Anda di halaman 1dari 43

WRAP UP SKENARIO 2

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS


“WABAH CAMPAK DAN GIZI BURUK DI KABUPATEN ASMAT, PAPUA”

KELOMPOK A 12

KETUA : Ilham Roza (1102016089)


SEKRETARIS : Maydina Sifa Fauziah (1102016114)
ANGGOTA : Cakra Karim Narendra (1102014060)
Kadita Pratiwi (1102015109)
Aryanata Ryan Kurniawan (1102016031)
Astri Annisa Wigati (1102016033)
Dinia Yuliani (1102016057)
Lulu Lukyati (1102016105)
Melsya Halim Utami (1102016118)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018/2019
DAFTAR ISI
SKENARIO .......................................................................................................................... 1
KATA SULIT ...................................................................................................................... 1
PERTANYAAN .................................................................................................................. 1
BRAINSTORMING ........................................................................................................... 2
HIPOTESIS ........................................................................................................................ 3
SASARAN BELAJAR ........................................................................................................ 4
1. Memahami dan menjelaskan KLB dan wabah berdasarkan angka morbiditas dan
mortalitas ....................................................................................................................... 5
2. Memahami dan menjelaskan gizi kurang dan gizi lebih ............................................... 20
3. Memahami dan menjelaskan hidup anak yang tidak mencerminkan perilaku sehat .... 28
4. Memahami dan menjelaskan sistem rujukan fasilitas kesehatan .................................. 29
5. Memahami dan menjelaskan aspek sosial budaya masyarakat dalam mengakses
pemanfaatan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan ............................. 32
6. Memahami dan menjelaskan tujuan syariat Islam dan konsep KLB ............................ 34
7. Memahami care seling behaviour dan hukum berobat dalam pandangan Islam .......... 39
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 41

i
SKENARIO
WABAH CAMPAK DAN GIZI BURUK DI KABUPATEN ASMAT, PAPUA
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek mengatakan, 71 orang meninggal akibat
wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua. “Update data, yang meninggal
kurang lebih 71 orang,” kata Nila seusai rapat terbatas mengenai penanggulangan Kejadian
Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Asmat, Papua, di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu
(31/1/2018). Dari Kejadi ini, pihaknya sudah melakukan imunisasi terhadap sekitar 13.300
anak di Asmat. Namun masih ada sejumlah distrik yang belum dapat dijangkau timnya karena
kendala geografis.
Sebagian besar orang tua yang anaknya mninggal dan sakit karena terpapar campak dan
gizi buruk tinggal jauh dari pusat kesehatan yang ideal. Dari 71 anak yang meninggal dunia
karena campak dan gizi buruk, 37 di antara mereka berasal dari Distrik Pulau Tiga. Untuk
menuju ke wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Mimika hanya bisa dilalui melalui jalur
sungai menggunakan perahu bermotor. Perjalanan tersebut dapat memakan waktu antara dua
hingga tiga jam. Jangkauan ke pusat pengobatan sangat sulit karena masyarakat harus
menggunakan jalur laut dan sungai. Selain permasalahan geografis, ternyata warga suku
Asmat biasa mengonsumsi air sungai untuk kebutuhan makan dan minum sehari-hari.
Sebagaian warga tidak mempunyai jamban sehingga untuk buang air besar dan kecil biasa
mereka lakukan di pekarangan rumah mereka.
Permasalahan gizi pada anak tidak hanya masalah gizi kurang dan buruk saja seperti
yang terjadi di Asmat. Tetapi juga masalah gizi lebih perlu diwaspadai. Pertumbuhan obesitas
pada anak di Indonesia meningkat tiga kali lipat. Kajian Global Burden of Diseases yang
dipublikasikan jurnal ilmiah Lancet pada 2014 menempatkan Indonesia di posisi 10 dalam
daftar negara dengan tingkat obesitas tertinggi di dunia. Penyebab gizi lebih pada anak ada
bermacam-macam. Pada pengeluaran energi yang kurang atau keduanya, sebagaimana sering
ditemukan pada anak-anak dalam keluarga dengan sosial ekonomi baik, serta gaya hidup yang
santai (sedentary life style). Anak dengan status gizi lebih berpotensi mengidap berbagai jenis
penyakit setelah dewasa, antara lain diabetes, penyakit jantung dan kanker.

KATA SULIT
1. Wabah
Kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlahnya
meningkat melebihi keadaan lazim dalam kurun waktu tertentu.
2. KLB
Status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklarifikasi peristiwa merebaknya wabah
penyakit yang bermakna dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
3. Sedentary life style
Seseorang yang memiliki kebiasaan hidup melakukan aktivitas fisik yang minim.

PERTANYAAN
1. Apa bedanya KLB dengan wabah?
2. Apa yang dilakukan ketika terjadi KLB?
3. Kapan suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KLB?

1
4. Faktor apa saja yang mempengaruhi KLB?
5. Kapan KLB dinyatakan tuntas?
6. Bagaimana pencegahan KLB pada kasus?
7. Siapa yang menangani KLB?
8. Mengapa skenario termasuk KLB?
9. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi gizi buruk?
10. Pandangan Islam mengenai wabah?
11. Apa yang menyebabkan terjadinya gizi buruk di skenario?
12. Bagaimana penanganan KLB bila faskes jauh?
13. Bagaimana tahapan rujukan kesehatan?
14. Mengapa wabah yang terjadi adalah campak?

BRAINSTORMING
1. KLB : yang menyebabkan suatu wabah
KLB : wilayahnya lebih sempit dibanding wabah
Wabah : penyakit yang lebih cepat menyebar dan menginfeksi
KLB: kejadian wabah dalam kurun waktu tertentu
2. I. Adanya penyelidikkan
II. Diketahui masalah
III.Beri tata laksana
IV. Diberi pencegahan
V. Pemusnahan penyebab
VI. Penanganan jenazah akibat wabah
VII.Penyluhan
3. Kenaikan masalah 2 kali lipat dari angka kejadian biasa dan terjadi sebelum 3 kali berturut-
turut dan disertai timbul penyakit menular yang tiba-tiba ada.
4. Cakupan imunisasi belum merata
Ketersediaan air bersih kurang
Cakupan gizi yang baik belum memenuhi
Jarak antara rumah dan faskes jauh
Kurang efektifnya program kesehatan di daerah tersebut
Kurangnya penanggulangan penyakit
Tidak adanya jamban
5. Menurunnya jumlah kasus
Menurunnya frekuensi KLB
Menurunnya angka kematian
Menyempitnya daerah penyebaran
6. Promosi kesehatan gizi yang cukup
Memperluas cakupan imunisasi
Promosi tentang tempat tinggal yang bersih dan sehat
Dibuat akses jalan yang lebih mudah
Memperbanyak fasilitas kesehatan dan memperbaiki fasilitas yang ada
7. Dari kepala daerah ke puskesmas lalu ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, ke Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Regional, lalu ke Kementerian Kesehatan
8. Karena campak seharusnya sudah tidak, jadi saat ada walaupun jumlah kasusnya sedikit
dapat disebut wabah
9. I. Letak geografis

2
II. Pola hidup tidak baik (konsumsi air sungai, BAB sembarangan)
10. Daerah yang ada di dalam wabah di boleh keluar, dan yang ada di luar daerah wabah tidak
boleh masuk ke dalam
11. Warga suka mengonsumsi air sungai jadi kurang higienis
Fasillitas kesehatan jauh, jadi pengobatan terlambat
Daerah terisolasi jadi informasinya kurang
Faktor sosial-ekonomi :
 Biasa transportasi mahal
 Biaya hidup dibandingkan pendapatan kurang
 Makan bukanlah prioritas
12. Bila akses jauh, Puskemas atau tenaga kesehatan terdekat mendatangi wilayah, lalu
membuat posko kesehatan sementara
13. Primer : Klinik/puskesmas
Skunder : RS umum
Tersier : RS khusus
14. Karena daerah endmin untuk vektor campak

HIPOTESIS
KLB merupakan kenaikan masalah 2 kali lipat dari angka kejadian biasa dan terjadi sebelum 3
kali berturut-turut dan disertai timbul penyakit menular yang tiba-tiba ada dan dipengaruhi oleh
cakupan imunisasi belum merata, ketersediaan air bersih kurang, cakupan gizi yang baik belum
memenuhi, jarak antara rumah dan faskes jauh, kurang efektifnya program kesehatan di daerah
tersebut, kurangnya penanggulangan penyakit dan tidak adanya jamban.Tahapan rujukan
dimulai dari kepala daerah ke puskesmas lalu ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, ke Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Regional, lalu ke Kementerian Kesehatan, pasien juga
akan dirujuk dari pelayanan kesehatan primer, lalu sekunder dan terakhir tersier. Penanganan
yang dapat dilakukan dengan adanya penyelidikkan, diketahui masalah, beri tata laksana, diberi
pencegahan, pemusnahan penyebab, penanganan jenazah akibat wabah dan penyuluhan. Bila
akses jauh, Puskemas atau tenaga kesehatan terdekat mendatangi wilayah, lalu membuat posko
kesehatan sementara. KLB dapat dinyatakan tuntas apabila sudah menurunnya jumlah kasus,
menurunnya frekuensi KLB, menurunnya angka kematian dan menyempitnya daerah
penyebaran. Sebelum KLB KLB terjadi dapat dilakukan pencegahan promosi kesehatan gizi
yang cukup, memperluas cakupan imunisasi, promosi tentang tempat tinggal yang bersih dan
sehat, dibuat akses jalan yang lebih mudah dan memperbanyak fasilitas kesehatan dan
memperbaiki fasilitas yang ada. Menurut pandangan Islam mengenai wabah adalah daerah
yang ada di dalam wabah di boleh keluar, dan yang ada di luar daerah wabah tidak boleh masuk
ke dalam.

3
SASARAN BELAJAR
8. Memahami dan menjelaskan KLB dan wabah berdasarkan angka morbiditas dan
mortalitas
9. Memahami dan menjelaskan gizi kurang dan gizi lebih
10. Memahami dan menjelaskan hidup anak yang tidak mencerminkan perilaku sehat
11. Memahami dan menjelaskan sistem rujukan fasilitas kesehatan
12. Memahami dan menjelaskan aspek sosial budaya masyarakat dalam mengakses
pemanfaatan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
13. Memahami dan menjelaskan tujuan syariat Islam dan konsep KLB
14. Memahami care seling behaviour dan hukum berobat dalam pandangan Islam

4
1. Memahami dan menjelaskan KLB dan wabah berdasarkan angka morbiditas dan
mortalitas
KLB
Definisi KLB

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk
mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.

Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Wabah :

berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat
secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah tertentu dalam wilayah
Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah

Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB :

1. Wabah harus mencakup:


2. Jumlah kasus yang besar.
3. Daerah yang luas
4. Waktu yang lebih lama.
5. Dampak yang timbulkan lebih berat.

Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya KLB


1. Herd Immunity yang rendah
Yang mempengaruhi rendahnya faktor itu, sebagian masyarakat sudah tidak kebal lagi,
atau antara yang kebal dan tidak mengelompok tersendiri.
2. Patogenesiti
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan
ataupun perkembangan organisme tersebut.

Faktor Yang Mempengaruhi Mordibitas dan Mortalitas dalam KLB Untuk Mengukur
Masalah Penyakit ( Angka Kesakitan / Morbiditas )

5
Setiap gangguan di dalam fungsi maupun struktur tubuh seseorang dianggap sebagai penyakit.
Penyakit, sakit, cedera, gangguan dan sakit, semuanya dikategorikan di dalam istilah tunggal.
Morbiditas merupakan derajat sakit, cedera atau gangguan pada suatu populasi. Morbiditas
juga merupakan suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera atau keberadaan suatu
kondisi sakit. Morbiditas juga mengacu pada angka kesakitan, yaitu jumlah orang yang sakit
dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan kelompok yang sehat atau
kelompok yang beresiko. Di dalam Epidemiologi, ukuran utama morbiditas adalah angka
insidensi & prevalensi dan berbagai ukuran turunan dari kedua indikator tersebut. Setiap
kejadian penyakit, kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan angka insidensi dan
angka prevalensi.

Kriteria KLB

KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk
mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen
PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :

1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian/kematian > 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali bila
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali
dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
6. CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikkan 50 %
atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
7. Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikkan >
2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a)Setiap peningkatan kasus dari
periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru
dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari
penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
a. Keracunan Makanan dan Pestisida

KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak
mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui. Sebagai contoh adalah suatu KLB
6
penyakit Fog di London. Kejadian penyakit tersebut telah dimulai pada tahun 1952, tetapi tidak
mendapat perhatian karena dampak penyakit tersebut belum diketahui. Perhatian terhadap
penyakit ini baru dimulai setelah adanya informasi peningkatan jumlah kematian di suatu
masyarakat. Hasil penyelidikan KLB mengungkapkan bahwa peningkatan tersebut karena
penyakit Fog (Mausner and Kramer, 1985).

KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :

1. Perubahan cara mendiagnosis penyakit


2. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut
3. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan
4. Perhatian yang berlebihan.

Klasifikasi KLB

a. Menurut Penyebab:

1. Entero toxin : misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella.
2. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens.
3. Endotoxin : Infeksi, Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing, Toksin Biologis, Racun jamur,
Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan, Toksin Kimia.
4. Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), cyanide, nitrit, pestisida.
Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN.

b. Menurut Sumber KLB

1. Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti :
Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
2. Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
3. Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira,
Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
4. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
5. Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
6. Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.
7. Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
8. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

7
c. Menurut Penyakit wabah : Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi
wabah: Kholera, Pes, Demam kuning, Demam bolak-balik, Tifus bercak wabah, DBD,
Campak, Polio, DPT, Rabies, Malaria, Influensa, Hepatitis, Tipus perut, Meningitis,
Encephalitis, SARS, Anthrax.

Metodologi Penyelidikan KLB


Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga metoda yang
dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et
al., 1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
1. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif
tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan suatu penelitian
deskriptif, analitik atau keduanya.
2. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
3. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah sakit,
klinik, laboratorium dan lapangan).
4. Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mencegah
meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang
(pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB

Langkah-langkah Penyelidikan KLB


1. Persiapan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan Diagnose Etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8. Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11. Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi

8
12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

Persiapan Penelitian Lapangan

Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan rencana kerja. Persiapan
lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya
informasi (Kelsey., 1986), Greg (1985) dan Bres (1986) mengatakan bahwa persiapan
penelitian lapangan meliputi :
1. Pemantapan (konfirmasi) informasi.
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan
pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak
dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat
rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :
a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari
fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah
tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS) atau
masyarakat (Laporan S-0).
b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis, pemeriksaan
yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil pemeriksaannya,
komplikasi yang terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan dan lainnya).
c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.

2. Pembuatan rencana kerja


Berdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang minimal berisi :
a. Tujuan penyelidikan KLB
b. Definisi kasus awal
c. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularan
d. Macam dan sumber data yang diperlukan
e. Strategi penemuan kasus
f. Sarana dan tenaga yang diperlukan.

Definisi kasus : definisi kasus sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus nantinya.
Mengingat informasi yang didapat mungkin hanya merupakan persangkaan penyakit tertentu
atau gejala klinis yang ditemui, maka definisi kasus sebaiknya dibuat longgar, dengan
kemungkinan kasus-kasus lain akan masuk. Perbaikan definisi kasus akan dilakukan setelah
pemastian diagnose, pada langkah identifikasi kasus dan paparan.

9
Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara penularan.
Untuk membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri dan pola
epidemiologis penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat berubah atau lebih spesifik dan
dibuktikan pada waktu penyelidikan (Bres, 1986).
Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama mengadakan penanggulangan
dan pengendalian KLB, dengan beberapa tujuan khusus, di antaranya :
a. Memastikan diagnosis penyakit
b. Menetapkan KLB
c. Menentukan sumber dan cara penularan
d. Mengetahui keadaan penyebab KLB
Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang berhubungan dengan
penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk mengetahui pelaksanaan program imunisasi,
mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang
dapat digunakan (Goodman et al., 1990).
Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya dengan
pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan penetapan strategi
yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat, tetapi
juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b. Luas wilayah KLB
c. Asal KLB diketahui
d. Sifat penyakitnya.
Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB dengan
beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
a. Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus
b. Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan
kontak Hanya kasus-kasus yang berat
c. Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir
populasi Kesalahan interpretasi pertanyaan
d. Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk menge-
tahui hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah spesifik
e. Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan yang
sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik
f. Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama, hasil
hanya terbatas pada kasus yang diketahui
g. Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada penya-kit
dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat dikerjakan.

10
3. Pertemuan dengan pejabat setempat.
Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB,
kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.

Pemastian Diagnosis Penyakit Dan Penetapan KLB


Pemastian Diagnosis Penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit
yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya. Cara
menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus adalah
sebagai berikut :
1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus
2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan
dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap
berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi penyakit
berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis)
dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola temporal
penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit (periode 12 bulan)
dan kecenderungan jangka panjang (periode tahunan – pola maksimum dan minimum
penyakit). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan
dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun
berbeda (CDC, 1979).
KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak
mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui.
KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :
1. Perubahan cara mendiagnosis penyakit
2. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau
3. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan,
4. Perhatian yang berlebihan.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh Depkes.
Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik Pola
Maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.

Penanggulangan KLB

11
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang
dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan
melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan
yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan
tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan
adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB
secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan
pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim
epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).

Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera
dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa
wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini,
dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap
kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas
hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi
(Sidemen A., 2003).

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan
Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem
jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita
adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara
cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus
dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan
sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal
menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit,
tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A.,
2003)

Penanggulangan KLB :
Penaggulangan KLB Adalah kegiatan yg dilaksanakan untuk menangani penderita,
mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu
KLB yg sedang terjadi.
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB),
yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini
dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa

12
pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada
yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat
Tujuan penanggulangan KLB :
 Mengenal dan mendeteksi sedini mungkin terjadinya KLB
 Melalukan penyelidikan Epidemiologi KLB
 Memberikan petunjuk dalam mencari penyebab dan diagnosis KLB
 Memberikan petunjuk pengiriman dan penanggulangan KLB
 Mengembangkan sistem pengamatan yang baik dan menyeluruh, dan menyusun
perencanaan yang mantap untuk penanggulangan KLB
 Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina.
 Pencegahan dan pengendalian.
 Pemusnahan penyebab penyakit.
 Penanganan jenazah akibat wabah.
 Penyuluhan kepada masyarakat.
 Upaya penanggulangan lainnya

Upaya Penanggulangan KLB :


 Penyelidikan epidemiologis
 Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina
 Pencegahan dan pengendalian
 Pemusnahan penyebab penyakit
 Penanganan jenazah akibat wabah
 Penyuluhan kepada masyarakat

Indikator Program penanggulangan KLB adalah :


 Terselenggaranya system kewaspadaan dini KLB di unit-unit pelayanan wilayan
puskesmas, kabupaten/kota, propinsi dan nasional.
 Deteksi dan respon dini KLB
 Tidak terjadi KLB besar.

Indikator Keberhasilan Penanggulangan KLB :


 Menurunnya frekuensi KLB
 Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB
 Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB
 Memendeknya periode KLB
 Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB

13
Tim penanggulangan KLB
 Terdiri dari multi disiplin atau multi lintas sektor, bekerjasama dalam penanggulangan
KLB.
 Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat (sebagai anggota masyarakat
maupun sebagai petugas disarana kesehatan).
 Perawat dapat terlibat langsung di Puskesmas atau Rumah sakit.

Penanggulangan pasien saat KLB :


 Jangka pendek
o Menemukan dan mengobati pasien
o Melakukan rujukan dengan cepat
o Melakukan kaporasi sumber air dan disinfeksi kotoran yang tercemar
o Memberi penyuluhan tentang hygiene dan sanitasi lingkungan
o Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral
 Jangka panjang
o Memperbaiki faktor lingkungan
o Mengubah kebiasaan tidak sehat menjadi sehat
 Pelatihan petugas

Prosedur Penanggulangan KLB


1. Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan
Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukan langkah-langkah
lainnya :
a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.
b. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
d. Memperbaiki kerja laboratorium
e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain

Tim Gerak Cepat (TGC)


Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan
penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data
penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :

14
 Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan
sebagai sumber penularan
 Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi
penyebarannya
Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang
ditemukan di lapangan.
 Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
 Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara
lengkap.

2. Pembentukan Pusat Rehidrasi


Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
a. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
b. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala
diagnosa dsb.
c. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
d. Mengatur logistik
e. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
f. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
g. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
h. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang
diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.

Pencegahan terjadinya wabah/KLB

a. Pencegahan tingkat pertama


1. Menurunkan faktor penyebab terjadinya wabah serendah mungkin dengan cara
desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi yang bertujuan untuk menghilangkan
mikroorganisme penyebab penyakit dan menghilangkan sumner penularan.
2. Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti
peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan, peningkatan lingkungan biologis seperti

15
pemberntasan serangga dan binatang pengerat serta peningkatan lingkungan sosial
seperti kepadatan rumah tangga.
3. Meningkatkan daya tahan pejamu meliputi perbaikan status gizi,kualitas hidup
penduduk, pemberian imunisasi serta peningkatan status psikologis.

b. Pencegahan tingkat kedua


Sasaran pencegahan ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau dianggap
menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas) dengan cara
diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dicegah meluasnya penyakit atau untuk
mencegah timbulnya wabah serta untuk segera mencegah proses penyakit lebih lanjut
serta mencegah terjadinya komplikasi.

c. Pencegahan tingkat ketiga


Bertujuan untuk mencegah jangan sampai penderita mengalami cacat atau kelainan
permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat
penyakit tersebut dengan dilakukannya rehabilitasi.

d. Strategi pencegahan penyakit


Dilakukan usaha peningkatan derajad kesehatan individu dan masyarakat, perlindungan
terhadap ancaman dan gangguan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, penanganan dan
pengurangan gangguan serta masalah kesehatan serta rehabilitasi lingkungan.

WABAH

berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya


meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah
tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah

Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB :

Wabah harus mencakup:

6. Jumlah kasus yang besar.


7. Daerah yang luas
8. Waktu yang lebih lama.
9. Dampak yang timbulkan lebih berat.

Pola muncul dan penyebarannya wabah digolongkan menjadi 2 yaitu :

1. Berasal dari 1 sumber penyakit yang sama (common source/common exposure)

16
Jenis ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu :
 pemaparan sekali saja
 pemaparan yang berulang-ulang namu tetap 1 sumber yang sama
Ciri-cirinya:
 timbulnya gejala penyakit yang cepat
 masa inkubasi penyakit yang pendek
 episode penyakit merupakan peristiwa tunggal
 waktu munculnya penyakit jelas
misal : keracunan makanan

2. Berlipat ganda dari orang ke orang (propagated)


Biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 timbulnya gejala penyakit yang pelan
 masa inkubasi penyakit yang panjang
 episode penyakit yang bersifat Majemuk
 waktu munculnya penyakit tidak jelas
 lenyapnya penyakit dalam waktu lama
Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu
terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu
berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggot kelompok tersebut. Herd
immunity merupakan factor utama dalam proses kejadian wabah pada masyarakat
serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok tertentu.

wabah terjadi karena 2 keadaan:

• Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent
penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen
tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absen dalam
populasi tersebut.
• Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup
dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-orang yang peka
terhadap penyakit tertentu dalam populasi tsb. Ex: Asrama mahasiswa/tentara.

PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS


INCIDENCE RATE

17
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu

PREVALENCE RATE

Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang ditentukan pada waktu tertentu
(misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate. PR yang ditentukan pada periode tertentu
(misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode Prevalence Rate.

ATTACK RATE

Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu

PENGUKURAN MORTALITY RATE


CRUDE DEATH RATE

CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun

18
SPECIFIC DEATH RATE

SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi jumlah
penduduk pada pertengahan tahun

CASE FATALITY RATE

CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan
kegawatan/ keganasan penyakit tersebut

MATERNAL MORTALITY RATE

MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/
melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup

19
INFANT MORTALITY RATE

IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000
kelahiran hidup

NEONATAL MORTALITY RATE

NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur < 4
minggu atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup

PERINATAL MORTALITY RATE

PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d 7
hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup

2. Memahami dan menjelaskan gizi kurang dan gizi lebih


GIZI KURANG
Gizi kurang adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut
Umur (BB/U) -3 SD (Standard Deviasi) sampai -2 SD(Depkes RI, 2011). Gizi kurang
adalah gangguan kesehatan yang disebabkan kekurangan dan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dengan asupan dan protein.(Rahardjo, 2012).Gizi kurang adalah gangguan
kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Gizi
kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun (Ariyanto, 2010). Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang

20
Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita
(Lusa, 2009).
Indonesia saat ini menghadapi setidak-tidaknya 5 masalah gizi yang dipicu
berbagai factor dalam kehidupan masyarakat. Ke lima masalah gzi tersebut adalah
Kurang Energi Protein (KEP), Kurang vitamin A (KVA), Gangguan akibat kekurangan
Yodium (GAKY), Anemia Gizi Besi (AGB), gizi berlebih (OBESITAS).
Penyebab masalah gizi di Indonesia secara langsung di pengaruhi oleh tidak
cukupnya asupan zat gizi dan penyakit infeksi. Adapun penyebab secara tidak langsung,
antara lain jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh yang tidak memadai,
rendahnya ketahanan pangan tingkat rumah tangga, kemiskinan, pengangguran, serta
dampak social Budaya dan politik,
Terdapat beberapa fakta yang terkait dengan masalah gizi di Indonesia yang
memerlukan penanganan segera dimulai dari tingkat individu, keluarga, dan secara
nasional, karena masalah gizi di tiap wilayah berbeda baik jenis masalah, besaran
maupun factor penyebabnya.
“pola asuh juga merupakan salah satu factor penting yang mempengaruhi status gizi”.
Data makro kesehatan menunjukan bahwa Selama 10 tahun terakhir tercatat tingkat
asupan energy rata-rata perkapita di Indonesia tidak mengalami peningkatan berarti, dan
terjadi perubahan gaya hidup berupa pergeseran pola makan yang tinggi lemak dan
rendahnya indeks aktivitas.

1. Kekurangan Energi Protein (KEP)


Adalah penyakit gizi akibat defisiensi energy dalam jangka waktu yang cukup
lama. Pada derajat ringan pertumbuhan kurang, tetapi tidk ada kelainan biokimiawi
dan gejala klinis (marginal malnutrition). Derajat berat adalah tipe kwashiorkor dan
tipe marasmus atau tipe marasmik-kwashiokor. Terdapat gangguan pertumbuhan,
muncul gejala klinis dan kelainan biokimiawi yang khas.
Penyebab KEP :
 Masukan makanan atau kuantitas dan kualitas rendah
 Gangguan system pencernaan atau penyerepan makanan
 Pengetahuan yang kurang tentang gizi
 Konsep klasik diet cukup energy tetapi kurang protein menyebab kwashiorkor
 Diet kurang energy walaupun zat gizi esensial seimbang menyebabkan marasmus
 Kwashiorkor terjadi pada hygiene yang buruk, yang terjadi pada penduduk desa yang
mempunyai kebiasaan memberikan makanan tambahan tepung dan tidak cukup
mendapatkan ASI
 Terjadi karena kemiskinan sehingga timbul malnutrisi dan infeksi

Gejala klinis KEP ringan :


 Pertumbuhan mengurang atau berhenti
 BB berkurang, terhenti bahkan turun
 Ukuran lingkar lengan menurun
 Maturasi tulang terlambat
 Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun
 Tebal lipat kulit normal atau menurun
 Aktivitas dan perhatian kurang

21
 Kelainan kulit dan rambut jarang ditemukan

Ada 2 bentuk KEP yaitu marasmus dan kwashiorkor. Baik marasmus maupun
kwashiorkor keduanya disebabkan oleh kekurangan protein. akan tetapi pada marasmus
di samping kekurangan protein terjadi juga kekurangan energy. Sedangkan pada
kwashiorkor yang kurang hanya protein, sementara kalori cukup. Maraasmus terjadi pada
anak usia yang sangat muda yaitu pada bulan pertama setelah lahir, sedangkan
kwashiorkor umunya ditemukan pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
Angka statistic di Indonesia tahun 2004 37% balita (bawah lima tahun/bayi)
kekurangan berat badan (28% kekurangan berat badan sedang dan 9% kekurangan berat
badan akut (a little beat confused about it) (sumber susenas 2004). Pemerintah
mempunyai program makanan tambahan sehingga perempuan dan anak-anak yang
terdeteksi memiliki berat badan kurang akan diberi makanan tambahan dan saran ketika
mereka dating ke puskesmas untuk memantau pertumbuhan.

2. Kekurangan Vitamin A (KVA)


Vitamin A diperlukan untuk penglihatan. Vitamin tersebut merupakan bagian
penting dari penerima cahaya dalam mata. Selain itu vitamin A juga diperlukan untuk
mempertahankan jaringan ari dalam keadaan sehat. Kulit, pinggiran dan penutup
berbagai bagian tubuh, seperti kelopak mata, mata, hidung, mulut, paru-paru dan tempat
pencernaan, kesemuanya dikenal sebagai jaringan ari.
Vitamin A juga mempunyai beberapa fungsi yang berkaitan dengan pertumbuhan
dan perkembangan. Kekurangan vitamin A pertumbuhan menjadi terhambat dan rangka
tubuh berhenti tumbuh.
Tanda awal dari kekurangan vitamin A adalah tureunnya kemapuan melihat
dalam cahaya samar. Penderita sama sekali tidak dapat melihat apabila memasuki
ruangan yang agak gelap secara tiba-tiba. Penyakit ini umumnya diderita oleh anak-anak.

3. GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)


Adalah sekumpulan gejala yang dapat ditimbulkan karena tubuh menderita
kekurangan yodium secara terus menerus dalam waktu yang lama. Terjadi pada kawasan
pegunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium. Defisiensi
yang berlangsung lama akan menggangu fungsi kelenjar tiroid yang secara perlahan
menyebabkan pembesaran kelenjar gondok.

Prevalensi Gangguan Akibat Kekurangan Iodium

WHO, UNICEF dan International Coordinating Committee on Iodine Defeciency


Disorders (ICCIDD) mengklasifikasikan dari 191 negara, 68,1% dengan masalah GAKI,
10,5% sudah dapat mengatasi masalah GAKI dan sisanya tidak diketahui masalah
besarnya masalah GAKI (Allen and Gillespie,2001). Prevalensi secara nasional pada
tahun 1980 sekitar 30% menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998. Namun prevalensi pada
propinsi-propinsi tertentu masih cukup tinggi, misalnya di NTT 38,1%, Maluku 33,3%,
SulTeng 24,9%, dan Sumbar 20,5%. Propinsi NTT dan Maluku dikategorikan
mempunyai masalah GAKI yang berat, SulTeng dan SumBar dikategorikan mempunyai
masalh GAKI sedang, sedangkan provinsi-provinsi yang lain mempunyai masalah GAKI
ringan atau tidak mempunyai masalah GAKI (Direktorat Gizi Masyarakat,2003).

Spektrum gangguan akibat kekurangan yodium pada anak dan remaja :

22
gondok, hipotiroid juvenile, gangguan fungsi mental (IQ rendah), gangguan
perkembangan

Pencegahan / penanggulangan :
 Fortifikasi : garam
 Suplementasi : tablet, njeksi lipiodol, kapsul minyak beryodium, makan makananan
yang kaya akan kandungan yodium alami seperti ikan, makanan laut dan ganggang laut
dan tanaman yang tumbuh didaerah dengan tanah yang mengandung yodium, garam
beryodium dan suplemen yang mengandung yodium.

Angka statistik di Indonesia Kekurangan yodium merupakan masalah di wilayah


pedalaman di bagian wilayah yang miskin di Indonesia, dimana makanan laut mahal atau
tidak tersedia, dan tanah miskin kandungan iodium karena hujan melepaskannya. Garam
beriodium tersedia tapi banyak orang lebih memilih garam tidak beriodium karena
harganya lebih murah. WHO melaporkan bahwa masih ada 46% rumah tangga di
Indonesia yang tidak menggunakan garam beriodium dan 10% anak sekolah yang
mengalami kekurangan iodium. Pemerintah Indonesia merekomendasikan agar semua
wanita usia subur (WUS) di daerah yang kekurangan iodium harus menerima suplemen
iodium setiap 6 bulan dari puskesmas

4. Anemia Gizi Besi (AGB)


Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau
beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Keadaan dimana kadar
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dari eritrosit lebih rendah dari nilai normal, akibat
defisiensi salah satu atau beberapa unsure makanan yang ensensial yang dapat
mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut.

ANEMIA DEFISIENSI BESI


 Prevalensi tertinggi terjadi di daerah miskin, gizi buruk dan penderita infeksi
 Hasil studi menunjukan bahwa anemia pada masa bayi mungkin menjadi salah satu
penyebab terjadinya disfungsi otak permanen
 Defisiensi zat besi menurunkan jumlah oksigen untuk jaringan, otot kerangka,
menurunya kemampuan berfikir serta perubahan tingkah laku.
Ciri :
 Akan memperlihatkan respon yang baik dengan pemberian preparat besi
 Kadar Hb meningkat 29% setiap minggu

Prevalensi Anemia gizi besi


Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan sekitar 40% dari
penduduk di dunia (lebih dari 2 milyar jiwa terkena anemia). Kelompok yang paling
tinggi prevalensinya adalah wanita hamil dan orang tua yaitu sekitar 50%, bayi dan
anak umur 2 tahun 48%, anak sekolah 40%, wanita tidak hamil 35%, adolescent
30%– 55% dan anak prasekolah 25%. Prevalensi anemia di Negara berkembang
sekitar empat kali lebih besar di bandingkan dengan Negara-negara maju.
Diperkirakan prevalensi anemia untuk anak sekolah di Negara berkembang dan maju
adalah 53% dan 9% anak prasekolah 42% dan 17% . prevalensi AGB di Indonesia
pada satu tahun pertama kehidupan masih di atas 60% walaupun angkanya menurun
sejalan dengan bertambahnyausia anak, namun prevalensinya masih tinggi yaitu
32,1% pada anak usia 48-59 bulan. Menurut WHO anemia dikatakan menjadi

23
masalah kesehatan masyarakat jika prevalensi di suatu Negara yaitu < 15-40%
adalah sedang dan >40% adalah tinggi (diktorat gizi masyarakat,2003)

Tanda dan Gejala :


 Pucat (konjungtiva, telapak tangan, palpebra)
 Lemah
 Lesu
 Hb rendah
 Sering berdebar
 Papil lidah atrofi
 Takikardi
 Sakit kepala
 Jantung membesar

Dampak :
 Produktivitas rendah
 SDM untuk generasi berikutnya rendah

Penyebab langsung :
 Kurang asupan makanan yang mengandung zat besi
 Mengkonsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi
 Infeksi penyakit

Penyebab tidak langsung : Distribusi makanan yang tidak merata ke seluruh daerah

Kelompok sasaran prioritas :


 Ibu hamil dan menyusui
 Balita
 Anak usia sekolah
 Tenaga kerja wanita
 Wanita usia subur

Penanganan :
 Pemberian komunikasi informasi dan edukasi (KIE) serta suplemen tambahan
pada ibu hamil maupun menyusui
 Pembekalan KIE kepada kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam
bentuk multivitamin kepada balita
 Pembekalan KIE kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan
keadaan anak usia sekolah serta pemberian suplemen tambahan kepada anak
sekolah
 Pembekalan KIE pada perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian suplemen
kepada tenaga kerja wanita
 Pemberian KIE dan suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur
(WUS)

Pencegahan :
Makan makanan yang mengandung zat besi – makanan yang kaya (zat besi)
misalnya daging, ikan, telur, sayuran hijau, kacang-kacangan, kacang tanah, tahu

24
dan tempe. Makanan-makanan ini juga sangat penting untuk ibu hamil dan anak
sejak usia 6 bulan.
Strategi penting lainnya untuk memerangi kekurangan zat besi adalah dengan
mencegah dan mengobati malaria – terutama paada saat hamil, pendidikan mengenai
KB, menganjurkan untuk menjaga jarak dan mengurangi kehamilan dan pencegahan
terhadap cacing di usus dan keteraturan pengobatan untuk cacingan.

Angka statik di Indonesia :


WHO melaporkan bahwa 6,4% perempuan hamil di Indonesia mengalami
kekurangan zat besi pada tahun 2000. Makan yang kaya akan zat besi biasanya sulit
didapat oleh keluarga yang miskin, dan malaria serta cacing juga merupakan masalah
di banyak tempat di Indonesia. Di wilayah yang miskin adalah sesuatu yang biasa
jika sebuah keluarga memiliki 10 orang anak walaupun program KB sudah
dijalankan. Pemerintah merekomendasikan agar perempuan hamil dan balita harus
mendapatkan suplemen yang mengandung zat besi harian dari puskesmas.

GIZI LEBIH
Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang
dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan
lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya
aktivitas fisik dan sedentary life style.
Masalah kegemukan dan obesitas di Indonesia terjadi pada semua kelompok umur dan
pada semua strata sosial ekonomi. Pada anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas
merupakan masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa. Kegemukan
dan obesitas pada anak berisiko berlanjut ke masa dewasa, dan merupakan faktor risiko
terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler,
diabetes mellitus, kanker, osteoartritis, dll. Pada anak, kegemukan dan obesitas juga dapat
mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup anak
seperti gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur, sleep apnea (henti napas
sesaat) dan gangguan pernafasan lain.
Kegemukan dan obesitas terutama disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor genetik
meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan
prevalensi kegemukan dan obesitas. Pengaruh faktor lingkungan terutama terjadi melalui
ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku makan dan aktivitas fisik. Hal ini terutama
berkaitan dengan perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style.
Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas adalah
mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan), makanan tinggi energi,
tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat. Sedangkan perilaku makan
yang salah adalah tindakan memilih makanan berupa junk food, makanan dalam kemasan
dan minuman ringan (soft drink).
Selain pola makan dan perilaku makan, kurangnya aktivitas fisik juga merupakan faktor
penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak sekolah. Keterbatasan lapangan
untuk bermain dan kurangnya fasilitas untuk beraktivitas fisik menyebabkan anak memilih
untuk bermain di dalam rumah. Selain itu, kemajuan teknologi berupa alat elektronik

25
seperti video games, playstation, televisi dan komputer menyebabkan anak malas untuk
melakukan aktivitas fisik.
Penerapan pola makan seimbang dan peningkatan aktivitas fisik pada anak sekolah
bukanlah hal yang mudah. Diperlukan dukungan dari orang tua, guru, tenaga kesehatan,
dan pihak lainnya. Berkaitan dengan hal itu maka upaya penanggulangan ini harus menjadi
komitmen nasional yang harus dilakukan secara sistimatis dan terpadu serta berkelanjutan.
Penemuan dan Tata Laksana Kasus
Disamping kegiatan promosi peningkatan kesadaran gizi dan pencegahan kegemukan
dan obesitas pada anak sekolah, juga dapat dilakukan kegiatan penemuan kasus
kegemukan dan obesitas. Namun untuk menghindari stigmatisasi anak di sekolah,
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan selanjutnya dilaksanakan di
Puskesmas/Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
a. Penemuan Kasus : dilaksanakan setiap tahun melalui kegiatan penjaringan
kesehatan di sekolah. Langkah-langkah kegiatan :
1) Pengukuran Antropometri
a) Penimbangan Berat Badan
b) Pengukuran Tinggi Badan
Setelah dilakukan pengukuran antropometri oleh petugas gizi atau tenaga kesehatan
lainnya bersama guru UKS. Selanjutnya data yang diperoleh dilaporkan ke
Puskesmas, untuk ditentukan status gizinya dan tindak lanjut.
2) Penentuan Status Gizi (di Puskesmas)
a) Menghitung nilai IMT
b) Membandingkan nilai IMT dengan Grafik IMT/U berdasarkan Standar WHO 2005
c) Menentukan status gizi anak :
 Kurus : < - 2 SD
 Normal : - 2 SD s/d 1 SD
 Gemuk : >1 s/d 2 SD
 Obesitas : > 2 SD
3) Tindak lanjut :
Kesimpulan hasil penjaringan kesehatan di sekolah termasuk hasil pemeriksaan
status gizi disampaikan kepada orang tua dalam amplop tertutup melalui sekolah
dengan ketentuan sebagai berikut:
 Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi kurus, maka anak dirujuk ke
Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
 Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi normal, maka dianjurkan untuk
melanjutkan pola hidup sehat
 Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi gemuk atau obesitas, maka anak
dirujuk ke puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut
Pihak sekolah/UKS bertugas memberikan dukungan dan motivasi agar anak
melaksanakan pola hidup sehat sesuai anjuran dari puskesmas, serta berusaha
menyediakan lingkungan yang kondusif untuk anak.
Tata Laksana Kasus Kegemukan dan obesitas di Puskesmas
Tatalaksana kasus kegemukan dan obesitas ditujukan bagi anak sekolah yang tergolong
gemuk atau obesitas .
Langkah-langkah kegiatan tata laksana :

26
1) Melakukan assesment (anamnesa riwayat penyakit dan penyakit keluarga,
pengukuran antropomentri dan status gizi, pemeriksaan fisik, laboratorium
sederhana, anamnesa riwayat diet)
2) Bila hasil assesment menunjukkan anak mengalami kegemukan dan obesitas
dengan komorbiditas (hipertensi, diabetes melitus, sleep apnea, Blount disease
dan lain-lain), maka dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.
3) Bila hasil assesment menunjukkan anak mengalami kegemukan dan obesitas tanpa
komorbiditas maka dapat dilakukan tatalaksana kegemukan dan obesitas di
Puskesmas.
4) Melakukan konseling gizi kepada anak dan keluarga agar melaksanakan pola
hidup sehat selama 3 bulan .
5) Lakukan evaluasi pada 3 bulan pertama.
 Bila berat badan anak turun atau tetap maka dianjurkan untuk meneruskan pola
hidup sehat dan dilakukan evaluasi kembali setiap 3 bulan
 Bila berat badan anak naik , maka dilakukan kegiatan pengaturan berat badan
yang terstruktur di puskesmas berupa :
- Menyusun menu diet khusus bersama- sama keluarga dibawah bimbingan
ahli gizi disesuaikan dengan tingkatan obesitas anak. Prinsip diet adalah
rendah energi dan protein sedang dengan mengutamakan protein bernilai
biologis tinggi untuk menghindari kehilangan masa otot.
- Melakukan latihan fisik terprogram sesuai anjuran dokter dengan
bimbingan guru /instruktur olahraga, orang tua / keluarga.
- Membuat catatan kegiatan harian yang berisi : asupan makan di rumah atau
di luar rumah, aktivitas fisik, aktivitas nonton TV dan sejenisnya, bermain
dan lain-lain (contoh terlampir)
6) Lakukan evaluasi setelah 3 bulan.
 Bila berat badan anak turun atau tetap maka dianjurkan untuk melanjutkan
kegiatan pengaturan berat badan yang terstruktur. Bila berat badan anak naik
atau ditemukan komorbiditas, maka harus dirujuk ke rumah sakit

Penilaian Status Gizi pada Anak

27
Nilai simpang baku rujukan disini maksudnya adalah selisih kasus dengan standar +1 SD
atau -1 SD. Jadi apabila BB/TB pada kasus lebih besar daripada median, maka nilai
simpang baku rujukannya diperoleh dengan mengurangi +1 SD dengan median. Tetapi
jika BB/TB kasus lebih kecil daripada median, maka nilai simpang baku rujukannya
menjadi median dikurangi dengan -1 SD.

3. Memahami dan menjelaskan hidup anak yang tidak mencerminkan perilaku sehat
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.

a. Perilaku hidup sehat


Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain:
1) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang disini dalam arti
kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas dalam arti
jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi tidak juga
lebih). Secara kualitas mungkin di Indonesia dikenal dengan ungkapan 4 sehat 5
sempurna.
2) Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan), dan kuantitas dalam arti
frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan sendirinya kedua aspek
ini akan tergantung dari usia, dan status kesehatan yang bersangkutan.
3) Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai
macam penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di Indonesia, seolah-
olah sudah membudaya. Hampir 50% penduduk Indonesia usia dewasa merokok.
Bahkan dari hasil suatu penelitian, sekitar 15% remaja kita telah merokok. Inilah
tantangan pendidikan kesehatan kita.
4) Tidak minum minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan
mengonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya, juga
cenderung meningkat). Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah
mempunyai kebiasaan minum miras ini.
5) Istirahat yang cukup. Dengan meningkatnya kebutuhan hidu akibat tuntutan untuk
penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan orang untuk bekerja keras
dan berlebihan, sehingga waktu istirahat berkurang. Hal ini juga dapat
membahayakan kesehatan.

28
6) Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya bermacam-
macam bagi kesehatan. Lebih-lebih sebagai akibat dari tuntutan hidup yang keras
seperti diuraikan di atas. Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap orang.
Stres tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar stres tidak menyebabkan
gangguan kesehatan, kita harus dapat mengendalikan atau mengelola stres dengan
kegiatan-kegiatan yang positif.
7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak berganti-
ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaiaan diri kita dengan lingkungan, dan
sebagainya.

b. Perilaku sakit (illness behavior)


Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya
terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan
sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)


Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencakup hak-hak orang sakit
(right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui
oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut
perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi:

1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan


2) Mengenal/ mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang
layak
3) Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan
kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya
kepada orang lain terutama kepada dokter/ petugas kesehatan, tidak menularkan
penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan.

4. Memahami dan menjelaskan sistem rujukan fasilitas kesehatan


Pengertian
a. Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehata yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit
atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani) atau
secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuanya).

29
b. Sistem Rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yg
memungkinkan terjadinya penyerahan Tanggung Jawab secara timbal-balik atas
masalah yg timbul, baik secara vertikal maupun horizontal ke fasilitas yg lebih
kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.

Bentuk pelayanan kesehatan di Indonesia


a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
1) Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan
masyarakat yang sehat atau untuk promosi kesehatan.
2) Pelayanan jenis ini bersifat pelayanan kesehatan dasar atau pelayanan kesehatan
primer atau utama.
3) Bentuk pelayanan di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas keliling dan
balkesmas.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health service)
1) Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang
memerlukan perawatan inap dan tidak bisa ditangani oleh pelayanan kesehatan
primer.
2) Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit type C dan D yang telah tersedia
tenaga-tenaga spesialis.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health service)
1) Pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat atau pasien yang sudah
tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan skunder.
2) Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis.
3) Bentuk pelayanan ; rumah sakit type A dan B.
Sistem pelayanan diatas tidak berdiri sendiri namun berada didalam suatu sistem dan
saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan
pelayanan maka akan diserahkan ke pelayanan kesehatan diatasnya yang disebut dengan
rujukan
Rujukan medis dan kesehatan
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan internal dan rujukan
eksternal.
 Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam
institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke
puskesmas induk.

 Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat
inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan medik dan rujukan
kesehatan.

30
 Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan
penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum
daerah. Jenis rujukan medik:

a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan,


tindakan operatif dan lain-lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.

c. Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli


untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-tenaga
ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah,
konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer of knowledge).
Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan,
juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan
tingkat provinsi atau institusi pendidikan (transfer of personel).

 Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan ke


fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan dengan upaya
peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya,
merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau
pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan
Kerja)

Alur rujukan kasus kegawat daruratan:


1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu

b. Pondok bersalin atau bidan di desa

c. Puskesmas rawat inap

d. Rumah sakit swasta / RS pemerintah

2. dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu

b. Pondok bersalin atau bidan di desa

31
5. Memahami dan menjelaskan aspek sosial budaya masyarakat dalam mengakses
pemanfaatan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
Teori perilaku green Lawrence green + teori lain

a. Teori Lawrence Green Promosi


Kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan,
maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku
tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan
dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Dan
menurut Lawrence Green perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni:
 Faktor Pendorong (predisposing factors) Faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,
tradisi, dan sebagainya. Contohnya seorang ibu mau membawa anaknya
ke Posyandu, karena tahu bahwa di Posyandu akan dilakukan
penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Tanpa adanya

32
pengetahuan-pengetahuan ini ibu tersebut mungkin tidak akan
membawa anaknya ke Posyandu
 Faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor yang memungkinkan
atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor
pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya
perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit,
tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga,
makanan bergizi, uang dan sebagainya. Contohnya sebuah keluarga
yang sudah tahu masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk
menggunakan air bersih, buang air di WC, makan makanan yang
bergizi, dan sebagainya. Tetapi apakah keluarga tersebut tidak mampu
untuk mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa buang air
besar di kali/kebun menggunakan air kali untuk keperluan seharihari,
dan sebagainya.
 Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu
dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya.
Contohnya seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil dan di dekat
rumahnya ada Polindes, dekat dengan Bidan, tetapi ia tidak mau
melakukan periksa hamil karena ibu lurah dan ibu tokoh-tokoh lain tidak
pernah periksa hamil namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti bahwa
untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.

Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor
predisposing, faktor enabling, dan faktor need.
1. Faktor predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan
yaitu faktor demografi,faktor struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap
kesehatan
2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan
berupa sumberdaya keluarga atau sumber daya masyarakat.
3. Faktor need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu
ditunjang dengan adanya penelitian-peneliatian social budaya masyarakat, persepsi dan
perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat-sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat
masih mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat
melakukan pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.
Aspek Pelayanan Kesehatan Dilihat Dari Aspek Sosbud
Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat Tantangan berat yang masih
dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalahsebagai berikut.
1. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta
penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah.
2. Tingkat pengetahuan masyarakat yang belum memadai terutama pada golongan
wanita.

33
3. Kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, dan perilaku yang kurang
menunjang dalam bidang kesehatan.
4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan.Aspek
sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatanAspek soaial budaya yang
berhubungan dengan kesehatan anatara lain adalah faktorkemiskinan, masalah
kependudukan, masalah lingkungan hidup, pelacuran dan homoseksual.

Faktor Sosial dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan


a. Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua
b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan berpendidikan
tinggi
c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut agama
lain.
d. Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan.

Faktor Budaya dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan


Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan
diantaranya adalah:
a. Rendah penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil.
b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.
d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan tentang
sakit meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga meningkat.
e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi pelayanan
kesehatan.

6. Memahami dan menjelaskan tujuan syariat Islam dan konsep KLB


Tujuan Syariat Islam
Menurut Asy-Syatibi, pada dasarnya syariat ditetapkan untuk mewujudkan kemashlatan
hamba (mashalih al-ibad) baik di dunia maupun diakhirat.kemashlatan inilah, dalam
pandangan beliau, menjadi maqashid asy-syari’ah (tujuan-tujuan) syariat. Dengan kata
lain, penetapan syariat-baik secara keseluruhan (jumlatan) maupun secara rinci
(tafshilan) yaitu mewujudkan kemashlatan manusia.
Selanjutnya, imam asy-syatibi membagi maqashid menjadi tiga bagian,yaitu:
dharuriyat, hajiyat dan tahsinat. Dharuriyat artinya harus ada demi kemashlatan hamba,
yang jika tidak ada, akan menimbulkan kerusakan, misalnya rukun islam. Hajiyat
maksudnya sesuatu yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesempitan, seperti rukhsah
(keringanan) tidak berpuasa bagi orang sakit. Tahsinat artinya sesuatu yang telah diambil
untuk kebahagian kehidupan dan menghindarkan keburukan, semisal akhlak yang mulia,
menghilangkan najis, dan menutup aurat.
Untuk kategori dharuriyat asy-syatibi menjelaskan lebih rinci mencankup lima tujuan
syari’at isslam, yaitu :
34
~ Menjaga agama (hifzh ad-din);
~ Menjaga jiwa (hifzh an-nafs);
~ Menjaga akal (hifzh al-aql);
~ Menjaga keturunan (hifzh an nasl);
~ Menjaga harta (hifzh al-mal);
Lima tujuan syari’at islam ini adalah penjabatan dari teori maqashid asy-syari’ah yang
dijelaskan diatas.
Menjaga Agama
Islam harus jelas dibela dari oranag–orang yang hendak merusaknya, baik dari
kalangan orang-orang kafir yang terus berupaya agar umat islam murtad, maupun dari
kalangan munafik yang terus berupaya membuat umat islam ragu atas ajaran islam yang
berakibat menjauhnya mareka dari islam.
Perhatikan ayat berikut ini yang menjalaskan karakter orang kafir:
“orang-orang yahudi dan orang nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga
kamu mengikuti agama mareka”.(QS.al-Baqarah: 120)
Perhatikan juga ayat berikut ini yang menjelaskan karakter orang munafik:
Yang artinya: “apabila dikatakan kepada mareka; ‘mari lah kamu tunduk kepada
hukum yang allah telah tetapkan dan kepada hukum rasul’, niscaya kamu melihat orang-
orang melihat orang munafik yang menghalangi manusia dengan sekuat-kuatnya.” (QS
An-nisa: 61).
Jadi Alqur’an dengan jelas menerangkan bahwa orang-orang kafir dan munafik
akan senantiasa memperdaya orang-orang untuk keluar dari ajran islam atau
meragukannya. Tentu kita tidak ragu kepada al qur’an yang menegaskan watak asli
yahudi dan nasrani. Sebab, al qur’an adlah mukjizat yang denganya kita selamat dunia
dan akhirat. Jika ada pertanyaan, apakah islam penting dijaga padahal allah swt
menjaganya sendiri?
Benar allah swt bisa menjaga sendiri. Namun penting dipahami juga dua hal,
pertama, bahwa fungsi kita diciptakan diatas permukaan bumi adalah menjadi khalifah
fil arh, khalifah diatas permukaan bumi. Dalam posisi khalifah fil ardh, maka allah
membebankan kepada kita untuk mendakwahkan ajaran keseluruh penjuru bumi
termasuk menjaga islam dari upaya perusaknya oleh kafir dan kaum munafik yang
menhendakinya rusaknya aqidah, Ibadan dan akhlat umat islam.
Dalam rangka penjagaan terhadap agama dan terciptanya islam sebagai Rahmatan
lil ‘alamin, maka islam mewajibkan penjagaan atas agama islam kemudian di buat dalam
kebijakan resmi yang berbentuk qanun atau peraturan daerah. Dengan adanya qanun atau
aturan yang menjaga agama (hifz ad-din),diharabkan islam terus lestari sehingga bisa
memancarkan cahayanya yang rahmatan lil ‘alamin.

35
Menjaga Jiwa (nyawa)
Islam dengan tegas mengharamkan pembunuhan yaitu menumpahkan darah kaum
muslimin, ahli dzimmah (orang kafir yang hidup berdampingan dengan kaum muslimin
dan tidak memerangi mereka) serta darah mu’ahid (orang kafir yang mengikat perjanjian
damai dengan ummat Islam dengan persyaratan tertentu).
Bagi yang menumpahkan darah kaum muslimin dengan sengaja, maka Allah SWT
mengancam dengan ancaman yang sangat keras dalam firman-Nya yang artinya, “Dan
barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah
jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya,” (QS 4:93).
Maka pembunuhan adalah salah satu dosa terbesar dari dosa-dosa besar. Dia merupakan
salah satu dari tujuh hal yang membinasakan, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW:
“Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan, beliau menyebutkan salah
satunya adalah membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali secara haq”.
Hak atau alasan yang dapat dibenarkan di dalam Islam untuk membunuh seseorang ada
tiga, yaitu qishash (hukuman mati bagi seorang pembunuh), rajam (hukuman mati bagi
pezina yang sudah menikah) dan riddah (kafir setelah beriman).
Menjaga akal
Sebagai bentuk penjagaan terhadap akal, Islam mengharamkan miras (khamar) dan
narkoba dengan berbagai jenisnya, seperti ganja, heroin, kokain, opium, ekstasi dan
sebagainya. Allah SWT berfirman, artinya, “Wahai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (QS 5:90).
Allah SWT mengharamkan khamar karena di dalamnya terkumpul berbagai kerusakan,
dapat menghancurkan kepribadian, membunuh akal serta memusnahkan harta dengan
tanpa guna. Andaikan khamer itu sekadar merugikan secara materi, mengurangi
kepribadian, menjatuhkan nama dan keadilan seseorang, maka hal itu sudah cukup menjadi
alasan bagi orang yang berakal untuk menjauhinya.
Maka untuk menjaga akal, Islam mewajibkan pelaksanaan hukuman dera bagi peminum
khamar sebanyak delapan puluh kali. Tujuannya agar manusia menjauhi dosa tersebut,
sehingga akalnya selamat dan bersih, dapat berpikir dan mengetahui mana perintah Allah
dan mana yang dilarang.
Menjaga Harta
Untuk menjaga harta, Islam mengharamkan segala bentuk pencurian, yaitu mengambil
harta orang lain tanpa sepengetahuan dan kerelaannya. Mencuri juga termasuk dosa
terbesar dari dosa-dosa besar, sehingga pelakunya diancam dengan hukuman yang sangat
buruk yaitu potong tangan.
Dengan ditegakkannya hukuman ini maka harta orang akan terjaga, sebab seseorang yang
akan mengambil harta orang lain akan berpikir panjang, karena tangannya akan menjadi
taruhan. Maka dengan demikian seluruh orang akan merasa aman terhadap harta miliknya,
tidak ada rasa takut kemalingan atau dirampok dan sebagainya. Allah SWT berfirman,
artinya, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan

36
keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.5:38)
Menjaga Nasab (Keturunan)
Sebagai penjagaan terhadap nasab, Islam mengharamkan perzinaan dan segala sarana yang
mengantarkan kepada perbuatan tersebut seperti berbicara, melihat dan mendengarkan hal-
hal yang haram yang memicu terjadinya perbuatan zina. Perzinaan selain akan
mendatangkan murka Allah, juga memiliki dampak kerusakan yang sangat besar, seperti
munculnya penyakit-penyakit ganas, ternodainya kehormatan dan harga diri seseorang,
tercampurnya nasab dan keturunan secara tidak jelas, sehingga seorang anak dinasabkan
kepada bukan ayahnya dan mewarisi dari selain kerabatnya.
Larangan Allah SWT untuk tidak mendekati zina lebih keras dan mendalam daripada
larangan untuk melakukannya, yakni jangan sampai seseorang berada di sekitarnya dan
jangan sampai melakukan hal-hal yang dapat mengantarkan pada perzinaan tersebut. Atau
dengan bahasa lain, jika hanya sekedar mendekati saja diharamkan, maka melakukannya
sangat lebih haram lagi.
Maka untuk menjaga manusia dari kekejian tersebut Islam mewajibkan hukuman dera
seratus kali bagi perjaka/gadis yang berzina dan diasingkan selama satu tahun. Allah SWT
berfirman, artinya, Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan
hari Akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
dari orang-orang yang beriman (QS 24:2).
Allah SWT mengingatkan agar jangan sampai rasa kasihan mengalahkan hukum Allah,
dan hendaknya pelaksanaan hukuman itu dihadiri oleh sekelompok orang mukmin, supaya
diketahui dan dijadikan pelajaran oleh manusia. Sedangkan bagi pezina yang sudah
menikah (muhshan) maka hukumannya adalah dirajam hingga meninggal dunia. Namun
pelaksanaan rajam ini harus jelas kasusnya tanpa ada syubhat sedikit pun dan dengan
persaksian empat orang, atau sang wanita menunjukkan kehamilannya, atau atas
pengakuan dari pelakunya sebanyak empat kali.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Tujuan


Syariat, http://aceh.tribunnews.com/2011/09/16/tujuan-syariat?page=all.

Editor: bakri

Konsep KLB
(Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
(Q.s. As-Syura: 30)
Dalam sudut pandang wahyu Allah terakhir, musibah dan bencana ada kaitannya
dengan dosa atau maksiat yang dilakukan oleh manusia-manusia pendurhaka.Bencana
alam berupa letusan gunung api, banjir bandang, wabah penyakit, kekeringan, kelaparan,
kebakaran, dan lain sebagainya, dalam pandangan alam Islam (Islamic worldview),
tidaklah sekedar fenomena alam. Al-Qur’an menyatakan dengan lugas bahwa segala

37
kerusakan dan musibah yang menimpa umat manusia itu disebabkan oleh “perbuatan
tangan mereka sendiri”. Tentu saja kata ‘tangan’ sebatas simbol perbuatan dosa/maksiat,
karena suatu perbuatan maksiat melibatkan panca indera, dan juga dikendalikan dan
diprogram sedemikian rupa oleh otak, kehendak dan hawa nafsu manusia. Maksiat,
sebagaimana taat, ada yang bersifat menentang tasyri’ Allah seperti melanggar perkara
yang haram, dan ada yang bersifat menentang takwin Allah (sunnatullah) seperti
melanggar dan merusak alam lingkungan.

Tha’un disadari sebagai wabah yang menggelisahkan masyarakat Rasulullah saw


ketika itu. Jika suatu wabah berjangkit dalam suatu wilayah, maka kebijakan Nabi adalah
melakukan isolasi, yaitu orang luar tidak boleh masuk ke wilayah epidemi dan sebaliknya
orang yang berada di wilayah itu tidak boleh keluar ke daerah lain. Demikian sabda Nabi
Muhammad saw.:
‫)سعيد عن الترمذى رواه( منها تخرجوا فال بها وانتم ض ر با وقع واذا ها خلوا تد فال رض با لطاعون با سمعتم ااذا‬
Artinya;
Jika kamu mendengar tentang tha’un di suatu tempat, maka janganlah kamu memasukinya
(tempat itu). Apa bila kamu (terlanjur) berada di tempat yang terkena wabah itu, maka
janganlah kamu keluar darinya (tempat itu) (H.R. at-Turmuzi dari Sa’id).
Pernah di suatu saat daerah luar Madinah terjangkit wabah tha’un (pes, sampar, atau
penyakit sejenisnya) dan al-masih (sejenis kuman yang mengelupaskan kulit – mungkin
seperti wabah gudik, bengkoyok, atau secara umum penyakit kulit). Rasulullah melarang
siapa pun yang terkena kedua jenis penyakit itu (tha’un dan al-masih) masuk ke kota
Madinah. Demikian sabda Nabi: . . . la yadkhulu al-Madinata al-masihu wala ath-tha’un (
. . . Tidak boleh masuk ke Madinah bagi yang terjangkit oleh al-masih dan tha’un –
H.R.al-Bukhari dari Abu Hurairah)
Tha’un Sebagai Kotoran (ar-Rijsu) Sekaligus Rahmat
Dalam hadis yang panjang, Rasulullah mengatakan: . ath-tha’un rijsun .. (. . .tha’un itu
adalah kotoran . . . H.R. al-Bukhari dari Usamah bin Zaid) dan berfungsi sebagai siksa atau
penyakit (‘azab). Beliau bersabda:
- – - ‫صا بلده فى فيمكث الطعون يقع عبد من فليس للمؤمنين رحمة هللا فجعله يشاء من على هللا يبعثه با ا عذ ن كا انه‬
‫)عائشه عن البخارى رواه( االشهيد اجر مثل ن كا اال له هللا كتب ما اال يصيبه لم انه يعلم برا‬
Artinya:
. . . Bahwa ada suatu ‘azab yang Allah mengutusnya (untuk) menimpa kepada seseorang
yang Ia kehendakinya. Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang mukmin.
Tidaklah bagi seseorang yang tertimpa tha’un kemudian ia berdiam diri di wilayahnya itu
dengan sabar dan ia menyadari bahwa tha’un itu tidak akan menimpa kecuali telah
ditetapkan Allah, kecuali ia memperoleh pahala bagaikan orang mati syahid (H.R. al-
Bukhari dari ‘Aisyah).
Dalam hadis tersebut dijelaskan bahawa (l) penduduk yang wilayahnya terkena wabah
dan tidak boleh keluar dari wilayah itu supaya mereka bersabar. Penyakit itu tidak akan

38
menular kepada orang kecuali atas kehendak Allah. Pahala orang yang sabar (tidak keluar
dari wilayahnya) memperoleh pahala sepadan orang mati syahid, (2) Perwujudan rahmat
dalam kasus ini adalah bersabar. Orang sabar berada dalam lindungan Allah (inna-llaha
ma’a ash-shabirin)

7. Memahami care seling behaviour dan hukum berobat dalam pandangan Islam
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Berobat tidaklah wajib menurut
mayoritas ulama. Yang mewajibkannya hanyalah segelintir ulama saja sebagaimana yang
berpendapat demikian adalah sebagian ulama Syafi’i dan Hambali. Para ulama pun
berselisih pendapat manakah yang lebih utama, berobat ataukah sabar. Karena hadits
shahih yang menerangkan hal ini dari Ibnu ‘Abbas, tentang budak wanita yang sabar
terkena penyakit ayan.” (Majmu’ Al Fatawa, 24: 268)

Ibnu Taimiyah melanjutkan, “Sekelompok sahabat Nabi dan tabi’in tidak mengambil
pilihan untuk berobat. Ada sahabat seperti Ubay bin Ka’ab dan Abu Dzar tidak mau
berobat, lantas sahabat lainnya tidak mengingkarinya.” (Idem)

Berobat ketika sakit itu mustahab (dianjurkan) dan disyariatkan. An Nawawi dan jumhur
ulama menyebutkan demikian. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Dan sebagian ulama lain berpendapat bahwa dalam hal ini sama tingkatnya, baik berobat
atau tidak. Tidak dianjurkan dan tidak dimakruhkan. Namun halal hukumnya.

Sebagian ulama yang lain berbendapat bahwa tidak berobat itu lebih utama.
Diriwayatkan dari Ash Shiddiq bahwa beliau ketika sakit dan ada yang berkata
kepadanya: “Saya akan panggilkan tabib untukmu”, ia mengatakan:

Intinya, pendapat jumhur ulama adalah yang tepat dalam masalah ini, bahwa berobat itu
dianjurkan. Dengan menggunakan metode pengobatan yang syar’i, mubah dan tidak
mengandung keharaman.

Ada banyak hadits yang menjadi dasar pijakan. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmû’
Syrahul Muhadzdzab (Kairo: Darul Hadits, 2010) menuturkan beberapa hadits yang
disabdakan oleh Rasulullah di antaranya:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya dan menjadikan bagi
setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan kalian berobat dengan
yang haram.” (HR. Abu Dawud dari Abu Darda)

Dari hadits di atas bisa diambil satu kesimpulan bahwa ketika Allah memberikan satu
penyakit kepada hamba-Nya maka kepadanya pula akan diberikan obat yang bisa
menyembuhkannya. Tentunya orang yang sakit dituntut untuk berusaha mendapatkan obat
tersebut agar teraih kesembuhannya. Boleh saja orang yang sakit tak melakukan usaha
berobat bila memang ia berserah diri dan ridlo terhadap penyakit yang diberikan Allah
kepadanya.

39
Majma’ Al Fiqh Al Islami berpendapat wajibnya berobat bagi orang yang jika
meninggalkan berobat bisa jadi membinasakan diri, anggota badan atau dirinya jadi lemah,
juga bagi orang yang penyakitnya bisa berpindah bahayanya pada orang lain. (Dinukil
dari Fatwa Syaikh Sholeh Al Munajjid no. 81973)
Rincian paling baik tentang masalah hukum berobat disampaikan oleh Syaikh Sholih Al
Munajjid,
1- Berobat jadi wajib jika tidak berobat dapat membinasakan diri orang yang sakit.
2- Berobat disunnahkan jika tidak berobat dapat melemahkan badan, namun keadaannya
tidak seperti yang pertama.
3- Berobat dihukumi mubah (boleh) jika tidak menimpa pada dirinya dua keadaan pertama.
4- Berobat dihukumi makruh jika malah dengan berobat mendapatkan penyakit yang lebih
parah. (Lihat Fatawa Syaikh Sholih Al Munajjid no. 2148)

40
DAFTAR PUSTAKA
 Anonim. Pedoman Penanggulangan KLB-DBD bagi keperawatan di RS dan Puskesmas
 Ariyanto. 2010. Keperawatan Keluarga dengan Kurang Gizi.
 Bakri. 2011. Tujuan Syariat. http://aceh.tribunnews.com/2011/09/16/tujuan-
syariat?page=all
 Departemen Kesehatan RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Jakarta : Direktorat Gizi.
 Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan
Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
 Lusa. 2009. Gizi Buruk Akibat Kekurangan Protein. Lusa.web.id.
 Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
 Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2011
 Raharjo K. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan anak prasekolah. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.

41

Anda mungkin juga menyukai