Anda di halaman 1dari 29

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK EMERGENSI
“TEKANAN DARAH TINGGI PADA KEHAMILAN”

KELOMPOK A-12

KETUA : Hanifa Islami (1102016078)


SEKRETARIS : Maydina Sifa Fauziah (1102016114)
ANGGOTA : Alfiyah Rakhmatul Azizah (1102016016)
Amelinda Fortuna Dewi (1102016022)
Annida Fillah (1102016027)
Ardini Saskia Noviayanti (1102016030)
Audrey Kumala (1102016035)
Ekki Fhalzimi (1102016059)
Fanny Domingga (1102016064)
Hanny Silviana (1102016080)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018/2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. i

SKENARIO ............................................................................................................................. 1

PERTANYAAN ....................................................................................................................... 1

JAWABAN ............................................................................................................................... 1

HIPOTESIS .............................................................................................................................. 2

SASARAN BELAJAR ............................................................................................................. 3

1. HIPERTENSI PADA KEHAMILAN ................................................................................. 4

1.1. DEFINISI ........................................................................................................................ 4

1.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO ............................................................................. 4

1.3. KLASIFIKASI ................................................................................................................ 8

1.4. PATOFISIOLOGI ........................................................................................................... 9


1.5. MANIFESTASI KLINIS .............................................................................................. 12
1.6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING ............................................................. 12

1.7. TATALAKSANA ......................................................................................................... 14

1.8. KOMPLIKASI .............................................................................................................. 20

1.9. PENCEGAHAN ............................................................................................................ 20


1.10. PROGNOSIS .............................................................................................................. 21

2. SINDROM HELLP ............................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27

i
TEKANAN DARAH TINGGI DALAM KEHAMILAN
Seorang asin wanita usia 18 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan utama kepala terasa sakit.
Pasien ini dengan kehamilan pertama dan usia kehamilan 32 minggu jika dihitung dari hari
pertama haid terakhirnya. Pasien melakukan ANC ke Puskesmas sebanyak 4 kali dan terakhir
kontrol 1 minggu yang lalu. Berdasarkan ANC sebelumnya diketahui pasien memiliki tekanan
darah tinggi dan sudah diberikan obat antihipertensi. Selama kehamilan pasien mengalami
kenaikan berat badan 20 kg dan tidak ada edema pada tungkai. Dari riwayat penyakit keluarga
tidak ada keluarga yang menderita penyakit jantung, ginjal, diabetes dan hipertensi. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, tekanan darah 180/120, nadi
92x/menit, nafas 22x/menit, suhu 36℃. Dari status obstetri didapatkan tinggi fundus teri 26
cm dan denyut jantung janin 154x/menit. Tanda tanda persalinan tidak ada. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil janin hidup tunggal intra teri presentasi
kepala dan hasil pemeriksaan laboratorium Turin protein positif 3. Dari hasil pemeriksaan
darah didapatkan Hb 10.5 gr %, leukosit 12.000/mm3, trombosit 95.000/mm3.

PERTANYAAN
1. Mengapa terjadi proteinuria?
2. Apa hubungan pasien hamil pertama kali dengan hipertensi?
3. Faktor resiko apa saja yang terjadi pada pasien?
4. Mengapa terjadi trombositopenia?
5. Dampak apa saja yang terjadi pada janin saat Ibu terkena hipertensi?
6. Apa tata laksana hipertensi pada kehamilan?
7. Mengapa pasien mengalami sakit kepala?
8. Apa pencegahan hipertensi pada kehamilan?
9. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien?
10. Apakah tinggi fundus teri sudah sesuai dengan usia kehamilan?
11. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien?
12. Mengapa terjadi leukositosis?

JAWABAN
1. Hipertensi dapat merusak endotel yang menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat.
Pada ginjal, hipertensi merusak endotel pada glomerulus sehingga mengakibatkan
protein keluar melalui urin.
2. Karena adanya perubahan hemodinamik.
3. Penyakit vaskular, diabetes mellitus, gemelli, primigravida, hamil pada usia <20 tahun
dan >35 tahun, penyakit trofoblas gestasional.
4. Karena adanya kerusakan endotel yang mentrigger agregasi dan adhesi trombosit.
5. – Intrauterin growth retardation
– Lahir prematur
– Berat badan lahir rendah
– Oligohidroamnion
– Solusio plasenta
6. Bayi cukup bulan : langsung dilahirkan

1
Bayi belum cukup bulan : dapat diberikan antihipertensi (contohnya Nifedipin),
pematangan paru, dan asiprin. Namun bila sudah parah maka langsung determinasi.
7. Karena adanya hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
8. Diet rendah garam, antioksidan, dan vitamin C.
9. Tarik celup, USG, pemeriksaan darah lengkap.
10. Tidak sesuai, seharusnya fundus uteri setinggi 30-34 cm.
Ukuran tidak sesuai ini bisa terjadi karena kemungkinan adanya intrauterin growth
retardation.
11. Preeklampsi derajat berat.
12. Pada Ibu hamil normal karena semakin tua usia kehamilan semakin tinggi kadar leukosit.
Hal ini terjadi sebagai mekanisme pertahanan tubuh.

HIPOTESIS
Primigravida dan kehamilan pada usia <20 tahun maupun usia >35 tahun merupakan salah
satu faktor resik hipertensi pada kehamilan. Terjadinya perubahan hemodinamik
menyebabkan disfungsi endotel sehingga timbul hipertensi dan proteinuria. Hal ini dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang tarik celup, USG dan pemeriksaan darah
lengkap.

2
SASARAN BELAJAR
1. Hipertensi pada Kehamilan
1.1. Definisi
1.2. Etiologi dan Faktor Resiko
1.3. Klasifikasi
1.4. Patofisiologi
1.5. Manifestasi Klinisi
1.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding
1.7. Tatalaksana
1.8. Komplikasi
1.9. Pencegahan
1.10. Prgonosis
2. Sindrom HELLP

3
1. HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
1.1. DEFINISI
 Penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal dengan darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah ≥ 140 mmHg (tekanan
sistolik) dan ≥ 90 mmHg (tekanan diastolik). (JNC VII, 2014)
 Hipertensi yang diinduksi kehamilan memiliki risiko lebih besar mengalami
persalinan premature, IUGR (intrauterine growth retardation), kesakitan dan
kematian, gagal ginjal akut, gagal hati akut, pendarahan saat dan setelah
persalinan, HELLP (hemolysis elevated liver enzymes and low platelet count),
DIC (disseminated intravascular coagulation), pendarahan otak dan kejang.
 Secara umum HDK dapat didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah
sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg yang diukur
paling kurang 6 jam pada saat yang berbeda.
Hipertensi dibagi menjadi dua lagi yaitu :
a. Hipertensi ringan : yaitu tekanan darah yang memiliki ukuran tekanan
sistolik 140 – 159mmHg dan tekanan darah diastolik 90 – 109mmHg.
b. Hipertensi berat : yaitu tekanan darah yang memiliki ukuran tekanan darah
sistolik ≥160mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110mmHg.

1.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


ETIOLOGI
 Invasi tropoblas yang inkomplet
Pada keadaan normal, arteriol spiral mengalami invasi oleh endovaskular
tropoblast, sel sel ini di ganti oleh endotel vaskular sehingga terbentuk
pembuluh darah baru hasil remodeling dengan karakteristik diameter
pembuluh darah lebih besar dan resistensi vaskular yang lebih kecil, berbeda
dengan arteri, vena di invasi hanya sampai bagian permukaan saja. Pada
preeklamsia dapat terjadi invasi tropblastik inkomplet sehingga yang
seharusnya terjadi proses remodeling arteri spiral menjadi pembuluh darah
baru dengan diameter yang lebih besar dengan resistensi vaskular yang lebih
rendah tidak terbentuk.

4
A. Implantasi tropoblas pada keadaan normal : pada trimester ke-tiga terjadi
implantasi plasenta yang disertai dengan proliferasi tropoblas ekstravilia,
tropoblas tersebut menginvasi desidua basalis dan menginvasi lebih dalam
ke dinding arteriol spiral untuk mengganti jaringan endotel dan lapisan
muskular arteri spiral, proses remodeling ini menghasilkan pembuluh
darah baru yang lebih lebar dan memiliki resistensi vaskular yang lebih
rendah.
B. Implantasi tropoblas pada keadaan preeklamsia : proses implantasi
jaringan tropoblas mengalami gangguan yang mengakibatkan tidak terjadi
remodeling pada arteri spiral sehingga mengakibatkan pembuluh darah
yang membentuk plasenta menjadi berdiameter sempit dengan resistensi
vaskular lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
darah.

De Wolf et all melakukan penelitian terhadap vaskular plasenta yang


menemukan terjadinya kerusakan endotel, insudasi konstituen plasenta
kedalam pembuluh darah, proliferasi lapisan muskular pada vaskular, dan
nekrosis pada area tertentu, selain itu terjadi deposit lipid pada sel miosit
tunika intima dan invasi oleh sel makrofag yang secara kolektif disebut
dengan (atherosis).

5
Aterosis ditunjukan oleh pembuluh darah pada plasenta (kiri: pemeriksaan
dengan mikroskop cahaya, kanan: diagram skematik). Gangguan endotel
mengakibatkan penyempitan lumen yang diakibatkan oleh akumulasi lipid,
dan sel makrofag yang berubah menjadi sel foam (sel busa). Pada
pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tampak sel-sel busa yang ditunjukan
panah melengkukung, dan selain itu tampak kerusakan endotel vaskular yang
ditunjukan oleh panah lurus.
Karena gabungan faktor implantasi tropoblast yang tidak sempurna yang
mengakibatkan tidak terjadinya remodeling arteri spiralis dan penyempitan
abnormal akibat deposit lipid dan sel foam maka struktur vaskular akan
menjadi sempit dengan resistensi vaskular yang tinggi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan darah, penurnan perfusi utero-plasenter
dan hambatan pertumbuhan janin intrauterine.

 Faktor-faktor imunologis
Pada preeklamsia terjadi intoleransi atau disregulasi imunologi. Terdapat
beberapa komponen imun yang berperan terhadap terjadinya preeklamsia.
Diantaranya Haplotipe HLA-A, HLA-B, HLA-D, HLA-Ia, HLA-II dan
Hapltope reseptor sel NK.
Redman et all menjelaskan bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan toleransi
antigenik terhadap janin yang terbentuk, hal ini terutama terjadi pada masa
kehamilan awal. Redman et al menjelaskan bahwa pada awal kehamilan terjadi
penurunan jumlah HLA-G yang bersifat imunosupresif, penurunan jumlah
HLA-G ini mengakibatkan hambatan dalam proses remodeling arteri spiralis
sehingga terbentuk vaskuler yang berdiameter sempit dengan resistensi
vaskular yang tinggi. Selain itu penghambatan oleh penurunan jumlah HLA-
G, proses remodeling juga di diakibatkan oleh aktivasi sel T Helper (Th-1, Th-
2). Sel Th-2 mengaktifkan sistem imun humoral melalui aktivasi sel B untuk
memproduksi antibodi, dan Th-1 menghasilkan sitokin. Aktivasi sel-sel
tersebut terjadi melalui mekanisme yang belum diketahui dengan jelas.

 Aktivasi sel endotel.


Pengeluaran faktor-faktor plasenta karena pemicu yang tidak diketahui seperti
faktor antiangiogenik dan faktor metabolik lain yang diketahui mengakibatkan
kerusakan endotel vaskular, selain faktor-faktor diatas kerusakan endotel juga
dapat diakibatkan oleh stress oksidatif yang ditandai oleh meningkatnya
Reactive Oxygen Species (ROS) pada penderita preeklamsia.

 Faktor-faktor nutrisi
Berdasarkan penelitian John et al (2002) yang meneliti pengaruh nutrisi
dengan kejadian preeklamsia didapatkan kesimpulan bahwa pada kelompok
dengan diet kaya buah-buahan dan sayuran menunjukan angka kejadian
preeklamsia, selain itu zhang et all melaporkan penurunan angka kejadian
preeklamsia dua kali lipat pada kelompok penelitian dengan intake vit C lebih
dari 85mg/hari, dibandingkan dengan kelompok dengan intake vit C kurang
dari 85mg/Hari. Intake sayuran, buah-buahan, dan vit C diketahui merupakan

6
antioksidan yang berfungsi menurunakan produksi ROS seperti lipid peroksida
yang mengakibatkan kerusakan sel endotel yang berperan dalam patogenesis
preeklamsia.

 Faktor-faktor genetic
Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang bersifat poligenik, artinya
dipengaruhi beberapa ekspresi gen yang mengakibatkan serangakian proses
kompleks yang menimbulkan preeklamsia. Ward dan lindheumer meneliti
keterkaitan faktor genetik dengan kejadian preeklamsia. Penelitian tersebut
menyebutkan bahwa terjadi peningkatan insidensi preeklamsia sebesar 20-
40% jika lahir dari ibu dengan riwayat preeklamsia, peningkatan insidensi
preeklamsia sebesar 11 -37% jika memiliki saudara kandung perempuan
dengan riwayat preeklamsia, dan peningkatan insidensi preeklamsia sebesar
22-47% jika memiliki saudara kembar perempuan dengan riwayat
preeklamsia. Menurut ward dan lindheimer melalui penelitianya menyebutkan
terdapat 70 jenis gen yang mungkin terkait dengan kejadian preeklamsia.
Tabel menunjukan beberapa gen yang terkait dengan kejadian preeklamsia.
Tabel dibawah menjelaskan beberapa faktor gen yang berperan terhadap
terjadinya preeklamsia.
Beberapa gen yang berperan dalam patogenesis hipertensi kehamilan

Gen Kromosom

MTHFR 1p36.3
(C677T)

F5 (Gen 1q23
Leiden)
AGT (M235T) 1q42-q43

NOS3 (Glu 298 7q36


Asp)
F2 (G20210A) 11p11-q12

Beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan etiologi hipertensi pada


kehamilan terutama yang menjelaskan mengenai preeklamsia-eklamsia,
diantaranya
 Implantasi plasenta dengan invasi tropoblas yang inkomplet.
 Maladaptif imunologis antara ibu, plasenta dan fetus.
 Faktor genetik yang terdiri dari gen-gen yang diturunkan

7
FAKTOR RISIKO

 Primipara
 Riwayat Kehamilan dengan pre-eklampsi
 Hipertensi kronis atau penyakit ginjal kronis atau keduanya
 Riwayat trombofilia
 Kehamilan multifetus
 Riwayat pre-eklampsi dalam keluarga
 Diabetes melitus tipe I atau II
 Obesitas
 Usia kehamilan Ibu tua (lebih > 35 tahun)
 Kehamilan ganda
 Lupus eritomatous sistemik

1.3. KLASIFIKASI
 Hipertensi Gestasional
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya setelah perangah
kehamilan, tetapi tidak mengalami proteinuria.
 Hipertensi transisional
Sama seperti Hipertensi Gestasional, tapi tidak timbul bukti pre-eklampsi dan
tekanan darah kembali ke normal pada 12 minggu pascapartum.
 Preeklamsia
Memiliki tekan darah ≥ 140/90 mmHg yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu,
dan terdapat proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + pada pemeriksaan tarik
celup.
 Eklamsia
Preeklamsia yang diikuti dengan kejang.
 Preeklamsia yang Bertumpang Tindih pada Hipertensi Kronis
 Proteinuria awitan baru ≥ 300 mg/24 jam pada perempuan hipertensif, tetapi
tidak ditemukan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
 Peningkatam mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit
<100.000/𝜇L pada perempuan yang mengalami hipertensi dan proteinuria
sebelum kehamilan 20 minggu.
 Hipertensi Kronis
 Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau terdiagnosis
sebelum kehamilan 20 minggu, tidak disebabkan penyakit trofoblastik
gestasional.
ATAU
 Hipertensi pertama kali diagnosis setelah kehamilan 20 minggu dan menetap
setelah 12 minggu pascapartum.

8
Derajat Keparah Penyakit Hipertensi dalam Kehamilan

Abnormalitas Ringan Berat

Tekanan darah diastolik <110 mm Hg >110 mm Hg

Tekanan darah sistolik <160 mm Hg >160 mm Hg

Proteinuria 2+ 3+

Sakit kepala Tidak ada Ada

Gangguan Visual Tidak ada Ada

Nyeri perut Tidak ada Ada

Oliguria Tidak ada Ada

Kreatinin serum Normal Meningkat

Trombositopenia Tidak ada Ada

Peningkatan serum Minimal Meningkat


transaminase

Hambatan pertumbuhan fetus Tidak ada Ada

Edema Pulmo Tidak ada Ada

1.4. PATOFISIOLOGI
 Invasi Tropoblas yang Inkomplit
Pada keadaan normal, arteriol spiral mengalami invasi oleh endovaskular
tropoblast, sel sel ini di ganti oleh endotel vaskular sehingga terbentuk
pembuluh darah baru hasil remodeling dengan karakteristik diameter
pembuluh darah lebih besar dan resistensi vaskular yang lebih kecil, berbeda
dengan arteri, vena di invasi hanya sampai bagian permukaan saja. Pada
preeklamsia dapat terjadi invasi tropblastik inkomplet sehingga yang
seharusnya terjadi proses remodeling arteri spiral menjadi pembuluh darah
baru dengan diameter yang lebih besar dengan resistensi vaskular yang lebih
rendah tidak terbentuk.

9
A. Implantasi tropoblas pada keadaan normal : pada trimester ke-tiga terjadi
implantasi plasenta yang disertai dengan proliferasi tropoblas ekstravilia,
tropoblas tersebut menginvasi desidua basalis dan menginvasi lebih dalam
ke dinding arteriol spiral untuk mengganti jaringan endotel dan lapisan
muskular arteri spiral, proses remodeling ini menghasilkan pembuluh
darah baru yang lebih lebar dan memiliki resistensi vaskular yang lebih
rendah.
B. Implantasi tropoblas pada keadaan preeklamsia : proses implantasi
jaringan tropoblas mengalami gangguan yang mengakibatkan tidak terjadi
remodeling pada arteri spiral sehingga mengakibatkan pembuluh darah
yang membentuk plasenta menjadi berdiameter sempit dengan resistensi
vaskular lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
darah.

10
De Wolf et all melakukan penelitian terhadap vaskular plasenta yang
menemukan terjadinya kerusakan endotel, insudasi konstituen plasenta
kedalam pembuluh darah, proliferasi lapisan muskular pada vaskular, dan
nekrosis pada area tertentu, selain itu terjadi deposit lipid pada sel miosit
tunika intima dan invasi oleh sel makrofag yang secara kolektif disebut
dengan (atherosis).

Aterosis ditunjukan oleh pembuluh darah pada plasenta (kiri: pemeriksaan


dengan mikroskop cahaya, kanan: diagram skematik). Gangguan endotel
mengakibatkan penyempitan lumen yang diakibatkan oleh akumulasi lipid,
dan sel makrofag yang berubah menjadi sel foam (sel busa). Pada
pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tampak sel-sel busa yang ditunjukan
panah melengkukung, dan selain itu tampak kerusakan endotel vaskular yang
ditunjukan oleh panah lurus.
Karena gabungan faktor implantasi tropoblast yang tidak sempurna yang
mengakibatkan tidak terjadinya remodeling arteri spiralis dan penyempitan
abnormal akibat deposit lipid dan sel foam maka struktur vaskular akan
menjadi sempit dengan resistensi vaskular yang tinggi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan darah, penurnan perfusi utero-plasenter
dan hambatan pertumbuhan janin intrauterine.

 Aktivasi Sel Endotel


Terdapat teori bahwa disfungsi endotel disebabkan oleh keadaan leukosit
terhiperaktivasi dalam sirkulasi ibu. Sitokin, seperti faktor nekrosis tumor-
𝛼 (TNF – 𝛼) dan interleukin (IL) berperan dalam timbulnya stres oksidatif
terkait preeklampsi. Stres ini menyebabkan adanya oksigen reaktif dan
radikal bebas yang menyebabkan terbentuknya peroksida lipid yang
berpropagasi sendiri. Hal ini akan membentuk lebih banyak radikal bebas
yang amat toksik yang akan mencederai sel endotel, mengubah produksi
nitrat oksida mereka, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat
lain stres oksidatif ini mencakup produksi sel busa makrofag yang penuh
lipid yang tampak aterosis, aktivasi koagulasi mikrovaskular, yang
bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan permeabilitas
kapiler yang ditandai dengan edema dan proteinuria.

11
1.5. MANIFESTASI KLINIS
 Sakit Kepala
 Gangguan penglihatan : kabur skotoma
 Gangguan status mental
 Sesak nafas
 Edema generalisata
 Nyeri perut kuadran kanan atas atau epigastrium
 Kelemahan / malaise – dapat merupakan manifestasi anemia hemolitik

1.6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Evaluasi pada penderita hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang
keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan
fisis serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
- Pemakaian obat-obatan analgesic dan obat/bahan lain
3. Faktor-faktor risiko
4. Gejala kerusakan organ
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tekanan darah
- Pengukuran rutin di kamar periksa dokter / rumah sakit
- Pengukuran 24 jam
2. Vital Sign
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes darah rutin
2. Proteinuria kuantitatif
3. Hitung darah perifer lengkap (DPL)
4. Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
5. Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
6. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
7. Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
8. USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat)

12
Hipertensi  Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya
Gestasional setelah perangah kehamilan.
 Tidak ada proteinuria.
 TD kembali ke normal sebelum 12 minggu pascapartum.
 Diagnosis akhir hanya dapat dibuat pascapartum.
 Mungkin memiliki gejala atau tanda lain preeklamsia,
misalnya dispepsia atau trombositopenia.
Preeklamsia Kriteria minimum
 Memiliki tekan darah ≥ 140/90 mmHg yang terjadi setelah
kehamilan 20 minggu
 Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + pada pemeriksaan
tarik celup.
Kriteria kemungkinan Preeklamsi meningkat
 TD ≥ 160/110 mmHg.
 Proteinuria 2,0 g/24 jam atau ≥ 2+ pada pemeriksaan tarik
celup (dipstick).
 Kreatinin serum > 1,2 mg/dL, kecuali memang sebelumnya
diketahui meningkat.
 Trombosit <100.000/𝜇L.
 Hemolisis mikroangiopatik – peningkatan LDH.
 Peningkatan kadar transaminase serum – ALT dan AST.
 Nyeri kepala yang persisten atau gangguan serebral atau
visual lainnya.
 Nyeri epigastrium persisten
Eklamsia Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada
perempuan dengan preeklamsia.
Preeklamsia  Proteinuria awitan baru ≥ 300 mg/24 jam pada perempuan
yang hipertensif, tetapi tidak ditemukan proteinuria sebelum
Bertumpang kehamilan 20 minggu.
Tindih pada  Peningkatam mendadak proteinuria atau tekanan darah atau
Hipertensi hitung trombosit <100.000/𝜇L pada perempuan yang
Kronis mengalami hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20
minggu.
Hipertensi  Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau
Kronis terdiagnosis sebelum kehamilan 20 minggu, tidak
disebabkan penyakit trofoblastik gestasional.
ATAU
 Hipertensi pertama kali diagnosis setelah kehamilan 20
minggu dan menetap setelah 12 minggu pascapartum.

13
DIAGNOSIS BANDING
 Abruptio Placentae
 Aneurisma abdominal
 Apendicitis akut
 Kolesistitis dan Kolik Bilier
 Kolelithiasis
 Gagal jantung kongetif dan edema pulmonal
 Encephalitis
 Trauma abdominal

1.7. TATALAKSANA
Pencegahan dan tatalaksana terhadap kejang
 Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena).
 MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan
kejang).
 Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis
awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
 Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU
(bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.

14
MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Alternatif I dosis awal MgSo4 4 g IV sebagai larutan 40% selama
5 menit
Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSo4
(40%) 6 g dalam larutan RL/RA selama 6 jam
Jika kejang berulang setelah 15 menit,
berikan MgSo4 (40%) 2 g IV selama5 menit

Dosis Pemeliharaan MgSo4 1g/jam melalui infus RL/RA yang


diberikan sampai 24 jam postpartum
Alternatif II dosis awal MgSo4 4 g IV sebagai larutan 40% selama
5 menit

Dosis Pemeliharaan Diikuti dengan MgSo4 (40%) 5 g IM


dengan 1 ml Lignokain (dalam spuit yg sama)
Pasien akan merasa agak panas pada saat
pemberian MgSo4

15
Sebelum pemberian MgSo4 Refleks patella (+)
Ulangan, lakukan pemeriksaan : Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam
terakhir
Frekuensi pernafasan minimal 16
kali/menit

Hentikan pemberian MgSO4, jika : Refleks patella (-), bradipnea (<16


kali/menit)
Siapkan antidotum Jika terjadi henti nafas :
Bantu pernafasan dengan ventilator
Berikan kalsium glukonas 1 g (20 ml
dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai
pernafasan mulai lagi

Penanganan saat terjadi toksikasi MgSO4


 Tanda toksisitas MgSO4 :
o Respiratory Rate (RR) <10/min atau SaO2 <92%
o Lemah otot
o Hilangnya refleks (refleks patela)
 Jika terduga terkena toksititas MgSO4 :
o Hentikan infus, lakukan tes darah untuk mengetahui nilai MgSO4
 Penanganan toksistas MgSO4 :
o Berikan kalsium glukonat 10%, 10 mL dalam 100 mL normal salin IV
selama 10-20 menit.
Tatalaksana terhadap hipertensi
♥ Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi
antihipertensi.
♥ Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan
ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan :

Nama Obat Dosis Keterangan


Antihipertensi Nifedipin 10-20 mg per oral Diulang setelah 30 menit;
lini pertama maksimum 120 mg dalam 24
jam.
Tidak boleh diberikan
sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat
sehingga hanya boleh diberikan
peroral.

16
Anti hipertensi Sodium 0,25 μg i.v./kg /menit Infus ditingkatkan 0,25 μg
lini kedua nitroprusside i.v./kg /5 menit.
Diazokside 30-60 mg i.v./ 5 menit; atau i.v.
infus 10 mg/ menit/ ditirasi.

♥ Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya


valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.
♥ Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk
melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan
♥ Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat.

Benefit Risk U.S Federal


Drug
Administation
Pregnancy
Risk Category
Central Agents
Preferred Methyldopa Proven Safety and Neuro-depressan B/C in
efficacy side effect injectable for
Alternative Clonidine Efficacy similar to Unproven safety C
methyldopa
Beta blockers
Preferred Labetalol Safety and efficacy Fetal Bradycardia, C
similar to neonatal
methyldopa. May hypoglicemia,
De Led for decreased
hypertension uteroplacental
urgency Low
Contraindi Atenolol None compared to Intra-uterine D
cation Labetalol growth retardation
Calcium channel blockers

17
Preferred Nifedipine Lower BP without Fetal distress, C
affecting umbilical profound
artery low hypertension with
magnesium
Alternative Verapamil Similar eficacy to Untested Safety C
other oral agents profile, rial of
interaction with
magnesium
Direct Vasodilators
Preferred Hydralazine Most efficacious Maternal C
oral agent neuropathy, Drug-
induced hepar,
neonatal
thrombocytopenia,
and lupus
Alternative Nitroprusside Effective in severe Cyanide and C
hypertension thiocyante toxicity
Diuretic
Preferred Thiazide Useful in chronic Volume B
hypertension, renal contraction,
failure, congestive elektrolit
heart failure abnormalitas
Contraindi Spironolactone None Possible fetal anti- C
cation androgen effect
RAAS Blockade
Contraindi ACE None Associated with D
cation inhibitor/ARBs kongenital heart
and kidney defect
Contraindi Aliskerin None Oligohydroamnion D
cation and other defect
associated with
RAAS blokade in
the fetus
A : Controlled human Studies Show no risk. B : No evidence of risk in studies. C : Risked
cannot be ruled out. D : Positive evidence of risk.

Pemeriksaan penunjang tambahan


♥ Hitung darah perifer lengkap (DPL)
♥ Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
♥ Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
♥ Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
♥ Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
♥ USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat)

Tabel Penanganan Pre-eklamsi

18
Tatalaksana sikap terhadap kehamilannya
Bedasar William Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-
gejala preeklamsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilannya
dibagi menjadi:
1. Aktif (Agressive Management): Berarti kehamilannya segera diakhiri /
diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Konservatif (Ekspektatif): Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.

1. Perawatan aktif (agresif): sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.


Indikasi perawatan aktif adalah bila didapatkan satu atau lebih keadaan dibawah
ini:
Pada ibu
♥ Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paids mengambil batasan
umur kehamilan > 37 minggu untuk preeklamsia ringan dan umur
kehamilan ≥ 37 minggu untuk preeklamsia berat.
♥ Adanya tanda-tanda gejala Impending Eclampsia
♥ Kegagalan terapi pada perawtan konservatif, yaitu: keadaan klinis dan
laboratorik memburuk.
♥ Diduga terjadi solusio plasenta.
♥ Timbul onset persalinan, ketuban pecah, aatu perdarahan.
Pada janin
♥ Adanya tanda-tanda fetal distress (gawat janin)
♥ Adanya tanda-tanda Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
♥ NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
♥ Terjadinya oligohidramnion

19
Pada laboratorium
♥ Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat.
2. Perawatan konservatif (ekspektatif): bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif.

1.8. KOMPLIKASI
 Sindrom HELLP
 DIC
 Iskemia uteroplasenter
 Pertumbuhan janin terhambat
 Kematian janin
 Persalinan prematur
 Solusio plasenta
 Spasme arteriola
o Perdarahan serebral
o Gagal jantung, ginjal, dan hati
o Ablasio retina
o Thromboemboli
o Gangguan pembekuan darah
o Buta kortikal
 Kejang dan koma
o Trauma karena kejang
o Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan
 Penanganan tidak tepat
o Edema paru
o Infeksi saluran kemih
o Kelebihan cairan
o Komplikasi anestesi atau tindakan obstetri

1.9. PENCEGAHAN
 Pemberian aspirin dosis rendah pada wanita yang memiliki faktor risiko tinggi
terkena pre-eklamsi, idealnya diberikan sebelum 16 minggu kehamilan (setelah
trisemester I) atau biasanya sebelum 20 minggu kehamilan sebesar 60-80
mg/hari.
 Wanita yang memiliki risiko tinggi terkena preeklamsi harus mendapat
suplemen Kalsium (1,2-2,5 g/hari) jika intake nya rendah (<600mg/hari),
ditambahkan dengan aspirin.
 Berikan MgSO4 pada pasien eklamsi dan preeklamsi berat.
 Berikan Antioksidan : vit. C, vit E, β-karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam
lipoik
 Jaga pola makan dan olahraga teratur untuk menjaga kesehatan tubuh, serta
perbanyak konsumsi minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh
misalnya omega-3.

20
1.10. PROGNOSIS
a. Pada kebanyakan pasien akan stabil dalam waktu 24 – 48 jam dan sebagian
dengan penyakit klas 1 lebih lama waktu pemulihan post partum.
b. Tingkat kekambuhannya adalah 2% - 27% pada kehamilan berikutnya.
c. Pasien dengan resiko pre – eklampsi atau hipertensi dalam kehamilan dapat
beresiko melahirkan premature, pertumbuhan janin terhambat, dan solusio
plasenta pada kehamilan berikut.

2. SINDROM HELLP
DEFINISI
HELPP terjadi pada < 1% dari seluruh kehamilan, tetapi terjadi pada 20% komplikasi
kehamilan dengan pre-eklampsia berat. HELPP dapat terjadi pada sebelum, saat dan
setelah kehamilan. Diagnosis cukup sulit karena gejalanya mirip dengan penyakit lain.
Evaluasi membutuhkan tes darah komplit dan tes transaminase hati. Wanita dengan
HELPP sebaiknya diberi magnesium sulfat saat masuk rumah sakit hingga 24-48 jam
setelah persalinan.
Sindroma HELLP adalah singakatan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelets Count yang artinya adalah hemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan
trombositopenia. Ini merupakan komplikasi dari Pre-eklamsia dan eklamsia yang terdiri
dari:
- Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
- Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)
- Penurunan jumlah trombosit

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Faktor risiko sindroma HELLP berbeda dengan preeklampsi (Tabel 1). pasien sindrom
HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien
preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP(rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga
lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara.. (buku ajar kebidanan FKUI 2009, medscape 2014).

Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur
kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar 69% pasiendan pada masa
postpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya khas,dalam waktu 48 jam
pertama post partum

Sindroma HELLP Pre – eklampsi


Multipara Nullipara
Usia ibu >25 tahun Usia ibu < 20 tahun atau >40 tahun
Ras kulit putih Riwayat keluarga pre – eklampsi
Riwayat Obstetri Jelek ANC yang minimal
Diabetes Melitus
Hipertensi Kronik
Kehamilan Multipel

21
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit
multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi.
Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya
merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan
aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi
trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai
anemi hemolitik mikroangiopati merupakan tanda khas.
Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak
dengan deposit fibrin. Pada sediaan apus darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes,
triangular cells dan burr cells.
Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh
deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus
yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati.
Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang paling
sering ditemukan. Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan atau
destruksi trombosit.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien sindroma HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi, dari
yang berniali daignostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsi-eklampsi
yang tidak menderita sindrom HELLP.

Pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%),
beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus.
Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum
tanda lain. Mual dan atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan akibat obstruksi
aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom
HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna dengan edema
menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik160 mmHg, diastolik
110 mmHg) tidak selalu ditemukan.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Kriteria diagnosis sindroma HELLP berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium antara
lain klasifikasi Mississippi dan Tennessee. Bila dikombinasikan kedua klasifikasi ini
maka klas 1 termasuk kelompok sindroma HELLP komplit sedangkan klas 2 dan 3
merupakan sindroma HELLP parsial.
Sistem Mississippi Sistem Tennessee

- Klas 1 Trombosit ≤ 50 K/mm3 Sindrom Komplit:


- Klas 2 Trombosit > 50 - ≤100 K/mm3 - Hemolisis (gambaran sel abnormal)
- Klas 3 Trombosit >100 - ≤ 150 - AST ≥ 70 IU/L
K/mm3 - Platelet < 100 K/mm3

22
- LDH ≥ 600 IU/L
- AST dan atau ALT ≥ 40IU/L Sindroma Parsial:
- Hemolisis (gambaran sel abnormal)
Terdapat satu atau dua tanda diatas
- LDH ≥ 600 IU/L

DIAGNOSIS BANDING
1. Penyakit yang berkaitan dengan kehamilan
 Benign Thrombocytopenia of pregnancy
 Acute fatty liver of pregnancy (AFLP)
2. Penyakit infeksi dan inflamasi, tidak spesifik berkaitan dengan kehamilan.
 Virus hepatitis
 Cholangitis
 Cholecystitis
 Upper urinary tract Inspection
 Gastritis
 Gastric ulcer
 Acute pancreatitis
3. Trombositopenia
 Imunologik thromobocytopenia (ITP)
 Folate deficiency
 Systemiclupus erythematosus (SLE)
 Antiphospholipid syndrome (APS)
4. Penyakit jarang yang memiliki kemiripan dengan sindrom HELLP
 Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)
 Haemolytic uremic syndrome (HUS)

TATALAKSANA
a. Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang mirip dengan
sindroma HELLP

23
b. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara perawatan dan
pengobatan pada preeklampsia dan eklampsia
c. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi vasospasme
dan kerusakan sel endotel.
d. Bila hendaknya dilakukan section caesarea dan bila trombosit < 50.000/cc, maka
perlu diberikan transfusi trombosit. Bila trombosit < 40.000/cc, dan akan dilakukan
section caesarea maka perlu diberi transfusi darah segar
e. Dapat pula diberikan “plasma exchange” dengan “fresh frozen plasma” dengan
tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
f. Pemberian double strength dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam segera
setelah diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan pemberiannya yaitu
untuk meningkatkan pematangan paru pada kehamilan preterm dan dapat
mempercepat perbaikan gejala klinis dan laboratoris.
g. Pada sindroma HELLP post partum diberikan dexamethasone 10 mg IV setiap 12
jam disusul pemberian 5 mg dexamethasone 2 kali dalam selang waktu 12 jam.
h. Perbaikan gejala klinik setelah pemberian dexamethasone dapat diketahui dengan :
- Meningkatnya produksi urin
- Meningkatnya trombosit
- Menurunnya tekanan darah
- Menurunnya kadar LDH dan AST
i. Bila terjadi ruptur hepar, sebaiknya segera dilakukan pembedahan lobektomi.
Managemen pada wanita yang mengalami Sindrom HELLP

Pada umumnya ada 3 opsi utama untuk Managemen pada wanita dengan preeklamsi

buruk dan sindrom HELLP, yaitu :

1. Pelahiran segera adalah pilihan utama pada usia kehamilan 34 minggu atau lebih.

2. Pelahiran dilakukan dalam 48 jam setelah evaluasi, stabilisasi kondisi klinis

maternal dan pengobatan kortikosteroid. Opsi diperuntukkan untuk usia kehamilan

27 – 34 minggu.

3. Managemen konservatif untuk lebih dari 48 – 72 jam dilakukan pada wanita hamil

yang memiliki usia kehamilan <27 minggu. Pada situasi ini, diberikan terapi

kortikosteroid.

Terapi Kortikosteroid

Pelahiran preterm (<37 minggu gestasi) membawa risiko dari RDS (Respiratory

Distress Syndrome) karena kurangnya produksi surfaktan pada paru-paru fetal.

24
Neonatus dapat diobati dengan terapi kortikosteroid dan surfaktan. Pada manusia,

masa yang tepat kesiapan paru-paru sering muncul pada waktu antara 26 – 33 minggu

gestasi.

Betamethason adalah rekomendasi sebagai Drug of choice untuk promosi pematangan

paru untuk pelahiran bayi yang preterm. Betamethason lebih aman dan lebih

melindungi dari otak imatur daripada dexamethasone. Dosis standar pemberian

kortikostreid (2 dosis betamethason setiap 12 jam IM atau 6 mg dexamethasone IV

setiap 12 jam) untuk meningkatkan outcome dari perinatal pada Sindrom HELLP yang

didiagnosis antara 24 – 34 minggu gestasi dan kemudian dilahirkan 24 jam setelah

dosis terakhir kortikosteroid.

Waktu Pelahiran

 Wanita dengan sindrom HELLP Klas 3 dapat menunggu hingga se-aterm

mungkin.

 Wanita dengan Klas 2, komplit atau Klas 1 sindrom HELLP dengan 34 minggu

gestasi harus dilakukan pelahiran segera setelah dikontrol hipertensi. Rute

pelahiran bergantung pada kondisi status serviks, riwayat obstetri, kondisi

maternal dan fetal.

 Pada 34 minggu gestasi, pelahiran segera harus dipilih, jika kondisi maternal tidak

dapat dikontrol secara cepat, dan jika kondisi maternal memburuk atau terdapat

tanda intrauterine foetal distress. Indikasi untuk pelahiran segera adalah TD

>160/110 mmHg atau perburukan gejala klinis, perburukan fungsi ginjal, asites

buruk, abruptio Placentia, oliguria, edema pulmonal atau eklampsi. Pada kondisi

seperti ini lebih baik dilakukan Caesarean section.

 Pada wanita hamil antara 24 – 34 minggu gestasi yang telah diberikan

kortikostreoid, setelah stabilisasi maternal, dapat diikuti dengan induksi pelahiran

25
setelah 24 jam . Namun caesarean section lebih baik dilakukan untuk kehamilan

dengan sindrom HELLP sebelum 30 minggu gestasi.

26
DAFTAR PUSTAKA

 Braunthal S dan Brateanu A. 2019. Hypertension in pregnancy : Pathophysiology and

treatment. SAGE Open Medicine. Vol. 7.

 Brown MA et al. 2018. The hypertensive disorders of pregnancy : ISSHP classification,

diagnosis & Management recomendations for internasional practice. Pregnancy

Hypertension. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2210778918301260

[Diakses pada 14 September 2019]

 Cunningham FG et al. 2012. Obstetri Williams. Ed. 23 (II). Jakarta EGC.

 Haram K, Svendsn E, dan Abildgaard U. 2009. The HELLP syndrome : Clinical issues

and Management Article Review. BMC Pregnancy and Childbirth. Vol 9. No. 8.

 Kattah AG dan Garovic VD. 2013. The Management of hypertension in Pregnancy.

National Institut of Health. Author Manuscript.

 Prawirohardjo S. 2009. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. FK-UI.

 Tanto C et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.4 (I). Jakarta : Media Aesculapius.

 Waspodo D, et al. 2005. Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

27

Anda mungkin juga menyukai