil yang lebih baik dan akurat dalam pengujian keamanan
di dalam bidang obat tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Anief. 1995. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia No. HK.
00.05.4.2411. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang
Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka No. HK. 00.05.41.1384. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2010. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang
Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan
Batas Kedaluwarsa pada Penandaan/ Label Obat, Obat Tradisional,
Suplemen Makanan, dan Pangan No. HK. 03.1.23.06.10.5166. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang
Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat Tradisional No. HK.
03.1.23.02.12.1248. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Jakarta.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1979. Farmakope Indonesia
Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia
Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2012. Analisis Obat secara
Spektrofotometri dan kromatografi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha
Obat Tradisional. Jakarta.
55
56
Instrumental. Surabaya :
oleh
Lanjutan Lampiran 2.
c) Homogenitas pada Jamu D
Lanjutan Lampiran 5.
c) Spektrum Larutan Baku, Uji dan Spiked Sample pada Jamu K
Lanjutan Lampiran 6.
Lanjutan Lampiran 7.
c) Spektrum Larutan Baku, Uji dan Spiked Sample pada Jamu K
Lanjutan Lampiran 8.
c) Spektrum Larutan Baku, Uji dan Spiked Sample pada Jamu B
Lanjutan Lampiran 9.
c) Spektrum Larutan Baku, Uji dan Spiked Sample pada Jamu K
Sampel
Jamu
dengan
Fase
Gerak
Sampel
Jamu
dengan
Fase
Gerak
Lampiran di atas menunjukkan bahwa : Spektrum larutan uji K1, K2, K3 identik
dengan larutan baku Klorfeniramin Maleat dan larutanSpiked sample K.
Lampiran di atas menunjukkan bahwa : Spektrum larutan uji K1, K2, K3 identik
dengan larutan Spiked sample K maupun baku Klorfeniramin Maleat.
Sampel
Jamu
dengan
Fase
Gerak
Lampiran di atas menunjukkan bahwa : Spektrum larutan uji K1, K2, K3 identik
dengan larutan Spiked sample K maupun baku Klorfeniramin Maleat.
TLC Visualizer
TLC Visualizer
Lampiran 17. Skema Isolasi dan Pemisahan Klorfeniramin Maleat Dari Obat
Tradisional
Dikeluarkan pil dan dihomogenkan. Ditambahkan air dan
diasamkan dengan HCl 1N hingga pH 1-2
Saring
Filtrat
Dibasakan dengan NaOH 1N
hingga pH 11-12
FRAKSI AIR
Tidak Terionisasi
Larut dalam Pelarut
Non Polar
Terionisasi
Larut dalam Pelarut
Polar
Uapkan
Ditambahkan 5 mL
etanol