Anda di halaman 1dari 25

Solusi Untuk Semua

Selasa, 21 Oktober 2014


INFORMED CONSENT
Informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak kepada dokter untuk
melakukan tindakan medis pada pasien, seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk
menegakkan diagnosis, memberi obat, melakukan suntikan, menolong bersalin, melakukan pembiusan,
melakukan pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika terjadi kesulitan, dan sebagainya. Selanjutnya kata
Informed terkait dengan informasi atau penjelasan.
Persetujuan Tindakan Medik atau Informed consent dalam profesi kedokteran adalah persetujuan dari pasien
terhadap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya. Persetujuan diberikan setelah pasien
tersebut diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan,
tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit khususnya yang mempunyai hubungan langsung dengan
pasien adalah dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Dalam hal melakuakn tindakan medis, yang
adalah suatu tindakan yang bersifat diagnostik/terapeutik (menentukan jenis penyakit / penyembuhannya)
yang dilakukan terhadap pasien, dokter akan berusaha semaksimal mungkin menjalankan tugas dan
kewajiban memberikan pertolongan penyembuhan bagi pasien berdasarkan ilmu pengetahuan, kemampuan,
dan kompetensi yang dimilikinya.
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak
pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Persetujuan tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar,
sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI
No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar,
mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang
kuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed
consent).
2. Persetujuan lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak
mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien.
3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau
diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan
dilakukan terhadap dirinya.
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) no. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik dinyatakan bahwa Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya
atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (pasal 1 ayat
a). Adapun yang menjadi dasar hukum terjadinya informed consent yaitu :
Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 tahun 1989 Pasal 4 ayat 1, informasi diberikan kepada pasien baik
diminta ataupun tidak diminta.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 tahun 1989 Pasal 2 ayat 2, semua tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 tahun 1989 Pasal 13, apabila tindakan medik dilakukan tanpa
adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya, maka dokter dapat dikenakan sanksi administratif

berupapencabutan izin prakteknya.


Informed consent tidak boleh menjadi penghambat atau penghalang bagi dilakukannya suatu tindakan medis
terhadap pasien dalam keadaan memaksa atau gawat darurat, dalam hal ini seorang dokter dapat melakukan
tindakan terbaik menurutnya. Dalam keadaan seperti ini pasien dapat memberi consent yang disebut implied
consent yaitu persetujuan yang dianggap diberikan oleh pasien tanpa dinyatakan tetapi dapat ditarik
kesimpulan dari sikap dan tindakan pasien yang bersangkutan yang menyiratkan suatu persetujuan
Pengaturan Informed consentDi Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur dalam 1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan
Penjelasannya.
3. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang Penyelanggaraan Praktik
Kedokteran.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
7. Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88.

CONTOH KASUS
Kasus yang berhubungan dengan Persetujuan Tindakan Medik (Informed consent)juga terjadi di Rumah
Sakit Umum Daerah Waled (RSUD Waled), yaitusering terjadi ketidak kepuasan dari keluarga dan pasien
terhadap hasil akhir darioperasi yang telah dilakukan. Dari hasil observasi terhadap 10
pelaksanaanPersetujuan Tindakan Medik ternyata 6 pelaksanaannya dilakukan oleh perawatruangan,
kemudian obeservasi terhadap 10 rekam medik pasien yang telahdilakukantindakan medik berisiko tinggi
terdapat 3 formulir PersetujuanTindakan Medik yang pengisian tidak lengkap.Contoh kasus diatas
menunjukan bahwa prosesInformed consent belummendapat perhatian sepenuhnya dari profesi dokter atau
tenaga kesehatan padahal Informed consent dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pasien
disampingmengembangkan kualitas profesi dokter atau tenaga kesehatan. Keserasian antarakepentingan
pasien dan kepentingan tenaga kesehatan merupakan salah satupenunjang keberhasilan pembangunan sitem
kesehatan. Oleh karena ituperlindungan hukum terhadap kepentingan kedua pihak mesti diutamakan.

Daftar Pustaka
1. http://bajajkt.blogspot.com/2011/09/informed-consent-pada-kasus-operasi.html
2. http://eprints.undip.ac.id/18836/1/RATIH_KUSUMA_WARDHANI.pdf

Diposkan oleh M.husni Amrullah di 10.19 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

ERGONOMI

Latar Belakang Ergonomi


Perubahan waktu, walaupun secara perlahan-lahan, telah merubah manusia dari keadaan primitif
menjadi manusia yang berbudaya. Kejadian ini antara lain terlihat pada perubahan rancangan peralatanperalatan yang dipakai, yaitu mulai dari batu yang tidak berbentuk menjadi batu yang mulai berbentuk
dengan meruncingkan beberapa bagian dari batu tersebut. Perubahan pada alat sederhana ini, menunjukkan
bahwa manusia telah sejak awal kebudayaannya berusaha memperbaiki alat-alat yang dipakainya untuk
memudahkan pemakaiannya. Hal ini terlihat lagi pada alat-alat batu runcing yang bagian atasnya dipahat
bulat tepat sebesar genggaman sehingga lebih memudahkan dan menggerakan pemakaiannya.
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat,
kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman,
aman, sehat dan efisien). Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan
kerja (quality of working life).

Tujuan Ergonomi
Secara umum penerapan ergonomi terdiri dari banyak tujuan. berikut ini tujuan dalam penerapan
ergonomi:
1.

Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat
kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2.

Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial dan mengkoordinasi
kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun
setelah tidak produktif.

3.

Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan antropologis dari setiap
sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka.

dkk, 2004).

Definisi Ergonomi
Ergonomi berasal dari kata Yunani ergon (kerja) dan nomos(aturan), secara keseluruhan ergonomi
berarti aturan yang berkaitan dengan kerja. Banyak definisi tentang ergonomi yang dikeluarkan oleh para
pakar dibidangnya antara lain:
1.

Ergonomi adalah Ilmu atau pendekatan multidisipliner yang bertujuan mengoptimalkan sistem
manusia-pekerjaannya, sehingga tercapai alat, cara dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman,
dan efisien (Manuaba, A, 1981).

2.

Ergonomi adalah ilmu, seni, dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan
antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi
lebih baik (Tarwaka. dkk, 2004).

3.

Ergonomi adalah ilmu tentang manusia dalam usaha untuk meningkatkan kenyamanan di lingkungan
kerja (Nurmianto, 1996).

4.

Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan
lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang
setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal-optimalnya (Sumamur, 1987).

5.

Ergonomi adalah praktek dalam mendesain peralatan dan rincian pekerjaan sesuai dengan kapabilitas
pekerja dengan tujuan untuk mencegah cidera pada pekerja. (OSHA, 2000).

Dari berbagai pengertian di atas, dapat diintepretasikan bahwa pusat dari ergonomi adalah manusia. Konsep
ergonomi adalah berdasarkan kesadaran, keterbatasan kemampuan, dan kapabilitas manusia. Sehingga
dalam usaha untuk mencegah cidera, meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kenyamanan dibutuhkan
penyerasian antara lingkungan kerja, pekerjaan dan manusia yang terlibat dengan pekerjaan tersebut.
Definisi ergonomi juga dapat dilakukan dengan cara menjabarkannya dalam fokus, tujuan dan
pendekatan mengenai ergonomi (Mc Coinick 1993) dimana dalam penjelasannya disebutkan sebagai
berikut:
1.

Secara fokus
Ergonomi menfokuskan diri pada manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas,

prosedur dan lingkungan dimana sehari-hari manusia hidup dan bekerja.


2.

Secara tujuan
Tujuan ergonomi ada dua hal, yaitu peningkatan efektifitas dan efisiensi kerja serta peningkatan nilai-

nilai kemanusiaan, seperti peningkatan keselamatan kerja, pengurangan rasa lelah dan sebagainya.
3.

Secara pendekatan
Pendekatan ergonomi adalah aplikasi informasi mengenai keterbatasan-keterbatasan manusia,

kemampuan, karakteristik tingkah laku dan motivasi untuk merancang prosedur dan lingkungan tempat
aktivitas manusia tersebut sehari-hari.
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut diatas, definisi ergonomi dapat terangkumkan dalam definisi
yang dikemukakan Chapanis (1985), yaitu ergonomi adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan
informasi-informasi mengenai perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia
lainnya untuk merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk meningkatkan
produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas pekerjaan manusia.

Sejarah Ergonomi
Ergonomi mulai dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas yang berkenaan dengannya telah
bermunculan puluhan tahun sebelumnya. Beberapa kejadian penting diilustrasikan sebagai berikut:

1.

C.T. Thackrah, England, 1831


Trackrah adalah seorang dokter dari Inggris/England yang meneruskan pekerjaan dari seorang Italia

bernama Ramazzini, dalam serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja yang tidak
nyaman yang dirasakan oleh para operator di tempat kerjanya. Ia mengamati postur tubuh pada saat bekerja
sebagai bagian dari masalah kesehatan. Pada saat itu Trackrah mengamati seorang penjahit yang bekerja
dengan posisi dan dimensi kursi-meja yang kurang sesuai secara antropometri, serta pencahayaan yang tidak
ergonomis sehingga mengakibatkan menbungkuknya badan dan iritasi indera penglihatan.
2.

F.W. Taylor, U.S.A., 1989


Frederick W. Taylor adalah seorang insinyur Amerika yang menerapkan metoda ilmiah untuk

menentukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan.


3.

F.B. Gilbreth, U.S.A., 1911


Gilbreth juga mengamati dan mengoptimasi metoda kerja, dalam hal ini lebih mendetail dalam Analisa

Gerakan dibandingkan dengan Taylor. Dalam bukunya Motion Study yang diterbitkan pada tahun 1911 ia
menunjukkan bagaimana postur membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja yang dapat
diatur turun-naik (adjustable).
4.

Badan Penelitian untuk Kelelahan Industri (Industrial Fatique Research Board), England, 1918

Badan ini didirikan sebagai penyelesaian masalah yang terjadi di pabrik amunisi pada Perang Dunia
Pertama. Mereka menunjukkan bagaimana output setiap harinya meningkat dengan jam kerja per hari-nya
yang menurun.
5.

E. Mayo dan teman-temannya, U.S.A., 1933


Elton Mayo seorang warga negara Australia, memulai beberapa studi di suatu Perusahaan Listrik.

Tujuan studinya adalah untuk mengkuantifikasi pengaruh dari variabel fisik seperti pencahayaan dan
lamanya waktu istirahat terhadap faktor efisiensi dari para operator kerja pada unit perakitan.

6.

Perang Dunia Kedua, England dan U.S.A


Masalah operasional yang terjadi pada peralatan militer yang berkembang secara cepat (seperti misalnya

pesawat terbang).
Masalah yang ada pada saat itu adalah penempatan dan identifikasi utnuk pengendali pesawat terbang,
efektivitas alat peraga (display), handel pembuka, ketidak-nyamanan karena terlalu panas atau terlalu dingin,
desain pakaian untuk suasana kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin dan pengaruhnya pada kinerja
operator.
7.

Pembentukan Kelompok Ergonomi


Pembentukan Masyarakat Peneliti Ergonomi (the Ergonomics Research Society) di England pada tahun

1949 melibatkan beberapa profesional yang telah banyak berkecimpung dalam bidang ini. Hal ini
menghasilkan jurnal (majalah ilmiah) pertama dalam bidang Ergonomi pada November 1957.
Perkumpulan Ergonomi Internasional (The International Ergonomics Association) terbentuk pada 1957, dan
The Human Factors Society di Amerika pada tahun yang sama.
Diketahui pula bahwa Konferensi Ergonomi Australia yang pertama diselenggarakan pada tahun 1964,
dan hal ini mencetuskan terbentuknya Masyarakat Ergonomi Australia dan New Zealand (The Ergonomics
Society of Australian and New Zealand).

Perkembangan Ergonomi
Perkembang ergonomi dipopulerkan pertama kali pada tahun 1949 sebagai judul buku yang dikarang
oleh Prof. Murrel. Sedangkan kata ergonomi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon (kerja) dan
nomos (aturan/prinsip/kaidah). Istilah ergonomi digunakan secara luas di Eropa. Di Amerika Serikat dikenal
istilah human factor atau human engineering. Kedua istilah tersebut (ergonomicdan human factor) hanya

berbeda pada penekanannya. Intinya kedua kata tersebut sama-sama menekankan pada performansi dan
perilaku manusia. Menurut Hawkins (1987), untuk mencapai tujuan praktisnya, keduanya dapat digunakan
sebagai referensi untuk teknologi yang sama.
Ergonomi telah menjadi bagian dari perkembangan budaya manusia sejak 4000 tahun yang lalu (Dan
Mac Leod, 1995). Perkembangan ilmu ergonomi dimulai saat manusia merancang benda-benda sederhana,
seperti batu untuk membantu tangan dalam melakukan pekerjaannya, sampai dilakukannya perbaikan atau
perubahan pada alat bantu tersebut untuk memudahkan penggunanya. Pada awalnya perkembangan tersebut
masih tidak teratur dan tidak terarah, bahkan kadang-kadang terjadi secara kebetulan.
Perkembangan ergonomi modern dimulai kurang lebih seratus tahun yang lalu pada saat Taylor (1880an) dan Gilberth (1890-an) secara terpisah melakukan studi tentang waktu dan gerakan. Penggunaan
ergonomi secara nyata dimulai pada Perang Dunia I untuk mengoptimasikan interaksi antara produk dengan
manusia. Pada tahun 1924 sampai 1930 Hawthorne Works of Wertern Electric (Amerika) melakukan suatu
percobaan tentang ergonomi yang selanjutnya dikenal dengan Hawthorne Effects (Efek Hawthorne). Hasil
percobaan ini memberikan konsep baru tentang motivasi ditempat kerja dan menunjukan hubungan fisik dan
langsung antara manusia dan mesin. Kemajuan ergonomi semakin terasa setelah Perang Dunia II dengan
adanya bukti nyata bahwa penggunaan peralatan yang sesuai dapat meningkatkan kemauan manusia untuk
bekerja lebih efektif. Hal tersebut banyak dilakukan pada perusahaan-perusahaan senjata perang.

Aplikasi / penerapan Ergonomi


Terdapat beberapa aplikasi / penerapan dalam pelaksanaan ilmu ergonomi. Aplikasi / penerapan
tersebut antara lain:
1. Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan
berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal
dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
2. Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan
ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
3. Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku
secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.

4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung
dsbnya. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian
akibat gerakan yang berlebihan.

Metode Ergonomi
Terdapat beberapa metode dalam pelaksanaan ilmu ergonomi. Metode-metode tersebut antara lain:
1. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat kerja penilaian fisik
pekerja, uji pencahayaan, ergonomic checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya. Variasinya akan
sangat luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks.
2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat diagnosis. Kadang sangat
sederhana seperti merubah posisi mebel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture
sesuai dengan demensi fisik pekerja.
3. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya dengan menanyakan
kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan siku, keletihan , sakit kepala dan lain-lain. Secara
obyektif misalnya dengan parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan dan lain-lain.

Prinsip Ergonomi
Memahami prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi setiap tugas atau pekerjaan meskipun
ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus mengalami kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam
pekerjaan tersebut terus berubah. Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di tempat
kerja, menurut Baiduri dalam diktat kuliah ergonomi terdapat 12 prinsip ergonomi yaitu:
Bekerja dalam posisi atau postur normal;
Mengurangi beban berlebihan;
Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan;
Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh;
Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan;
Minimalisasi gerakan statis;
Minimalisasikan titik beban;
Mencakup jarak ruang;

Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman;


Melakukan gerakan, olah raga, dan peregangan saat bekerja;
Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti;
Mengurangi stres.

Pengelompokkan Bidang Kajian Ergonomi


Pengelompokkan bidang kajian ergonomi yang secara lengkap dikelompokkan oleh Dr. Ir. Iftikar Z.
Sutalaksana (1979) sebagai berikut:
1. Faal Kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang meneliti energi manusia yang dikeluarkan dalam suatu
pekerjaan. Tujuan dan bidang kajian ini adalah untuk perancangan sistem kerja yang dapat meminimasi
konsumsi energi yang dikeluarkan saat bekerja.
2. Antropometri, yaitu bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh
manusia untuk digunakan dalam perancangan peralatan dan fasilitas sehingga sesuai dengan pemakainya.
3. Biomekanika yaitu bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan mekanisme tubuh dalam
melakukan suatu pekerjaan, misalnya keterlibatan otot manusia dalam bekerja dan sebagainya.
4. Penginderaan, yaitu bidang kajian ergonomi yang erat kaitannya dengan masalah penginderaan manusia,
baik indera penglihatan, penciuman, perasa dan sebagainya.
5. Psikologi kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang berkaitan dengan efek psikologis dan suatu pekerjaan
terhadap pekerjanya, misalnya terjadinya stres dan lain sebagainya.
Pada prakteknya, dalam mengevaluasi suatu sistem kerja secara ergonomi, kelima bidang kajian
tersebut digunakan secara sinergis sehingga didapatkan suatu solusi yang optimal, sehingga seluruh bidang
kajian ergonomi adalah suatu sistem terintegrasi yang semata-mata ditujukan untuk perbaikan kondisi
manusia pekerjanya.

Spesialisasi Bidang Ergonomi


Spesialisasi bidang ergonomi meliputi: ergonomi fisik, ergonomi kognitif, ergonomi sosial, ergonomi
organisasi, ergonomi lingkungan dan faktor lain yang sesuai. Evaluasi ergonomi merupakan studi tentang
penerapan ergonomi dalam suatu sistem kerja yang bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
penerapan ergonomi, sehingga didapatkan suatu rancangan keergonomikan yang terbaik.

1. Ergonomi Fisik: berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, anthropometri, karakteristik fisiolgi dan
biomekanika yang berhubungan dnegan aktifitas fisik. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi fisik antara
lain: postur kerja, pemindahan material, gerakan berulan-ulang, MSD, tata letak tempat kerja, keselamatan
dan kesehatan.
2. Ergonomi Kognitif: berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di dalamnya ; persepsi, ingatan,
dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap pemakaian elemen sistem. Topik-topik yang
relevan dalam ergonomi kognitif antara lain ; beban kerja, pengambilan keputusan, performance, humancomputer interaction, keandalan manusia, dan stres kerja.
3. Ergonomi Organisasi: berkaitan dengan optimasi sistem sosioleknik, termasuk sturktur organisasi,
kebijakan dan proses. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi organisasi antara lain ; komunikasi,
MSDM, perancangan kerja, perancangan waktu kerja, timwork, perancangan partisipasi, komunitas
ergonomi, kulturorganisasi, organisasi virtual, dll.
4. Ergonomi Lingkungan: berkaitan dengan pencahayaan, temperatur, kebisingan, dan getaran. Topik-topik
yang relevan dengan ergonomi lingkungan antara lain ; perancangan ruang kerja, sistem akustik,dll.

Kasus Ergonomi
Terdapat beberapa kasus dalam pelaksanaan ilmu ergonomi. Kasus-kasus tersebut antara lain:
1.

Dalam pengukuran performansi atlet. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat kerja.

Contohnya: jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat bekerja, yang dilakukan dengan berdiri
atu duduk.
2.

Pengukuran variabilitas kerja. Contohnya: analisis kinematika dan kemampuan jari-jari tangan dari

seseorang juru ketik atau operator komputer.


3. Antropometri dan Aplikasinya dalam Perancangan Fasilitas Kerja
Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam
memerlukan interaksi manusia.
4.

Kasus bekerja sambil duduk: Seorang pekerja yang setiap hari menggunakan komputer dalam bekerja

dengan posisi yang tidak nyaman, maka sering kali ia merasakan keluhan bahwa tubuhnya sering mengalami
rasa sakit/nyeri, terutama pada bagian bahu, pergelangan tangan, dan pinggang.
5.

Kasus manual material handling: Kuli panggul di pasar sering sekali mengalami penyakit herniadan

juga low back pain akibat mengangkut beban di luar recommended weighting limit (RWL).

6.

Kasus information ergonomic atau kognitive ergonomic: Operator reaktor sulit untuk membedakan

beraneka macam informasi yang disampaikan oleh display terutama pada saat situasi darurat/emergency. Hal
ini disebabkan karena informasi tersebut sulit dimengerti oleh operator tersebut. Kejadian yang serupa sering
juga dialami oleh pilot, dimana harus menghadapi banyak display pada waktu yang bersamaan.

REFERENSI

Dias. 2009. Definisi dan ruang lingkup ergonomi. http://diasrw.blogspot.com/2009/01/difinisi-dan-ruanglingkup.html , 2011


Ivan, Havosan. 2008. Ergonomi. http://ehsindonesia.edublogs.org/2008/12/24/ergonomi/, 2011
Sutalaksana. 2010. Pengertian ergonomi. http://sobatbaru.blogspot.com/2010/03/pengertian-ergonomi.html ,
2011
Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Ergonomi studi gerak dan waktu. Surabaya: Guna Widya
elib.unikom.ac.id/download.php?id=15869, 2011

Diposkan oleh M.husni Amrullah di 10.12 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS)

Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan
(Frequently Asked Questions/FAQ) terkait dengan Program Jamkesmas.
1 Apa latar belakang dan tujuan Jamkesmas?
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan, termasuk masyarakat miskin. UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan bagi
masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan
daerah.Perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem
Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, UU tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) (UU Nomor 40 Tahun 2004) turut menegaskan bahwa jaminan kesehatan merupakan salah satu
bentuk perlindungan sosial. Pada hakekatnya jaminan kesehatan bertujuan untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupsecara layak.
Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, yang
telah mengalami perubahan seiring dengan waktu. Awalnya ia dikenal dengan nama program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM, atau lebih populer dengan nama
programAskeskin (Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin).Kemudian sejak tahun 2008 sampai
dengan sekarang ia berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
JPKMM/Askeskin maupun Jamkesmas, kesemuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu melaksanakan
penjaminan pelayanankesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu, dengan menggunakan
prinsip asuransi kesehatan sosial.
Program Jamkesmas ini diharapkan untuk menjaga masyarakat agar tetap sehat dan produktif. Juga
Jamkesmas diharapkan untuk melindungi pesertanya dari resiko pengeluaran kesehatan yang berdampak
membawa bencana (dampak katastropik finansial). Pada intinya, program Jamkesmas diharapkan
membantu supaya pesertanya bisa terbebas dari mata rantai kemiskinan.
Secara umum, program Jamkesmasbertujuan meningkatkanakses dan mutu pelayanan kesehatan yang
dapat diakses dan bermutu sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien
bagi seluruh peserta Jamkesmas.
Sedangkan tujuan khusus program ini adalah:
Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan
PPK (penyedia pelayanan kesehatan) Jamkesmas (Puskesmas serta jaringannya, dan rumah
sakit).
Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta, tidak berlebihan,
sehingga terkendali mutu dan biayanya
Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparandandapat dipertanggung
jawabkan(akuntabel)
Meningkatkan jumlah peserta (masyarakat tidak mampu) yang dicakupagar mendapat
pelayanan kesehatan di jaringan PPK Jamkesmas
Meningkatkan kualitaspelayanan kesehatanbagi masyarakat miskin
2 Bagaimana prinsip pelaksanaan program Jamkesmas?
UU SJSN menyebutkan sejumlah prinsip penyelenggaraan Jaminan Kesehatan yang turut digunakan
Jamkesmas, yaitu :
Jamkesmas dikelola secara nasional. Jamkesmas dapat diakses olehseluruh peserta dari
berbagai wilayah diNegara Kesatuan Republik Indonesia.

Nirlaba, artinya pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan untuk mencari untung/laba,
melainkan untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.
Portabilitas (dari kata portable, artinya mudah dibawa-bawa), artinya meskipun peserta
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal (selama berada di dalam wilayahNegara Kesatuan
Republik Indonesia), jaminan kesehatan tetap dapat diterima secara berkelanjutan. Dapat juga
diartikan walaupun memerlukanpelayanan rujukan di tempat lain(selama berada di dalam
wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia, dan termasuk jaringan PPK Jamkesmas)jaminan
kesehatan tetap dapat diterima.
Transparan, efisien, dan efektif.
3 Siapa saja yang dapat menjadi peserta Jamkesmas?
Sasaran program Jamkesmas ini adalah masyarakat miskindan tidak mampu diseluruh Indonesia yang
tidak mempunyai jaminan kesehatan lainnya.
Hingga tahun 2012, peserta yang dijamin dalam Program Jamkesmas tersebut meliputi :
Masyarakat miskin dan tidak mampu, yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan (SK)
Bupati/Walikota tahun 2008 berdasarkan kuota kabupaten/kota (BPS) yang dijadikan basis data
(database)nasional.
Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, serta masyarakat miskin yang tidak
memiliki identitas (atau kerap disebutkan sebagai peserta non-kartu)
Semua peserta Program Keluarga Harapan (PKH) (baik yang sudah atau yang belum
mempunyai kartu Jamkesmas).
Semua penderita penyakit Thalasemia mayor
Semua pasien yang menerima Jaminan Persalinan (Jampersal)
Kepesertaan Jamkesmas memiliki masa berlaku, yaitu bermula semenjak ditetapkannya
penggunaan kartu Jamkesmas (oleh Kementerian Kesehatan) hingga ditetapkannya penggunaan
kartu yang baru, yang berarti kartu yang lama tidak lagi berlaku.
4 Apakah peserta Jamkesmas (yang bukan peserta non-kartu) dapat mengakses Jamkesmas tanpa
menggunakan kartu?
Tujuan penggunaan kartu adalah untuk mempermudah dan mempercepat proses administrasi peserta
Jamkesmas di tempat pelayanan kesehatan. Ia berfungsi sebagai tanda bukti kepesertaan. Namun
sesungguhnya data peserta Jamkesmas telah tersusun dalam basis data yang dapat diakses oleh petugas
di tempat pelayanan kesehatan (khususnya petugas PT Askes di Rumah Sakit).
Akan tetapi, terkadang basis data tidak dapat langsung diakses karena berbagai kendala teknis (listrik
padam, petugas tidak di tempat, dsb.). Oleh karena itu, ketiadaan kartu sebagai tanda kepesertaan akan
menghambat proses administrasi, dan hal ini dapat merugikan peserta itu sendiri.
Sedangkan, peserta non-kartu memiliki proses administrasi yang berbeda dari peserta yang telah
terdaftar dalam basis data. Kelompok peserta ini ditentukan oleh masing-masing instansi yang terkait
(misalnya, Kementerian Sosial/Dinas Sosial untuk anak atau orang terlantar, Kementerian Hukum dan
HAM untuk penghuni lapas, dsb.).
5 Apakah anggota keluarga peserta Jamkesmas yang belum memegang kartu peserta Jamkesmas bisa
juga mendapatkan Jamkesmas?
Anak bayi (umur sebelum satu tahun) yang lahir dari Ibu yang peserta Jamkesmas secara otomatis
merupakan juga peserta Jamkesmas. Namun hal ini harus disertai bukti Kartu Keluarga (KK) atau
akta/surat kelahiran.Sedangkan (anak berusia satu tahun ke atas maupun anggota keluarga yang lain,
ataupun anak bayi yang lahir Ibu bukan peserta Jamkesmas walaupun Ayahnya peserta Jamkesmas)
TIDAK BISA MENDAPATKAN JAMKESMAS.

6 Apakah anggota keluarga peserta Askes, Jamsostek dan peserta Jaminan Kesehatan lainnya yang
belum punya Jaminan Kesehatan dapat menjadi peserta Jamkesmas?
TIDAK, selama tidak termasuk dalam basis data peserta Jamkesmas.
7 Bagaimana cara penentuan peserta Jamkesmas?
Data kepesertaan yang digunakan hingga tahun 2012 mengacu pada data kepesertaan tahun 2008.Pada
periode tersebut, penentuan kepesertaan dilakukan melalui pendekatan bawah-ke-atas (pendekatan
bottom-up).Aparat Pemerintah Daerah dan jajarannya, beserta masyarakat, melakukan pengumpulan
daftar nama dan alamat keluarga miskin yang menjadi peserta. Daftar penerima bantuan yang terkumpul
akan disusun dalam sebuah Surat Keputusan Bupati/Walikota. SK Bupati/Walikota tersebut selanjutnya
diserahkan ke PT. Askes. PT Askes bertugas dalam penerbitan dan pendistribusian kartu Jamkesmas.
Untuk kepesertaan Jamkesmas tahun 2013 menggunakan sumber data dengan pendekatan lain, yaitu
menggunakan BDT (Basis Data Terpadu).
BDT disusun dari hasil pendataan penerima program perlindungan sosial oleh BPS pada tahun 2011
(dikenal sebagai PPLS 11). Hasil PPLS 11 kemudian diurutkan menjadi ranking menurut tingkat
kesejahteraan oleh TNP2K menjadi BDT tersebut.
Kementerian Kesehatan telah memutuskan untuk menggunakan BDT sebagai dasar penentuan peserta
Jamkesmas mulai tahun 2013. Jumlah (kuota) peserta Jamkesmas serta kriterianya ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan akan menerbitkan kartu baru untuk kepesertaan
Jamkesmas mulai 2013. Dengan diterbitkannya kartu yang baru, maka masa berlaku kartu yang lama
akan habis.
8 Apa saja fasilitas kesehatan (FASKES) yang menjadi pemberi pelayanan dalam program
Jamkesmas?
Fasilitas kesehatan yang termasuk dalam jaringan PPK Jamkesmas adalah:
Puskesmas dan jaringannya
Rumah sakit dan Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas) yang telah bekerja sama dengan
program Jamkesmas (memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani perwakilan
faskes dan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota setempat, dengan diketahui oleh Tim
Pengelola Provinsi). Perjanjian Kerja Sama ini harus diperbaharui setiap tahunnya.
9 Pelayanan apa saja yang dijamin dalam Program Jamkesmas?
Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi:
Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan RawatInap Tingkat Pertama
(RITP), pelayanan kesehatan Rawat Jalan TingkatLanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan
(RITL) kelas III danpelayanan gawat darurat.
Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentukpelayanan kesehatan yang
bersifat menyeluruh (komprehensif)berdasarkan kebutuhan medik sesuai dengan Standar
Pelayanan Medik.
10 Pelayanan kesehatan apa saja yang dapat diperoleh peserta Jamkesmas di Puskesmas dan
jaringannya?
1.

Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya
meliputi pelayanan :

2.
a.

Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

3.

b.

Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)

c.

Tindakan medis kecil

d.

Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/ tambal

e.

Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi dan balita

f.

Pelayanan KB dan penanganan efek samping (alat kontrasepi disediakan BKKBN)

g.

Pemberian obat

Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada puskesmas perawatan, meliputi
pelayanan :
a.

Akomodasi rawat inap

b.

Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

c.

Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)

d.

Tindakan medis kecil

e.

Pemberian obat

f.

Persalinan normal dan dengan penyulit (PONED)

4.

Persalinan normal dilakukan di puskesmas/bidan di desa/polindes/dirumah pasien fasilitas


kesehatan tingkat pertama swasta.

5.

Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria gawat darurat tercantum dalam Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit (Nomor 856
tahun 2009).

Pelayanan kesehatan apa saja yang dapat diperoleh peserta Jamkesma di FASKES lanjutan
(seperti Rumah Sakit dan Balkesmas)?
0.

Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) di RS dan Balkesmas meliputi:


a.

Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter


spesialis/umum

b.

Rehabilitasi medik

c.

Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik

d.

Tindakan medis

e.

Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan

f.

g.

Pelayanan KB, termasuk kontap efektif (sterilisasi dan alat kontrasepsi dalam
rahim), kontap pasca persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping dan
komplikasinya (alat/obat KB (kontrasepsi) disediakan BKKBN)
Pemberian obat yang mengacu pada daftar obat (Formularium)

1.

h.

Pelayanan darah

i.

Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit.

Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III (tiga)
RS, meliputi :
1.

Akomodasi rawat inap pada kelas III.

2.

Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

3.

Penunjang diagnostik: patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro


patologi, patologi radiologi dan elektromedik.

4.

Tindakan medis

5.

Operasi sedang, besar dan khusus

6.

Pelayanan rehabilitasi medis

7.

Perawatan intensif (ICU/Intensive Care Unit, ICCU/Intensive Cardiac Care Unit,


PICU/Pediatric Care Unit, NICU/Neonatal Care Unit, PACU)

8.

Pemberian obat mengacu padaFormularium

9.

Pelayanan darah

10. Bahan dan alat kesehatan habis pakai


11. Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (Pelayanan Obstetri-Neonatus Esensial
Komprehensif/PONEK)
2.

3.

Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria gawat darurat tercantum dalam Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit (Nomor 856
tahun 2009).
Seluruh penderita Thalasemia dijamin, sebagai peserta Jamkesmas non-kartu.
Pelayanan tingkat lanjut sebagaimana di atas meliputi :
Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di rumah sakit dan balkesmas.
Pelayanan rawat jalan lanjutan yang dilakukan pada balkesmas bersifat pasif (dalam
gedung) sebagai FASKES penerima rujukan. Pelayanan balkesmas yang ditanggung
oleh program Jamkesmas adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam gedung.

Apakah peserta Jamkesmas memperoleh bantuan untuk alat-alat seperti kacamata, alat bantu
dengar dan alat bantu gerak?Ya, dengan ketentuan sebagai berikut:
.

Kacamata diberikan pada kasus gangguan ketajaman pandangan, dengan lensa koreksi
minimal +1/-1, atau lebih sama dengan +0,50 cylindris karena kelainan cylindris (astigmat
sudah mengganggu penglihatan), berdasarkan resep dokter.Nilai maksimal Rp.150.000.

a.

Alat bantu dengar diberi penggantian, sesuai resep dari dokter THT.Pemilihan alat bantu
dengar berdasarkan harga yang paling efisien, sesuai kebutuhan medis, dan sesuai

ketersediaan alat di daerah.


b.

Alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda, dan korset) diberikan berdasarkan resep
dokter (dengan persetujuan Komite Medik atau pejabat yang ditunjuk). Pertimbangan yang
digunakan adalah alat tersebut memang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi sosial
peserta tersebut. Pemilihan alat didasarkan pada harga yang paling efisien dan ketersediaan
alat di daerah tersebut.
*Kacamata, alat bantu dengar, dan alat bantu gerak tersebut diatas disediakan oleh RS bekerja
sama dengan pihak-pihak lain dan diklaimkan terpisah dari paket INA-CBGs.
Pelayanan kesehatan apa sajakah yang tidak dijamin (excluded) dalam program Jamkesmas?

Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan

a.

Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika

b.

General check up

c.

Gigi tiruan

d.

Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain
yang belum terbukti secara ilmiah

e.

Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan,


termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi

f.

Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, kecuali memang yang
bersangkutan sebagai peserta Jamkesmas

g.

Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, baik dalam gedung maupun
luar gedung

Bagaimana prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar bagi peserta Jamkesmas?
Berikut hal-hal yang diperlukan untuk mendapat pelayanan kesehatan dasarpeserta Jamkesmas.
0.

Peserta dengan kartu harus menunjukkan kartu Jamkesmas.

1.

Untuk peserta non kartu yang termasuk gelandangan, pengemis, anak/orang terlantar dan
masyarakat miskin penghuni panti sosial, harus menunjukkan surat rekomendasi
Dinas/Instansi Sosial setempat.

2.

Bagi masyarakat miskin penghuni lapas/rutan, harus menunjukkan surat rekomendasi


Kepala Lapas/Rutan.

3.

Untuk peserta PKH yang belum/tidak memiliki kartu Jamkesmas, cukup menggunakan
kartu PKH.

4.

Bayi (sebelum usia satu tahun) yang lahir dari Ibu pesertaJamkesmas setelah terbitnya SK
Bupati/Walikota, harus menunjukkan aktekelahiran/surat kenal lahir/surat keterangan
lahir/pernyataandari tenaga kesehatan, serta kartu Jamkesmas Ibu dan KartuKeluarga
orangtuanya.

5.

Korban bencana pasca tanggap darurat, kepesertaannyaberdasarkan keputusan


Bupati/Walikota setempat, sejak tanggapdarurat dinyatakan selesai dan berlaku selama satu

tahun.
Bagaimana prosedur untuk memperoleh pelayanan tingkat lanjut bagi peserta?Berikut hal-hal
yang diperlukan untuk mendapat pelayanan kesehatan tingkat lanjut (baik rawat jalan maupun inap)peserta
Jamkesmas.
0.

Peserta Jamkesmas harus mendapatkan surat rujukandari Puskesmas dan jaringannya ke


FASKES tingkat lanjutan secara berjenjang.Peserta harusmembawa kartu peserta
Jamkesmas/identitas kepesertaan lainnya sebagaimana disebutkan di atas. Khusus pada kasus
gawat darurat (emergency)tidak diwajibkan membawa surat rujukan.

1.

Seluruh dokumen tersebut di (i) dibawa ke loket PPATRS (Pusat Pelayanan Administrasi
Terpadu Rumah Sakit) untuk dibuktikan (diverifikasi) kebenaran dan kelengkapannya

2.

PPATRS selanjutnya mengeluarkan SKP (Surat Keabsahan Peserta) oleh petugas PT.Askes,
sebagai tanda bahwa peserta dapat selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan.
Dengan catatan tambahan:
Untuk kasus kronis yang memerlukan perawatan berkelanjutan dalam waktu lama
(seperti Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal)surat rujukan dapat berlaku selama 1 bulan.
Untuk kasus kronis yang memerlukan perawatan berkelanjutan dalam waktu sangat
lama (seperti kasus gangguan jiwa, kusta, kasus paru dengan komplikasi, kanker)surat
rujukan dapat berlaku selama 3 bulan.
Pertimbangan pemberlakuan waktu surat rujukan (1 atau 3 bulan) didasarkan pada pola
pemberian obat.
Rujukan pasien antar RS, termasuk rujukan RS antar daerah, dilengkapi surat rujukan
dari rumah sakit asal pasien dengan membawa identitas kepesertaannya untuk dapat
dikeluarkan SKP oleh petugas PT. Askes (Persero) pada tempat tujuan rujukan.
Dalam keadaan gawat darurat meliputi:
o

Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan.

o Apabila pada saat penanganan kegawatdaruratan tersebut peserta belum


dilengkapi dengan identitas kepesertaannya, maka diberi waktu 2 x 24 jam
hari kerja untuk melengkapi identitas kepesertaan tersebut
Untuk pelayanan obat dalam program Jamkesmas mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan tentang Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Nomor
1455 tahun 2010), dan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Kewajiban
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah (Nomor
HK.02.02/Menkes/068/I/2010). Dalam keadaan tertentu, RS bisa menggunakan
formularium RS.
Apakah ada urun biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta Jamkesmas untuk memperoleh
pelayanan kesehatan?Selama peserta Jamkesmas menerima pelayanan kesehatan dasar dan rujukan sesuai
ketentuan,tidak boleh dikenakan urun biaya oleh FASKES dengan alasan apapun.
Apakah Jamkesmas menanggung biaya transportasi ?Biaya transportasi rujukan serta biaya
pemulangan pesertatidak ditanggung dalam program Jamkesmasdan menjadi tanggung jawab pasien, atau,
bila terdapat perangkat kebijakannya, Pemerintah Daerah dapat turut serta dalam transportasi

rujukan/pemulangan peserta Jamkesmas.


Dapatkah Pemerintah Daerah mengembangkan sistem jaminan kesehatan sendiri di
daerahnya?Dapat, karena tercantum di UUD 1945 bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya
yang miskin dan tidak mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah.
Dalam rangka alternatif pembiayaan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak termasuk dalam
kepesertaan Jamkesmas, Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat mengelola dan
mengembangkan program Jamkesda didaerahnya masing-masing.
Jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin yang diselenggarakan daerah harus mempertimbangkan:

Kemampuan sumber daya yang cukup dan berkualitas.


Keterjangkauan Sarana dan Prasarana Pelayanan (accessible).
Rujukan yang terstruktur dan berjenjang.
Sistim Pencatatan dan Pelaporan yang terintegrasi dengan Jamkesmas.
Harmonisasi dan sinkronisasi dengan program Jamkesmas.

Diposkan oleh M.husni Amrullah di 10.07 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu untuk di kembangkan di
Indonesia yang bertujuan memberikan asuhan bagi pasien dengan penyakit berat yang potensial reversibel,
memberikan asuhan pada pasien yang memerlukan pbservasi ketat dengan atau tanpa pengobatan yang tidak
dapat diberikan diruang perawatan umum memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien dengan potensial
atau adanya kerusakan organ umumnya paru mengurangi kesakitan dan kematian yang dapat dihindari pada
pasien-pasien dengan penyakit kritis (Adam & Osbone, 1997)

1. Pengertian
Adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam Rumah Sakit yang memiliki staf khusus, peralatan khusus
ditujukan untuk menanggulangi pasien gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain.

2. Staf Khusus
adalah dokter dan perawat yang terlatih, berpengalaman dalam Intensive Care (Perawatan dan terapi
Intensif) dan yang mampu memberikan pelayanan 24 jam.
3. Peralatan Khusus ICU
adalahalatalat pemantauan, alat untuk menopang fungsi vital, alat untuk prosedur diagnostic dan alat
Emergency lainnya
4. Tujuan Pengelolaan di ICU
Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kematian atau cacat
Mencegah terjadinya penyulit
Menerima rujukan dari level yang lebih rendah & melakukan rujukan ke level yang lebih tinggi

5. Macam macam ICU


Menurut fungsi ICU dibagi menjadi beberapa unsur yaitu :
a. ICU Khusus
Dimana dirawat pasien payah dan akut dari satu jenis penyakit
Contoh :
- ICCU (Intensive Coronary Care Unit) yaitu pasien dirawat dengan gangguan pembuluh darah
Coroner.
- Respiratory Unit Pasien dirawat yang mengalami gangguan pernafasan
- Renal Unit
dimana pasien yag dirawat dg.gg. ginjal.
b. ICU Umum
Dimana dirawat pasien yang sakit payah akut di semua bagian RS menurut umur ICU anak & neonatus

dipisahkan dengan ICU dewasa


6. Klasifikasi Pelayanan ICU
a. ICU Primer
b. ICU Sekunder
c. ICU Tersier
a. ICU Primer

Mampu memberikan pengelolaan resusitasi segera, tunjangan,kardio respirasi jangka pendek


Memantau dan mencegah penyulit pasien dan bedah yang berisiko
Ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam
Ruangan dekat dengan kamar bedah
Kebijakan / criteria pasien masuk, keluar dan rujukan
Kepala : dokter spesialis anestesi
Dokter jaga 24 jam, mampu RJP
Konsultan dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat
Jumlah perawat cukup dan sebagian besar terlatih
Pemeriksaan Laborat : Hb, Hct, Elektrolit,GD, Trombosit
Kemudahan Rontgen dan Fisioterapi

b. ICU Sekunder
Memberikan pelayanan ICU umum yang mampu mendukung kedokteran umum, bedah, trauma,
bedah syaraf, vaskuler dsb.
Tunjangan ventilasi mekanik lebih lama.
Ruangan khusus dekat kamar bedah
Kebijakan dan kriteria pasien masuk, keluar dan rujukan
Kepala intensivis, bila tidak ada SpAn.
Dokter jaga 24 jam mampu RJP ( A,B,C,D,E,F )
Ratio pasien : perawat = 1 : 1 untuk pasien dengan ventilator,RT dan 2 : 1 untuk pasien lainnya.
50% perawat bersertifikat ICU dan pengalaman kerja minimal 3 tahun di ICU
Mampu melakukan pemantauan invasife
Lab, Ro, fisioterapi selama 24 jam
c. ICU Tersier
Memberikan pelayanan ICU tertinggi termasuk dukungan hidup multi sistem ( ventilasi mekanik ,
kardiovaskuler, renal ) dalam jangka waktu tak terbatas
Ruangan khusus
Kebijakan/ indikasi masuk, keluar dan rujukan
Kepala : intensivis
Dokter jaga 24 jam, mampu RJP (A,B,C D,E,F )
Ratio pasien : perawat = 1:1 untuk pasien dengan ventilator, RT dan 2 : 1 untuk pasien lainnya.
75% perawat bersertifikat ICU atau minimal pengalaman kerja di ICU 3 tahun
Mampu melakukan pemantauan / terapi non invasive maupun invasive.
Laborat, Ro, Fisioterapi selama 24 jam
Mempunyai pendidikan medik dan perawat
Memiliki prosedur pelaporan resmi dan pengkajian Memiliki staf administrasi, rekam medik dan
tenaga lain

7. Syarat - syarat Ruang ICU

Letaknya di sentral RS dan dekat dengan kamar bedah serta kamar pulih sadar ( Recovery Room)
Suhu ruangan diusahakan 22-25 C, nyaman , energi tidak banyak keluar.
Ruangan tertutup & tidak terkontaminasi dari luar
Merupakan ruangan aseptic & ruangan antiseptic dengan dibatasi kaca- kaca.
Kapasitas tempat tidur dilengkapi alat-alat khusus
Tempat tidur harus yang beroda dan dapat diubah dengan segala posisi.
Petugas maupun pengunjung memakai pakaian khusus bila memasuki ruangan isolasi.
Tempat dokter & perawat harus sedemikian rupa sehingga mudah untuk mengobservasi pasien

8. Ketenagaan
a. Tenaga medis
b. Tenaga perawat yang terlatih
c. Tenaga Laboratorium
d. Tenaga non perawat : pembantu perawat , cleaning servis
e. Teknisi
9. Sarana & Prasarana yang harus ada di ICU
Lokasi : satu komplek dengan kamar bedah & Recovery Room
RS dengan jumlah pasien lebih 100 orang sedangkan untuk R.ICU antara 1-2 % dari jumlah pasien
secara keseluruhan.
Bangunan : terisolasi dilengkapi dengan : pasienmonitor, alat komunikasi, ventilator, AC, pipaair,
exhousefan untuk mengeluarkan udara, lantai mudah dibersihkan, keras dan rata, tempat cuci tangan
yang dapat dibuka dengan siku & tangan, v pengering setelah cuci tangan
R.Dokter & R. Perawat
R.Tempat buang kotoran
R. tempat penyimpanan barang & obat
R. tunggu keluarga pasien
R. pencucian alat Dapur
Pengering setelah cuci tangan R.Dokter & R. Perawat
R.Tempat buang kotoran
R. tempat penyimpanan barang & obat
Sumber air Sumber listrik cadangan/ generator, emergency lamp Sumber O2 sentral Suction sentral
Almari alat tenun & obat, instrument dan alat kesehatanAlmari pendingin (kulkas)Laborat kecil
Alat alat penunjang a.l.: Ventilator, Nabulaizer, Jacksion Reese, Monitor ECG, tensimeter mobile,
Resusitato, Defibrilator, Termometer electric dan manual,Infus pump, Syring pump,O2 transport, CVP,
Standart infuse, Trolly Emergency,Papan resusitasi,Matras anti decubitus, ICU kid, Alat SPO2, Suction
continous pump dll.
9. Indikasi Masuk ICU
a. Prioritas 1
Penyakit atau gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi intensif dan agresif.
Gangguan atau gagal nafas akut
Gangguan atau gagal sirkulasi
Gangguan atau gagal susunan syaraf

Gangguan atau gagal ginjal


b. Prioritas 2
Pementauan atau observasi intensif secara ekslusif atas keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan
ancaman gangguan pada sistem organ vital
Misal :
Observasi intensif pasca bedah operasi : post trepanasi, post open heart, post laparatomy dengan
komplikasi,dll.
Observasi intensif pasca henti jantung dalam keadaan stabil
Observasi pada pasca bedah dengan penyakit jantung.
c. Prioritas 3
Pasien dalam keadaan sakit kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil untuk penyembuhan
(prognosa jelek). Pasien kelompok ini mugkin memerlukan terapi intensif untuk mengatasi penyakit
akutnya, tetapi tidak dilakukan tindakan invasife Intubasi atau Resusitasi Kardio Pulmoner
NB : Px. prioritas 1 harus didahulukan dari pada prioritas 2 dan 3

10. Indikasi Keluar ICU

Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil.


Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien.
Dan pada saat itu pasien tidak menggunakan ventilator.Pasien mengalami mati batang otak.
Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)
Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pl.paksa)
Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU dan tempat penuh.

Prioritas pasien keluar dari ICU


11 Prioritas I dipindah apabila pasien tidak membutuhkan perawatan intensif lagi, terapi mengalami
kegagalan, prognosa jangka pendek buruk sedikit kemungkinan bila perawatan intensif dilanjutkan
misalnya : pasien yang mengalami tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak berespon terhadap
pengelolaan agresif.
12 Prioritas II pasien dipindah apabila hasil pemantuan intensif menunjukkan bahwa perawatanintensif
tidak dibuthkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi
13 Prioritas III tidak ada lagi kebutuhan untuk terapi intensive jika diketahui kemungkinan untuk pulih
kembali sangat kecil dan keuntungan terapi hanya sedikit manfaatnya misal : pasien dengan penyakit
lanjut penyakit paru kronis, liver terminal, metastase carsinoma
11. Tugas Perawat ICU
14 Identifikasi masalah
15 Observasi 24 jam
Kardio vaskuler : peredaran darah, nadi, EKG, perfusi periver, CVP
Respirasi : menghitung pernafasan , setting ventilator, menginterprestasikan hasil BGA, keluhan dan
pemeriksaan fisik dan foto thorax.
Ginjal : jumlah urine tiap jam, jumlah urine selama 24 jam
Pencernaan : pemeriksaan fisik, cairan lambung, intake oral, muntah , diare

Tanda infeksi : peningkatan suhu tubuh/penurunan (hipotermi), pemeriksaan kultuur, berapa lama
antibiotic diberikan
Nutrisi klien : enteral, parenteral
Mencatat hasil lab yang abnormal.
Posisi ETT dikontrol setiap saat dan pengawasan secara kontinyu seluruh proses perawatan
Menghitung intake / output (balance cairan)
- Selain hal itu peran perawat juga :
Caring Role
Therapeutic Role
- Dalam penanganan pasien gawat diperlukan 3kesiapan :
Siap Mental
Siap pengetahuan dan ketrampilan
Siap alat dan obat

- Urutan prioritas penanganan kegawatandidasarkan pada 6B yaitu :

B-1 Breath
B-2 Bleed
B-3 Brain
B-4 Blader
B-5 Bowel
B-6 Bone

- Sistem pernafasan
- Sistem peredaran darah
- Sistem syaraf pusat
- Sistem urogenital
-Sistem pencernaan
- Sistem tulang dan persendian

12. Pasien Kritis


Fisiologis tidak stabil dan memerlukan monitoring serta terapi intensif.
- Ruang Lingkup Keperawatan Intensive :
a. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan
kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari
b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekalipun melakukan pelaksanaan spesifik
pemenuhan kebutuhan dasar
c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh :
Penyakit
Kondisi pasien yang memburuk karena pengobatan atau terapi
Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang tergantung pada fungsi alat / mesin dan orang lain
13. Standar minimum pelayanan ICU :
a. Resusitasi jantung paru.
b. Pengelolaan jalan nafas
c. Terapi oksigen
d. Pemantauan EKG, pulse Oksimetri kontinyu
e. Pemberian nutrisi enteral dan parental
f. Pemeriksaan Laboratorium dengan cepat

g. Pelaksanaan terapi tertitrasi


h. Memberi tunjangan fungsi Vital selama transportasi
i. Melakukan fisioterapi.

Anda mungkin juga menyukai