KELOMPOK A 12
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018/2019
DAFTAR ISI
SKENARIO .......................................................................................................................... 1
KATA SULIT ...................................................................................................................... 1
PERTANYAAN .................................................................................................................. 1
BRAINSTORMING ........................................................................................................... 2
HIPOTESIS ........................................................................................................................ 3
SASARAN BELAJAR ........................................................................................................ 4
1. Memahami dan menjelaskan KLB dan wabah berdasarkan angka morbiditas dan
mortalitas ....................................................................................................................... 5
2. Memahami dan menjelaskan gizi kurang dan gizi lebih ............................................... 20
3. Memahami dan menjelaskan hidup anak yang tidak mencerminkan perilaku sehat .... 28
4. Memahami dan menjelaskan sistem rujukan fasilitas kesehatan .................................. 29
5. Memahami dan menjelaskan aspek sosial budaya masyarakat dalam mengakses
pemanfaatan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan ............................. 32
6. Memahami dan menjelaskan tujuan syariat Islam dan konsep KLB ............................ 34
7. Memahami care seling behaviour dan hukum berobat dalam pandangan Islam .......... 39
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 41
i
SKENARIO
WABAH CAMPAK DAN GIZI BURUK DI KABUPATEN ASMAT, PAPUA
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek mengatakan, 71 orang meninggal akibat
wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua. “Update data, yang meninggal
kurang lebih 71 orang,” kata Nila seusai rapat terbatas mengenai penanggulangan Kejadian
Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Asmat, Papua, di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu
(31/1/2018). Dari Kejadi ini, pihaknya sudah melakukan imunisasi terhadap sekitar 13.300
anak di Asmat. Namun masih ada sejumlah distrik yang belum dapat dijangkau timnya karena
kendala geografis.
Sebagian besar orang tua yang anaknya mninggal dan sakit karena terpapar campak dan
gizi buruk tinggal jauh dari pusat kesehatan yang ideal. Dari 71 anak yang meninggal dunia
karena campak dan gizi buruk, 37 di antara mereka berasal dari Distrik Pulau Tiga. Untuk
menuju ke wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Mimika hanya bisa dilalui melalui jalur
sungai menggunakan perahu bermotor. Perjalanan tersebut dapat memakan waktu antara dua
hingga tiga jam. Jangkauan ke pusat pengobatan sangat sulit karena masyarakat harus
menggunakan jalur laut dan sungai. Selain permasalahan geografis, ternyata warga suku
Asmat biasa mengonsumsi air sungai untuk kebutuhan makan dan minum sehari-hari.
Sebagaian warga tidak mempunyai jamban sehingga untuk buang air besar dan kecil biasa
mereka lakukan di pekarangan rumah mereka.
Permasalahan gizi pada anak tidak hanya masalah gizi kurang dan buruk saja seperti
yang terjadi di Asmat. Tetapi juga masalah gizi lebih perlu diwaspadai. Pertumbuhan obesitas
pada anak di Indonesia meningkat tiga kali lipat. Kajian Global Burden of Diseases yang
dipublikasikan jurnal ilmiah Lancet pada 2014 menempatkan Indonesia di posisi 10 dalam
daftar negara dengan tingkat obesitas tertinggi di dunia. Penyebab gizi lebih pada anak ada
bermacam-macam. Pada pengeluaran energi yang kurang atau keduanya, sebagaimana sering
ditemukan pada anak-anak dalam keluarga dengan sosial ekonomi baik, serta gaya hidup yang
santai (sedentary life style). Anak dengan status gizi lebih berpotensi mengidap berbagai jenis
penyakit setelah dewasa, antara lain diabetes, penyakit jantung dan kanker.
KATA SULIT
1. Wabah
Kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlahnya
meningkat melebihi keadaan lazim dalam kurun waktu tertentu.
2. KLB
Status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklarifikasi peristiwa merebaknya wabah
penyakit yang bermakna dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
3. Sedentary life style
Seseorang yang memiliki kebiasaan hidup melakukan aktivitas fisik yang minim.
PERTANYAAN
1. Apa bedanya KLB dengan wabah?
2. Apa yang dilakukan ketika terjadi KLB?
3. Kapan suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KLB?
1
4. Faktor apa saja yang mempengaruhi KLB?
5. Kapan KLB dinyatakan tuntas?
6. Bagaimana pencegahan KLB pada kasus?
7. Siapa yang menangani KLB?
8. Mengapa skenario termasuk KLB?
9. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi gizi buruk?
10. Pandangan Islam mengenai wabah?
11. Apa yang menyebabkan terjadinya gizi buruk di skenario?
12. Bagaimana penanganan KLB bila faskes jauh?
13. Bagaimana tahapan rujukan kesehatan?
14. Mengapa wabah yang terjadi adalah campak?
BRAINSTORMING
1. KLB : yang menyebabkan suatu wabah
KLB : wilayahnya lebih sempit dibanding wabah
Wabah : penyakit yang lebih cepat menyebar dan menginfeksi
KLB: kejadian wabah dalam kurun waktu tertentu
2. I. Adanya penyelidikkan
II. Diketahui masalah
III.Beri tata laksana
IV. Diberi pencegahan
V. Pemusnahan penyebab
VI. Penanganan jenazah akibat wabah
VII.Penyluhan
3. Kenaikan masalah 2 kali lipat dari angka kejadian biasa dan terjadi sebelum 3 kali berturut-
turut dan disertai timbul penyakit menular yang tiba-tiba ada.
4. Cakupan imunisasi belum merata
Ketersediaan air bersih kurang
Cakupan gizi yang baik belum memenuhi
Jarak antara rumah dan faskes jauh
Kurang efektifnya program kesehatan di daerah tersebut
Kurangnya penanggulangan penyakit
Tidak adanya jamban
5. Menurunnya jumlah kasus
Menurunnya frekuensi KLB
Menurunnya angka kematian
Menyempitnya daerah penyebaran
6. Promosi kesehatan gizi yang cukup
Memperluas cakupan imunisasi
Promosi tentang tempat tinggal yang bersih dan sehat
Dibuat akses jalan yang lebih mudah
Memperbanyak fasilitas kesehatan dan memperbaiki fasilitas yang ada
7. Dari kepala daerah ke puskesmas lalu ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, ke Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Regional, lalu ke Kementerian Kesehatan
8. Karena campak seharusnya sudah tidak, jadi saat ada walaupun jumlah kasusnya sedikit
dapat disebut wabah
9. I. Letak geografis
2
II. Pola hidup tidak baik (konsumsi air sungai, BAB sembarangan)
10. Daerah yang ada di dalam wabah di boleh keluar, dan yang ada di luar daerah wabah tidak
boleh masuk ke dalam
11. Warga suka mengonsumsi air sungai jadi kurang higienis
Fasillitas kesehatan jauh, jadi pengobatan terlambat
Daerah terisolasi jadi informasinya kurang
Faktor sosial-ekonomi :
Biasa transportasi mahal
Biaya hidup dibandingkan pendapatan kurang
Makan bukanlah prioritas
12. Bila akses jauh, Puskemas atau tenaga kesehatan terdekat mendatangi wilayah, lalu
membuat posko kesehatan sementara
13. Primer : Klinik/puskesmas
Skunder : RS umum
Tersier : RS khusus
14. Karena daerah endmin untuk vektor campak
HIPOTESIS
KLB merupakan kenaikan masalah 2 kali lipat dari angka kejadian biasa dan terjadi sebelum 3
kali berturut-turut dan disertai timbul penyakit menular yang tiba-tiba ada dan dipengaruhi oleh
cakupan imunisasi belum merata, ketersediaan air bersih kurang, cakupan gizi yang baik belum
memenuhi, jarak antara rumah dan faskes jauh, kurang efektifnya program kesehatan di daerah
tersebut, kurangnya penanggulangan penyakit dan tidak adanya jamban.Tahapan rujukan
dimulai dari kepala daerah ke puskesmas lalu ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, ke Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Regional, lalu ke Kementerian Kesehatan, pasien juga
akan dirujuk dari pelayanan kesehatan primer, lalu sekunder dan terakhir tersier. Penanganan
yang dapat dilakukan dengan adanya penyelidikkan, diketahui masalah, beri tata laksana, diberi
pencegahan, pemusnahan penyebab, penanganan jenazah akibat wabah dan penyuluhan. Bila
akses jauh, Puskemas atau tenaga kesehatan terdekat mendatangi wilayah, lalu membuat posko
kesehatan sementara. KLB dapat dinyatakan tuntas apabila sudah menurunnya jumlah kasus,
menurunnya frekuensi KLB, menurunnya angka kematian dan menyempitnya daerah
penyebaran. Sebelum KLB KLB terjadi dapat dilakukan pencegahan promosi kesehatan gizi
yang cukup, memperluas cakupan imunisasi, promosi tentang tempat tinggal yang bersih dan
sehat, dibuat akses jalan yang lebih mudah dan memperbanyak fasilitas kesehatan dan
memperbaiki fasilitas yang ada. Menurut pandangan Islam mengenai wabah adalah daerah
yang ada di dalam wabah di boleh keluar, dan yang ada di luar daerah wabah tidak boleh masuk
ke dalam.
3
SASARAN BELAJAR
8. Memahami dan menjelaskan KLB dan wabah berdasarkan angka morbiditas dan
mortalitas
9. Memahami dan menjelaskan gizi kurang dan gizi lebih
10. Memahami dan menjelaskan hidup anak yang tidak mencerminkan perilaku sehat
11. Memahami dan menjelaskan sistem rujukan fasilitas kesehatan
12. Memahami dan menjelaskan aspek sosial budaya masyarakat dalam mengakses
pemanfaatan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
13. Memahami dan menjelaskan tujuan syariat Islam dan konsep KLB
14. Memahami care seling behaviour dan hukum berobat dalam pandangan Islam
4
1. Memahami dan menjelaskan KLB dan wabah berdasarkan angka morbiditas dan
mortalitas
KLB
Definisi KLB
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk
mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Wabah :
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat
secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah tertentu dalam wilayah
Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah
Faktor Yang Mempengaruhi Mordibitas dan Mortalitas dalam KLB Untuk Mengukur
Masalah Penyakit ( Angka Kesakitan / Morbiditas )
5
Setiap gangguan di dalam fungsi maupun struktur tubuh seseorang dianggap sebagai penyakit.
Penyakit, sakit, cedera, gangguan dan sakit, semuanya dikategorikan di dalam istilah tunggal.
Morbiditas merupakan derajat sakit, cedera atau gangguan pada suatu populasi. Morbiditas
juga merupakan suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera atau keberadaan suatu
kondisi sakit. Morbiditas juga mengacu pada angka kesakitan, yaitu jumlah orang yang sakit
dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan kelompok yang sehat atau
kelompok yang beresiko. Di dalam Epidemiologi, ukuran utama morbiditas adalah angka
insidensi & prevalensi dan berbagai ukuran turunan dari kedua indikator tersebut. Setiap
kejadian penyakit, kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan angka insidensi dan
angka prevalensi.
Kriteria KLB
KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk
mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen
PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian/kematian > 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali bila
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali
dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
6. CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikkan 50 %
atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
7. Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikkan >
2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a)Setiap peningkatan kasus dari
periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru
dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari
penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
a. Keracunan Makanan dan Pestisida
KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak
mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui. Sebagai contoh adalah suatu KLB
6
penyakit Fog di London. Kejadian penyakit tersebut telah dimulai pada tahun 1952, tetapi tidak
mendapat perhatian karena dampak penyakit tersebut belum diketahui. Perhatian terhadap
penyakit ini baru dimulai setelah adanya informasi peningkatan jumlah kematian di suatu
masyarakat. Hasil penyelidikan KLB mengungkapkan bahwa peningkatan tersebut karena
penyakit Fog (Mausner and Kramer, 1985).
Klasifikasi KLB
a. Menurut Penyebab:
1. Entero toxin : misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella.
2. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens.
3. Endotoxin : Infeksi, Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing, Toksin Biologis, Racun jamur,
Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan, Toksin Kimia.
4. Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), cyanide, nitrit, pestisida.
Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN.
1. Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti :
Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
2. Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
3. Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira,
Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
4. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
5. Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
6. Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.
7. Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
8. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
7
c. Menurut Penyakit wabah : Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi
wabah: Kholera, Pes, Demam kuning, Demam bolak-balik, Tifus bercak wabah, DBD,
Campak, Polio, DPT, Rabies, Malaria, Influensa, Hepatitis, Tipus perut, Meningitis,
Encephalitis, SARS, Anthrax.
8
12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan rencana kerja. Persiapan
lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya
informasi (Kelsey., 1986), Greg (1985) dan Bres (1986) mengatakan bahwa persiapan
penelitian lapangan meliputi :
1. Pemantapan (konfirmasi) informasi.
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan
pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak
dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat
rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :
a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari
fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah
tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS) atau
masyarakat (Laporan S-0).
b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis, pemeriksaan
yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil pemeriksaannya,
komplikasi yang terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan dan lainnya).
c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.
Definisi kasus : definisi kasus sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus nantinya.
Mengingat informasi yang didapat mungkin hanya merupakan persangkaan penyakit tertentu
atau gejala klinis yang ditemui, maka definisi kasus sebaiknya dibuat longgar, dengan
kemungkinan kasus-kasus lain akan masuk. Perbaikan definisi kasus akan dilakukan setelah
pemastian diagnose, pada langkah identifikasi kasus dan paparan.
9
Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara penularan.
Untuk membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri dan pola
epidemiologis penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat berubah atau lebih spesifik dan
dibuktikan pada waktu penyelidikan (Bres, 1986).
Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama mengadakan penanggulangan
dan pengendalian KLB, dengan beberapa tujuan khusus, di antaranya :
a. Memastikan diagnosis penyakit
b. Menetapkan KLB
c. Menentukan sumber dan cara penularan
d. Mengetahui keadaan penyebab KLB
Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang berhubungan dengan
penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk mengetahui pelaksanaan program imunisasi,
mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang
dapat digunakan (Goodman et al., 1990).
Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya dengan
pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan penetapan strategi
yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat, tetapi
juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b. Luas wilayah KLB
c. Asal KLB diketahui
d. Sifat penyakitnya.
Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB dengan
beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
a. Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus
b. Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan
kontak Hanya kasus-kasus yang berat
c. Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir
populasi Kesalahan interpretasi pertanyaan
d. Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk menge-
tahui hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah spesifik
e. Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan yang
sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik
f. Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama, hasil
hanya terbatas pada kasus yang diketahui
g. Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada penya-kit
dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat dikerjakan.
10
3. Pertemuan dengan pejabat setempat.
Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB,
kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.
Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan
dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap
berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi penyakit
berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis)
dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola temporal
penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit (periode 12 bulan)
dan kecenderungan jangka panjang (periode tahunan – pola maksimum dan minimum
penyakit). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan
dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun
berbeda (CDC, 1979).
KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak
mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui.
KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :
1. Perubahan cara mendiagnosis penyakit
2. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau
3. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan,
4. Perhatian yang berlebihan.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh Depkes.
Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik Pola
Maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.
Penanggulangan KLB
11
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang
dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan
melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan
yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan
tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan
adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB
secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan
pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim
epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera
dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa
wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini,
dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap
kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas
hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi
(Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan
Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem
jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita
adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara
cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus
dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan
sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal
menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit,
tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A.,
2003)
Penanggulangan KLB :
Penaggulangan KLB Adalah kegiatan yg dilaksanakan untuk menangani penderita,
mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu
KLB yg sedang terjadi.
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB),
yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini
dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa
12
pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada
yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat
Tujuan penanggulangan KLB :
Mengenal dan mendeteksi sedini mungkin terjadinya KLB
Melalukan penyelidikan Epidemiologi KLB
Memberikan petunjuk dalam mencari penyebab dan diagnosis KLB
Memberikan petunjuk pengiriman dan penanggulangan KLB
Mengembangkan sistem pengamatan yang baik dan menyeluruh, dan menyusun
perencanaan yang mantap untuk penanggulangan KLB
Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina.
Pencegahan dan pengendalian.
Pemusnahan penyebab penyakit.
Penanganan jenazah akibat wabah.
Penyuluhan kepada masyarakat.
Upaya penanggulangan lainnya
13
Tim penanggulangan KLB
Terdiri dari multi disiplin atau multi lintas sektor, bekerjasama dalam penanggulangan
KLB.
Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat (sebagai anggota masyarakat
maupun sebagai petugas disarana kesehatan).
Perawat dapat terlibat langsung di Puskesmas atau Rumah sakit.
14
Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan
sebagai sumber penularan
Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi
penyebarannya
Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang
ditemukan di lapangan.
Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara
lengkap.
15
pemberntasan serangga dan binatang pengerat serta peningkatan lingkungan sosial
seperti kepadatan rumah tangga.
3. Meningkatkan daya tahan pejamu meliputi perbaikan status gizi,kualitas hidup
penduduk, pemberian imunisasi serta peningkatan status psikologis.
WABAH
16
Jenis ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu :
pemaparan sekali saja
pemaparan yang berulang-ulang namu tetap 1 sumber yang sama
Ciri-cirinya:
timbulnya gejala penyakit yang cepat
masa inkubasi penyakit yang pendek
episode penyakit merupakan peristiwa tunggal
waktu munculnya penyakit jelas
misal : keracunan makanan
• Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent
penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen
tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absen dalam
populasi tersebut.
• Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup
dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-orang yang peka
terhadap penyakit tertentu dalam populasi tsb. Ex: Asrama mahasiswa/tentara.
17
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu
PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang ditentukan pada waktu tertentu
(misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate. PR yang ditentukan pada periode tertentu
(misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode Prevalence Rate.
ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun
18
SPECIFIC DEATH RATE
SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi jumlah
penduduk pada pertengahan tahun
CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan
kegawatan/ keganasan penyakit tersebut
MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/
melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup
19
INFANT MORTALITY RATE
IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000
kelahiran hidup
NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur < 4
minggu atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup
PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d 7
hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup
20
Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita
(Lusa, 2009).
Indonesia saat ini menghadapi setidak-tidaknya 5 masalah gizi yang dipicu
berbagai factor dalam kehidupan masyarakat. Ke lima masalah gzi tersebut adalah
Kurang Energi Protein (KEP), Kurang vitamin A (KVA), Gangguan akibat kekurangan
Yodium (GAKY), Anemia Gizi Besi (AGB), gizi berlebih (OBESITAS).
Penyebab masalah gizi di Indonesia secara langsung di pengaruhi oleh tidak
cukupnya asupan zat gizi dan penyakit infeksi. Adapun penyebab secara tidak langsung,
antara lain jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh yang tidak memadai,
rendahnya ketahanan pangan tingkat rumah tangga, kemiskinan, pengangguran, serta
dampak social Budaya dan politik,
Terdapat beberapa fakta yang terkait dengan masalah gizi di Indonesia yang
memerlukan penanganan segera dimulai dari tingkat individu, keluarga, dan secara
nasional, karena masalah gizi di tiap wilayah berbeda baik jenis masalah, besaran
maupun factor penyebabnya.
“pola asuh juga merupakan salah satu factor penting yang mempengaruhi status gizi”.
Data makro kesehatan menunjukan bahwa Selama 10 tahun terakhir tercatat tingkat
asupan energy rata-rata perkapita di Indonesia tidak mengalami peningkatan berarti, dan
terjadi perubahan gaya hidup berupa pergeseran pola makan yang tinggi lemak dan
rendahnya indeks aktivitas.
21
Kelainan kulit dan rambut jarang ditemukan
Ada 2 bentuk KEP yaitu marasmus dan kwashiorkor. Baik marasmus maupun
kwashiorkor keduanya disebabkan oleh kekurangan protein. akan tetapi pada marasmus
di samping kekurangan protein terjadi juga kekurangan energy. Sedangkan pada
kwashiorkor yang kurang hanya protein, sementara kalori cukup. Maraasmus terjadi pada
anak usia yang sangat muda yaitu pada bulan pertama setelah lahir, sedangkan
kwashiorkor umunya ditemukan pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
Angka statistic di Indonesia tahun 2004 37% balita (bawah lima tahun/bayi)
kekurangan berat badan (28% kekurangan berat badan sedang dan 9% kekurangan berat
badan akut (a little beat confused about it) (sumber susenas 2004). Pemerintah
mempunyai program makanan tambahan sehingga perempuan dan anak-anak yang
terdeteksi memiliki berat badan kurang akan diberi makanan tambahan dan saran ketika
mereka dating ke puskesmas untuk memantau pertumbuhan.
22
gondok, hipotiroid juvenile, gangguan fungsi mental (IQ rendah), gangguan
perkembangan
Pencegahan / penanggulangan :
Fortifikasi : garam
Suplementasi : tablet, njeksi lipiodol, kapsul minyak beryodium, makan makananan
yang kaya akan kandungan yodium alami seperti ikan, makanan laut dan ganggang laut
dan tanaman yang tumbuh didaerah dengan tanah yang mengandung yodium, garam
beryodium dan suplemen yang mengandung yodium.
23
masalah kesehatan masyarakat jika prevalensi di suatu Negara yaitu < 15-40%
adalah sedang dan >40% adalah tinggi (diktorat gizi masyarakat,2003)
Dampak :
Produktivitas rendah
SDM untuk generasi berikutnya rendah
Penyebab langsung :
Kurang asupan makanan yang mengandung zat besi
Mengkonsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi
Infeksi penyakit
Penyebab tidak langsung : Distribusi makanan yang tidak merata ke seluruh daerah
Penanganan :
Pemberian komunikasi informasi dan edukasi (KIE) serta suplemen tambahan
pada ibu hamil maupun menyusui
Pembekalan KIE kepada kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam
bentuk multivitamin kepada balita
Pembekalan KIE kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan
keadaan anak usia sekolah serta pemberian suplemen tambahan kepada anak
sekolah
Pembekalan KIE pada perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian suplemen
kepada tenaga kerja wanita
Pemberian KIE dan suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur
(WUS)
Pencegahan :
Makan makanan yang mengandung zat besi – makanan yang kaya (zat besi)
misalnya daging, ikan, telur, sayuran hijau, kacang-kacangan, kacang tanah, tahu
24
dan tempe. Makanan-makanan ini juga sangat penting untuk ibu hamil dan anak
sejak usia 6 bulan.
Strategi penting lainnya untuk memerangi kekurangan zat besi adalah dengan
mencegah dan mengobati malaria – terutama paada saat hamil, pendidikan mengenai
KB, menganjurkan untuk menjaga jarak dan mengurangi kehamilan dan pencegahan
terhadap cacing di usus dan keteraturan pengobatan untuk cacingan.
GIZI LEBIH
Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang
dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan
lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya
aktivitas fisik dan sedentary life style.
Masalah kegemukan dan obesitas di Indonesia terjadi pada semua kelompok umur dan
pada semua strata sosial ekonomi. Pada anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas
merupakan masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa. Kegemukan
dan obesitas pada anak berisiko berlanjut ke masa dewasa, dan merupakan faktor risiko
terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler,
diabetes mellitus, kanker, osteoartritis, dll. Pada anak, kegemukan dan obesitas juga dapat
mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup anak
seperti gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur, sleep apnea (henti napas
sesaat) dan gangguan pernafasan lain.
Kegemukan dan obesitas terutama disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor genetik
meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan
prevalensi kegemukan dan obesitas. Pengaruh faktor lingkungan terutama terjadi melalui
ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku makan dan aktivitas fisik. Hal ini terutama
berkaitan dengan perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style.
Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas adalah
mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan), makanan tinggi energi,
tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat. Sedangkan perilaku makan
yang salah adalah tindakan memilih makanan berupa junk food, makanan dalam kemasan
dan minuman ringan (soft drink).
Selain pola makan dan perilaku makan, kurangnya aktivitas fisik juga merupakan faktor
penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak sekolah. Keterbatasan lapangan
untuk bermain dan kurangnya fasilitas untuk beraktivitas fisik menyebabkan anak memilih
untuk bermain di dalam rumah. Selain itu, kemajuan teknologi berupa alat elektronik
25
seperti video games, playstation, televisi dan komputer menyebabkan anak malas untuk
melakukan aktivitas fisik.
Penerapan pola makan seimbang dan peningkatan aktivitas fisik pada anak sekolah
bukanlah hal yang mudah. Diperlukan dukungan dari orang tua, guru, tenaga kesehatan,
dan pihak lainnya. Berkaitan dengan hal itu maka upaya penanggulangan ini harus menjadi
komitmen nasional yang harus dilakukan secara sistimatis dan terpadu serta berkelanjutan.
Penemuan dan Tata Laksana Kasus
Disamping kegiatan promosi peningkatan kesadaran gizi dan pencegahan kegemukan
dan obesitas pada anak sekolah, juga dapat dilakukan kegiatan penemuan kasus
kegemukan dan obesitas. Namun untuk menghindari stigmatisasi anak di sekolah,
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan selanjutnya dilaksanakan di
Puskesmas/Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
a. Penemuan Kasus : dilaksanakan setiap tahun melalui kegiatan penjaringan
kesehatan di sekolah. Langkah-langkah kegiatan :
1) Pengukuran Antropometri
a) Penimbangan Berat Badan
b) Pengukuran Tinggi Badan
Setelah dilakukan pengukuran antropometri oleh petugas gizi atau tenaga kesehatan
lainnya bersama guru UKS. Selanjutnya data yang diperoleh dilaporkan ke
Puskesmas, untuk ditentukan status gizinya dan tindak lanjut.
2) Penentuan Status Gizi (di Puskesmas)
a) Menghitung nilai IMT
b) Membandingkan nilai IMT dengan Grafik IMT/U berdasarkan Standar WHO 2005
c) Menentukan status gizi anak :
Kurus : < - 2 SD
Normal : - 2 SD s/d 1 SD
Gemuk : >1 s/d 2 SD
Obesitas : > 2 SD
3) Tindak lanjut :
Kesimpulan hasil penjaringan kesehatan di sekolah termasuk hasil pemeriksaan
status gizi disampaikan kepada orang tua dalam amplop tertutup melalui sekolah
dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi kurus, maka anak dirujuk ke
Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi normal, maka dianjurkan untuk
melanjutkan pola hidup sehat
Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi gemuk atau obesitas, maka anak
dirujuk ke puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut
Pihak sekolah/UKS bertugas memberikan dukungan dan motivasi agar anak
melaksanakan pola hidup sehat sesuai anjuran dari puskesmas, serta berusaha
menyediakan lingkungan yang kondusif untuk anak.
Tata Laksana Kasus Kegemukan dan obesitas di Puskesmas
Tatalaksana kasus kegemukan dan obesitas ditujukan bagi anak sekolah yang tergolong
gemuk atau obesitas .
Langkah-langkah kegiatan tata laksana :
26
1) Melakukan assesment (anamnesa riwayat penyakit dan penyakit keluarga,
pengukuran antropomentri dan status gizi, pemeriksaan fisik, laboratorium
sederhana, anamnesa riwayat diet)
2) Bila hasil assesment menunjukkan anak mengalami kegemukan dan obesitas
dengan komorbiditas (hipertensi, diabetes melitus, sleep apnea, Blount disease
dan lain-lain), maka dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.
3) Bila hasil assesment menunjukkan anak mengalami kegemukan dan obesitas tanpa
komorbiditas maka dapat dilakukan tatalaksana kegemukan dan obesitas di
Puskesmas.
4) Melakukan konseling gizi kepada anak dan keluarga agar melaksanakan pola
hidup sehat selama 3 bulan .
5) Lakukan evaluasi pada 3 bulan pertama.
Bila berat badan anak turun atau tetap maka dianjurkan untuk meneruskan pola
hidup sehat dan dilakukan evaluasi kembali setiap 3 bulan
Bila berat badan anak naik , maka dilakukan kegiatan pengaturan berat badan
yang terstruktur di puskesmas berupa :
- Menyusun menu diet khusus bersama- sama keluarga dibawah bimbingan
ahli gizi disesuaikan dengan tingkatan obesitas anak. Prinsip diet adalah
rendah energi dan protein sedang dengan mengutamakan protein bernilai
biologis tinggi untuk menghindari kehilangan masa otot.
- Melakukan latihan fisik terprogram sesuai anjuran dokter dengan
bimbingan guru /instruktur olahraga, orang tua / keluarga.
- Membuat catatan kegiatan harian yang berisi : asupan makan di rumah atau
di luar rumah, aktivitas fisik, aktivitas nonton TV dan sejenisnya, bermain
dan lain-lain (contoh terlampir)
6) Lakukan evaluasi setelah 3 bulan.
Bila berat badan anak turun atau tetap maka dianjurkan untuk melanjutkan
kegiatan pengaturan berat badan yang terstruktur. Bila berat badan anak naik
atau ditemukan komorbiditas, maka harus dirujuk ke rumah sakit
27
Nilai simpang baku rujukan disini maksudnya adalah selisih kasus dengan standar +1 SD
atau -1 SD. Jadi apabila BB/TB pada kasus lebih besar daripada median, maka nilai
simpang baku rujukannya diperoleh dengan mengurangi +1 SD dengan median. Tetapi
jika BB/TB kasus lebih kecil daripada median, maka nilai simpang baku rujukannya
menjadi median dikurangi dengan -1 SD.
3. Memahami dan menjelaskan hidup anak yang tidak mencerminkan perilaku sehat
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.
28
6) Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya bermacam-
macam bagi kesehatan. Lebih-lebih sebagai akibat dari tuntutan hidup yang keras
seperti diuraikan di atas. Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap orang.
Stres tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar stres tidak menyebabkan
gangguan kesehatan, kita harus dapat mengendalikan atau mengelola stres dengan
kegiatan-kegiatan yang positif.
7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak berganti-
ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaiaan diri kita dengan lingkungan, dan
sebagainya.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan.
29
b. Sistem Rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yg
memungkinkan terjadinya penyerahan Tanggung Jawab secara timbal-balik atas
masalah yg timbul, baik secara vertikal maupun horizontal ke fasilitas yg lebih
kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat
inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan medik dan rujukan
kesehatan.
30
Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan
penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum
daerah. Jenis rujukan medik:
2. dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu
31
5. Memahami dan menjelaskan aspek sosial budaya masyarakat dalam mengakses
pemanfaatan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
Teori perilaku green Lawrence green + teori lain
32
pengetahuan-pengetahuan ini ibu tersebut mungkin tidak akan
membawa anaknya ke Posyandu
Faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor yang memungkinkan
atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor
pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya
perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit,
tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga,
makanan bergizi, uang dan sebagainya. Contohnya sebuah keluarga
yang sudah tahu masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk
menggunakan air bersih, buang air di WC, makan makanan yang
bergizi, dan sebagainya. Tetapi apakah keluarga tersebut tidak mampu
untuk mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa buang air
besar di kali/kebun menggunakan air kali untuk keperluan seharihari,
dan sebagainya.
Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu
dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya.
Contohnya seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil dan di dekat
rumahnya ada Polindes, dekat dengan Bidan, tetapi ia tidak mau
melakukan periksa hamil karena ibu lurah dan ibu tokoh-tokoh lain tidak
pernah periksa hamil namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti bahwa
untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor
predisposing, faktor enabling, dan faktor need.
1. Faktor predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan
yaitu faktor demografi,faktor struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap
kesehatan
2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan
berupa sumberdaya keluarga atau sumber daya masyarakat.
3. Faktor need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu
ditunjang dengan adanya penelitian-peneliatian social budaya masyarakat, persepsi dan
perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat-sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat
masih mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat
melakukan pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.
Aspek Pelayanan Kesehatan Dilihat Dari Aspek Sosbud
Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat Tantangan berat yang masih
dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalahsebagai berikut.
1. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta
penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah.
2. Tingkat pengetahuan masyarakat yang belum memadai terutama pada golongan
wanita.
33
3. Kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, dan perilaku yang kurang
menunjang dalam bidang kesehatan.
4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan.Aspek
sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatanAspek soaial budaya yang
berhubungan dengan kesehatan anatara lain adalah faktorkemiskinan, masalah
kependudukan, masalah lingkungan hidup, pelacuran dan homoseksual.
35
Menjaga Jiwa (nyawa)
Islam dengan tegas mengharamkan pembunuhan yaitu menumpahkan darah kaum
muslimin, ahli dzimmah (orang kafir yang hidup berdampingan dengan kaum muslimin
dan tidak memerangi mereka) serta darah mu’ahid (orang kafir yang mengikat perjanjian
damai dengan ummat Islam dengan persyaratan tertentu).
Bagi yang menumpahkan darah kaum muslimin dengan sengaja, maka Allah SWT
mengancam dengan ancaman yang sangat keras dalam firman-Nya yang artinya, “Dan
barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah
jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya,” (QS 4:93).
Maka pembunuhan adalah salah satu dosa terbesar dari dosa-dosa besar. Dia merupakan
salah satu dari tujuh hal yang membinasakan, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW:
“Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan, beliau menyebutkan salah
satunya adalah membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali secara haq”.
Hak atau alasan yang dapat dibenarkan di dalam Islam untuk membunuh seseorang ada
tiga, yaitu qishash (hukuman mati bagi seorang pembunuh), rajam (hukuman mati bagi
pezina yang sudah menikah) dan riddah (kafir setelah beriman).
Menjaga akal
Sebagai bentuk penjagaan terhadap akal, Islam mengharamkan miras (khamar) dan
narkoba dengan berbagai jenisnya, seperti ganja, heroin, kokain, opium, ekstasi dan
sebagainya. Allah SWT berfirman, artinya, “Wahai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (QS 5:90).
Allah SWT mengharamkan khamar karena di dalamnya terkumpul berbagai kerusakan,
dapat menghancurkan kepribadian, membunuh akal serta memusnahkan harta dengan
tanpa guna. Andaikan khamer itu sekadar merugikan secara materi, mengurangi
kepribadian, menjatuhkan nama dan keadilan seseorang, maka hal itu sudah cukup menjadi
alasan bagi orang yang berakal untuk menjauhinya.
Maka untuk menjaga akal, Islam mewajibkan pelaksanaan hukuman dera bagi peminum
khamar sebanyak delapan puluh kali. Tujuannya agar manusia menjauhi dosa tersebut,
sehingga akalnya selamat dan bersih, dapat berpikir dan mengetahui mana perintah Allah
dan mana yang dilarang.
Menjaga Harta
Untuk menjaga harta, Islam mengharamkan segala bentuk pencurian, yaitu mengambil
harta orang lain tanpa sepengetahuan dan kerelaannya. Mencuri juga termasuk dosa
terbesar dari dosa-dosa besar, sehingga pelakunya diancam dengan hukuman yang sangat
buruk yaitu potong tangan.
Dengan ditegakkannya hukuman ini maka harta orang akan terjaga, sebab seseorang yang
akan mengambil harta orang lain akan berpikir panjang, karena tangannya akan menjadi
taruhan. Maka dengan demikian seluruh orang akan merasa aman terhadap harta miliknya,
tidak ada rasa takut kemalingan atau dirampok dan sebagainya. Allah SWT berfirman,
artinya, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan
36
keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.5:38)
Menjaga Nasab (Keturunan)
Sebagai penjagaan terhadap nasab, Islam mengharamkan perzinaan dan segala sarana yang
mengantarkan kepada perbuatan tersebut seperti berbicara, melihat dan mendengarkan hal-
hal yang haram yang memicu terjadinya perbuatan zina. Perzinaan selain akan
mendatangkan murka Allah, juga memiliki dampak kerusakan yang sangat besar, seperti
munculnya penyakit-penyakit ganas, ternodainya kehormatan dan harga diri seseorang,
tercampurnya nasab dan keturunan secara tidak jelas, sehingga seorang anak dinasabkan
kepada bukan ayahnya dan mewarisi dari selain kerabatnya.
Larangan Allah SWT untuk tidak mendekati zina lebih keras dan mendalam daripada
larangan untuk melakukannya, yakni jangan sampai seseorang berada di sekitarnya dan
jangan sampai melakukan hal-hal yang dapat mengantarkan pada perzinaan tersebut. Atau
dengan bahasa lain, jika hanya sekedar mendekati saja diharamkan, maka melakukannya
sangat lebih haram lagi.
Maka untuk menjaga manusia dari kekejian tersebut Islam mewajibkan hukuman dera
seratus kali bagi perjaka/gadis yang berzina dan diasingkan selama satu tahun. Allah SWT
berfirman, artinya, Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan
hari Akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
dari orang-orang yang beriman (QS 24:2).
Allah SWT mengingatkan agar jangan sampai rasa kasihan mengalahkan hukum Allah,
dan hendaknya pelaksanaan hukuman itu dihadiri oleh sekelompok orang mukmin, supaya
diketahui dan dijadikan pelajaran oleh manusia. Sedangkan bagi pezina yang sudah
menikah (muhshan) maka hukumannya adalah dirajam hingga meninggal dunia. Namun
pelaksanaan rajam ini harus jelas kasusnya tanpa ada syubhat sedikit pun dan dengan
persaksian empat orang, atau sang wanita menunjukkan kehamilannya, atau atas
pengakuan dari pelakunya sebanyak empat kali.
Editor: bakri
Konsep KLB
(Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
(Q.s. As-Syura: 30)
Dalam sudut pandang wahyu Allah terakhir, musibah dan bencana ada kaitannya
dengan dosa atau maksiat yang dilakukan oleh manusia-manusia pendurhaka.Bencana
alam berupa letusan gunung api, banjir bandang, wabah penyakit, kekeringan, kelaparan,
kebakaran, dan lain sebagainya, dalam pandangan alam Islam (Islamic worldview),
tidaklah sekedar fenomena alam. Al-Qur’an menyatakan dengan lugas bahwa segala
37
kerusakan dan musibah yang menimpa umat manusia itu disebabkan oleh “perbuatan
tangan mereka sendiri”. Tentu saja kata ‘tangan’ sebatas simbol perbuatan dosa/maksiat,
karena suatu perbuatan maksiat melibatkan panca indera, dan juga dikendalikan dan
diprogram sedemikian rupa oleh otak, kehendak dan hawa nafsu manusia. Maksiat,
sebagaimana taat, ada yang bersifat menentang tasyri’ Allah seperti melanggar perkara
yang haram, dan ada yang bersifat menentang takwin Allah (sunnatullah) seperti
melanggar dan merusak alam lingkungan.
38
menular kepada orang kecuali atas kehendak Allah. Pahala orang yang sabar (tidak keluar
dari wilayahnya) memperoleh pahala sepadan orang mati syahid, (2) Perwujudan rahmat
dalam kasus ini adalah bersabar. Orang sabar berada dalam lindungan Allah (inna-llaha
ma’a ash-shabirin)
7. Memahami care seling behaviour dan hukum berobat dalam pandangan Islam
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Berobat tidaklah wajib menurut
mayoritas ulama. Yang mewajibkannya hanyalah segelintir ulama saja sebagaimana yang
berpendapat demikian adalah sebagian ulama Syafi’i dan Hambali. Para ulama pun
berselisih pendapat manakah yang lebih utama, berobat ataukah sabar. Karena hadits
shahih yang menerangkan hal ini dari Ibnu ‘Abbas, tentang budak wanita yang sabar
terkena penyakit ayan.” (Majmu’ Al Fatawa, 24: 268)
Ibnu Taimiyah melanjutkan, “Sekelompok sahabat Nabi dan tabi’in tidak mengambil
pilihan untuk berobat. Ada sahabat seperti Ubay bin Ka’ab dan Abu Dzar tidak mau
berobat, lantas sahabat lainnya tidak mengingkarinya.” (Idem)
Berobat ketika sakit itu mustahab (dianjurkan) dan disyariatkan. An Nawawi dan jumhur
ulama menyebutkan demikian. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Dan sebagian ulama lain berpendapat bahwa dalam hal ini sama tingkatnya, baik berobat
atau tidak. Tidak dianjurkan dan tidak dimakruhkan. Namun halal hukumnya.
Sebagian ulama yang lain berbendapat bahwa tidak berobat itu lebih utama.
Diriwayatkan dari Ash Shiddiq bahwa beliau ketika sakit dan ada yang berkata
kepadanya: “Saya akan panggilkan tabib untukmu”, ia mengatakan:
Intinya, pendapat jumhur ulama adalah yang tepat dalam masalah ini, bahwa berobat itu
dianjurkan. Dengan menggunakan metode pengobatan yang syar’i, mubah dan tidak
mengandung keharaman.
Ada banyak hadits yang menjadi dasar pijakan. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmû’
Syrahul Muhadzdzab (Kairo: Darul Hadits, 2010) menuturkan beberapa hadits yang
disabdakan oleh Rasulullah di antaranya:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya dan menjadikan bagi
setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan kalian berobat dengan
yang haram.” (HR. Abu Dawud dari Abu Darda)
Dari hadits di atas bisa diambil satu kesimpulan bahwa ketika Allah memberikan satu
penyakit kepada hamba-Nya maka kepadanya pula akan diberikan obat yang bisa
menyembuhkannya. Tentunya orang yang sakit dituntut untuk berusaha mendapatkan obat
tersebut agar teraih kesembuhannya. Boleh saja orang yang sakit tak melakukan usaha
berobat bila memang ia berserah diri dan ridlo terhadap penyakit yang diberikan Allah
kepadanya.
39
Majma’ Al Fiqh Al Islami berpendapat wajibnya berobat bagi orang yang jika
meninggalkan berobat bisa jadi membinasakan diri, anggota badan atau dirinya jadi lemah,
juga bagi orang yang penyakitnya bisa berpindah bahayanya pada orang lain. (Dinukil
dari Fatwa Syaikh Sholeh Al Munajjid no. 81973)
Rincian paling baik tentang masalah hukum berobat disampaikan oleh Syaikh Sholih Al
Munajjid,
1- Berobat jadi wajib jika tidak berobat dapat membinasakan diri orang yang sakit.
2- Berobat disunnahkan jika tidak berobat dapat melemahkan badan, namun keadaannya
tidak seperti yang pertama.
3- Berobat dihukumi mubah (boleh) jika tidak menimpa pada dirinya dua keadaan pertama.
4- Berobat dihukumi makruh jika malah dengan berobat mendapatkan penyakit yang lebih
parah. (Lihat Fatawa Syaikh Sholih Al Munajjid no. 2148)
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Pedoman Penanggulangan KLB-DBD bagi keperawatan di RS dan Puskesmas
Ariyanto. 2010. Keperawatan Keluarga dengan Kurang Gizi.
Bakri. 2011. Tujuan Syariat. http://aceh.tribunnews.com/2011/09/16/tujuan-
syariat?page=all
Departemen Kesehatan RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Jakarta : Direktorat Gizi.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan
Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Lusa. 2009. Gizi Buruk Akibat Kekurangan Protein. Lusa.web.id.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2011
Raharjo K. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan anak prasekolah. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
41