Anda di halaman 1dari 88

ASPEK MEDIKOLEGAL dan ETIK

KESEHATAN KERJA/ KEDOKTERAN


KERJA

Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes RI


dan Perhimpunan Kedokteran Okupasi Indonesia (PERDOKI)

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

Hukum dan perundangan terkait


1.
2.
3.

Act No. 1 year 1970 concerning Occupational Safety


Act No 29 year 2004 concerning Medical Practice
The President Decree No 22 year 1993 concerning occupational
related diseases
4. Act No 3 tahun 1992 concerning Social Protection of Workforces
5. Chapter 2: The right to get work accident compensation
6. The Indonesian code of occupational medicine ethics
7. The Indonesian code of medical ethics
8. The international Code of Medical Ethics
9. ICOH code of ethics
10. The oath of Indonesian physician / Government legislation No 26
-1960
11. Declaration of Geneva
12.
13.
14.
15.
16.

Declaration of Helsinki
Nurenberg Code
Permenkes No 585/Men.Kes/Per/IX/1989 concerning informed consent
Declaration of Sidney
IMA statement No 231/PB/A.4/07/90, a statement of death
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

PERATURAN PERUNDANGAN
UUD45 Pasal 27, 2 hak WN atas pekerjaan yg
layak
UU no 1/1970 Keselamatan Kerja
UU no 13/2003 Ketenagakerjaan Pelindungan
bagi Tenaga Kerja
S.E no 01/1997 dan Kep Men 51/1999 NAB
Faktor kimia dan fisika
Per Men 01/82 kewajiban lapor kecelakaan kerja
dan PAK
PerMenaker no 02/Men/80 Pemeriksaan
Kesehatan tenaga kerja, dalam
Penyelengaraan
Kesehatan Kerja
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

Undang-undang dan peraturan lain, berhub dengan


Kesehatan Kerja
UU RI, No. 23 Tahun 1992 ttg:
Kesehatan. Bab VI, Bag. Keenam,
Kesehatan Kerja, Pasal 23.
UU RI no 29 tahun 2004 ttg:
Praktek Kedokteran dan Petunjuk
pelaksanaannya.
UU RI no 36 tahun 2009 ttg :
Kesehatan Bab 12 kesehatan kerja, pasal 165
ayat 1(pengelola) dan ayat 3 ( hasil MCU)
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

UU No 1/1970: Keselamatan
Kerja
Pasal 3 butir 1 UU No 1 tahun 1970:
Syarat Keselamatan Kerja:
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar
luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan
getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit
akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan,
infeksi dan penularan.
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

UU no 1 - 1970

Pasal 8

1. Pengurus di wajibkan memeriksakan


kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja
yang akan diterimanya maupun akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan padanya.
2. Pengurus diwajibkan memeriksakan
semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, secara berkala
pada Dokter yang ditunjuk oleh
Pengusaha dan dibenarkan oleh
Direktur.
3. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan
ditetapkan dengan peraturan perundangan.

Pasal 12

UU no 1 - 1970

Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak


tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh
pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja;
b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana
syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal-hal khususditentukan lain oleh pegawai
pengawas dalam batas-batas yang masih dapat
dipertanggung jawabkan.

UU No 13 tahun 2003:
Ketenagakerjaan
Pasal 68
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Pasal 69
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang
berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai
dengan 15 (lima belas) tahun untuk
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak
mengganggu perkembangan dan kesehatan
fisik, mental, dan sosial.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

UU no 13 - 2003

Pasal 69
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada
pekerjaan ringan sebagai-mana dimaksud
dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang
tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu
waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

UU no 13 - 2003

Pasal 70
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat
kerja yang merupakan bagian dari
kurikulum pendidikan atau pelatihan yang
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
paling sedikit berumur 14 (empat belas)
tahun.
(3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat :
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara
pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan
pengawasan
dalam melaksanakan pekerjaan; dan
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
10
b. diberi perlindungan
keselamatan
dan
kesehatan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

UU no 13 - 1993

Pasal 71
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk
mengembangkan bakat dan minatnya.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
memenuhi syarat :
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau
wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu
perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.

(4) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk


mengembangkan bakat dan minat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Keputusan Menteri
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

11

UU no 13 - 1993
Pasal 72
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan
pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus
dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Pasal 73
Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja,
kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Pasal 74
(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak
pada pekerjaanpekerjaan yang terburuk.
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam
ayat (1) meliputi:
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,
pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman
keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan
Kemenkes RI dan
12
d. semua pekerjaan
yangKerja
membahayakan
kesehatan,
Tim PERDOKI (Juni 2013)

UU no 13 - 1993
Pasal 76
(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18
(delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul
23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh
perempuan hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya
maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00
wajib :
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

(4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi


pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang
bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

13

UU no 13 - 1993

Pasal 77
(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan
ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi :
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh)
jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh)
jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam
1 (satu) minggu.
c. Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau
peker-jaan tertentu.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

14

UU no 13 - 1993

Pasal 78
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat :
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling
banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat
belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh


melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
(3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi
sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

15

UU no 13 - 1993

Pasal 81
(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid
merasakan sakit dan memberitahukan kepada
pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua pada waktu haid.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 82
(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh
istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan
sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter
kandungan atau bidan.
(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran
kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu
setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan
dokter kandungan atau bidan
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

16

UU no 13 - 1993

Pasal 83
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih
menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu harus
dilakukan selama waktu kerja.
Pasal 28 UU 36/2009
(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga,
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan
penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja
dan tempat sarana umum.

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

17

UU no 13 - 1993
Pasal 86
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia
serta nilai-nilai agama.

(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna


mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja
Pasal 87
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

18

UU No 36/2009 tentang
Kesehatan
Pasal 164
(1) Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan.
(2) Upaya kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di
sektor formal dan informal.
(3) Upaya kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap
oleh Direktorat
orang selain Disiapkan
pekerja
yangRI dan
berada19di
Kesehatan
Kerja Kemenkes
Tim PERDOKI (Juni 2013)

UU no 36 - 2009

Pasal 164
(4) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) berlaku juga bagi kesehatan pada
lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut,
maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.
(5) Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(6) Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menjamin
lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas
terjadinya kecelakaan kerja.
(7) Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas
kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

20

UU no 36 - 2009
Pasal 165
(1) Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
(2) Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat
kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di
tempat kerja.
(3) Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada
perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik
dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 166
(1) Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan
pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya
pemeliharaan kesehatan pekerja.
(2) Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan
kesehatan akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai
Disiapkan oleh Direktorat
dengan peraturan
perundang-undangan.
Kesehatan
Kerja Kemenkes RI dan
21
Tim PERDOKI (Juni 2013)

UU No 44 / 2009 tentang Rumah


Sakit
Pasal 11
(2) Prasarana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi
standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan dan kesehatan kerja
penyelenggaraan Rumah Sakit

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

22

KMK No 432/2007
TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN KESEHATAN
DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI RUMAH
SAKIT
No
1

Bahaya Potensial

Lokasi

Pekerja yang paling berisiko

FISIK :
Bising
Getaran
Debu

IPS-RS, laundri, dapur, CSSD, Karyawan yang bekerja di


gedung genset-boiler, IPAL
lokasi tsb
ruang mesin-mesin dan
perlatan yang menghasilkan
getaran (ruang gigi dll)
genset, bengkel kerja,
laboratorium gigi, gudang
rekam medis, incinerator

perawat, cleaning service dll


Petugas sanitasi, teknisi gigi,
petugas IPS dan rekam medis
pekerja dapur, pekerja
laundry,petugas sanitasi dan
IP-RS

Panas

CSSD, dapur, laundri,


incinerator, boiler

Radiasi

X-Ray, OK yang menggunakan Ahli radiologi, radioterapist dan


c-arm, ruang fisioterapi, unit
radiografer, ahli fisioterapi dan
gigi
petugas roentgen gigi.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

23

KIMIA :
disinfektan

Semua area

Cytotoxics

Farmasi, tempat pembuangan Pekerja farmasi, perawat,


limbah, bangsal
petugas pengumpul sampah

Ethylene oxide

Kamar operasi

Dokter,perawat

Formaldehyde

Laboratorium, kamar mayat,


gudang farmasi

Petugas kamar mayat,


petugas laboratorium dan
farmasi

Methyl :
Methacrylate, Hg
(amalgam)

Ruang pemeriksaan gigi

Petugas/dokter gigi, dokter


bedah, perawat

Solvents

Laboratorium, bengkel kerja,


semua area di RS

Teknisi, petugas laboratorium,


petugas pembersih

Gas-gas
anaestesi

Dokter gigi, perawat, dokter


Ruang operasi gigi, OK, ruang
bedah, dokter/perawat
pemulihan (RR)
anaestesi
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

Petugas kebersihan, perawat

24

3. BIOLOGI :
AIDS, Hepatitis B
dan Non A-Non B

IGD, kamar Operasi, ruang


pemeriksaan gigi, laboratorium,
laundry

Dokter , dokter gigi, perawat,


petugas laboratorium, petugas
sanitasi dan laundry
Perawat, dokter yang bekerja di
bagian Ibu dan anak

Cytomegalovirus

Ruang kebidanan, ruang anak

Rubella

Ruang ibu dan anak

Dokter dan perawat

Tuberculosis

Bangsal, laboratorium, ruang


isolasi

Perawat, petugas laboratorium,


fisioterapis

Area pasien dan tempat


penyimpanan barang (gudang)

Petugas yang menangani pasien


dan barang

Semua area

Semua karyawan

Semua area

Dokter gigi, petugas pembersih,


fisioterapis, sopir, operator
komputer, yang berhubungan
dengan pekerjaan juru tulis

4. ERGONOMI
Pekerjaan yang
dilakukan secara
manual
Postur yang salah
dalam melakukan
pekerjaan
Pekerjaan yang
berulang

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

25

PP 14 / 1993 : JAMSOSTEK
Pasal 2
A. Jaminan berupa uang yang meliputi :
1. Jaminan Kecelakaan kerja;
2. Jaminan kematian;
3. Jaminan Hari Tua;

B. Jaminan berupa pelayanan, yaitu Jaminan


Pemeliharaan Kesehatan

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

26

Pasal 9

PP 14 -1993

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan,sebesar 6% dari upah


sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga,dan 3 %
dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum
berkeluarga
(2) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung sepenuhnya
oleh pengusaha.

Pasal 12
(1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak
atas Jaminan Kecelakaan Kerja berupa penggantian
biayai yang meliputi :
a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja ke Rumah Sakit dan atau kerumahnya,
termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;
b. Biaya pemeriksaan,pengobatan, dan atau perawatan
selama di Rumah Sakit,termasuk rawat jalan;
Disiapkan oleh Direktorat
c. Biaya rehabilitasi
berupa alat bantu (orthese)
dan atau
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
27
Tim PERDOKIbagi
(Juni 2013)
alat ganti (prothese)
tenaga kerja yang anggota

PP 14 -1993
Pasal 12
(2) Selain penggantian biaya sebagaimana dimaksud dalam
ayat(1),kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan
kerja diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi:
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja;
b. Santunan cacat sebagai untuk selama-lamanya;
c. Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun
mental,dan atau
d. Santunan kematian.

Pasal 15
(1) Badan Penyelenggaraan berdasarkan surat keterangan
dari Dokter Pemeriksa dan atau Dokter Penasehat
menetapkan dimaksud dalam pasal 12,paling lama 1 (satu)
bulan sejak diterimanya pengajuan pembayaran jaminan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dibayarkan
kepada pengusaha.
(3) Santunan sebagimana dimaksud dalam ayat (1)
dibayarkan langsung kepada tenaga kerja.
(4) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia,pembayaran
santunan kematian dibayarkan kepada yang berhak sesuai
urutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

28

PP 14 -1993

Pasal 16
(1) Dalam rangka pembayaran santunan, penetapan akibat
kecelakaan kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara
berdasarkan surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter
Penasehat.
(2) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai akibat
kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan.
(3) Dalam hal penetapan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diterima
oleh Badan Penyelenggara atau pengusaha atau tenaga
kerja,maka penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh
Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian
perbedaan pendapat tentang penetapan akibat kecelakaan
kerja ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai
kecelakaan kerja atau bukan kecelakaan kerja, Menteri dapat
menetapkan dan mewajibkan pengusaha untuk memberikan
Jaminan Kecelakaan
Kerja
sebagaimana dimaksud dalam
Disiapkan
oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
29
pasal 12
Tim PERDOKI (Juni 2013)

PP 14 -1993

Pasal 18
(1) Pengusaha wajib memberikan pertolongan pertama pada
kecelakaan bagi tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan.
(2) Pengusaha wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang
menimpa tenaga kerjanya kepada Kantor Departemen Tenaga
Kerja dan Badan Penyelenggara setempat atau terdekat
sebagai laporan kecelakaan kerja tahap I, dalam waktu tidak
lebih dari 2x24 (dua kali duapuluh empat ) jam terhitung
sejak terjadinya kecelakaan.
(3) Pengusaha wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja tahap II
dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh
empat) jam setelah ada surat keterangan Dokter Pemeriksa
atau Dokter Penasahat yang menyatakan bahwa tenaga kerja
tersebut :

a. Sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;


b. Cacat sebagian untuk selama-lamanya;
c. Cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;
d. Meninggal dunia.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan


sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri.
Disiapkan oleh Direktorat
(5) Laporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat30(3) sekaligus
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
merupakan pengajuan
pembayaran
Jaminan kecelakaan
Tim PERDOKI
(Juni 2013)

PP 14 -1993
Pasal 19
Pengusaha wajib melaporkan penyakit yang timbul karena
hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam
setelah ada hasil diagnosis dari Dokter Pemeriksa.

Pasal 20
(1) Selama tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja masih
belum mampu bekerja, pengusaha tetap membayar upah
tenaga kerja yang bersangkutan, sampai penetapan akibat
kecelakaan kerja yang dialami diterima semua pihak atau
dilakukan oleh Menteri.
(2) Badan Penyelenggara mengganti santunan sementara
tidak mampu bekerja kepada pengusaha yang telah
membayar upah tenaga kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
(3) Dalam hal santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara lebih besar dari yang dibayarkan oleh
pengusaha maka selisihnya dibayarkan langsung kepada
tenaga kerja.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja
Kemenkes RI dan
31
(4) Dalam hal penggantian
santunan
yang dibayarkan
oleh
Tim PERDOKI (Juni 2013)

PP 14 -1993

Pasal 33
(1) Jaminan Pemeliharaan Kesehatah diberikan kepada tenaga
kerja atau suami atau istri yang sah dan anak
sebanyakbanyaknya 3 orang dari tenaga kerja.
(2) Tenaga kerja atau suami atau istri dan anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berhak atas pemeliharaan kesehatan
yang sekurang-kurangnya sama dengan Paket Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Dasar yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara.
Pasal 34
(1) Jaminan Pemeliharaan kesehatan diselenggarakan secara
terstruktur, terpadu dan berkesinambungan.
(2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan
peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan
penyakit, serta pemulihan kesehatan.

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

32

PP 14 -1993

Pasal 35
(1) Badan penyelenggara menyelenggarakan Paket
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar, yang meliputi
pelayanan:
a. rawat jalan tingkat pertama;
b. rawat jalan tingkat lanjutan;
c. rawat inap;
d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
e. penunjang diagnostik;
f. pelayanan khusus;
g. gawat darurat;

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

33

PP 14 -1993
Pasal 37
(1) Pelaksanaan pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1), dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan
Kesehatan berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan
Badan Penyelenggara.
(2) Badan Penyelenggara melakukan pembayaran kepada
Pelaksana Pelayanan Kesehatan secara praupaya dengan
sistim kapitasi.
(3) Pemberian pelayanan oleh Pelaksana Pelayaran Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sesuai
dengan kebutuhan medis yang nyata dan standar pelayanan
medis yang berlaku dengan tetap memperhatikan mutu
pelayanan.

Pasal 38
(1) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak dapat
memilih Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk
oleh Badan Penyelenggara.
(2) Dalam hal tertentu yang ditetapkan oleh Menteri,tenaga
kerja atau suami atau isteri atau anak dapat memperoleh
pelayanan pemeliharaan kesehatan diluar Pelaksana
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
Disiapkan oleh Direktorat
(1).
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
34
(3) Untuk memperoleh
pelayanan
Tim PERDOKI
(Juni 2013) pelayanan pemeliharaan

PP 14 -1993
Pasal 41
(1) Tenaga Kerja, suami atau isteri atau anak yang memerlukan
pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh
pelayanan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau Rumah
Sakit yang terdekat dengan menunjukan kartu pemeliharaan
kesehatan.
(2) Dalam hal pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) memerlukan rawat inap di Rumah Sakit, dalam
waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak mulai dirawat
keluarga atau pihak lain menyerahkan surat pernyataan dari
Perusahaan kepada Rumah Sakit yang bersangkutan bahwa
tenaga kerja yang bersangkutan masih bekerja.
(3) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang
memerlukan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan memilih Rumah Sakit yang tidak ditunjuk, maka
biayanya hanya ditanggung oleh Badan penyelenggara paling
lama 7 hari sesuai dengan standar biaya yang telah
ditetapkan.

Pasal 42
(1) Tenaga kerja atau isteri tenaga kerja yang memerlukan
pelayanan pemeriksaan kehamilan dan atau persalinan,
memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan dari
Rumah Bersalin yang ditunjuk.
Disiapkan oleh Direktorat
(2) Dalam hal menurut
pemeriksaan
akan terjadi
persalinan
Kesehatan
Kerja Kemenkes RI dan
35
Tim PERDOKI
(Juni 2013)kerja atau isteri tenaga kerja
dengan penyulit,maka
tenaga

PP 14 -1993

Pasal 43
(1) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang
mendapat resep obat, harus mengambil obat tersebut pada
apotik yang ditunjuk dengan menunjukan kartu
pemeliharaan kesehatan.
(2) Apotik yang ditunjuk harus memberikan obat yang
diperlukan tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan
standar obat yang berlaku.
(3) Dalam hal obat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diluar standar yang berlaku maka selisih biaya obat
tersebut ditanggung sendiri oleh tenaga kerja bersangkutan

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

36

PP 14 -1993
Pasal 44
Pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 35
ayat (1) huruf f hanya diberikan kepada tenaga kerja, berupa:
a. kacamata, dengan mengajukan permintaan kepada Optik yang
ditunjuk dan menunjukan resep kacamata dari dokter spesialis mata
yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan;
b. prothese mata, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah
Sakit atau perusahaan alat-alat kesehatan yang ditunjuk dan
menunjukan surat pengantar dari dokter spesialis mata serta kartu
pemeliharaan kesehatan;
c. prothese gigi, dengan mengajukan permintaan kepada Balai
Pengobatan gigi yang telah ditunjuk dan menunjukkan resep dari
dokter spesialis gigi yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan
kesehatan;
d. alat bantu dengar, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah
Sakit atau perusahaan alat-alat kesehatan yang ditunjuk dan
menunjukan surat pengantar dari dokterspesialis THT yang ditunjuk
serta kartu pemeliharaan kesehtan;
e. prothese anggota gerak, dengan mengajukan permintaan kepada
Rumah Sakit Rehabilitasi atau perusahaan alat-alat kesehatan yang
ditunjuk dan menunjukan surat pengantar dari dokter spesialis yang
ditunjuk serta kartu
pemeliharaan
kesehatan.
Disiapkan
oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

37

PP 14 -1993

Pasal 46
(1) Dalam menjaga mutu pelayanan, Badan
Penyelenggara melakukan pemantauan pemberian
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pelaksana
Pelayanan Kesehatan dengan mengutamakan
kepentingan peserta.
(2) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dapat
melakukan pemantauan pemberian pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan
kesehatan.

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

38

KEP.PRES 22/93, tentang


PENYAKIT AKIBAT KERJA :
PENGERTIAN :
Akibat pekerjaan
Selama kerja
Kaitan dengan istirahat /waktu kerja
Biasanya kronis
Tak menular/ menular
KEP.PRES 22/93 : 31 kelompok Penyakit

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

39

KepPres No 22 tahun 1993


Pasal 2
Setiap tenaga kerja yang menderita penyakit yang
timbul karena hubungan kerja berhak mendapat
jaminan Kecelakaan Kerja baik pada saat masih
dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan
kerja berakhir.
Pasal 3 ayat (1)
Hak atas Jaminan Kecelakaan Kerja bagi tenaga
kerja yang hubungan kerjanya telah berakhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan,
apabila menurut hasil diagnosis dokter yang
merawat penyakit tersebut diakibatkan oleh
pekerjaan selama tenaga kerja yang bersangkutan
masih dalam hubungan kerja
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

40

Kep Pres 22- 1993

PENYAKIT AKIBAT HUBUNGAN KERJA


1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan
parut (silicosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkolosis
yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau
kematian.
2. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh debu logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan
zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses
pekerjaan.
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai
akibat penghirupan debu organik.
6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya
yang beracun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya
yang beracun.
8. Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang
beracun.
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang
beracun.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan oleh
Kerja Kemenkes
RI dan
41
10. Penyakit yang disebabkan
mangan
atau persenyawaan-nya
Tim PERDOKI (Juni 2013)

Kep Pres 22- 1993

11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau


persenyawaan-nya yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau
persenyawaan-nya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau
persenyawaan-nya yang beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida. beracun.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari
persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang
beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau
homolognya yang beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina
dari benzena atau homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester
asam nitrat lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

42

Kep Pres 22- 1993


21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia
atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida,
hidrogen sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng,
braso dan nikel.
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainankelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau
syaraf tepi.
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang
bertekanan lebih.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan
radiasi yang mengion.
26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik,
kimiawi atau biologik.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic,
bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk
atau residu dari zat tersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit
yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko
kontaminasi khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau
radiasi atau kelembaban
Disiapkan
udara
oleh Direktorat
tinggi.
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
43
31. Penyakit yang disebabkan
bahan
kimia
lainnya
termasuk
bahan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

Permenaker no.02/Men/80 ttg. Pemeriksaan


Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Kes. Kerja.
Pemeriksaan kesehatan AWAL (SEBELUM KERJA):

Kondisi fisik prima


Tak ada penyakit menular
Fit
K3 ybs dan tenaga kerja lain

Pemeriksaan kesehatan BERKALA(1TAHUN SEKALI ):


Deteksi dini perubahan dikendalikan
Tindak lanjut

Pemeriksaan kesehatan KHUSUS


KEWAJIBAN PENGURUS:

Pekerjaan / tenaga kerja tertentu dugaan


Perawatan > 2 Minggu
Rentan
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

44

Permaner RI No. Per 02/Men/80 (lanjutan)


Pemeriksaan Kes tenaga kerja dlm
penyelenggaraan kesehatan kerja
Pengurus membuat rencana dan laporan
Laporan < 2 bulan
Unit di dalam /di luar perusahaan
Permenaker RI No.Per.01/Men/76
Wajib Latihan Hiperkes bagi Dokter
Perusahaan

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

45

Permen tenaga Kerja RI No. PER. 01/MEN/81


KEWAJIBAN MELAPOR P.A.K
Hasil pemeriksaan kesehatan
2 x 24 jam
Kepres 22/1993 31 Macam
(Penyakit yg timbul karena hubungan kerja =
Penyakit akibat Kerja)

KepMen Tenaga Kerja KEP : 333/MEN/1989


Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat
Kerja
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

46

Permen Nakertrans No 03/MEN/1982 tentang


PELAYANAN KESEHATAN KERJA

Usaha-usaha Preventif / kuratif


Oleh Dokter (MEN I/1970)
Kewajiban pengurus
Penyelenggaraan (Sendiri kolektif)
Penyelenggaraan , tergantung :
TENAGA KERJA
RESIKO BAHAYA

SYARAT:
a. > 500 TK
: KLINIK, dokter full time
b. 200 500
: KLINIK, SEKALI / 2 HARI
BAHAYA TINGGI
: - a.
c. 100 200
: KLINIK, SEKALI / 3 HARI
BAHAYA, TINGGI : - b.
d. < 100 TK
: - KOLEKTIF
- SENDIRI
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

47

Permenaker No 3/1982
Pasal 2
Tugas pokok pelayanan Kesehatan Kerja meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja,
pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus.
b. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian
pekerjaan terhadap tenaga kerja.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap
lingkungan kerja.
d. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan
sanitair.
e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan
untuk kesehatan tenaga kerja.
oleh Direktorat
f. PencegahanDisiapkan
dan pengobatan
terhadap
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
48
Tim PERDOKI
(Junipenyakit
2013)
penyakit umum
dan
akibat kerja.

h. Pendidikan Kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan


untuk petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.
i. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan
pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri
yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan di tempat kerja.
j. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau
penyakit akibat kerja.
k. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang
mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya.
l. Memberikan laporan berkala tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja kepada pengurus.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

49

Permenaker No 3/1982
Pasal 3
(1) Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan Pelayanan
Kesehatan Kerja.
(2) Pengurus wajib memberikan Pelayanan Kesehatan
Kerja sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pasal 4
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja dapat:
a. Diselenggarakan sendiri oleh pengurus.
b. Diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan
ikatan dengan dokter atau Pelayanan Kesehatan lain.
c. Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersamasama menyelenggarakan suatu Pelayanan Kesehatan
Kerja.

Disiapkan oleh
Direktorat
(2) Direktur mengesahkan
cara
penyelenggaraan
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
50
Pelayanan Kesehatan
Kerja
sesuai
dengan
keadaan.
Tim PERDOKI (Juni 2013)

Pasal 6
(1) Pengurus wajib memberikan kebebasan
profesional kepada dokter yang menjalankan
Pelayanan Kesehatan Kerja.
(2) Dokter dan tenaga kesehatan dalam
melaksanakan Pelayanan Kesehatan Kerja, bebas
memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan
pemeriksaan-pemeriksaan dan mendapatkan
keterangan-keterangan yang diperlukan

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

51

Pasal 8
Dokter maupun tenaga kerja kesehatan wajib
memberikan keterangan-keterangan tentang
Pelaksanaan Kesehatan Kerja kepada Pegawai
Pengawas Keselarnatan dan Kesehatan Kerja jika
diperlukan.
Pasal 9
Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan
Kerja melakukan pengawasan terhadap ditaatinya
pelaksanaan peraturan ini.

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

52

Kepmenaker No 68/2004
Pasal 2
(2) Untuk melaksanakan upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pengusaha
wajib;
a. mengembangkan kebijakan tentang upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS;
b. mengkomunikasikan kebijakan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dengan cara menyebarluaskan informasi
dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan;
c. memberikan perlindungan kepada Pekerja/Buruh Dengan
HIV/AIDS dari tindak dan perlakuan diskriminatif;
d. menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/
Disiapkanperaturan
oleh Direktorat perundang-undangan dan
AIDS sesuai dengan
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
53
standar yang berlaku.
Tim PERDOKI (Juni 2013)

Pasal 5
(1) Pengusaha atau pengurus dilarang melakukan tes HIV
untuk digunakan sebagai prasyarat suatu proses
rekrutmen atau kelanjutan status pekerja/buruh atau
kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.
(2) Tes HIV hanya dapat dilakukan terhadap pekerja/buruh
atas dasar kesukarelaan dengan persetujuan tertulis dari
pekerja/ buruh yang bersangkutan, dengan ketentuan
bukan untuk digunakan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
(3) Apabila tes HIV sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan, maka pengusaha atau pengurus wajib
menyediakan konseling kepada pekerja/buruh sebelum
atau sesudah dilakukan tes HIV.
(4) Tes HIV sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya
boleh dilakukan oleh dokter yang mempunyai keahlian
khusus sesuai peraturan perundang-undangan dan
standar yang berlaku.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

54

Surat Edaran Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial


dan Pengawasan Ketenagaan Kerja
no SE.07/BW/1997

Tentang: Pengujian Hepatitis B dalam


Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Anjuran kepada semua
perusahaan/pengusaha tidak melakukan
pemeriksaan Hepatitis B dalam
Pemeriksaan Kesehatan Awal atau Berkala

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

55

Kolegium Dokter dan


Kedokteran keluarga Indonesia
(KDKKI)
Kompetensi Dokter: :ada 7 area kompetensi
1. Komunikasi efektif: pasien & keluarga, sejawat,
masyarakat, profesi lain
2. Ketrampilan klinis: peroleh dan catat info akurat ttg
pasien & keluarga, prosedur klinis dan lab, prosedur
kedaruratan klinis
3. Landasan ilmiah ilmu kedokteran: terapan konsep
biomedik, klinik, perilaku dan kesehatan masyarakat
sesuai pel. Kes primer,Rangkum & intepretasikan
anamnesis, PF, lab dan prosedur lain, tentukan efektifitas
tindakan

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

56

4. Pengelolaan masalah kesehatan: kelola penyakit, sakit,


dan masalah pasien sbg individu/bag keluarga dan masy ,
lakukan pencegahan penyakit dan kead. Sakit, gerakan dan
berdayakan masyarakat utk meningkatkan serajat
kesehatan, kelola SDM sarana dan prasarana secara efektif
dan efisien
5. Kelola informasi: gunakan tekonologi informasi&
komunikasi utk penegakan diagnosis/terapi/pencegahandll,
pahami manfaat dan keterbatasan IT, manfaatkan info
kesehatan
6. Mawas diri dan pengembangan diri: terapkan mawas
diri, praktikan belajar sepanjang hayat, kembangkan
pengetahuan baru
7. Etika, moral, medikolegal, profesionalisme &
keselamatan pasien: profesional, kerjasama profesional,
anggota tim pelayanan kesehatan yang profesional,
sosiokultur Indonesia, aspek medikolegal dalam praktik,
terapkan keselamatan
pasien
Disiapkan
oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

57

DOKTER..Kompetensi (7)
1. Komunikasi efektif
1.
2.
3.

Berkomunikasi dengan pasien serta anggota


keluarganya
Berkomunikasi dengan sejawat
Berkomunikasi dengan profesi lain

7. Etika, Moral, Profesionalisme dan


Medikolegal
1. Sikap-sikap umum professional
2. Berperilaku professional dalam bekerja sama
3. Sebagai anggota Tim Pelayanan Kesehatan
Profesional
4. Melakukan praktek kedokteran dalam
masyarakat multicultural
5. Aspek medico-legal
dalam praktek kedokteran.
Disiapkan oleh Direktorat

Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan


Tim PERDOKI (Juni 2013)

58

Kedokteran Kerja sebagai


Profesi
Kedokteran Kerja adalah profesi
Praktisi kedokteran kerja adalah
profesional
What does "professionalism" means.
Professio means a public declaration
with the force of a promise
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

59

Sikap-sikap umum profesional


Menunjukkan sikap sesuai Kode Etik Dokter
Indonesia
Menjaga kerahasiaan dan kepercayaan pasien
Menunjukkan kepercayaan dan hormat
menghormati dlm hubungan Dokter-Pasien
Menunjukkan rasa empati & dgn pendekatan
menyeluruh
Mengapresiasi masalah pembiayaan dan hambatan
lain dlm berikan pelayanan kesehatan serta
dampaknya
Mengintegrasi pertimbangan etis dlm penanganan
pasien sesuai standar profesional
Mengenal alternatif dlm hadapi pilihan etis yg sulit
Menganalisis sistematik dan mempertahankan
pilihan etik dlm pengobatan
setiap individu pasien
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

60

Profesi
Profession;
Anggotanya mempunyai aturan tertentu
dalam bertindak
Kelompoknya dapat menghukum
anggota yang melanggar disiplin
Memberikan pelayanan sosial yang
penting

The traditional professions are


medicine and law.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

61

Perilaku profesional bekerja sama


Menghormati setiap orang tanpa bedakan
statusnya
Bertindak dg cara-cara yg tunjukkan pengakuan
pd tiap individu apapun statusnya, menghargai
baik kontribusi maupun perannya
Turut berperan dlm kegiatan yg perlukan kerja
sama dgn para petugas kes
Mengenali dan berusaha menjadi penengah
ketika terjadi konflik
Memberikan tanggapan secara konstruktif
terhadap masukan dari orang lain
Memahami pertimbangan-pertimbangan etis
dalam hubungan profesional dengan petugas
kesehatan lain, menganalisa pertimbangan etis
yang sesuai dan bertindak sebagai seorang yang
profesional, bermoral serta beretika
Mengenali dan bertindak sewajarnya saat kolega
Disiapkan oleh Direktorat
melakukan suatu
tindakan yang tidak 62
profesional.
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

Ciri Profesi
Kewenangan dalam pengetahuan dan
ketrampilan khusus
Tanggung jawab dan tugas spesifik
Hak melatih, membina, menghukum dan
memecat anggota yang tidak dapat
menjaga kompetensi atau menjalankan
tugas dan tanggung jawab.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

63

Profesi atau Okupasi?


Profesional
Memegang kepercayaan penuh dalam
pelayanan;
Menjamin keputusan dan tindakan
didasarkan pada kepentingan pasien
atau klien.
Memiliki kode etik.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

64

Integrated model patient


care
Altruism: kewajiban mengutamakan kepentingan
pasien
Accountability: akuntabel kepada pasien,
masyarakat, dan profesi
Excellence: kewajiban untuk senantiasa
mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi
Duty: harus siap dan tanggap bila diperlukan
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

65

Integrated model patient care .

Honor and integrity: harus bertindak adil,


terpercaya, dan tegas dalam interaksi dengan
pasien dan profesi
Respect for others: menunjukkan hormat
kepada pasien, dan keluarga, kolega dan pihak
lain (dlm hal kedokteran kerja adalah
pengusaha/employer)
Tetap dapat bertindak profesional dan etis
dalam situasi apapun
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

66

Hukum, Manajemen Risiko


dan etika kedokteran
Hukum dan etika sering tumpang
tindih.
Mempunyai parameter unik dan
tertentu

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

67

Definisi
Etika didefinisikan sebagai metodologi
dalam mempertimbangkan implikasi
teknologi dan terapi medis dan apa yang
perlu dilakukan.
Hukum adalah penegakan ketentuan
sosial yang pelanggaran terhadapnya
merupakan kriminal.
Manajemen risiko adalah metode utk
menurunkan risiko melalui kebijakan dan
praktis dalam institusi.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

68

Conceptual Models of Law and Ethics


Conceptual Model - Linear

Conceptual Model - Interconnectedness

Kode Etik Kedokteran Indonesia


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

KEWAJIBAN UMUM(9 Pasal)

Semua dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan


mengamalkan sumpah dokter.
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
kehilangan kebebasan dan kemandirian profesi.
Seorang dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang
bersifat memuji diri.
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya
tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan
dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatan
baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

DR. Sumamur PK

Kode Etik Kedokteran Indonesia

KEWAJIBAN UMUM(9 Pasal)

7a. Seorang dokter harus, dalam setiap praktek medisnya,membe-

rikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan


teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
7b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan
dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi,atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan, dalam menangani pasien .
7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
8. Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua
aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial,
serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat
yang sebenar-benarnya.
9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di
bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus
saling menghormati.

DR. Sumamur PK

Kode Etik Kedokteran Indonesia

1.

KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP PASIEN(4 Pasal)
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan memperguna-

kan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan


pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan pemeriksaan
atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
dalam penyakit tersebut.
2. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien
agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan
penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.
3. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia.
4. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ada orang lain
bersedia dan mampu memberikannya.

DR. Sumamur PK

Kode Etik Kedokteran Indonesia

KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP TEMAN
SEJAWAT(2 Pasal)
1.

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

2.

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman


sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

DR. Sumamur PK

Kode Etik Kedokteran Indonesia

KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP DIRI SENDIRI
1.

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat


bekerja dengan baik.

2. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan


ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran / kesehatan.
(2 Pasal)
DR. Sumamur PK

Kode Etik Kedokteran


Okupasi

(Oleh; PERDOKI - modifikasi dari Kode etik Dokter Hiperkes) - 2010 sampai
2013

1.

Mengutamakan kesehatan dan keselamatan setiap tenaga kerja


dan atau orang lainnya di tempat kerja.

2.

Melaksanakan tugas sebagai suatu amal ilmiah yang obyektif


dan terpadu.

3.

Secara terus-menerus berusaha agar pengetahuan


kedokteran/kesehatan baik mengenai tenaga kerja
perseorangan maupun tentang kelompok tenaga kerja dapat
ditingkatkan dan dikembangkan.

4.

Membuat sesuatu pernyataan dan atau persetujuan atas dasar


hasil pengamatan dan pandangan yang jujur.

5.

Membebaskan diri dari tekanan dan atau pengaruh yang


berasal dari perbedaan kepentingan dalam membuat keputusan
medis.

6.

Mengusahakan dengan penuh kesadaran untuk mengetahui


segala persyaratan kesehatan, kesegaran jasmani, dan
lingkungan kerja yang perlu diterapkan, segenap bahaya yang
diakibatkan oleh pekerjaan, dan semua aspek kesehatan dan
Disiapkan
Direktorat
keselamatan kerja
yang oleh
menyangkut
hasil dan kegiatan
Kesehatan
Kerja
Kemenkes
RI
dan
76
perusahaan secara luas.
Tim PERDOKI (Juni 2013)

Kode Etik Kedokteran Okupasi

(Oleh; PERDOKI - modifikasi dari Kode etik Dokter

Hiperkes)

7.

Memegang teguh rahasia kesehatan dan atau keadaan sakit


setiap orang terhadap siapapun, kecuali bila diperlukan atas
dasar kekuatan undang-undang, dan atau atas pertimbangan
kesehatan masyarakat yang lebih penting, dan atau
kepentingan kesehatan penderita dan atau untuk pertolongan
oleh dokter lainnya.
8.
Berpegang pada prinsip bahwa pengusaha mempunyai hak dan
kewajiban untuk berkonsultasi tentang kesehatan tenaga kerja
dan keserasian kesehatan terhadap pekerjaannya, tetapi tidak
memilki hak untuk mengetahui diagnosis penyakit dan atau
hasil pemeriksaan medis tenaga kerja yang bersangkutan.
9 . Menyampaikan penjelasan yang mudah difahami kepada tenaga
kerja tentang kesehatannya, anjuran pemeriksaan kesehatan
lebih lanjut dalam hal diperlukan, pemberian nasehat dan
pengobatannya sesuai dengan keperluan dan pertimbangan
medis.
10.
Mengadakan konsultasi dengan pihak-pihak yang dapat
melengkapi keterangan dan pengetahuan, apabila terdapat
masalah yang diragukan atau kurang jelas.
11. Selalu menjalin kerja sama secara baik dengan setiap petugas
kesehatan lainnya di luar profesi kedokteran / kesehatan kerja.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

77

Kode Etik Kedokteran Okupasi

(Oleh; PERDOKI - modifikasi dari Kode etik Dokter

Hiperkes)

12.

Senantiasa menghindarkan penawaran dan atau penggunaan


jasa yang mendatangkan keuntungan bagi sesuatu pihak dan
atau kerugian bagi pihak lainnya.

13.

Dengan cermat memperhatikan nilai-nilai psikologis,


kebudayaan dan agama yang terdapat dalam masyarakat
tenaga kerja dan menyerasikannya kepada tujuan kesehatan
dan keselamatan kerja dengan sebaik-baiknya.

14.

Memperhatikan masalah lain di luar lingkungan tempat kerja


yang dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja.

15.

Menjunjung tinggi ketentuan-ketentuan perundang-undangan


yang berlaku dalam kesehatan dan keselamatan kerja.
Secara aktif tidak membenarkan dan berusaha untuk
memperbaki perbuatan yang menyalahi etik pelayanan
kedokteran/kesehatan kerja.

16.
17.

Melaksanakan pedoman etik kedokteran kerja dengan penuh


kesadaran dan keyakinan dalam rangka menjunjung tinggi
profesi kedokteran/kesehatan kerja.
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

78

Komponen khusus
Etika Kedokteran Kerja

Conflict of Interest
Confidentiality
Patient Physician Relationship
Ending the Patient Physician Relati
onship
Interdisciplinary team
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

79

PERDOKI
Perimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia

Membina profesi dokter dalam bidang


pelayanan kesehatan/kedokteran kerja
Sebagai organisasi profesi yang
mempunyai Kolegium Kedokteran
Okupasi di IDI, dimana kolegium tsb
berhak mengeluarkan Sertifikat
Kompetensi untuk dokter dalam bidang
kesehatan / kedokteran kerja (sesuai UU
Praktek Kedokteran tahun 2004)

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

80

Struktur Kepemimpinan di Tingkat Pusat

MUSYAWARAH PIMPINAN PUSAT


(Ketua PB IDI adalah Pimpinan Musyawarah Pimpinan Pusat)

PB IDI
Eksekutif Organisasi:
bertindak untuk dan atas
nama organisasi

MKEK

MKKI

MPPK

Coordinating Body:
Mengkoordinasikan Kegiatan Internal Organisasi dalam Bidang MasingMasing
Perhimp Dokter Pel Primer
(PDPP):

Kolegium Dokter
Indonesia (dokter umum)

Kolegium Kedokteran
Okupasi Indonesia
(dokter spesialis)

PDUI, PDKI
Perhimpunan Seminat
(PDSm) : antara lain
-

IDKI anggota: GP,


SpM,SpTHT,SpKK,
SpKL, SpOK)

PERDOKI (PDSp) anggota: SpOk

Tanggung jawab Dokter dalam Pelayanan Kesehatan

Tanggung
Jawab
Dokter
dalam
Pelayanan
Kesehatan
HUKUM PERDATA

Dokter
Baik dan
Bijaksana

1.Kemurnian Niat
2.Kesungguhan Kerja
3.Kerendahan Hati
4.Integritas Ilmiah dan
Sosial yang tidak
diragukan

PP no 26 tahun 1960
tentang Lafal
Sumpah Dokter ,
alenia 5 dan 6

Landasan :- Transaksi Upaya Pemberian Jasa


- kewajiban memberikan informasi
Jenis tanggung Jawab:
- berdasarkan UU (BW)perbuatan melaggar hukum Pasal 1365
- berdasarkan hak dan kewajiban dalam perjanjian (Wanprestasi)

HUKUM ADMINISTRASI
Landasan :- melalaikan kewajiban
- melakukan perbuatan yang dilarang
- melanggar UU
Jenis tanggung Jawab: perijinan, delegasi kewenangan, status hukum baru

HUKUM PIDANA
Landasan :- Perilaku yang bertanggung jawab
- Diatur oleh UU
Jenis tanggung Jawab: dolus, culpa
Disiapkan oleh Direktorat Kesehatan Kerja Kemenkes 82
RI dan Tim
PERDOKI (Juni 2013)

Isu Rahasia Kedokteran


Rahasia Kedokteran harus dijaga oleh
tenaga kesehatan, meskipun pasien telah
meninggal dunia
Pembukaan rahasia kedokteran
dimungkinkan :
Kepentingan kesehatan pasien
Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum
Permintaan pasien
Berdasarkan ketentuan UU
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

83

Umumnya
Pasien harus memberi keterangan kepada
dokter hal yang sebenarnya
Pasien adalah pemilik rahasia kedokteran
Pasien dapat memberikan autorisasi kepada
pemberi kerja atau penjamin pelayanan
kesehatan atau PPK untuk membuka rahasia
kedokterannya dalam rangka klaim jaminan
kesehatan
Perusahaan dapat membuat peraturan
perusahaan yang mewajibkan pegawai
melaporkan penyakit2 tertentu yang berkaitan
dg kesehatan/keselamatan kerja
Direktorat
Pasien tidak Disiapkan
dapatolehmemaksa
dokter84 untuk
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
berbohong Tim PERDOKI (Juni 2013)

Prinsipnya..

Aspek Medikolegal praktek


kedokteran
1. Memahami UU Praktek Kedokteran No
29, 2004
2. Memahami peran Konsil Kedokteran
Indonesia sebagai badan yang mengatur
praktik kedokteran
3. Menentukan, menyatakan dan
menganalisis segi etika dalam kebijakan
kesehatan

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

85

Aspek Medikolegal praktek kedokteran

..
4. Memahami dan menerima tanggung
jawab hukum berkaitan dengan:
1.
2.
3.
4.
5.

Hak asasi manusia


Resep obat
Penyalahgunaan tindakan fisik dan seksual
Kode Etik Kedokteran Indonesia
Pembuatan surat keterangan sehat, sakit
atau surat kematian
6. Proses di pengadilan

Disiapkan oleh Direktorat


Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

86

Kesimpulan
Banyaknya kepentingan pihak pihak,
Dokter kesehatan kerja sering menghadapi
tantangan dalam memberikan pelayanan.
Hadapi tantangan dengan:
Dedikasi memberikan pemeliharaan medis yang
kompeten
Standar profesi
Menghargai kode etik dan hukum
Continuing medical education / professional
development Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

87

TERIMA KASIH,
MARI BERDISKUSI
Disiapkan oleh Direktorat
Kesehatan Kerja Kemenkes RI dan
Tim PERDOKI (Juni 2013)

88

Anda mungkin juga menyukai