Zaman palaeolithikum (zaman batu tua) berlangsung pada zaman pleistosen akhir selama
sekira 600.000 tahun. Juga bertepatan pada zaman neozoikum terutama pada akhir zaman tresier
dan awal zaman kuarter. Pada zaman ini manusia sudah menggunakan perkakas yang bentuknya
sangat sederhana dan primitif. Peralatan yang digunakan berasal dari batu dan tulang. Peralatan
tersebut sebagian besar digunakan sebagai alat untuk mencari makanan dengan cara berburu dan
mengumpulkan makanan.
1. Ciri-ciri kehidupan masyarakat di zaman palaeolithikum
Alat perburuan masih kasar
Hidup berburu dan meramu. Beberapa disertai menangkap ikan (food gathering)
Hidup berkelompok antara 3 - 10 orang
Telah ditemukan api
Hidup nomaden (berpindah-pindah)
2. Hasil kebudayaan
a.
Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan
kapak genggam di daerah Pacitan, Jawa Timur. Kapak
genggam itu berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai.
Bentuknya masih kasar dan bentuk ujungnya agak runcing,
tergantung kegunaannya. Kapak genggam ini juga disebut
kapak perimbas. Kapak ini digunakan untuk menusuk
binatang,menguliti binatang, memotong kayu, memecahkan
tulang binatang buruan, dan menggali tanah saat mencari
umbi-umbian. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi dari
batu sampai salah satu sisinya menajam dan sisi lainnya apa adanya sebagai tempat
menggenggam.Selain kapak perimbas, di Pacitan juga ditemukan chopper sebagai alat penetak
dan beberapa alat-alat serpih.
Pada awal penemuannya semua kapak genggam ditemukan di
permukaan bumi, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti
berasal dari lapisan mana. Berdasarkan penelitian yang
intensif yang dilakukan sejak awal tahun 1990, dan diperkuat
dengan adanya penemuan terbaru tahun 2000 melalui hasil
ekskavasi yang dilakukan oleh tim peneliti Indonesia-Perancis
diwilayah Pegunungan Seribu/Sewu maka dapat dipastikan bahwa
kapak genggam/Chopper dipergunakan oleh manusia jenis
Homo Erectus. Daerah penemuan kapak perimbas/kapak
genggam
selain di Punung (Pacitan) Jawa Timur juga ditemukan di daerahdaerah lain yaitu seperti Jampang Kulon, Parigi (Jawa Timur), Tambang Sawah, Lahat, dan
KaliAnda (Sumatera), Awangbangkal (Kalimantan), Cabenge (Sulawesi), Sembiran dan
Terunyan (Bali).
b. Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan juga
Sidorejo,dekat Ngawi. Di daerah ini banyak ditemukan alat-alat dari batu dan
juga dari tulang. Alat-alat dari tulang tersebut berasal dari tulang binatang dan
tanduk rusa yang kemungkinan digunakan sebagai alat penusuk, pengorek,
dan mata tombak.. Selain itu juga ditemukan tombak yang bergerigi. Alat
yang terbuat dari batu bentuknya indah seperti kalsedon disebut flakke.
Flakke adalah alat-alat serpih terbuat dari pecahan-pecahan batu kecil,
digunakan sebagai alat penusuk, pemotong daging, dan pisau. Kebudayaan
Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada dinding goa seperti
lukisan tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di Goa Leang
Pattae (Sulawesi Selatan)
Berikut merupakan peta persebaran peninggalan zaman palaeolithikum
Teknik Levallois, yaitu membuat alat-alat batu unutk menghasilkan dataran pukul untuk
berbidang-bidang. Teknologi ini digunakan untuk membuat kapak perimbas dan alat-alat serpih
terutama dari Kebudayaan Pacitan.
4. Manusia Purba yang hidup di Zaman Palaeolithikum
a. Pithecanthropus Erectus/ Homo Erectus
b. Homo Wajakensis dan Homo Soloensis
ZAMAN MESOLITHIKUM
Zaman Mesolithikum (zaman batu tengah) dimulai pada akhir zaman es sekira 10.000
tahun yang lalu. Zaman ini disebut juga zaman mengumpulka makanan (food gathering) tingkat
lanjut. Para ahli memperkirakan manusia yang hidup pada zaman ini adalah bangsa
Melanesoide yang merupakan nenek moyang orang Papua, Semarang, Aeta, Sakai dan Aborigin.
Kebudayaan mesolithikum ini banyak ditemukan bekas-bekasnya di Sumatra, Jawa ,
Kalimantan, Sulawesi dan di Flores.
1. Ciri-ciri kehidupan masyarakat di zaman mesolithikum
Masih nomaden tapi sebagian sudah ada yang menetap dan masih melakukan food gathering
(mengumpulkan makanan)
Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih merupakan alatalat batu kasar.
Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah
dapur)
Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak pendek (hache
Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu kali yang dibelah.
Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Flores.
Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang
disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung mata panah, pipisan, kapak
persegi dan alat-alat dari tulang.
2. Hasil Kebudayaan
a.
Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark
(kjokken= dapur, modding:sampah)yang berarti sampah
dapur.Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantaipantai Sumatra timur laut, di antara Langsa, di Aceh dan
Medan.
Kjokkenmoddinger merupakan timbunan atau
tumpukan fosil kulit kerang dan siput yang menggunung.
Para ahli menduga bahwa manusia purba yang hidup
pada zaman ini sudah menetap di tepi-tepi pantai dalam
waktu lama. Fakta ini terlihat dari tinggi
kjokkenmoddinger yang mencapai tujuh meter.
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut
dan hasilnyamenemukan kapak genggam.Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang
tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi
penemuannya yaitu dipulau Sumatra.Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu
kali yang dipecah-pecah.
merah. Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka
yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini
banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh.
Peta Persebaran Mesolithikum
ZAMAN NEOLITHIKUM
Pada zaman neolitikum yang juga dapat dikatakan sebagai zaman batu muda. Pada zaman ini
telah terjadi revolusi kebudayaan, yaitu terjadinya perubahan pola hidup manusia. Pola hidup
food gathering digantikan dengan pola food producing. Hal ini seiring dengan terjadinya
perubahan jenis pendukung kebudayaanya.
Pada zaman ini telah hidup jenis Homo sapiens sebagai pendukung kebudayaan zaman batu
baru. Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak sebagai proses untuk menghasilkan
atau memproduksi bahan makanan. Hidup bermasyarakat dengan bergotong royong mulai
dikembangkan.
Hasil kebudayaan yang terkenal di zaman neolitikum ini secara garis besar dibagi menjadi dua
tahap perkembangan.
a. Kebudayaan kapak persegi
Nama kapak persegi berasal dari penyebutan oleh von
Heine Gelderen. Penamaan ini dikaitkan dengan bentuk
alat tersebut. Kapak persegi ini berbentuk persegi panjang
dan ada juga yang berbentuk trapesium. Ukuran alat ini
juga bermacam-macam.
Kapak persegi yang besar sering disebut dengan beliung
atau pacul (cangkul), bahkan sudah ada yang diberi tangkai
sehingga persis seperti cangkul zaman sekarang. Sementara
yang berukuran kecil dinamakan tarah atau tatah.
Penyebaran alat-alat ini terutama di Kepulauan Indonesia
bagian barat, seperti Sumatra, Jawa dan Bali.
Diperkirakan sentra-sentra teknologi kapak persegi ini ada di Lahat (Palembang), Bogor,
Sukabumi, Tasikmalaya (Jawa Barat), kemudian Pacitan-Madiun, dan di Lereng Gunung Ijen
(Jawa Timur). Yang menarik, di Desa Pasirkuda dekat Bogor juga ditemukan batu asahan. Kapak
persegi ini cocok sebagai alat pertanian.
b. Kebudayaan kapak lonjong
Nama kapak lonjong ini disesuaikan dengan bentuk penampang alat ini yang berbentuk lonjong.
Bentuk keseluruhan alat ini lonjong seperti bulat telur. Pada ujung yang lancip ditempatkan
tangkai dan pada bagian ujung yang lain diasah sehingga tajam.
Kapak yang ukuran besar sering disebut walzenbeil dan yang kecil dinamakan kleinbeil.
Penyebaran jenis kapak lonjong ini terutama di Kepulauan Indonesia bagian timur, misalnya di
daerah Papua, Seram, dan Minahasa.
Pada zaman neolitikum, di samping berkembangnya jenis kapak batu juga ditemukan barangbarang perhiasan, seperti gelang dari batu, juga alat-alat gerabah atau tembikar.
gelombang yaitu :
1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh
pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah
menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh
pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti
kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu
besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-manik, alat-alat
perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara halus,
tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang
diperlukan.
HASIL KEBUDAYAAN
a. Menhir
Menhir adalah batu tunggal (monolith) yang berasal dari periode
Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang berdiri tegak di atas
tanah. Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik dari kata men (batu)
dan hir (panjang). Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau
berkelompok sejajar di atas tanah. Diperkirakan benda prasejarah ini
didirikan oleh manusia prasejarah untuk melambangkan phallus, yakni
simbol kesuburan untuk bumi. Menhir adalah batu yang serupa
dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode
Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan Italia. Batu-batu
ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya. Mega dalam bahasa Yunani
artinya besar dan lith berarti batu. Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk
tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang.
b. Dolmen
Selama ini, Pagaralam memang telah dikenal dengan peninggalan zaman megalitikum.
Hal ini terbukti dengan penemuan arca-arca yang tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota
Pagaralam, seperti Karangindah, Tinggiari Gumai, Tanjungsirih, Padang Gumay, Pagaralam,
Tebatsementur (Tanjungtebat), Tanjung Menang-Tengahpadang, Tanjungtebat, Pematang, Ayik
Dingin, Tanjungberingin, Geramat Mulak Ulu, Tebingtinggi-Lubukbuntak, Nanding, Batugajah
(Kutaghaye Lame), Pulaupanggung (Sekendal), Gunungmigang, Tegurwangi, dan Airpur.
Penemuan yang paling menarik adalah megalitik yang dinamakan Batugajah, yakni
sebongkah batu berbentuk telur, berukuran panjang 2,17 m, dan dipahat pada seluruh
permukaannya. Bentuk batunya yang asli hampir tidak diubah, sedangkan pemahatan obyek
yang dimaksud disesuaikan dengan bentuk batunya. Namun, plastisitas pahatannya tampak indah
sekali.
Batu dipahat dalam wujud seekor gajah yang sedang melahirkan seekor binatang antara
gajah dan babi-rusa, sedangkan pada kedua belah sisinya dipahatkan dua orang laki-laki. Lakilaki sisi kiri gajah berjongkok sambil memegang telinga gajah, kepalanya dipalingkan ke
belakang dan bertopi. Perhiasan berbentuk kalung besar yang melingkar pada lehernya. Begitu
pula pada betis, di sana tampak tujuh gelang. Pada ikat pinggang yang lebar tampak pedang
berhulu panjang, sedangkan sebuah nekara tergantung pada bahunya. Pada sisi lain (sisi kakan
gajah) dipahatkan seorang laki-laki juga, hanya tidak memakai pedang. Pada pergelangan tangan
kanan laki-laki ini terdapat gelang yang tebal. Adapun pada betis tampak 10 gelang kaki.
Temuan batu gajah dapat membatu usaha penentuan umur secara relatif dengan gambar
nekara itu sebagai petunjuk yang kuat, selain petunjuk-petunjuk lain seperti pedang yang mirip
dengan belati Dong Son (Kherti, 1953 : 30), serta benda-benda hasil penggalian yang berupa
perunggu (besemah, gangse) dan manik-manik. Dari petunjuk-petunjuk di atas, para ahli
berkesimpulan bahwa budaya megalitik di Sumatera Selatan, khususnya di Kabupaten Lahat dan
Kota Pagaralam, berlangsung pada masa perundagian. Pada masa ini, teknik pembuatan benda
logam mulai berkembang.
Sebuah nekara juga dipahatkan pada arca dari Airpuar. Arca ini melukiskan dua orang
prajurit yang berhadap-hadapan, seorang memegang tali yang diikatkan pada hidung kerbau, dan
orang yang satunya memegang tanduknya. Kepala serigala (anjing) tampak di bawah nekara
perunggu tersebut.
d. Kubur Batu
Kubur Batu/Peti Mati yang terbuat dari batu besar yang masing-masing papan batunya lepas satu
sama lain. Fungsi dari kubr batu adalah sebagai tempat menyimpan mayat yang disertai bekal
kuburnya.
e. Punden Berundak
Punden berundak merupakan contoh struktur tertua buatan
manusia yang tersisa di Indonesia, beberapa dari struktur
tersebut beranggal lebih dari 2000 tahun yang lalu. Punden
berundak bukan merupakan bangunan tetapi merupakan
pengubahan bentang-lahan atau undak-undakan yang
memotong lereng bukit, seperti tangga raksasa. Bahan
utamanya tanah, bahan pembantunya batu;menghadap ke anak tangga tegak, lorong melapisi
jalan setapak, tangga, dan monolit tegak. Fungsi dari punden berundak itu sendiri adalah sebagai
tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
f. Arca Batu
Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk binatang atau manusia. Bentuk binatang yang
digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan moyet. Sedangkan bentuk arca manusia yang
ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya, wujudnya manusia dengan penampilan yang dinamis
seperti arca batu gajah. Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang
sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah
(Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain
Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
g. Waruga
Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari
dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk
kotak yang bagian tengahnya ada ruang.
BUDAYA MEGALITIKUM DI INDONESIA
Di Indonesia, beberapa etnik masih memiliki unsur-unsur megalitik yang dipertahankan hingga
sekarang.
(1) Pasemah = merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera Selatan, berada di kaki Gunung
Dempo. Tinggalan-tinggalan megalitik di wilayah ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan
penelitian yang di lakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang. Tinggalan
megalitik Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat dengan begitu
dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam memahat sehingga
tinggalan [megalitik pasemah], disebut oleh ahli arkeologi sebagai Budaya Megalitik Pasemah.
(2) Nias = Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk memperingati kematian
seorang penting di Nias (awal abad ke-20). Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen
megalitik dalam kehidupannya. Lompat batu dan kubur batu masih memperlihatkan elemenelemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu besar sebagai tempat untuk memecahkan
perselisihan.
(3) Sumba = Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental menerapkan beberapa
elemen megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di sejumlah
perkampungan. Meja batu juga dipakai sebagai tempat pertemuan adat.
CORAK KEHIDUPAN
Pada zaman ini manusia melakukan banyak kegiatan yang menyangkut kehidupannya. Mereka
sudah mepunyai aktifitas seperti berbueu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam.
Ciri-cirinya adalah:
- Manusia sudah dapat membuat dan meninggalkan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu
besar
- Berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman perunggu
- Manusia sudah mengenal kepercayaan utamnya animism
MANUSIA PENDUKUNG
Di sebut kebudayaan batu besar karena pada umumnya menghasilkankebudayaan dalam bentuk
monument yang terbuat dari batu berukuranbesar. Kebudayaan ini muncul pada akhir jaman
neolhitikum , tetapiperkembangannya justru terjadi pada jaman perunggu
Jadi, mungkin saja :
1.suku dayak golongan ras proto melayu
2. bangsadeuteuro melayu (melayu muda) yang migrasi ke Indonesia sambilmembawa
kebudayaan dongson. Keturunannya adalah jawa, bali, bugis,madur, dll. Bahkan ditemukan
beberapa bukti bahwa telah terjadipembaruan antara melayu monggoloide (proto melayu dengan
deuteuromelayu) dan papua melaneside.
ZAMAN PERUNDAGIAN
Masa perundagian terjadi ketika masa prasejarah. Perundagian adalah tempat di mana orang
orang yang ahli dalam membuat barang barang atau alat alat dari logam. Logam disebut juga
undagi. Dalam perkembangan teknologi awal, masyarakat awal Indonesia mulai mengenal
peralatan peralatan atau benda benda yang berasal dari logam, berupa logam campuran yang
disebut logam perunggu. Logam perunggu ini merupakan campuran antara logam tembaga
dengan logam timah. Hal ini dibuktikan dengan penemuan benda benda yang berasal dari
perunggu di beberapa wilayah di Indonesia.
menyiku pada bidang kapak. Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip
dengan sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana,
besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang sisinya. Ada kapak corong yang satu
sisinya disebut candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali,
Sulawesi Tengah dan Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani.
Kapak yang beragam bentuknya tersebut, tidak semua digunakan sebagaimana layaknya
kegunaan kapak sebagai alat bantu yang fungsional. Selain itu, kapak juga digunakan sebagai
barang seni dan alat upacara, seperti candrasa. Di Yogyakarta, ditemukan candrasa yang dekat
tangkainya terdapat hiasan gambar seekor burung terbang sambil memegang candrasa.
4) Perhiasan Manusia Purba Masa perundagian
Manusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi yang cukup terhadap seni. Hal ini
dibuktikan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang
kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung. Bendabenda tersebut ada yang diberi pola hias dan ada
yang tidak. Benda yang diberi pola hias seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias
geometrik. Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai alat tukar.
Cincin yang seperti ini ukurannya sangat kecil bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak.
Tempat-tempat ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali.
Perhiasan-perhiasan lainnya yang ditemukan pada masa perundagian yaitu manik-manik.
Pada masa prasejarah manik-manik banyak digunakan untuk upacara, bekal orang yang
meninggal (disimpan dalam kuburan), dan alat tukar. Pada masa perundagian, bentuk manikmanik mengalami perkembangan.
Pada zaman prasejarah lebih banyak terbuat dari batu, sedangkan pada masa ini sudah
dibuat dari kulit kerang, batu akik, kaca, dan tanah-tanah yang dibakar. Manik-manik memiliki
bentuk yang beragam, ada yang berbentuk silindris, bulat, segi enam, oval, dan sebagainya. Di
Indonesia beberapa daerah yang merupakan tempat ditemukannya manik-manik antara lain
Bogor, Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, dan Besuki.
5) Perunggu Manusia Purba Masa perundagian
Pada masa perundagian dihasilkan pula arca-arca yang terbuat dari logam perunggu.
Dalam pembuatan arca ini dilakukan pula dengan menuangkan cairan logam. Patung yang dibuat
berbentuk beragam, ada yang berbentuk manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk
arca itu ada yang sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Arca binatang
itu ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang berdiri, dan kuda dengan
pelana. Tempat ditemukan arca-arca tersebut yaitu di Bangkinang (Provinsi Riau), Lumajang,
Palembang, dan Bogor.
Sistem kepercayaan Manusia Purba Masa perundagian
Pada masa perundagian memiliki sistem kepercayaan yang tidak jauh berbeda dengan
masa sebelumnya. Praktek kepercayaan yang mereka lakukan masih berupa pemujaan terhadap
leluhur. Hal yang membedakannya adalah alat yang digunakan untuk praktek kepercayaan. Pada
masa perundagian, benda-benda yang digunakan untuk praktek kepercayaan biasanya terbuat
dari bahan perunggu. Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh manusia pada zaman perundagian
masih memelihara hubungan dengan orang yang meninggal. Pada masa ini, praktek penguburan
menunjukkan stratifikasi sosial antara orang yang terpandang dengan rakyat biasa. Kuburan
orang-orang terpandang selalu dibekali dengan barang-barang yang mewah dan upacara yang
dilakukan dengan cara diarak oleh orang banyak. Sebaliknya, apabila yang meninggal orang
biasa, upacaranya sederhana dan kuburan mereka tanpa dibekali dengan barang-barang mewah.
Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan mengalami perkembangan. Mereka
melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan leluhur, akan tetapi berkaitan dengan mata
pencaharian hidup yang mereka lakukan. Misalnya ada upacara khusus yang dilakukan oleh
masyarakat pantai khususnya para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pantai ini,
yaitu penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa inilah yang
mereka anggap memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang di daerah pedalaman atau
pertanian ada upacara persembahan kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah
terhadap hasil pertanian.
Animisme
Dalam kepercayaan Animisme, manusia mempunyai anggapan bahwa suatu benda
memiliki kekuatan Supranatural atau dalam bentuk roh. Roh ini bisa dipanggil dan diminta
pertolongan pada saat diperlukan. Mereka percaya akan hal-hal yang gaib atau kekuatan hebat.
Kepercayaan terhadap bermacam-macam roh dan makhluk halus yang menempati suatu tempat
memunculkan kegiatan menghormati atau memuja roh tersebut dengan cara berdoa dengan
Mantera dan memberi Sesajen atau Persembahan.
Dinamisme
Kepercayaan Dinamisme ini perpanjangan dari Animisme. Roh atau makhluk halus yang
diyakini berasal dari jiwa manusia yang meninggal, kemudian mendiami beberapa tempat,
misalnya: hutan belantara, hutan luar, gua-gua, sumur dalam, sumber mata air, persimpangan
jalan, pohon besar, batu-batu besar, dll.. Timbullah kepercayaan terhadap adanya kekuatan yang
gaib, yang dapat menambah kekuatan seseorang yang masih hidup. Kekuatan yang timbul dari
alam semesta inilah yang menimbulkan kepercayaan Dinamisme (Dinamis berarti bergerak).
Manusia purba percaya bahwa misalnya pada batu akik, tombak, keris, belati, anak
panah, bersemayam kekuatan halus, sehingga alat-alat tersebut harus dirawat, diberi sesajen,
dimandikan dengan air kembang.
Dikemudian hari, kepercayaan Animisme dan Dinamisme mendorong manusia
menemukan kekuatan roh dan makhluk halus dan alam. Masyarakat lambat laun, dari generasi ke
generasi, meyakini bahwa ada kekuatan tunggal yang mendominasi kehidupan pribadi mereka
maupun kehidupan alam semesta.
Kekuatan gaib tersebut diyakini memiliki keteraturan sendiri yang tak dapat diganggu
gugat, yakni; hukum alam. Kepercayaan terhadap Kekuatan Tunggal ini lantas dihayati sebagai
kekayaan batin spiritual sekaligus kekayaan kebudayaan. Kepercayaan Animisme dan
Dinamisme ini kemudian berkembang dan menyatu dengan kebudayaan Hindu-Buddha dan
kemudian Islam.
Fakta / Perkembangan zaman perundagian di berbagai bidang
a) Kehidupan Sosial
Jumlah penduduk semakin bertambah. Kepadatan penduduk bertambah, pertanian dan
peternakan semakin maju, mereka memiliki pengalaman dalam bertani dan berternak mereka
mengenal cara bercocok tanam yang sederhana;
Mereka memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan musim, mereka mulai dapat
memperkirakan peristiwa alam dan memperhitungkan musim tanam dan musim panen;
Dengan diterapkan sistem persawahan maka pembagian waktu dan kerja semakin diketatkan;
Dalam masyarakat muncul golongan undagi, mereka merupakan golongan yang terampil untuk
melakukan perkerjaan seperti pembuatan rumah kayu, gerobak, maupun benda logam. Pertanian
tetap menjadi usaha utama masyarakat;
Dari segi sosial, kehidupan masyarakat zaman ini semakin teratur. Contohnya : ada pembagian
kerja yang baik berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu;
Pembagian kerja semakin komplek dimana perempuan tidak hanya bekerja di rumah tetapi juga
berdagang di pasar.
b) Kehidupan Budaya
Masyarakat zaman ini telah menunjukkan tingkat budaya yang tinggi terlihat dari berbagai
bentuk benda seni dan upacara yang ditemukan menunjukkan keterampilan masyarakat
perundagian yang tinggi;
Zaman ini ditandai dengan pesatnya kemampuan membuat alat-alat akibat perkembangan
teknologi. Mereka menemukan teknologi peleburan biji logam. Oleh karena itu, semakin banyak
manusia yang menggunakan logam untuk memenuhi perkakas hidupnya;
Pada zaman perunggu, orang dapat memperoleh jenis logam yang lebih keras daripada tembaga,
sebab perunggu merupakan logam campuran dari tembaga dan timah. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kebudayaan manusia pada zaman ini jauh lebih tinggi. Terbukti masyarakatnya sudah
mengenal teknologi peleburan dan pencampuran logam.;
Pada zaman besi, manusia telah menemukan logam yang jauh lebih keras lagi dimana harus
dileburkan pada titik lebur yang cukup tinggi. Sehingga alat-alat pada zaman ini telah lebih
sempurna daripada sebelumnya. Kemampuan membuat benda-benada jauh lebih tinggi
tingkatannya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Teknologi peleburan logam yang
digunakan adalah dengan sistem pemanasan, pencetakan logam, pencampuran logam dan
penempaan logam;
Pada zaman Perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang semakin
maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat digantikan
dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam.
c) Teknologi
Teknologi dapat dilihat dari pembuatan alat-alat pada masa itu. Terlebih lagi teknologi tersebut
terlihat pada masa penggunaan alat-alat dari logam. Hal ini disebabkan karena teknik yang
digunakan untuk membuat alat-alat dari logam tersebut diadopsi dari teknik membuat logam di
daratan Cina;
Logam digunakan sebab penggunaan alat bercocok tanam dari logam lebih efisien selain itu
memiliki nilai artistik yang lebih tinggi jika dibandingkan alat-alat dari batu;
Zaman logam disebut juga zaman perundagian dimana masyarakat telah mampu membuat
peralatan dengan teknologi sederhana dengan bahan baku logam;
Teknik yang digunakan pada masa itu adalah teknik a cire perdue. Caranya sebagai
berikut :
o Benda yang hendak dibuat, terlebih dulu dibuat dari lilin lengkap dengan segala bagiannya;
o Model lilin tersebut kemudian ditutup dengan tanah.
o Dengan cara dipanaskan maka tanah tersebut akan menjadi keras, sedangkan lilinnya akan cair
dan mengalir keluar dari lubang yang ada dalam selubung;
o Jika lilin telah habis maka logam cair dapat dituang ke tempat lilin tadi;
o Setelah dingin, selubung tanah dipecah dan jadilah benda yang kita kehendakai yang terbuat dari
logam.
d) Penduduk
Manusia yang bertempat tinggal di Indonesia pada masa ini dapat diketahui dari berbagai
penemuan sisa-sisa rangka dan berbagai tempat, antara lain di Anyer Utara Jawa Barat, Puger
Jawa Timur, gilimanuk Bali, dan Melolo Sumba Timur. Pada masa perundagian ini
perkampungan sudah lebih besar, karena adanya hamparan pertanian, dan mereka kemudian
mulai mengadakan aktivitas perdagangan.