BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Plasmodium
malariae,
dan
Plasmodium
ovale.
Plasmodium
falciparum
2.2
P. vivax
P. ovale
P. malariae
5,5 hari
8 hari
9 hari
10-15 hari
40.000
10.000
15.000
15.000
60 mikron
48 jam
45 mikron
48 jam
55 mikron
72 jam
Eritrosit yang
dihinggapi
Muda dan
normosit
Retikulosit
dan normosit
70 mikron
50 jam
Retikulosit
dan normosit
muda
Pembessaran
eritrosit
++
Titik eritrosit
Maurer
Schuffner
Schuffner
(James)
Ziemann
Pigmen
Hitam
Kuning
tengguli
Tengguli tua
Tengguli
hitam
Daur
praeritrosit
Hipnozoit
Jumlah
merozoit hati
Skizon hati
Daur eritrosit
Normosit
Jumlah
merozoit
8-24
12-18
8-10
8
eritrosit
Daur dalam
nyamuk pada
10 hari
8-9 hari
12-14 hari
26-28 hari
27oC
Tabel 2. Sifat dan diagnostik empat spesies Plasmodium pada manusia7
2.3
Transmisi
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan bukan
alamiah
1. Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang
infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap
bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan
berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat,
maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain3.
2. Penularan yang tidak alamiah
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria.
Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
1,3%4.
Walaupun telah terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API) secara
nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi
dibandingkan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria
yang rendah sering terjadi kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai akibat adanya
kasus impor. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah
388 kasus4.
Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010
adalah 0,6% dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah
Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan
Aceh. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di
Papua Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%)4.
Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama
kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991
untuk P. vivax di Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan
makin meluas di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya
resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di
Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit
malaria4.
Patogenesis
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
10
antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6
akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium
memerlukan waktu yang bebeda-beda. Plasmodium falciparum memerlukan
waktu 36-48 jam, P. vivax/P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada
P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari,
dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari3.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun
yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel
darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah
merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya
hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh
P. vivax , P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.
Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga
anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis3.
Splenomegali
Limpa
merupakan
organ
retikuloendothelial,
dimana
Plasmodium
dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini
akan menyebabkan limpa membesar3.
Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus.
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu
tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam
tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob
yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang
diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan
terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan
dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari
proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang
menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung
oleh proses terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang
berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini juga
terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin
(TNF, IL-6 dan lain lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam
gangguan fungsi pada jaringan tertentu. Untuk P. vivax dan Plasmodium lainnya
11
Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat eritrosit yang mengandung parasit pecah.
Gejala yang sering timbul adalah demam yang disebabkan oleh pirogen endogen
yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang
disebabkan oleh bahan vasokatif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran
limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi oleh
parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit
yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolysis. Juga terjadi penurunan
jumlah trombosit dan leukosit neutrophil. Terjadinya kongesti pada organ lain
meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa4.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis
oleh sistem retikuloendotelial. Hemolisis bergantung pada jenis plasmodium dan
status imunitas. Anemia juga disebabkan oleh hemolysis autoimun, sekuestrasi
12
oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal dan gangguan
eritropoesis.
Pada
hemolysis
berat
dapat
terjadi
hemoglobinuria
dan
13
aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak
lengkap dan hanya bersifat sementara apabila tanpa disertai infeksi ulangan4.
2.7
Manifestasi Klinis
Gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri dari beberapa
14
15
M. Inkubasi
Paroxysmal
Darah tepi
% sel darah
merah yang
terinfeksi
Manifestasi
ganas
Perjalanan
penyakit
(tahun)
P. falc
8-15
48
Cincin & gamet
Dapat > 50
P. vivax
10-15
48
Semua stadium
2-3
P. ovale
10-15
48
Semua stadium
2-3
P. Mal
20-40
72
Semua stadium
<1
Sering
Jarang
Jarang
Jarang
Bervariasi
16
klinis
malaria
dapat
bervariasi
dari
ringan
sampai
17
leptospirosis, demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik
bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis.
Penurunan kesadaran dengan demam sering juga didiagnosis sebagai infeksi
otak atau bahkan stroke. Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria
maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap
penderita dengan demam harus dilakukan.
Diagnosis
malaria
ditegakkan
seperti
diagnosis
penyakit
lainnya
18
c) Kepadatan parasit:
1) Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan
pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit
8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL
maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit
gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia
fasilitas laboratorium mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan
adalah
sebelum
RDT
dipakai
agar
terlebih
dahulu
membaca
cara
penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin
akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program Pengendalian
Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P. Falcifarum7.
C. Diagnosis Banding Malaria
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai
berat, terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini.
1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain
sebagai berikut.
19
a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, uji serologi dan kultur.
b. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit kepala,
nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji tourniquet positif, penurunan jumlah
trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah
dengue, tes serologi (antigen dan antibodi).
c. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival
injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis yang
mencolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes
serologi positif7.
2.7.1.2 Tatalaksana
Obati anak secara rawat jalan dengan obat anti malaria lini pertama
seperti
yang
direkomendasikan
pada
panduan
nasional.
Terapi
yang
direkomendasikan WHO saat ini adalah kombinasi artemisinin sebagai obat lini
pertama. Klorokuin dan Sulfadoksin-pirimetamin tidak lagi menjadi obat anti
malaria lini pertama maupun kedua karena tingginya angka resistensi terhadap
obat ini di banyak Negara untuk malaria falsiparum5.
Berikan pengobatan selama 3 hari dengan memberikan regimen yang
dapat dipiih dibawah ini:
16-32
20
Artemeter
: 3,2mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis
Lumefantrin : 20 mg/kgBB
Tablet kombinasi ini dibagi dalam dua dosis dan diberikan selama 3 hari.
Amodiakuin ditambah SP. Tablet terpisah 153 mg amodiakuin basa dan
500 mg sulfadoksin / 25 mg pirimetamin
Amodiakuin : 10mg-basa/kgBB/dosis tunggal
SP
: 25 mg (sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal
Untuk malaria falsiparum khusus anak usia >1 tahun tambahkan
21
22
23
24
25
26
27
2.7.1.3 Komplikasi
Anemia
Pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali
disebabkan oleh defisiensi besi. Jangan beri zat besi pada anak dengan gizi
buruk fase akut5.
Tindak Lanjut Malaria Berat
Minta ibu untuk kunjungan ulang jika demam menetap setelah obat
diminum berturut-turut dalam 3 hari atau lebih awal jika kondisi memburuk. Jika
hal ini terjadi: periksa apakah anak memang minum obatnya dan ulangi hapusan
darah. Jika obat tidak diminum, ulangi pengobatan. Jika obat telah diberikan
namun hasil hapusan darah masih positif, berikan obat anti-malaria lini kedua.
Lakukan
penilaian
ulang
pada
anak
untuk
mengetahui
dengan
jelas
kemungkinan lain penyebab demam. Jika demam timbul setelah pemberian obat
anti malaria lini kedua (kina dan doksisiklin untuk usia > 8 tahun), minta ibu untuk
kunjungan ulang untuk menilai kembali penyebab demam5.
2.7.2 Malaria Berat
Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum stadium aseksual. Malaria dengan disertai satu atau lebih kelainan
dibawah ini merupakan malaria berat, antara lain:
elektrolit
Hipoglikemia berat
Gagal ginjal
Edema paru akut
Kegagalan Sirkulasi (algid malaria
Kecenderungan terjadi perdarahan
Hiperpireksia/hipertermia
Hemoglobinuria/Black water fever
Ikterus
Hiperparasitemia4
28
Demam
Letargis atau tidak sadar
Kejang umum
Asidosis
Lemah yang sangat, sehingga anak tidak bsia lagi berjalan atau duduk
tanpa bantuan
Ikterik
DIstres pernapasan, edema paru
Syok
Kecenderungan untuk terjadi perdarahan
Sangat pucat5
Pemeriksaan Laboratorium
lakukan pemeriksaan glukosa darah. Selain itu, pada semua anak yang dicurigai
malaria berat, lakukan pemeriksaan:
koma tanpa sebab yang jelas) dan bila tidak ada kontraindikasi, lakukan pungsi
lumbal untuk menyingkirkan meningitis bakteri. Jika meningitis bakteri tidak dapat
disingkirkan, maka berikan pula pengobatan meningitis bakteri. Jika hasil temuan
klinis dicurigai malaria berat dan hasil hapusan darah negatif, ulangi hapusan
darah5.
2.7.2.2 Tatalaksana
Tindakan gawat-darurat harus dilakukan dalam satu jam pertama:
29
Jika anak tidak sadar, pasang pipa nasogastric, dan hisap isi lambung
Pengobatan Malaria
Jika konfirmasi hapusan darah untuk malaria membutuhkan waktu lebih dari
satu jam, mulai berikan pengobatan anti malaria sebelum diagnosis dapat
dipastikan atau sementara gunakan RDT.
yang kecil.
Kina-dehidroklorida intravena. Berikan dosis awal 20mg/kgBB dalam
cairan NaCl 0,9% 10 ml/kgBB selama 4 jam. Delapan jam setelah dosis
awal, berikan 10 mg/kgBB dalam cairan IV selama 2 jam dan ulangi tiap 8
jam sampai anak bisa minum obat. Kemudian, berikan dosis oral untuk
menyelesaikan 7 hari pengobatan atau berikan satu dosis SP bila tidak
ada resistensi terhadap SP tersebut. Jika ada resistensi berikan dosis
penuh terapi kombinasi artemisinin. Dosis awal kina hanya diberikan
apabila ada pengawasan ketat dari perawat terhadap pemberian infus
dan pengaturan tetesan infus. Jika ini tidak memungkinkan, lebih aman
30
31
2.7.2.4 Komplikasi
Malaria Serebral
berikan antikonvulsan
Bila terdapat syok segera lakukan tatalaksana syok
Bila dicurigai adanya sepsis, berikan antibiotik yang sesuai5.
dapat
diobati
(misalnya
Anemia Berat
Anemia berat ditandai dengan kepucatan yang sangat pada telapak
tangan,
sering
diikuti
dengan
denyut
nadi
cepat,
kesulitan
bernapas,
32
Hipoglikemia
Hipoglikemia (gula darah <2,5mmol.liter atau <45 mg/dl) lebih sering
terjadi pada pasien umur <3 tahun, yang mengalami kejang dan/atau
hiperparasitemia dan pasien koma
33
2.7.2.5 Pemantauan
Anak dengan kondisi ini harus berada dalam observasi ketat
2.8
Prognosis
34
2.9
35
(1)
Sporozoit
yang
pembuatan
vaksin
yang
berbeda-beda
mempunyai
BAB III
PENUTUP
Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan
oleh Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia, dan
hepatosplenomegali. Secara umum prognosis dari malaria tergantung dengan
jenis malaria, keadaan imun penderita, dan terapi yang diberikan. Untuk itu
diperlukan penanganan yang tepat jika seseorang telah didiagnosa malaria.
Pencegahan juga perlu dilakukan oleh orang dari daerah non-edemis yang
hendak berpergian ke daerah endemis untuk mencegah penularan malaria.