TEEEETTT
Bel sekolah berdering dengan nyaringnya, menandakan kalau
pelajaran untuk hari ini telah usai.
Keluhku.
bisa bermain. Jika aku bermain maka aku harus putus sekolah.
Mungkin aku hanya berlebihan jika mengatakan kalau aku
bermain maka aku harus putus sekolah.
begitulah yang akan terjadi.
Aku
mereka
turun,
maka
tak
segan-segan
mereka
akan
bantuan
dana
dari
keluargaku
karena
itu
akan
Aku
pintar bukan karena aku memang pintar darisananya, tapi karena aku
belajar mati-matian.
Mati bukan
dalam arti yang sebenarnya. Mati dalam arti aku akan putus sekolah
dan harus bersekolah di sekolah biasa. Padahal aku sangat menyukai
kenapa, dari awal aku masuk ke sekolah ini, perempuan inilah yang
pertama kali mendekatiku.
kemana saja. Kelas 10 memang kelas kita sama, tapi kelas 11 kelas
kita berbeda.
Terkadang
perempuan sembarangan.
Serena bukanlah
Tidak.
kusadari,
aku
menyiratkan
ketidaksukaanku
melalui
Aku
anggukan semangat Serena. Bo-boleh saja sih... Tapi, jangan lamalama ya. Aku tidak mau diganggu soalnya, kataku. Aku tahu kalau
Serena main ke rumahku, bukannya belajar tapi dia malah main.
Apalagi kalau sudah ada adikku di rumah, dia malah main sama
mereka dan mengabaikan pelajarannya.
Oh.... Baiklah, serunya.
Tunggu.
murung. Kenapa dengannya? Biasanya dia oke oke saja dengan itu.
Malahan dia tidak menggubris perkataanku dan tetap pulang malam
hingga sopirnya menjemputnya.
loncat girang dan cengar-cengir tidak jelas seperti yang biasa dia
lakukan.
penderitaanku sih. Kalau iya, pasti ia tidak akan tersenyum seperti itu.
Aku pun langsung menganggap kalau tadi aku hanya salah lihat.
Lalu berangkatlah kita ke rumahku.
dariku. Dia langsung saja ku cubit pipinya hingga merah, dan dia pun
langsung nangis dan pergi.
Dan
Tapi sepertinya
bahagia.
Terpaksa aku
juga bermain.
Waktu berlalu terlalu cepat hingga tak sadar udah hampir jam
sepuluh. Tumben sekali Serena belum pulang. Biasanya sebelum jam
sembilan pun dia sudah pulang. Ketika ku tanya, aku melihat suatu
raut aneh dalam wajahnya. Tapi, mungkin saja aku salah lihat.
Begitu Serena menghubungi sopirnya untuh datang, kami
menunggu di luar rumahku.
Terimakasih ya Helen, atas hari ini, katanya.
menyenangkan.
Hem... Hem... gumamku malas. Lebih tepatnya dialah yang
menganggu jam belajarku.
Keluargamu seru ya. Ramai terus, ujarnya.
Ramai
sih
ramai,
tapi
mereka
selalu
meledekku
dan
untuk memeriksa
pesan masuk.
Itu gantungan handphone dari ku kan? tanyanya. Kelihatan
takjub.
Aku mengangguk. Bagus sih. Jadi aku pakai saja. Tidak cocok
ya dengan hape jadulku.
hampir
jenius,
punya
keluarga
yang
bisa
Udah cantik,
mencukupi
kenyataan.
Sebenarnya aku kurang mengerti dengan apa yang Serena
maksud.
melainkan opini ku tentang Serena. Baru kusadari kalau selama ini aku
tidak terlalu mengenal Serena seperti Serena mengenalku. Aku tidak
pernah ke rumahnya, ke kamarnya, bahkan ketemu keluarganya. Aku
hanya mendengar cerita-cerita tentang keluarga Serena juga dari
orang-orang. Tapi kan itu hanya cerita. Tidak pernah kudengarkan
cerita itu langsung dari mulut Serena. Dan wajah Serena yang selalu
ceria berhasil menipuku.
Menurut yang
Dia
bermaksud
menyindirku.
Dia
berusaha
Sekarang tidak.
Aku telah
Data Penulis
Nama
: cimonte_ukii
: maydina.fafau@gmail.com