Anda di halaman 1dari 17

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Periapikal Granuloma


Periapikal granuloma pada gigi non vital merupakan suatu fokus proteksi
anti bakteri yang menjadi tempat pertemuan kuman intraseluler dengan
pertahanan inang. Gagalnya pembentukan granuloma pada umumnya akibat dari
eksaserbasi penyakit yang timbul. Pada saat yang sama, granuloma yang terbentuk
mengganggu fisiologis jaringan sekitarnya sehingga merupakan pusat patogenesis
penyakit (Garcia et al., 2007, p. 586).
Pada kondisi gigi non vital (nekrosis) yang tidak dirawat, bakteri akan
berpenetrasi melalui foramen apikalis sehingga menimbulkan inflamasi di
periapikal yang disebut periodontitis apikalis. Periodontitis apikalis kronis
selanjutnya dapat membentuk periapikal granuloma. Periapikal granuloma terdiri
dari jaringan inflamasi granulomatous yang diinfitrasi sangat banyak oleh
berbagai sel radang dan dikelilingi jaringan fibrous (Garcia et al., 2007, p. 586).

2.1.1 Gejala Klinis Periapikal Granuloma


Gejala klinis antara periapikal granuloma dan kista periapikal sangat sulit
dibedakan, pasien tidak memiliki gejala nyeri selain rasa yang tidak nyaman pada
gusi, dan biasanya terdeteksi melalui radiografik, namun jika terdapat eksaserbasi
akut maka akan menunjukkan gejala seperti abses periapikal. Pada tes vitalitas
gigi dengan periapikal granuloma akan memberikan respon negatif, oleh karena

6
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

berhubungan dengan pulpa yang telah nekrotik, stimulasi termal juga akan
menunjukkan respon yang negatif (Crawford, 2008, p.148).

2.1.2 Gambaran Radiologi Periapikal Granuloma


Secara klinis periapikal granuloma tidak dapat dibedakan dengan lesi
keradangan periapikal lainnya. Untuk membedakan lesi periapikal lainnya
diperlukan pemeriksaan radiografik, ukurannya bervariasi mulai dari diameter
kecil yang hanya beberapa milimeter hingga 2 centimeter. Pada gambaran
radiografik tampak area radiolusen dengan batas yang jelas atau difus menempel
pada apeks akar gigi dan terlihat lamina dura dengan tanpa keterlibatan
kondensasi tulang (Gambar 2.1) (Lia et al., 2004 p. 23).

Gambar 2.1 A. Gambaran radiografik periapikal granuloma, B. Gigi


dengan periapikal granuloma (pasca ekstraksi) (Whaites,
p.236)

Periapikal granuloma memperlihatkan bulatan radiolusen dengan


diameter mulai dari 0,5 mm 2 cm, dibatasi membran periodontium dan terdiri
dari fibroblas dan pembuluh darah. Meskipun pemeriksaan dengan radiografik
merupakan kunci diagnostik, tetapi cara untuk dapat membedakan periapikal

7
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

granuloma dengan lesi periapikal lainnya secara akurat adalah dengan


menggunakan pemeriksaan mikroskopik (Lia et al., 2004 p. 23).

2.1.3 Gambaran Histologi Periapikal Granuloma


Secara histologi, periapikal granuloma didominasi oleh jaringan
granulasi yang diinfiltrasi oleh sel mastosit, makrofag, limfosit, sel plasma, dan
leukosit PMN. Selain itu, multinucleated giant cells, foam cell, cholesterol cleft
dan epitel sering ditemukan (Torabinejad & Walton, 2009, p. 59).
Periapikal granuloma terdiri dari jaringan granulasi yang terinflamasi,
dikelilingi dinding sel yang terdiri dari jaringan fibrous (Gambar 2.2). Gracia et
al., (2007) mengemukakan bahwa periapikal granuloma adalah suatu masa
terlokalisasi dari jaringan inflamasi kronis dengan infiltrasi inflamasi akut yang
memberikan gambaran adanya limfosit B dan limfosit T, sel plasma, neutrofil,
histiosit dan eusinofil serta biasa ditemukan sarang epitel yang dibentuk dari sisa
epitel Malassez dan merupakan kemampuan untuk berproliferasi (Gambar 2.3)
(Garcia et al., 2007, p. 588).

Gambar 2.2 Periapikal granuloma yang tersusun


oleh jaringan granulasi (Garcia et al., 2007, p. 588)

8
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Gambar 2.3 Lesi granulomatous pada granuloma


dengan untaian epitel (Garcia et al., 2007 p.588)

2.1.4 Patogenesis Pembentukan Periapikal Granuloma


Gigi karies yang tidak dirawat akan berlanjut dan lambat laun akan
mencapai bagian pulpa sehingga mengakibatkan keradangan pada pulpa. Proses
keradangan pulpa yang berlanjut dapat menyebabkan kelainan periapikal.
Nobuhara dan del Rio (Nobuhara WK & Del Rio CE, 1993 cit Torabinejad &
Walton, 2009, p.59-60) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa 59,3 % dari lesi
periapikal merupakan periapikal granuloma, 22 % kista periapikal, 12 % jaringan
parut periapikal dan 6,7 % lainnya (Torabinejad & Walton, 2009, pp.59-60).
Patogenesis yang mendasari periapikal granuloma adalah respon imun
untuk mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul
melalui pulpa, yang telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai
macam iritan yang dapat menyebabkan keradangan pada pulpa, yang tersering
adalah karena bakteri, proses karies yang berlanjut akan membuat jalan masuk
bagi bakteri ke dalam pulpa, sehingga pulpa mengadakan pertahanan dengan
respon inflamasi, baik respon imun seluler maupun humoral (Radics, 2004,
p.111).

Respon

imun

humoral

bertanggung

jawab

terhadap

serangan

mikroorganisme ekstraseluler dan toksinnya sedangkan respon imun seluler

9
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

memicu destruksi sel yang terinfeksi oleh mikroorganisme intraseluler (Philipi et


al., 2003, p.182).
Terdapat tiga karakteristik pulpa yang mempengaruhi proses inflamasi,
pertama adalah pulpa tidak dapat mengkompensasi reaksi inflamasi secara
adekuat karena dibatasi oleh dinding dentin yang keras, sehingga produk
inflamasi tidak memiliki cukup ruang dan meningkatkan tekanan ruang pulpa.
Inflamasi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan volume
jaringan karena transudasi cairan. Hal tersebut cenderung memperlambat aliran
darah ke ruang pulpa, dengan adanya hipoksia yang terus-menerus maka pulpa
menjadi nekrosis. Kedua, meskipun pulpa memiliki banyak vaskularisasi, namun
hanya disuplai oleh satu pembuluh darah yang masuk melalui saluran sempit
disebut foramen apikal, dan tidak ada suplai cadangan lain. Edema dari jaringan
pulpa akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang melalui foramen apikal,
sehingga jaringan pulpa tidak adekuat dalam mekanisme pertahanan, akan
menyebabkan aliran darah terputus sehingga menyebabkan pulpa menjadi
nekrosis. Ruang pulpa dan saluran akar serta jaringan pulpa yang nekrosis
menciptakan sebuah lingkungan yang mendukung kolonisasi bakteri. Ketiga,
karena gigi berada pada rahang, maka bakteri akan menyebar melalui foramen
apikal menuju jaringan periapikal (Torabinejad & Walton, 2009, pp.52-3).
Sementara respons imun pada inflamasi dapat mengeliminasi invasi
bakteri ke daerah periapikal, tetapi pemberantasan flora tersebut pada saluran akar
tidak dapat optimal. Dalam hal ini sistem saluran akar menjadi sumber infeksi
bakteri yang persisten dan reaksi imun yang terus menerus pada jaringan
periapikal akan menyebabkan perubahan secara histologis. Perubahan ini

10
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dikarakteristikkan dengan keberadaan jaringan granulasi yang berisi makrofag,


limfosit, sel plasma, netrofil, dan elemen fibrovaskular dalam jumlah bervariasi.
Pada saat bersamaan akan terjadi kerusakan jaringan periapikal dan resorpsi
tulang (Crawford, 2008, pp. 145-50)

2.2 Mastosit
Mastosit adalah sel mobile, yang berasal dari sumsum tulang (bone
marrow). Mastosit terdiri dari granula yang mengandung sel imun. Mastosit dapat
ditemukan pada seluruh jaringan ikat, mukosa, dan pada sistem saraf. Dalam
rongga mulut, mastosit ditemukan pada seluruh jaringan termasuk pada pulpa,
namun pada pulpa keberadaan mastosit sulit untuk dideteksi. (Laurence, 2003
p.188).
Mastosit juga mempunyai fungsi sebagai sel yang mampu melepaskan
mediator kemotaktik dan menstimulasi sel imun yang lain, seperti makrofag dan
neutrofil. Selain itu mastosit juga bisa berperan sebagai Antigen Presenting Cell
(APC) yang mengekspresikan Major Histocompability Complex (MHC) klas I dan
klas II bagi sel T (Laurence, 2003, p.188).
Pada lesi inflamasi rongga mulut, granula mastosit dapat teridentifikasi
dari granula eksterna dan pelepasan kandungan granula mastosit pada jaringan
interseluler, yang terlihat dengan pewarnaan toulidin blue staining dan chymase
immunohistochemistry (Laurence, 2003, p.190).

11
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.2.1 Morfologi Mastosit


Sel mastosit berbentuk bulat, biasanya merupakan sel mononuclear, yang
menunjukkan variasi fenotip dalam morfologi. Diameter sel berkisar hingga 25
m. Nucleus sel ini unilobed dan mungkin bulat atau oval dan biasanya dalam
posisi eksentris. Elektron mikroskop menunjukkan banyak proyeksi sitoplasma
yang mungkin interdigitate dengan sel lain (Mahjoub et al, 2009, p.2).
Sel mastosit dapat dikenali dengan granula metakromatik yang terdapat
pada sitoplasmanya, yang besarnya 0.3 sampai dengan 0.8 m dan dapat
menempati sebagian besar dari volume sel. Granula sel mastosit tercat merahungu dengan pengecatan Toluidine Blue ataupun Giemsa (Gambar 2.4 dan
Gambar 2.5). Penampakan warna merah yang dikarenakan oleh pengecatan
berwarna biru ini disebut pengecatan metakromasi. Hal ini dikarenakan sifat
sangat sulfat, proteoglikan anionic yang dikomplekskan dengan beberapa
secretory granule proteases yang dikeluarkan oleh basofil (Mahjoub et al, 2009,
p.2).

Gambar 2.4. Sel mastosit dengan pewarnaan Giemsa, dan dilihat dengan oil emmerse
pada pembesaran 1000x, pada kasus ini terdapat lima sel mastosit pada satu
lapangan pandang (Mahjoub et al, 2009 p.2).

12
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Gambar 2.5 Sel Mastosit (tanda panah) pada pasien hypersensitivity pneumonitis (HP) dengan
pewarnaan Giemsa pada perbesara 400x (Taniuch et al, 2009, p. 6)

Pada kebanyakan preparat, sebagian besar mastosit pecah dan granula


dari mastosit menghilang dari jaringan sekitar. Granula mastosit mempunyai
ukuran diameter 0,5 mikron (0,5 m), dibatasi oleh membran dan mempunyai
kandungan yang bervariasi pada setiap spesies (Lesson,1981, p.124).
Pada mikroskop cahaya, sekresi granula mastosit yang diwarnai dengan
toulidin blue mempunyai karakteristik metakromatik (gambar 2.5), selain itu
mastosit juga menghasilkan kimase dan TNF (Laurence, 2003,p.189) (gambar
2.6).

Gambar 2.6 Morfologi karakteristik dari mastosit yang diambil dari endotel
pembuluh darah vena pada perut, diwarnai dengan toluidine blue (E) adalah
epitel sel basal (Laurence, 2003 p.189)

13
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Setiap tipe mastosit mengandung antara 80 sampai 300 granula. Ketika


teraktivasi mungkin mengalami degranulasi mensintesis granula (Laurence, 2003,
p. 189).

Gambar 2.7 (A) Granula mastosit yang diwarnai dengan toluidine blue (B) Kimase, (C)
TNF (Laurence, 2003 p.189)

Laurence (2003) menjelaskan ada dua subpopulasi mastosit dalam hal


mediator yang dihasilkan, respons untuk mensekresi, dan sitokin mastosit yang
menghasilkan triptase (MCT) dan mastosit yang menghasilkan triptase dan kimase
(MCTC). Pada mukosa dan pulpa manusia mastosit yang dominan adalah MC TC
(Laurence, 2003, p. 190).
Meskipun tidak diketahui bahwa setiap subpopulasi mastosit mempunyai
fungsi yang jelas, tetapi berdasarkan letak dan kandungan granula, memberikan
kesan bahwa setiap subpopulasi mempunyai peran yang penting pada berbedabeda proses penyakit (Laurence, 2003, p. 190).
Pada lesi periapikal terjadi respons iritasi kronik, umumnya akibat dari
infeksi saluran akar. Variasi bakteri yang besar membangkitkan respons imun dan
tubuh, termasuk respons imunologi spesifik dan reaksi inflamasi non spesifik.
Diantara sel-sel pada lesi periapikal, mastosit ditemukan pada infiltrat keradangan

14
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dari periapikal granuloma dan kista radikuler. Peran mastosit pada pertahanan
tubuh sebagai sel efektor yang membangkitkan imunitas dan respons terhadap
mikroorganisme. Mastosit juga memainkan peran penting dalam imunopatologi
dan reaksi hipersensitifitas tipe cepat dan lambat. Selain itu juga memainkan
peran pada patogenesa dari inflamasi kronik dalam membangkitkan dan menjaga
keseimbangan mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi (Rodini, 2004,
p.59).

2.2.2 Aktivasi Mastosit


Respons terhadap berbagai antigen dapat dimulai setelah antigen
ditangkap, diproses dan disajikan oleh antigen presenting cell (APC). Karena sel
T hanya mengenal imunogen yang terikat pada protein major histocompatibility
complex (MHC) pada permukaan sel. Terdapat 2 kelas perbedaan protein MHC,
yaitu MHC I yang diekspresikan oleh semua sel somatik dan pemrosesan antigen
sebagai respons sitotoksik. Protein MHC II diekspresikan oleh makrofag dan
sedikit tipe sel lain. Setelah antigen diproses oleh makrofag akan mengaktifkan sel
T helper. Selain itu makrofag juga akan melepas IL-1 untuk sinyal tambahan
dalam pengaktifan sel T helper. Dengan dua sinyal yaitu sinyal pertama dari
kompleks antigen MHC kelas II yang berada pada permukaan APC dan sinyal
kedua IL-1 yang dilepaskan makrofag, sel T helper akan melepaskan dua sinyal
yaitu: yang pertama IL-4 atau disebut juga B cell differentiation factor (BCDF)
dan IL-6 yang disebut juga dengan B cell growth factor (BDGF) (Abbas,2002, pp.
440-4). Ekspresi dua sinyal dan sel T helper tersebut akan mengaktifkan sel B
untuk berdiferensiasi dan berproliferasi (Daniel, Abba, dan Tristram, 1997).

15
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel T, sel B juga akan tersensitasi
(Roeslan, 2002, pp. 48-52). Di bawah pengaruh IL-4, akan terjadi proses
perubahan isotip rantai berat sel B menjadi sel plasma dan memproduksi IgE
(Gambar 2.7). Selanjutnya IgE akan berikatan dengan reseptor Fragment
Cystalitin (Fc) pada permukaan mastosit (disebut FcRI). IgE akan berfungsi
sebagai reseptor antigen pada permukaan mastosit (Abbas, 2002,pp.440-4).

Gambar 2.8 Skema mekanisme respons imun yang menggambarkan pentingnya limfosit T
dalam sistem imunoregulator. Sel Th yang teraktivasi antigen, mengaktifkan sel B yang
diikuti bangkitnya imunitas humoral. (Abbas, 2002, p.440)

Mastosit teraktivasi karena ikatan molekul FcRI dengan antigen yang


telah menempel pada molekul IgE. Pada individu yang mempunyai alergi
terhadap suatu partikel antigen, IgE yang menempel pada mastosit spesifik untuk
antigen tersebut mempunyai proporsi yang besar. Antigen tersebut akan berikatan
dengan molekul IgE untuk memicu mastosit aktif (Gambar 2.8). Aktifasi mastosit
akan berakibat tiga macam respons biologi, yaitu: (a) sekresi kandungan preformed dari granula oleh proses regulasi dan exocytosis. (b) sintesis dan sekresi
lipid mediators, (c) sekresi dan sintesis sitokin (Abbas, 2002, p.443).

16
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Gambar 2.9 Aktivasi sel B mensekresi IgE dan selanjutnya terikat pada mastosit,
terjadi degranulasi dan diikuti pelepasan mediator-mediator (Abbas, 2002, p.444)

2.2.3 Mediator yang dihasilkan mastosit


Mastosit pada host mempunyai kemampuan untuk memproduksi sebuah
sepektrum mediator yang kuat. Mediator ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu
(Abbas, 2002, p.432-44):
1.

Pre-formed mediators, terdiri dari:


a. Biogenic amines (Vasoactif amin), dan
b. Granula makromolekul

2. Mediator yang baru disintesis, terdiri dari:


a. Mediator lipid-derived
b. Sitokin

17
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.2.3.1 Preformed mediators


a. Biogenic amines
Biogenic amines sering disebut juga dengan vasoaktif amin yang
empunyai berat molekul ringan, dan kemudian akan dibagi menjadi suatu
kumpulan amin. Pada manusia, mastosit pada bagian ini berperan dalam
menghasilkan histamin. Histamin pada tubuh manusia yang melekat pada
endotelium pembuluh darah akan menyebabkan dilatasi yang diikuti
keluarnya plasma menuju jaringan. Histamin juga merangsang sel endotel
untuk mensintesis zat relaksasi otot halus pembuluh darah, seperti
prostacyclin (PGI2) dan nitric oxide (Abbas, 2002, p.442).
Laurence (2003) menjelaskan bahwa histamin yang dihasilkan
mastosit merupakan mediator yang penting dalam merubah permiabilitas
vaskuler, dimana histamin merubah struktur endothelium mikrovaskuler,
seperti kontraksi endothelium dan pembentukan jarak (gap) interseluler.
Histamin meningkatkan adhesi platelet dengan memobilisasi molekul
adesi p-selectin (Laurence, 2003, p. 191).

b. Granula makromolekul
Granula makromolekul yang dihasilkan adalah neutral serine
protease dan proteoglikan yang termasuk neutral serine protease, seperti
triptase dan kimase (Abbas, 2002,p. 434). Kimase adalah mediator
spesifik mastosit yang tidak ditemukan pada basofil (Laurence, 2003
p.189).

18
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Fungsi dari enzim ini secara in-vivo belum diketahui secara jelas,
namun secara in-vitro aktivitas enzim ini sangat penting. Triptase dapat
membelah fibrinogen dan aktifitas kolagenase, lebih dan itu dapat
menyebabkan kerusakan jaringan (Abbas, 2002, p.434). Kimase dapat
merubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II mempunyai
efek yang penting pada regulasi mikrosirkulasi termasuk kontraksi otot
halus dan peningkatan permiabilitas vaskuler (Toru, 1997, p.67). Kimase
dan triptase mastosit dianggap mempunyai peranan yang penting pada
kerusakan struktur protein membran basal pada oral lichen planus
(Laurence, 2003, p 190). Rodini, et al (2004, p. 60) menyebutkan triptase
yang dihasilkan oleh mastosit pada kista berperan dalam proses resorbsi
tulang selama proses pertumbuhan dan pembesaran kista.

2.2.3.2 Mediator yang baru dihasilkan


a. Lipid-derived
Ada tiga macam mediator lipid-derived tersintesis oleh karena
aktivasi dari mastosit (Abbas, 2002, p.436).
i.

Prostaglandin D2 (PGD2)

ii.

Leukotriene (LT), yang terdiri dari LTC4, LTD4 dan LTE4

iii.

Platelet-activating factor (PAF)


Dilaporkan juga oleh Rodini (2004, p.60-2) bahwa prostaglandin

yang dihasilkan oleh mastosit selama proses degranulasi mempunyai


peranan di dalam proses resorbsi tulang. PGE2 yang juga merupakan
produk makrofag penting dalam mengaktifkan limfosit yang

19
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

memproduksi osteoclast activating factor (OAF), dimana OAF ini


merupakan faktor yang menyebabkan resorbsi tulang kista periapikal
(Torabinejad, dkk., 1985,p.488)

b. Sitokin
Sitokin adalah mediator peptida yang penting dalam sistem
imun. Sitokin berfungsi mengatur naik-turunnya respons imunologik,
inflamasi, dan penyembuhan host dari kerusakan. Dalam fungsinya
sebagai sinyal interseluler, sitokin mengatur respons inflamasi lokal
dan sistemik. Sitokin mengatur reaksi host terhadap antigen asing
dengan cara mengatur pertumbuhan, mobilitas, diferensiasi leukosit
serta sel-sel lainnya, dan juga interaksi yang kompleks antara limfosit,
sel radang, elemen seluler di dalam jaringan (Roeslan, 2003, p.55).
Beberapa
biologinya,

sitokin

misalkan

diberi

nama

macrophage

sesuai
activation

dengan

aktivitas

factor

(MAF),

macrophage migration inhibiting factor (MIF), leukocyte-derived


chemotatic factor (CTX), lymphotoxin (LT), dan osteoclast-activating
factor (OAF). Sebagian besar sitokin telah dirubah namanya menjadi
inter-leukin dan sisanya disebut sesuai dengan aktivitas biologiknya,
seperti tumour necrosis factor (TNF), colony-stimulating factor
(CSF), dan sebagainya (Roeslan, 2003,p.58-9).
Mastosit memproduksi bermacam-macam sitokin yang berperan
dalam reaksi keradangan. Sitokin ini terdiri dari TNF, IL-1, IL-4, IL5, IL-6, macrophage inflammatory protein-1 (MIP-1), MIP-1,

20
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

granulocyte-monocyte colony-stimulating factor (GM-CSF) seperti


IL-3 (Abbas, 2002, pp. 432-40). Mediator yang dihasilkan mastosit
mempunyai sifat autocrine dan paracrine, contohnya IL-5 yang dapat
berfungsi sebagai autocrine dimana IL-5 mengaktifkan mastosit untuk
mensekresi TNF, IL-5, IL-13, MIP-1, dan GM-CSF tanpa
meingkatkan pelepasan histamin (Laurence, 2003, p. 189). IL-5 juga
bisa berfungsi sebagai paracrine, yaitu sebagai stimulasi sel B dan sel
T untuk berproliferasi dan diferensiasi. Bersama IL-4, IL-5
meningkatkan produksi IgE (Roeslan, 2002 pp. 60-4). IL-4 yang
disekresi oleh mastosit dapat berperan sebagai mediator inflamasi
yang mampu merubah inflamasi akut ke arah kronik (Laurence, 2003,
p 189).
IL-1 mengandung dua peptida berbeda yang menguatkan
respons imunologik, inflamasi, dan penyembuhan IL-1 terdapat dalam
dua bentuk yaitu IL-1 dan IL-1, yang mempunyai berbagai macam
aktifitas. Potensi kedua macam IL-1 ini hampir identik yaitu
menstimulasi osteoklas yang akan meresorbsi tulang, merangsang
aktifitas fosfatase alkalin di dalam osteoblas, dan mengaktifasi
proliferasi fibroblas (Roeslan, 2002, p 5-9).
TNF juga terdiri atas dua peptida yang berbeda dan menguatkan
respons imunologik pada aktifitas inflamasi lokal dan sistemik. TNF
ditemukan dalam dua bentuk yaitu TNF- dan TNF-. Keduanya
mempunyai aktifitas biologi yang sama. TNF- diproduksi oleh
makrofag dan juga mastosit. TNF- juga merangsang aktifitas

21
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

fosfatase alkalin di dalam osteoblas, mengaktifasi proliferasi fibroblas


menginduksi osteoklas yang akan meresorbsi tulang (Roeslan, 2003, p
7-10).
Mastosit melepaskan TNF yang menginduksi sel endothel untuk
menampilkan E-selectin. TNF adalah mediator tunggal yang
menginduksi E-selectin adalah zat yang mengadesi dengan cepat dari
neutrofil, limfosit-T, monosit, dan leukosit yang lain kepada sel
endothel dan TNF juga mendukung inflamasi ke arah kronik
(Laurence, 2003, p 189).

22
SKRIPSI

EKSPRESI JUMLAH SEL ...

KHARISMA NISA

Anda mungkin juga menyukai