Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

Malaria disebabkan oleh parasit yang menyerang manusia melalui infeksi


gigitan nyamuk betina10. Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis
yang disebabkan oleh Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren,
anemia, dan hepatosplenomegali. Saat ini malaria masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia4.
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15 juta
kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35%
penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Dari 484
kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan daerah
endemis malaria3.
Di Jawa Bali masih terjadi fluktuasi dari angka kesakitan malaria yang
diukur dengan Annual Parasite Incidence (API) yaitu 0,95% pada tahun 2005,
meningkat menjadi 0,19% pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,16%
pada tahun 2007. Namun angka ini didapat dari laporan rutin, masih banyak
kasus malaria yang belum terdiagnosa. Hal ini tampak dari sering terjadinya
kejadian luar biasa (KLB) malaria3.
Jumlah penderita positif malaria di luar Jawa Bali diukur dengan Annual
Malaria Incidence (AMI) menurun dari 24,75% pada tahun 2005 menjadi 23,98%
pada tahun 2006 dan menjadi 19,67% pada tahun 2007. Angka kematian karena
malaria berhasil ditekan dari 0,92% pada tahun 2005 menjadi 0,42% pada tahun
2006 dan menurun lagi menjadi 0,2% pada tahun 20073.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui
program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis
dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans, dan pengendalian vektor yang
kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria4.
Oleh sebab itu, penting bagi kalangan petugas medis dan orang tua untuk
mengetahui bagaimana infeksi malaria ini terjadi dan bagaimana cara mengobati
serta pencegahannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Plasmodium

terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,


Plasmodium

malariae,

dan

Plasmodium

ovale.

Plasmodium

falciparum

menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana,


Plasmodium malariae menyebabkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale
menyebabkan malaria ovale4.
Seseorang dapat terinfeksi oleh lebih dari satu jenis plasmodium, disebut
sebagai infeksi campuran/majemuk (mixed infection). Pada umumnya dua jenis
Plasmodium paling banyak dijumpai adalah campuran antara Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Kadang-kadang
dijumpai tiga jenis Plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi
campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka penularan tinggi. Akhirakhir ini di beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah resisten
terhadap klorokuin, bahkan juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin4.
Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi
pada anak-anak yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria
tropika yang berat, bahkan malaria tertiana dan kuartana dapat menyebabkan
kematian terutama pada anak dengan gangguan gizi4.

Gambar 1. Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria9

2.2

Daur Hidup Plasmodium


Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

yang dapat ditandai dengan demam, hepatosplenomegali dan anemia.


Plasmodium hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.
Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina3.
Spesies Plasmodium pada manusia adalah:
1) Plasmodium falciparum (P. falciparum).
2) Plasmodium vivax (P. vivax)
3) Plasmodium ovale (P. ovale)
4) Plasmodium malariae (P. malariae)
5) Plasmodium knowlesi (P. knowlesi)
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.
falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa
provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P ovale pernah
ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Pada tahun 2010 di Pulau
Kalimantan dilaporkan adanya P. knowlesi yang dapat menginfeksi manusia
dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan primata/monyet dan sampai saat
ini masih terus diteliti3.
2.2.1

Siklus Hidup Plasmodium


Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu

manusia dan nyamuk Anopheles betina


2.2.1.1.

Siklus Pada Manusia.

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,


sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran
darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke
dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon
hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus
ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2
minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang
disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh
menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran

darah dan menginfeksi sel darah merah3.


Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium
tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang
terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah
merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Pada P. falciparum setelah 2-3
siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina) 3.
Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini terkait
dengan waktu dan jenis pengobatan untuk eradikasi. Siklus P. knowlesi pada
manusia masih dalam penelitian. Reservoar utama Plasmodium ini adalah kera
ekor panjang (Macaca sp). Kera ekor panjang ini banyak ditemukan di hutanhutan Asia termasuk Indonesia. Pengetahuan mengenai siklus parasit tersebut
lebih banyak dipahami pada kera dibanding manusia3.
2.2.1.2 Siklus pada nyamuk anopheles betina.
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi adalah rentang
waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis
yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies
plasmodium (tabel 1). Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah
dengan pemeriksaan mikroskopik3
Plasmodium
P. falciparum
P. vivax
P. ovale
P. malariae
P.knowlesi

Masa Inkubasi (rata-rata)


9 - 14 hari (12)
12 17 hari (15)
16 18 hari (17)
18 40 hari (28)
10 12 hari (11)
Tabel 1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria3

Gambar 2. Daur hidup Plasmodium1


Secara umum, pada dasarnya semua orang dapat terkena malaria;
walaupun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:
1. Ras atau suku bangsa. Di Afrika, apabila prevalensi hemoglobin S (HbS) cukup
tinggi, maka penduduknya lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum.
Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa HbS menghambat perkembangbiakan
P. falciparum baik sewaktu invasi maupun berkembang biak4.
2. Kurangnya suatu enzim tertentu. Kurangnya enzim G6PD (glucose 6-phosphat
dehydrogenase) memberikan perlindungan terhadap infeksi P.falciparum yang
berat. Walaupun demikian, kurangnya enzim ini merugikan jika ditinjau dari segi
pengobatan dengan golongan sulfonamid dan primakuin oleh karena dapat
terjadi hemolysis darah. Defisiensi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik
dengan manifestasi utama pada perempuan4.

3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan


plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangannya4.
P. falciparum

P. vivax

P. ovale

P. malariae

5,5 hari

8 hari

9 hari

10-15 hari

40.000

10.000

15.000

15.000

60 mikron
48 jam

45 mikron
48 jam

55 mikron
72 jam

Eritrosit yang
dihinggapi

Muda dan
normosit

Retikulosit
dan normosit

70 mikron
50 jam
Retikulosit
dan normosit
muda

Pembessaran
eritrosit

++

Titik eritrosit

Maurer

Schuffner

Schuffner
(James)

Ziemann

Pigmen

Hitam

Kuning
tengguli

Tengguli tua

Tengguli
hitam

Daur
praeritrosit
Hipnozoit
Jumlah
merozoit hati
Skizon hati
Daur eritrosit

Normosit

Jumlah
merozoit
8-24
12-18
8-10
8
eritrosit
Daur dalam
nyamuk pada
10 hari
8-9 hari
12-14 hari
26-28 hari
27oC
Tabel 2. Sifat dan diagnostik empat spesies Plasmodium pada manusia7
2.3

Transmisi
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan bukan

alamiah
1. Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang
infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap
bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan
berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat,
maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain3.
2. Penularan yang tidak alamiah
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria.

Disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada


penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya4.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik.
Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang
menggunakan jarum suntik yang tidak steril4.
c. Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium)
burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi)4.
Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah
manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.
Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh penyakit malaria,
belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium
yang biasanya menyerang manusia. Malaria, baik yang disebabkan oleh P.
falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale semuanya ditularkan oleh nyamuk
anopheles. Nyamuk yang menjadi vektor penular malaria adalah Anopheles
sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus,
dan sebagainya4.
2.4

Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis

maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Malaria


dapat dijumpai di bagian Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan
Selatan, Afrika Sub-sahara, Timur tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina, dan
pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia
berkisar antara 160-400 juta kasus4.
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana
hanya sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria.
Berdasarkan hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di
Indonesia menurun dari 1,39% (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas
2010). Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama tahun 20002009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000
penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009
dan 1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai

1,3%4.
Walaupun telah terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API) secara
nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi
dibandingkan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria
yang rendah sering terjadi kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai akibat adanya
kasus impor. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah
388 kasus4.
Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010
adalah 0,6% dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah
Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan
Aceh. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di
Papua Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%)4.
Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama
kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991
untuk P. vivax di Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan
makin meluas di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya
resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di
Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit
malaria4.

Gambar 3,4. Daerah Resiko Tinggi Malaria di Indonesia2


2.5

Patogenesis
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang

mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel


makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,

10

antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6
akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium
memerlukan waktu yang bebeda-beda. Plasmodium falciparum memerlukan
waktu 36-48 jam, P. vivax/P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada
P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari,
dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari3.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun
yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel
darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah
merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya
hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh
P. vivax , P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.
Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga
anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis3.
Splenomegali
Limpa

merupakan

organ

retikuloendothelial,

dimana

Plasmodium

dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini
akan menyebabkan limpa membesar3.
Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus.
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu
tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam
tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob
yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang
diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan
terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan
dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari
proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang
menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung
oleh proses terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang
berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini juga
terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin
(TNF, IL-6 dan lain lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam
gangguan fungsi pada jaringan tertentu. Untuk P. vivax dan Plasmodium lainnya

11

diduga ada mekanisme tersendiri yang perlu penelitian lebih lanjut3.

Gambar 5. Patogenesis Malaria8


2.6

Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat eritrosit yang mengandung parasit pecah.

Gejala yang sering timbul adalah demam yang disebabkan oleh pirogen endogen
yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang
disebabkan oleh bahan vasokatif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran
limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi oleh
parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit
yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolysis. Juga terjadi penurunan
jumlah trombosit dan leukosit neutrophil. Terjadinya kongesti pada organ lain
meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa4.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis
oleh sistem retikuloendotelial. Hemolisis bergantung pada jenis plasmodium dan
status imunitas. Anemia juga disebabkan oleh hemolysis autoimun, sekuestrasi

12

oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal dan gangguan
eritropoesis.

Pada

hemolysis

berat

dapat

terjadi

hemoglobinuria

dan

hemoglobinemia. Hyperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan4.


Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika,
disebabkan karena sel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket
sehingga perjalanan dalam kapiler darah terganggu dan mudah melekat pada
endotel kapiler karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi
penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliren kapiler terhambat dan
timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi
perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian
kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria
serebral, edema paru, gagal ginjal, dan malabsorpsi usus4.
Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor imunitas
diturunkan dan didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan penting
untuk melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten
terhadap masuk dan berkembang biaknya parasite malaria. Masuknya parasite
bergantung pada interaksi antara organel spesifik pada merozoit dan struktur
khusus pada permukaan eritrosit. Sebagai contoh eritrosit yang mengandung
glikoprotein A penting untuk masuknya Plasmodium falciparum. Individu yang
tidak mempunyai determinan golongan darah Duffy mempunyai resistensi
alamiah terhadap Plasmodium vivax; spesies ini mungkin memerlukan protein
pada permukaan sel yang spesifik untuk dapat masuk ke dalam eritrosit.
Resistensi relatif yang diturunkan pada individu dengan HbS tergadap malaria
telah lama diketahui dan pada kenyataannya terbatas pada daerah endemis
malaria. Seleksi yang sama juga dijumpai pada hemoglobinopati tipe lain,
kelainan genetik tertentu dari eritrosit, thalassemia, defisiensi enzim C6PD dan
defisiensi piruvat kinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan resistensi
membrane eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat pertumbuhan
parasit4.
Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan
infeksi ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran
klinis infeksi ataupun dapat menyebabkan asimtomatik periode panjang. Pada
individu dengan malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poliklonal, yang
merupakan suatu antibody spesifik yang diproduksi untuk melengkapi beberapa

13

aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak
lengkap dan hanya bersifat sementara apabila tanpa disertai infeksi ulangan4.
2.7

Manifestasi Klinis
Gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri dari beberapa

serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh


suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya
mengeluh lemah, nyeri kepala, tidak nafsu makan, mual atau muntah. Pada
pasien dengan infeksi campuran (lebih dari satu jenis plasmodium), maka
serangan demam dapat terjadi secara terus menerus (tanpa interval)4.
Periode demam biasanya terdiri dari tiga stadium berurutan yakni stadium
dingin (cold stage), stadium demam (hot stage), stadium berkeringat (sweating
stage). Periode ini biasanya terlihat jelas pada orang dewasa namun jarang
dijumpai pada anak-anak. Pada anak dibawah usia lima tahun, stadium dingin
seringkali bermanifestasi sebagai kejang. Serangan demam pertama didahului
oleh masa inkubasi (intrinsik). Masa inkubasi bervariasi antara 9-30 hari
tergantung pada spesies parasit, paling pendek pada Plasmodium falciparum
dan paling panjang pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini juga
tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya
dan derajat imunitas penderita. Pada malaria akibat transfusi darah masa
inkubasi Plasmodium falciparum adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari, dan
Plasmodium malariae 40 hari atau lebih setelah transfusi. Sedangkan masa
inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing spesies parasite,
untuk Plasmodium falciparum 12 hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
13-17 hari, dan pada Plasmodium malariae 28-30 hari. Setelah lewat masa
inkubasi, pada orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi menjadi tiga
stadium yaitu stadium dingin, stadium demam, dan stadium berkeringat4.
Stadium dingin diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang
sangat dingin. Nadi cepat tetapi lemah, bibir, dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit
kering dan pucat, pasien mungkin muntah pada anak sering terjadi kejang.
Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. Setelah melalui fase
dingin, dilanjutkan dengan stadium demam. Muka merah, kulit kering dan terasa
sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan muntah,
nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu tubuh

14

meningkat sampai 41 derajat celcius atau lebih. Stadium demam berlangsung


antara 2-12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel
darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran
darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, skizon dari tiap generasi
menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga
terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae,
demam terjadi 72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana.
Pada Plasmodium falciparum, setiap 24-48 jam4.
Pada stadium berkeringat, suhu badan pasien menurun dengan cepat
kadang-kadang sampai di bawah normal. Gejala tersebut tidak sama antar tiap
pasien, tergantung pada spesies parasite, berat infeksi, dan usia pasien. Gejala
klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh
kecenderungan parasite untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tertentu
seperti otak, hati, dan, ginjal, sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh
darah organ-organ tesebut. Gejalanya mungkin berupa koma, kejang, dan
sampai gangguan fungsi ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh malaria
jenis ini. Black water fever yang merupakan komplikasi berat, adalah munculnya
hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua atau
hitam. Gejala lain black water fever adalah icterus dan muntah berwarna seperti
empedu. Black water fever biasanya dijumpai pada infeksi Plasmodium
falciparum berulang dengan infeksi yang cukup berat4.
Di daerah yang tinggi endemisitasnya (hiper atau holoendemik), pada
orang dewasa seringkali tidak dijumpai gejala klinis walaupun darahnya
mengandung parasite malaria. Hal ini disebabkan imunitas yang telah timbul
pada merka karena infeksi berulang. Limpa biasanya membesar pada serangan
pertama yang berat atau setelah beberapa serangan dalam periode yang cukup
lama. Dengan pengobatan baik, limpa secara berangsur-angsur mengecil
kembali4.

15

M. Inkubasi
Paroxysmal
Darah tepi
% sel darah
merah yang
terinfeksi
Manifestasi
ganas
Perjalanan
penyakit
(tahun)

P. falc
8-15
48
Cincin & gamet
Dapat > 50

P. vivax
10-15
48
Semua stadium
2-3

P. ovale
10-15
48
Semua stadium
2-3

P. Mal
20-40
72
Semua stadium
<1

Sering

Jarang

Jarang

Jarang

Bervariasi

Tabel 3. Perbandingan Malaria3


2.7.1 Malaria Tanpa Komplikasi
Pada daerah hiper atau holoendemik, kontrol malaria akut sering terjadi
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, secara bertahap menginduksi imunitas
secara aktif. Pada orang dewasa yang sudah mendapat imunitas, maka gejala
klinisnya menjadi lebih ringan. Infeksi akut juga dapat terjadi pada orang dewasa
yang mendapat kemoprofilaksis tidak sempurna atau lupa minum obat pada saat
masuk daerah endemis malaria. Pada daerah hipoendemik malaria, semua usia
dapat terserang malaria4.
Anak pada mulanya menjadi letargik, mengantuk atau gelisah, anoreksia,
pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala dan mual. Demam selalu dijumpai
tetapi bervariasi. Muntah, nyeri perut, dan diare agak jarang dijumpai.
Pembesaran hati sering dijumpai pada anak. Pada serangan akut pembesaran
hati terjadi pada awal perjalanan penyakit dan lebih sering dijumpai daripada
pembesaran limpa. Hati biasanya lunak dan terus membesar sesuai progresifitas
penyakit, namun fungsinya jarang terganggu dibandingka orang dewasa. Ikterus
dapat dijumpai pada beberapa anak, terutama berhubueras. gan dengan
hemolisis. Kadar transaminase darah sedikit meningkat untuk waktu singkat.
Limpa membesar umumnya diraba pada minggu kedua; pembesaran limpa
progresif sesuai dengan perjalanan penyakit. Pada anak yang telah mengalami
serangan berulang, limpa dapat menjadi sangat besar dan konsistensi sangat
keras4.

16

2.7.1.1 Diagnosis Malaria tanpa Komplikasi

Gambar 6. MTBS Malaria2


Manifestasi

klinis

malaria

dapat

bervariasi

dari

ringan

sampai

membahayakan jiwa. Gejala utama demam sering di diagnosis dengan infeksi


lain, seperti demam typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan
infeksi saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan

17

leptospirosis, demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik
bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis.
Penurunan kesadaran dengan demam sering juga didiagnosis sebagai infeksi
otak atau bahkan stroke. Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria
maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap
penderita dengan demam harus dilakukan.
Diagnosis

malaria

ditegakkan

seperti

diagnosis

penyakit

lainnya

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.


Diagnosa pasti malaria apabila ditemukan parasit malaria dalam darah
A. Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal pegal.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:
1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;
2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria;
3. riwayat sakit malaria/riwayat demam;
4. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;
5. riwayat mendapat transfusi darah
B. Pemeriksaan Fisik
1. Demam (>37,5 C aksila)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
C. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan
pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara
berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku)
untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan
membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal
dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);
b) Spesies dan stadium Plasmodium;

18

c) Kepadatan parasit:
1) Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan
pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit
8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL
maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit
gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia
fasilitas laboratorium mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan
adalah

sebelum

RDT

dipakai

agar

terlebih

dahulu

membaca

cara

penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin
akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program Pengendalian
Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P. Falcifarum7.
C. Diagnosis Banding Malaria
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai
berat, terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini.
1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain
sebagai berikut.

19

a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, uji serologi dan kultur.
b. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit kepala,
nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji tourniquet positif, penurunan jumlah
trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah
dengue, tes serologi (antigen dan antibodi).
c. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival
injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis yang
mencolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes
serologi positif7.
2.7.1.2 Tatalaksana
Obati anak secara rawat jalan dengan obat anti malaria lini pertama
seperti

yang

direkomendasikan

pada

panduan

nasional.

Terapi

yang

direkomendasikan WHO saat ini adalah kombinasi artemisinin sebagai obat lini
pertama. Klorokuin dan Sulfadoksin-pirimetamin tidak lagi menjadi obat anti
malaria lini pertama maupun kedua karena tingginya angka resistensi terhadap
obat ini di banyak Negara untuk malaria falsiparum5.
Berikan pengobatan selama 3 hari dengan memberikan regimen yang
dapat dipiih dibawah ini:

Artesunat ditambah amodiakuin. Tablet terpisah 50 mg artesunat dan 153


mg amodiakuin basa (saat ini digunakan dalam program nasional)
Artesunat
: 4mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari
Amodiakuin : 10mg-basa/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari
Dehidroartemisinin ditambah piperakuin (fixed dose combination)
Dosis dehidroartemisinin: 2-4 mg/kgBB dan piperakuin:

16-32

mg/kgBB/dosis tunggal. Obat kombinasi ini diberikan selama 3 hari.


Artesunat ditambah sulfadoksin/pirimetamin (SP). Tablet terpisah 50 mg

artesunat dan 500 mg sulfadoksin/25 mg pirimetamin:


Artesunat
: 4mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari
SP
: 25 mg (Sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal
Artemeter/lufemantrin. Tablet kombinasi yang mengandung 20 mg
artemeter dan 120 mg lumefantrin:

20

Artemeter
: 3,2mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis
Lumefantrin : 20 mg/kgBB
Tablet kombinasi ini dibagi dalam dua dosis dan diberikan selama 3 hari.
Amodiakuin ditambah SP. Tablet terpisah 153 mg amodiakuin basa dan
500 mg sulfadoksin / 25 mg pirimetamin
Amodiakuin : 10mg-basa/kgBB/dosis tunggal
SP
: 25 mg (sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal
Untuk malaria falsiparum khusus anak usia >1 tahun tambahkan

primakuin 0,75 mg-basa/kgBB/dosis tunggal selama 1 hari. Untuk vivax, ovale,


dan malariae tambahkan primakuin basa 0,25 mg/kgBB/hari dosis tunggal
selama 14 hari5.

Gambar 7. Terapi Lini Pertama Malaria falciparum & vivax3

21

Gambar 8. Terapi Lini Pertama Malaria falciparum & vivax3

22

Gambar 9. Terapi Lini Kedua Malaria falciparum3

23

Gambar 10. Terapi Lini Kedua Malaria falciparum3

24

Gambar 11. Terapi Lini Kedua Malaria vivax3

25

Gambar 12. Terapi Malaria3

26

Gambar 13. Terapi malaria infeksi campur3

Gambar 14. Terapi Malaria pada ibu hamil3

27

2.7.1.3 Komplikasi
Anemia
Pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali
disebabkan oleh defisiensi besi. Jangan beri zat besi pada anak dengan gizi
buruk fase akut5.
Tindak Lanjut Malaria Berat
Minta ibu untuk kunjungan ulang jika demam menetap setelah obat
diminum berturut-turut dalam 3 hari atau lebih awal jika kondisi memburuk. Jika
hal ini terjadi: periksa apakah anak memang minum obatnya dan ulangi hapusan
darah. Jika obat tidak diminum, ulangi pengobatan. Jika obat telah diberikan
namun hasil hapusan darah masih positif, berikan obat anti-malaria lini kedua.
Lakukan

penilaian

ulang

pada

anak

untuk

mengetahui

dengan

jelas

kemungkinan lain penyebab demam. Jika demam timbul setelah pemberian obat
anti malaria lini kedua (kina dan doksisiklin untuk usia > 8 tahun), minta ibu untuk
kunjungan ulang untuk menilai kembali penyebab demam5.
2.7.2 Malaria Berat
Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum stadium aseksual. Malaria dengan disertai satu atau lebih kelainan
dibawah ini merupakan malaria berat, antara lain:

Malaria serebral dengan kesadaran menurun (delirium, stupor, koma)


Anemia berat, kadar hemoglobin < 5g/dl
Dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan

elektrolit
Hipoglikemia berat
Gagal ginjal
Edema paru akut
Kegagalan Sirkulasi (algid malaria
Kecenderungan terjadi perdarahan
Hiperpireksia/hipertermia
Hemoglobinuria/Black water fever
Ikterus
Hiperparasitemia4

2.7.2.1 Diagnosis Malaria Berat


Anamnesis

28

Menjelaskan perubahan perilaku, penurunan kesadaran dan kondisi yang


sangat lemah.
Pemeriksaan Fisik

Demam
Letargis atau tidak sadar
Kejang umum
Asidosis
Lemah yang sangat, sehingga anak tidak bsia lagi berjalan atau duduk

tanpa bantuan
Ikterik
DIstres pernapasan, edema paru
Syok
Kecenderungan untuk terjadi perdarahan
Sangat pucat5

Pemeriksaan Laboratorium

Anemia berat (hematocrit <15%; hemoglobin <5g/dl)


Hipoglikemia (glukosa darah <2,5mmol/liter atau 45 mg/dl)
Pada anak yang mengalami penurunan kesadaran dan/ atau kejang,

lakukan pemeriksaan glukosa darah. Selain itu, pada semua anak yang dicurigai
malaria berat, lakukan pemeriksaan:

Tetes tebal dan hapusan darah tipis untuk identifikasi spesies


Hematokrit5
Bila dicurigai malaria serebral (misalnya pada anak yang mengalami

koma tanpa sebab yang jelas) dan bila tidak ada kontraindikasi, lakukan pungsi
lumbal untuk menyingkirkan meningitis bakteri. Jika meningitis bakteri tidak dapat
disingkirkan, maka berikan pula pengobatan meningitis bakteri. Jika hasil temuan
klinis dicurigai malaria berat dan hasil hapusan darah negatif, ulangi hapusan
darah5.

2.7.2.2 Tatalaksana
Tindakan gawat-darurat harus dilakukan dalam satu jam pertama:

Bila terdapat hipoglikemia atasi sesuai tatalaksana hipoglikemia


Atasi kejang sesuai tatalaksana kejang
Perbaiki gangguan sirkulasi darah

29

Jika anak tidak sadar, pasang pipa nasogastric, dan hisap isi lambung

secara teratur untuk mencegah resiko pneumonia aspirasi


Atasi anemia berat
Mulai pengobatan dengan obat antimalarial yang efektif5

Pengobatan Malaria
Jika konfirmasi hapusan darah untuk malaria membutuhkan waktu lebih dari
satu jam, mulai berikan pengobatan anti malaria sebelum diagnosis dapat
dipastikan atau sementara gunakan RDT.

Artesunat intravena. Berikan 2,4 mg/kgBB intravena atau intramuscular,


yang diikuti dengan 2,4 mg/kgBB IV atau IM setelah 12 jam, selanjutnya
setiap hari 2,4 mg/kgBB/hari selama minimum 3 hari sampai anak bisa
minum obat anti malaria per oral. Bila artesunat tidak tesedia bisa

diberikan alternative pengobatan dengan:


Artemeter intramuscular. Berikan 3,2 mg/kg IM pada hari pertama, diikuti
dengan 1,6 mg/kg IM per harinya selama paling sedikit 3 hari hingga anak
bisa minum obat. Gunakan sput 1 cc untuk memberikan volume suntikan

yang kecil.
Kina-dehidroklorida intravena. Berikan dosis awal 20mg/kgBB dalam
cairan NaCl 0,9% 10 ml/kgBB selama 4 jam. Delapan jam setelah dosis
awal, berikan 10 mg/kgBB dalam cairan IV selama 2 jam dan ulangi tiap 8
jam sampai anak bisa minum obat. Kemudian, berikan dosis oral untuk
menyelesaikan 7 hari pengobatan atau berikan satu dosis SP bila tidak
ada resistensi terhadap SP tersebut. Jika ada resistensi berikan dosis
penuh terapi kombinasi artemisinin. Dosis awal kina hanya diberikan
apabila ada pengawasan ketat dari perawat terhadap pemberian infus
dan pengaturan tetesan infus. Jika ini tidak memungkinkan, lebih aman

untuk memberi obat kina intramuscular.


Kina intramuscular. Jika obat kina melalui infus tidak dapat diberikan,
quinine dihidrochloride dapat diberikan dalam dosis yang sama melalui
suntikan intramuscular. Berikan garam kina 10 mg/kgBB IM dan ulangi
setiap 8 jam. Larutan parenteral harus diencerkan sebelum digunakan
karena akan lebih mudah diserap dan tidak begitu nyeri5.

2.7.2.3 Pemberian Obat Anti Malaria

30

Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan


memberikan artemeter ataupun kina hidroklorida intramuscular sebagai dosis
awal sebelum merujuk ke RS rujukan. Apabila rujukan tidak memungkinkan,
pengobatan dilanjutkan dengan pemberian dosis lengkap artemeter intra
muscular. Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil di Puskesmas dilakukan
dengan memberikan kina HCl pada trimester 1 secara intra muscular dan
artemeter injeksi untuk trimester 2 dan 3. Pengobatan malaria di RS dianjurkan
untuk menggunakan artesunat intravena. Pengobatan malaria berat untuk ibu
hamil pada trimester 2 dan 3 menggunakan artesunate intravena, sedangkan
untuk ibu hamil trimester 1 menggunakan kina parenteral3.
a) Kemasan dan cara pemberian artesunat
Artesunate parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering
asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat
5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering
artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah
larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 cc. Artesunat (AS) diberikan dengan dosis 2,4
mg/kgBB per-iv, sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4
mg/kgbb per-iv setiap 24 jam sampai penderita mampu minum obat. Larutan
artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m) dengan dosis yang
sama. Apabila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin atau ACT lainnya selama 3 hari +
primakuin.
b) Kemasan dan cara pemberian artemeter
Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg
artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan dengan dosis 3,2
Pilihan utama :
Artesunate intravena mg/kgBB intramuskular. Selanjutnya artemeter
diberikan 1,6 mg/kgBB intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu
minum obat. Apabila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan
dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin atau ACT lainnya
selama 3 hari + primakuin.
Obat alternatif malaria berat
Kina hidroklorida parenteral
Dosis anak-anak : Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgBB (jika umur <2

31

bulan : 6-8 mg/kgBB) diencerkan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%


sebanyak 5-10 cc/kgBB diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai
penderita sadar dan dapat minum obat. Kina tidak boleh diberikan secara bolus
intra vena, karena toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan kematian
Perawatan Penunjang pada Anak yang Tidak Sadar

Jaga jalan napas


Posisi miring untuk menghindari aspirasi
Ubah posisi pasien setiap 2 jam5

2.7.2.4 Komplikasi
Malaria Serebral

Nilailah derjat kesadaran sesuai dengan AVPU atau PGCS


Berikan perawatan seksama dan beri perhatian khusus pada jalan napas,

mata, mukosa, kulit, dan kebutuhan cairan


Singkirkan penyebab lain koma yang

hipoglikemia, meningitis bakteri).


Kejang umumnya terjadi sebelum dan sesudah koma, jika timbul kejang

berikan antikonvulsan
Bila terdapat syok segera lakukan tatalaksana syok
Bila dicurigai adanya sepsis, berikan antibiotik yang sesuai5.

dapat

diobati

(misalnya

Anemia Berat
Anemia berat ditandai dengan kepucatan yang sangat pada telapak
tangan,

sering

diikuti

dengan

denyut

nadi

cepat,

kesulitan

bernapas,

kebingungan, atau gelisah. Tanda gagal jantung seperti irama derap,


pembesaran hati, dan terkadang edema paru bisa ditemukan

Berikan transfusi darah segera mungkin kepada:


- Semua anak dengan hematocrit <15% atau Hb <5g/dl
- Anak yang anemianya tidak berat (hematocrit >15% ; Hb >5 g/dl
dengan tanda seperti dehidrasi, syok, penurunan kesadaran,
pernapasan kusmaull, gagal jantung ,dan parasitemia yang sangat

tinggi (> 10% sel darah merah)


Berikan PRC (10mg/kgBB), jika tersedia, selama 3-4 jam. Jika tidak

tersedia, berikan darah utuh segar 20ml/kgBB selama 3-4 jam.


Periksa frekuensi napas dan denyut nadi setiap 15 menit. Jika salah
satunya mengalami kenaikan, berikan transfusi dengan lebih lambat. Jika

32

ada bukti kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemide

intravena (1-2 mg/kgBB) hingga jumlah maksimal 20 mg/kgBB.


Setelah transfusi, jika Hb tetap rendah, ulangi transfusi
Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi
yang umum dan serius. Berikan fresh whole blood 10 ml/kgBB hanya
sekali5.

Hipoglikemia
Hipoglikemia (gula darah <2,5mmol.liter atau <45 mg/dl) lebih sering
terjadi pada pasien umur <3 tahun, yang mengalami kejang dan/atau
hiperparasitemia dan pasien koma

Berikan 5ml/kgBB glukosa 10% IV secara cepat. Periksa kembali glukosa


darah dalam waktu 30 menit dan ulang pemberian glukosa (5 ml/kgBB)
jika kadar glukosa rendah (<2,5 mmol/liter atau <45mg/dl).
Cegah agar hipoglikemia tidak sampai parah pada anak yang tidak sadar

dengan memberikan glukosa 10% intravena. Jangan melebihi kebutuhan cairan


rumatan untuk berat badan anak. Jika anak menunjukkan tanda kelebihan
cairan, batasi cairan parenteral; ulangi pemberian glukosa 10% (5ml/kgBB)
dengan interval yang teratur.
Bila anak sudah sadar dan tidak ada muntah atau sesak, stop infus dan
berikan makanan/minuman per oral sesuai umur. Teruskan pengawasan kadar
glukosa darah dan obati sebagaimana mestinya5.

Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal dengan cepat dan
mendadak yang antara lain ditandai adanya peningkatan ureum dan kreatinin
darah, dan gangguan produksi urin.
Gagal ginjal akut terjadi apabila volume urine pada anak-anak < 1
ml/kgbb/jam setelah diobservasi selama 6 jam. Pada neonatus volume urin <0.5
ml/kgbb/jam observasi 8 jam.
Terapi pada anak diberikan furosemid 1 mg/kgbb/kali. Bila tidak ada
perbaikan setelah 8 jam, pemberian dapat diulang dengan dosis 2 mg/kgbb
sampai maksimum 2 kali3.
Black Water Fever

33

Hemoglobinuria disebabkan hemolisis masif intravaskuler pada infeksi


berat, keadaan ini tidak berhubungan dengan disfungsi renal. Blackwater fever
dapat juga terjadi pada penderita defisiensi G6PD yang diberikan primakuin atau
obat oksidan lainnya. Blackwater fever bersifat sementara, tetapi dapat menjadi
gagal ginjal akut pada kasus-kasus berat3.
Tindakan
1) Berikan cairan rehidrasi
2) Monitor CVP
3) Apabila Hb <5 g% atau Ht <15 %, berikan transfusi darah
4) Periksa kadar G6PD
5) Apabila ditemukan defisiensi G6PD, hentikan pemberian primakuin, kina, SP.
Dianjurkan pemberian anti malaria golongan artemisinin.
6) Apabila berkembang menjadi Gagal ginjal akut, rujuk ke RS dengan fasilitas
hemodialisis3.
Distress Pernapasan (Asidosis)
Distres pernapasan ditandai dengan pernapasan yang cepat dan dalam
(kusmaull) kadang disertai dengan tarikan dinding dada bagian bawah. Hal ini
disebabkan oleh kondisi asidosis metabolic dan sering terjadi pada pasien
malaria serebral atau anemia berat. Atasi penyebab reversible asidosis, terutama
dehidrasi dan anemia5.

2.7.2.5 Pemantauan
Anak dengan kondisi ini harus berada dalam observasi ketat

Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran,

kejang, atau perubahan perilaku anak


Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6

jam, selama setidaknya dalam 48 jam pertama


Pantau kadar gula darah setiap 3 jam hingga anak sadar sepenuhnya
Periksa tetesan infus secara rutin
Catat semua cairan masuk (termasuk cairan intravena) dan cairan
keluar5.

2.8

Prognosis

34

Prognosis malaria yang disebabkan P. vivax umumnya baik, tidak


menyebabkan kematian walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps,
sedangkan P.malariae dapat berlangsung sangat lama dengan kecenderungan
relaps, pernah dilaporkan sampai 30-50 tahun. Infeksi P. falciparum tanpa
penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi P.falciparum dengan penyulit
prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat
bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk. WHO mengemukakan
indikator prognosis buruk apabila:

2.9

Umur 3 tahun atau kurang


Koma yang berat
Kejang berulang
Reflex korena negatif
Deserebrasi
Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edema paru)
Terdapat perdarahan retina
Indikator laboratorium
Hiperparasitemia (>250.000/ml atau >5%)
Skizontemia dalam darah perifer
Leukositosis
PCV (packed cell volume) <15%
Hemoglobin <5g/dl
Glukosa darah <40mg/dl
Ureum >60 mg/dl
Glukosa likuor serebrospinal meningkat
SGOT meningkat > 3 kali normal
Antitrombin rendah
Peningkatan kadar plasma 5 nukleotidase4
Pencegahan

1. Pemakaian obat anti malaria


Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerah endemic
malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar
dari daerah endemic malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria
a. Klorokuin basa 5mg/kgBB (8,3 mg garam), maksimal 300 mg basa
sekali seminggu atau
b. Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 0,50-0,75 mg/kgBB
atau sulfadoksin 10-15mg/kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur 6
bulan atau lebih).

35

2. Menghindari gigitan nyamuk


3. Vaksin malaria
Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu
mencegah penyakit ini, tetapi adanya bermacam stadium pada perjalanan
penyakit malaria menimbulkan kesulitan pembuatannya. Penelitian pembuatan
vaksin malaria ditujukan pada 2 jenis vaksin, yaitu:
a. Proteksi terhadap ketiga stadium parasit:

(1)

Sporozoit

yang

berkembang dalam nyamuk dan menginfeksi manusia, (2) merozoit


yang menyerang eritrosit, dan (3) gametosit yang menginfeksi nyamuk
b. Rekayasa genetika atau sintesis polipeptida yang relevan. Jadi,
pendekatan

pembuatan

vaksin

yang

berbeda-beda

mempunyai

kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung tujuan mana


yang akan dicapai. Vaksin sporozoit P.falciparum merupakan vaksin
yang pertama kali diujicoba, dan apabila telah berhasil, dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas malaria tropika terutama pada
anak dan ibu hamil. Dalam waktu dekat akan diuji coba vaksin dengan
rekayasa genetika4.

BAB III
PENUTUP
Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan
oleh Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia, dan
hepatosplenomegali. Secara umum prognosis dari malaria tergantung dengan
jenis malaria, keadaan imun penderita, dan terapi yang diberikan. Untuk itu
diperlukan penanganan yang tepat jika seseorang telah didiagnosa malaria.
Pencegahan juga perlu dilakukan oleh orang dari daerah non-edemis yang
hendak berpergian ke daerah endemis untuk mencegah penularan malaria.

Anda mungkin juga menyukai