Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN ORANG TUA SERTA TINGKAT

PENGETAHUAN SISWA DENGAN ANGKA KEJADIAN KECACINGAN PADA SISWA SDN DI KECAMATAN
KEDUNGKANDANG KOTA MALANG TAHUN 2014
Fandy Ahmad*, Agustina Tri Endharti**, Tita Hariyanti***
*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FKUB, **Laboratorium Parasitologi FKUB ***Laboratorium MMRS FKUB

ABSTRAK
Kedungkandang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Malang. Menurut hasil survei
sebelumnya, angka kejadian kecacingan di Kecamatan Kedungkandang masih relatif tinggi yaitu sekitar 60%.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan orang tua, tingkat pendidikan orang
tua, serta tingkat pengetahuan siswa dengan kejadian kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri di
Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Penelitian deskriptif analitik ini dilaksanakan mulai bulan September
2014 hingga Januari 2015 dengan menggunakan desain cross sectional. Sampel yang digunakan berjumlah 110
responden yang telah dihitung sebelumnya dengan menggunakan metode purposive sampling. Data yang
digunakan merupakan hasil dari pemeriksaan feses dengan metode Kato Thick Smear, wawancara, dan
observasi menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square sebagai analisis bivariat
dan uji regresi linear berganda sebagai analisis multivariat. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 32 dari 110
(29%) siswa terinfeksi kecacingan. Cacing yang terbanyak ditemukan adalah Ascaris lumbricoides. Hasil analisis
multivariat didapatkan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan
pendidikan orang tua, serta pengetahuan orang tua dengan kejadian kecacingan pada sekolah dasar.
Kata kunci : kecacingan, pengetahuan orang tua, pendidikan orang tua, pengetahuan siswa, siswa sekolah
dasar negeri
ABSTRACT
Kedungkandang is one of the districts in Malang. Previous study showed that worm infestation in
kedungkandang is relatively high, around 60%. This research is carried out in order to determine the relation
between the level of knowledge, education of the students parent and level of students knowledge on worm
infestation occurring to the state elementary school students in Kedungkandang, Malang. This descriptive
analytic research was started in September 2014 and ended in January 2015 which had been counted using
purposive sampling method. The applied data are outcomes of stool examinations, interviews, and questionnaire
observation. In this research chi-square test was used as bivariate analysis, and multiple linear regression test
as multivariate analysis. The result which be concluded from this research are 32 of 110 (29%) students were
positive infected worm infestation. The most common type of worm is Ascaris lumbricoides. The result of
multivariate analysis obtained p-value<0.05. This means that there is meaningful connection between the level of
knowledge, education of the students parent and level of students knowledge on worm infestation occurring to
the state elementary school students.
Keywords : parents education, parents knowledge, state elementary school students, students knowledge,
worm infestation
PENDAHULUAN
Anak sekolah merupakan aset atau modal
utama pembangunan di masa depan yang perlu
dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya.
Sekolah selain berfungsi sebagai tempat

pembelajaran, juga dapat menjadi ancaman


penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik.
Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga
merupakan masa rawan terserang berbagai
penyakit1.

Salah satu penyakit yang banyak diderita


oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar
adalah penyakit infeksi kecacingan, yaitu sekitar
40-60 %2. Hasil survei kecacingan pada siswa
sekolah dasar di beberapa provinsi di Indonesia
pada tahun 1986 1991 menunjukkan prevalensi
sekitar 60% - 80%, untuk semua umur berkisar
antara 40 60%3.
Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh
Soil-Transmitted Helminths (STH) merupakan
masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Cacing
yang tergolong dalam Soil-Transmitted Helminth
adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis serta cacing tambang
yaitu Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale. Di Indonesia infeksi oleh SoilTransmitted Helminth ini paling banyak disebabkan
oleh Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura ,
Necator americanus4.
Kejadian kecacingan dipengaruhi oleh
pengetahuan, sikap, dan praktik tentang hidup
sehat5. Pengetahuan orang tua memegang
peranan penting dalam menentukan kesehatan
putra-putrinya. Peran orang tua sangat diperlukan
dalam membimbing, memberikan pengertian,
mengingatkan dan menyediakan fasilitas kepada
anak agar anak dapat membiasakan cuci tangan6.
Cuci tangan diperlukan dalam upaya mencegah
kecacingan. Pengetahuan erat kaitannya dengan
tingkat pendidikan. Pendidikan seseorang dapat
meningkatkan kematangan intelektual sehingga
dapat memberikan keputusan yang tepat dalam
bertindak dan memilih pelayanan kesehatan yang
tepat untuk diri dan keluarganya7.
Kedungkandang merupakan salah satu
kecamatan yang berada daerah di Malang. Menurut
hasil survei sebelumnya, angka kejadian
kecacingan di Kecamatan Kedungkandang masih
relatif tinggi yaitu sekitar 60%8. Peneliti ingin
meneliti lebih lanjut apakah kejadian kecacingan di
Kecamatan Kedungkandang saat ini masih tinggi
atau sebaliknya. Peneliti juga ingin mengetahui
hubungan antara pengetahuan dan pendidikan

orang tua, serta pengetahuan anak dengan


penyakit kecacingan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif analitik dengan menggunakan desain
cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran tiga variabel. Dalam penelitian ini penulis
ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan
pengetahuan anak terhadap kejadian angka
kecacingan pada anak sekolah dasar Kecamatan
Kedungkandang, Kota Malang.
Populasi dalam penelitan ini adalah
seluruh siswa SD yang terpilih di kelas 3,4,5 pada
di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.
Data dikumpulkan dengan cara pemeriksaan
tinja dengan menggunakan metode Kato Thick
Smear, wawancara kuesioner mengenai tingkat
pendidikan dan pengetahuan orang tua serta
tingkat pengetahuan siswa. Analisis statistik
dilakukan dengan uji regresi linier berganda dan Uji
Chi-square.
HASIL PENELITIAN
Jumlah SD yang digunakan sebagai obyek
penelitian sebanyak 12 SD di Kecamatan
Kedungkandang Kota Malang. Sekolah-sekolah ini
terbagi atas 3 zona, yaitu zona 1 yang terletak di
daerah hulu dari aliran sungai, zona 2 terletak di
daerah tengah dari aliran sungai, dan zona 3 yang
terletak di daerah hilir dari aliran sungai. Pada awal
penelitian dilakukan penelitian pada setiap sekolah.
Dari 1552 siswa yang hadir dalam peyuluhan,
terdapat sebanyak 757 siswa yang mengumpulkan
sampel tinja. Tinja yang terkumpul kemudian
diperiksa di Laboratorium Parsitologi FKUB untuk
diperiksa dengan metode Kato Thick Smear untuk
mengetahui status kecacingan dan jenis cacing
yang menginfeksi secara kualitatif. Setelah
dilakukan sampling, ditentukan bahwa total subyek
penelitian ini adalah 110 siswa.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Status Kecacingan pada Siswa di 12 Sekolah Dasar Kecamatan Kedungkandang
Malang
Sekolah

Total
Subyek
Penelitian

Jumlah Positif
Kecacingan

Jumlah Negatif
Kecacingan

22

11

50%

11

50%

Kotalama 6

44.4%

55.6%

Buring

10

30%

70%

Bumiayu 4

12

25%

75%

Tlogowaru 1

10

30%

70%

Mergosono 4

10

30%

70%

Kotalama 5

25%

75%

Madyopuro 2

33.3%

66.7%

Lesanpuro 4

20%

80%

Sawojajar 6

0%

100%

Sawojajar 1

0%

100%

0%

100%

110

32

Arjowinangun 2

Cemorokandang
Total

78

responden dengan 32 siswa positif kecacingan dan


78 siswa negatif kecacingan. Jumlah siswa positif

Gambar 1 Telur Telur cacing Ascaris lumbricoides decorticated


dengan perbesaran mikroskop 10x

Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang


mengumpulkan feses dan kuesioner sebanyak 110

dan negatif kecacingan pada masing-masing


sekolah dasar dapat dilihat pada tabel 1.
Jumlah siswa positif kecacingan terbanyak
ditemukan pada siswa SDN Arjowinangun 2.
Pada siswa SDN Sawojajar 1 dan Sawojajar 6
yang mengumpulkan feses tidak didapatkan
siswa yang positif. Jumlah siswa positif dan
negatif kecacingan pada masing-masing
sekolah dasar dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2 Status Kecacingan Pada Siswa Di 12 Sekolah Dasar Kecamatan Kedungkandang KotaMalang
Sekolah

Cacing positif
Alu

Hw

Tt

Ss

Hn

Arjowinangun 2

11

11

Kotalama 6

Buring

Bumiayu 4

Tlogowaru 1

Mergosono 4

Kotalama 5

Madyopuro 2

Lesanpuro 4

Sawojajar 6

0
3

Sawojajar 1

Cemorokandang

Total

26

32

81%

12.5%

2.85%

0%

2.85%

Keterangan:

Alu : Ascaris Lumbricoides


Tt : Trichuris trichiura
Hn : Hymenolepis nana

Hw: Hookworm
Ss: Strongyloides stercoralis

4 kasus (12,5%), dan Trichuris trichiura 1 kasus


(2,85%). Jenis cacing yang ditemukan dapat dilihat
pada tabel 2.

Dari data penelitian menunjukkan bahwa


Ascaris lumbricoides memiliki prevalensi paling
tinggi yaitu 26 kasus (81%), Hookworm ditemukan

Tabel 3 Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Angka Kecacingan Pada Siswa
Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang

Tidak tamat sekolah

Kecacingan
Negatif
Positif
N
%
N
%
2
1,8%
5
4,5%

N
7

%
6,4%

Pendidikan Dasar

34

30,9%

17

15,5%

51

46,4%

Pendidikan Menengah

24

21,8%

10

9,1%

34

30,9%

Pendidikan Tinggi

18

16,4%

,0%

18

16,4%

78

70,9%

32

29,1%

110

100,0%

Pendidikan Orang tua

Total

t = -1,877

Total

p-value = 0,063

Tabel 4 Hubungan Pengetahuan Orang Tua Orang Tua Dengan Angka Kecacingan Pada
Siswa Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang
Kecacingan
Pengetahuan
Orang tua
Kurang
Cukup
Baik
Total

Negatif

Total

Positif

53
15
10

48,2%
13,6%
9,1%

31
1
0

28,2%
,9%
,0%

84
16
10

76,4%
14,5%
9,1%

78

70,9%

32

29,1%

110

100,0%

t = -2,253

p-value = 0,026

Tabel 5 Hubungan Pengetahuan Siswa Orang Tua Dengan Angka Kecacingan Pada Siswa
Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang
Kecacingan
Negatif

Total

Positif

Pengetahuan
Siswa

Kurang
Cukup
Baik

3
21
54

2,7%
19,1%
49,1%

6
13
13

5,5%
11,8%
11,8%

9
34
67

8,2%
30,9%
60,9%

Total

78

70,9%

32

29,1%

110

100,0%

t = -2,705

p-value = 0,008

Tabel 6 Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua, Pengetahuan Orang Tua, Pengetahuan
Siswa Terhadap Bahaya Kecacingan Dengan Angka Kecacingan Pada Siswa Sekolah Dasar
Negeri di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang
Variabel

Sig.

Pendidikan Orang tua

1.179

-1.877

.063

Pengetahuan Orang tua

-.098

-2.253

.026

Pengetahuan Siswa

-.151

-2.705

.008

Analisis Data
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada
tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar responden
dengan orang tua berpendidikan tingkat dasar
memiliki kejadian kecacingan dalam kategori negatif
yaitu 34 responden (30,9%). Hasil analisis regresi
linear menunjukkan nilai t = -1,877 dengan p-value =
0,063. Karena p-value > 0,05, maka Ho ditolak
dan H1 diterima, yang berarti tidak ada hubungan
tingkat pendidikan orang tua dengan angka
kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri di
Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.
Pada tabel 4 diketahui bahwa responden
dengan orang tua memiliki pengetahuan kategori
kurang memiliki kejadian kecacingan dalam kategori
negatif yaitu 53 responden (48,2%). Hasil analisis
regresi linear menunjukkan nilai t = -2,253 dengan
p-value = 0,026. Karena p-value < 0,05, maka Ho
ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan
pengetahuan orang tua terhadap bahaya
kecacingan dengan angka kecacingan pada siswa
sekolah dasar negeri di Kecamatan Kedungkandang
Kota Malang.
Tabel 5 menunjukkan hasil bahwa
sebagian besar responden dengan pengetahuan
siswa kategori baik memiliki kejadian kecacingan
dalam kategori negatif, yaitu 54 responden (49,1%).
Hasil analisis regresi linear menunjukkan nilai t = 2,705 dengan p-value = 0,008. Karena p-value <
0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti
ada hubungan pengetahuan siswa terhadap bahaya
kecacingan dengan angka kecacingan pada siswa
sekolah dasar negeri di Kecamatan Kedungkandang
Kota Malang.
Hasil analisis regresi linear berganda pada
tabel 6 menunjukkan nilai F = 8,593 dengan p-value
= 0,000. Karena p-value < 0,05, maka Ho ditolak
dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan secara
simultan antara tingkat pendidikan orang tua,

0,196

Sig.

8.593

.000

pengetahuan orang tua, pengetahuan siswa


terhadap bahaya kecacingan dengan angka
kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri di
Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
PEMBAHASAN
Tingkat Pendidikan Orang Tua
Hubungan tingkat pendidikan orang tua
dengan angka kecacingan pada siswa sekolah
dasar negeri berdasarkan hasil tabulasi silang yang
dilakukan diketahui bahwa sebagian besar
responden dengan orang tua berpendidikan tingkat
dasar memiliki kejadian kecacingan dalam kategori
negatif yaitu 34 responden (30,9%).
Tingkat pendidikan seseorang tidak
menggambarkan pemahaman seseorang terhadap
permasalahan kesehatan dan juga tentang perilaku
kesehatan seseorang. Hasil penelitian yang
dilakukan sesuai dengan penelitian yang telah
dilaksanakan oleh Limbanadi dengan hasil
penelitian nilai probabilitas sebesar 0,633 (p > 0,05),
artinya tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan infestasi cacing pada siswa
kelas IV, V dan VI di SDN 47 Manado9. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pada orang tua responden
yang memiliki tingkat pendidikan tinggi sekalipun
tetap membutuhkan stimulasi yang dapat berupa
penyuluhan maupun konseling agar dapat
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat kepada
anak-anaknya agar terhindar dari berbagai penyakit
infeksi termasuk kecacingan.
Hasil tabulasi silang dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
dengan orang tua berpendidikan tingkat dasar
memiliki kejadian kecacingan dalam kategori negatif
yaitu 34 responden (30,9%). Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa pada responden yang orang
tuanya memiliki pendidikan dasar, angka
kecacingannya dominan negatif. Kondisi ini
memperlihatkan bahwa walaupun latar belakang
5

orang tua responden memiliki tingkat pendidikan


dasar akan tetapi tidak berarti orang tua tidak
berhasil dalam mencegah kecacingan pada
anaknya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh hal
lain seperti orang tua yang walaupun pendidikannya
dasar namun tetap mengatahui cara mencegah
kecacingan, peran guru dalam mendidik siswanya
untuk membiasakan hidup sehat agar terbebas dari
kecacingan, serta lingkungan pergaulan dari siswa
tersebut yang terbiasa hidup bersih dan sehat. Pada
penelitian ini juga ditemukan bahwa 10 responden
(9,1%) memiliki pendidikan menengah akan tetapi
anaknya mengalami kecacingan. Kedua kondisi
yaitu pendidikan dasar tanpa kecacingan dan
pendidikan menengah dengan kecacingan,
menunjukkan bahwa pentingnya peran programprogram promotif dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa adanya orang tua responden
yang memiliki tingkat pendidikan menengah tetapi
anaknya mengalami kecacingan menunjukkan
bahwa orang tua responden kurang tersentuh
program-program yang terkait dengan pencegahan
kecacingan pada anak.
Pendidikan merupakan upaya untuk
memberikan pengetahuan agar dapat terjadi
perubahan perilaku agar menjadi lebih baik.
Pendidikan yang pernah diperoleh oleh orang tua
cenderung untuk mengarahkan seseorang untuk
memiliki kemampuan intelektual dalam bidang
tertentu yang tidak ada kaitannya dengan upaya
pencegahan terjadinya kecacingan pada diri
seseorang10.
Pengetahuan Orang Tua
Hubungan pengetahuan orang tua dengan
angka kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri
berdasarkan hasil tabulasi silang yang dilakukan
diketahui bahwa sebagian besar responden dengan
orang tua memiliki pengetahuan kategori kurang
memiliki kejadian kecacingan dalam kategori negatif
yaitu 53 responden (48,2%).
Pengetahuan
merupakan
dasar
terbentuknya perilaku, hal ini diungkapkan oleh
Mubarak yang menyatakan bahwa proses adopsi
perilaku kesehatan diawali dari penerimaan
pengetahuan, yang akan berpengaruh pada
terbentuknya sikap pada diri seseorang terhadap

obyek pengetahuan tersebut dan pada akhirnya


akan menyebabkan seseorang untuk mencoba
tindakan sesuai dengan pengetahuan barunya, dan
pada akhirnya menjadi pendorong terhadap
munculnya perilaku baru yang lebih baik, konsep ini
dikenal dengan mekanisme Knowledge Attitude
Practice Behavior (KAPB). Sesuai dengan konsep
tersebut maka pengetahuan orang tua tentang
kecacingan terutama tentang pencegahannya akan
mendorong orang tua memiliki sikap positif terhadap
upaya pencegahan kecacingan dan orang tua akan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
sehingga anak terhindar dari permasalahan
kecacingan11.
Hasil penelitian ini memiliki kesesuaian
dengan hasil penelitian Ariska menunjukkan bahwa
ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
dengan kejadian infeksi cacing askariasis pada
murid SDN 204//IV di Kelurahan Simpang IV Sipin
Kota Jambi tahun 201112. Pengetahuan orang tua
akan mendorong orang tua melaksanakan tindakan
sesuai dengan pengetahuannya tersebut misalnya
dengan memberikan obat infeksi kecacingan secara
berkala sehingga terjadinya kecacingan pada anak
dapat dicegah lebih dini, selain itu anak akan
dibiasakan untuk memotong kuku dan mencuci
tangan setelah bermain tanah. Infeksi kecacingan
yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths
(STH) merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia. Infeksi kecacingan tergolong penyakit
neglected disease yaitu infeksi yang kurang
diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa
menimbulkan gejala klinis yang jelas dan dampak
yang ditimbulkannya baru terlihat dalam jangka
panjang seperti kekurangan gizi, gangguan tumbuh
kembang dan gangguan kognitif pada anak13.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
responden dengan orang tua memiliki pengetahuan
kategori kurang memiliki kejadian kecacingan dalam
kategori negatif yaitu 53 responden (48,2%). Kondisi
ini memperlihatkan bahwa walaupun orang tua tidak
memiliki pengetahuan tentang kecacingan dengan
baik akan tetapi terbukti secara empiris anak tidak
mengalami kecacingan. Hal ini berarti bahwa peran
pencegahan kecacingan bukan hanya pada orang
tua, anak yang disekolahnya mendapatkan stimulasi
terkait dengan upaya pencegahan kecacingan juga
memungkinkan dapat melakukan pencegahan
6

secara mandiri tanpa melalui dukungan orang tua,


misalnya anak tidak diajarkan untuk memotong kuku
oleh orang tua secara berkala, akan tetapi karena di
sekolah ada pemeriksaan kuku secara berkala,
secara otomatis walaupun orang tua tidak
memerintahkan anak untuk memotong kuku, anak
akan tetap memotong kukunya secara berkala agar
terhindar dari hukuman di sekolah.
Pengetahuan Siswa
Hubungan pengetahuan siswa dengan
angka kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri
berdasarkan hasil tabulasi silang yang dilakukan
diketahui bahwa sebagian besar responden dengan
pengetahuan siswa kategori baik memiliki kejadian
kecacingan dalam kategori negatif, yaitu 54
responden (49,1%).
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan
siswa menjadi dasar yang berhubungan langsung
pada terbentuknya perilaku siswa, semakin baik
pengetahuan siswa maka semakin baik pula
pencegahan kecacingan yang dilakukan oleh siswa
sehingga dapat menghindarkan siswa dari
terjadinya infeksi kecacingan.
Sebagian besar subjek penelitian memiliki
pengetahuan yang baik mengenai pencegahan
kecacingan. Sebagian besar siswa yang mengalami
kecacingan, memiliki pengetahuan yang kurang baik
atau cukup baik. Pengetahuan adalah hasil
pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya14.
Seseorang dapat meningkatkan pengetahuan
kesehatan jika mendapatkan informasi yang baik.
Pengetahuan siswa yang baik terjadi karena
beberapa upaya yang telah dilakukan oleh berbagai
pihak, mulai dari Dinas Kesehatan yang secara rutin
melakukan sosialisasi tentang kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun melalui kegiatan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) maupun dari lingkungan
sekolah sendiri yang telah berupaya untuk
menanamkan kebiasaan menjaga kebersihan diri
dan lingkungan, antara lain dengan menyediakan air
bersih dan sarana lain yang mendukung seperti
sabun dan tempat sampah yang cukup. Orang tua
dan guru adalah sosok pendamping saat anak
melakukan aktivitas kehidupannya setiap hari.
Peranan mereka sangat dominan dan sangat
menentukan kualitas hidup anak, termasuk dalam

perilaku
menjaga
kebersihan
diri
dan
lingkungannya.
Pengetahuan merupakan hal yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Tindakan atau perilaku yang baik dapat mengurangi
resiko
terkena
penyakit.
Pengetahuan
mempengaruhi status kecacingan seseorang dan
sangat berperan penting untuk mencegah terjadinya
penyakit kecacingan, sehingga kecenderungan
pengetahuan yang rendah akan semakin
meningkatkan resiko terinfeksi cacing. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa 11,8% responden
memiliki pengetahuan baik akan tetapi mengalami
kecacingan, kondisi ini berarti responden mengalami
kecacingan karena faktor lain di luar permasalahan
perilaku misalnya sarana dan prasarana, anak yang
sudah berusaha untuk menghindari terjadinya
kecacingan akan tetapi dalam proses penyajian
makanan yang dilakukan oleh pihak orang tua atau
kantin sekolah tercemar telur cacing maka anak
akan tetap mengalami kecacingan.
Analisis Multivariat
Hasil analisis regresi linear berganda
menunjukkan nilai F = 8,593 dengan p-value =
0,000. Karena p-value < 0,05, maka Ho ditolak
dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan secara
simultan antara tingkat pendidikan orang tua,
pengetahuan orang tua, pengetahuan siswa
terhadap bahaya kecacingan dengan angka
kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri di
Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Ditinjau
dari thitung yang diperoleh, ketiga variabel memiliki
nilai yang negatif yang bermakna arah hubungan
saling
berlawanan.
Hal
tersebut
dapat
diinterpretasikan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan orang tua, pengetahuan orang tua dan
pengetahuan siswa terhadap bahaya kecacingan
maka angka kecacingan pada siswa akan semakin
menurun. Faktor yang tidak diteliti dalam penelitian
ini tapi mempengaruhi angka kecacingan
kemungkinan adalah kebiasaan bermain siswa di
tanah, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
dan setelah beraktivitas, dan kebersihan lingkungan
rumah serta sekolah. Sedangkan menurut Refirman
faktor yang mempengaruhi kecacingan adalah cuci
tangan sebelum makan, jarak rumah dengan tempat

pembuangan akhir (TPA), keadaan sosial ekonomi


orang tua15.
Kebiasaan jajan sembarangan juga
merupakan salah satu faktor dari penyebab
kecacingan karena sesuai dengan pendapat
Chandra yang menyatakan bahwa salah satu cara
transmisi infeksi kecacingan adalah melalui lalat.
Selain itu cara penularan Ascaris lumbricoides dan
Trichuris trichiura adalah secara langsung, yaitu
dengan telur infektif yang tertelan sehingga
berkaitan erat dengan makanan dan juga mencuci
tangan sebelum makan16.
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
pola berpikir seseorang. Apabila tingkat pendidikan
seseorang tinggi, maka cara berpikir seseorang
lebih luas, hal ini ditunjukkan oleh berbagai kegiatan
yang dilakukan sehari-hari. Tingkat pendidikan pada
umumnya dapat membentuk perilaku positif pada
konsep perilaku yang berjalan secara umum
misalnya dalam menjaga kebersihan rumah secara
umum, akan tetapi terkait dengan perilaku yang
sifatnya spesifik, perilaku yang terbentuk pada diri
seseorang sangat dipengaruhi oleh kebiasaankebiasaan yang sudah ada, sedangkan untuk
merubah kebiasaan negatif tentunya sangat sulit
dan membutuhkan pendekatan pada responden
secara intensif, hal inilah yang menyebabkan
pendidikan secara parsial tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap terjadinya angka kecacingan
akan tetapi secara simultan atau bersama-sama
dengan faktor lainnya yang diteliti memiliki pengaruh
yang signifikan.
Menurut Notoatmodjo, perilaku terjadi
diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman
seseorang serta faktor-faktor di lingkungan orang
tersebut. Kemudian pengalaman dan lingkungan
tersebut diketahui, dipersepsikan dan diyakini
sehingga menimbulkan sikap dan niat untuk
bertindak, dan akhirnya terjadi perwujudan niat
tersebut yang berupa perilaku17. Pengetahuan orang
tua, tingkat pendidikannya serta pengetahuan siswa
secara bersama sama akan memberikan
pengalaman pada siswa terkait dengan pencegahan
kecacingan sehingga mendorong siswa dapat
melakukan pencegahan kecacingan dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Tidak terdapat hubungan tingkat pendidikan
orang tua dengan angka kecacingan pada
siswa sekolah dasar negeri di Kecamatan
Kedungkandang Kota Malang.
2. Terdapat hubungan pengetahuan orang tua
terhadap penyakit kecacingan dengan angka
kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri
di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.
3. Terdapat hubungan pengetahuan siswa
terhadap penyakit kecacingan dengan angka
kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri
di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.
4. Terdapat hubungan yang simultan antara
tingkat pendidikan orang tua, pengetahuan
orang tua, pengetahuan siswa terhadap
penyakit
kecacingan
dengan
angka
kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri
di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.
Saran
Dengan
ditemukannya
kejadian
kecacingan pada siswa sekolah dasar negeri di
Kecamatan
Kedungkandang
Kota
Malang
menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat
yang terinfeksi kecacingan. Akan tetapi perhatian
terhadap penyakit ini masih kurang. Sehingga
direkomendasikan saran sebagai berikut:
1. Memberikan motivasi dan upaya promotif pada
masyarakat agar memiliki kesadaran secara
rutin
untuk
melakukan
pemeriksaan
kecacingan dan mengonsumsi obat cacing
minimal enam bulan sekali sebagai upaya
mencegah kecacingan
2. Perlu dilakukan penelitian yang sama di
kecamatan lain agar dapat memberikan
gambaran tentang peta kejadian kecacingan
3. Perlu dilakukan penelitian terhadap faktorfaktor lain yang mempunyai kontribusi sebagai
faktor resiko kejadian kecacingan
4. Melakukan perjanjian terlebih dahulu ke orang
tua siswa sebelum berkunjung ke rumah siswa
untuk melakukan wawancara.

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 2007. Pedoman Program
Pemberantasan Penyakit Kecacingan,
Jakarta
2. Depkes RI, 2005. Pedoman Program
Pemberantasan Penyakit Kecacingan,
Jakarta
3. Kemenkes RI, 2006. Pedoman Umum
Program
Nasional
Pemberantasan
Cacingan di Era Desentralisasi, Kemenkes
RI, Jakarta
4. Supali T, Margono SS, Abidin S, Alisah N.
2011. Parasitologi Kedokteran. Edisi 4.
Jakarta: FKUI
5. Sekartini. 2002. Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Ibu yang Memiliki Anak Usia SD
tentang Penyakit Cacingan di Kelurahan
Pisangan
Baru,
Jaktim
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/10200
2/art-1.htm. Diakses pada tanggal 21
Oktober 2015.
6. Kushartanti. 2012. Aspek Epidemiologi
Infeksi Cacing Tambang Pada Penduduk
Dewasa Desa Jagapati Bali, Jurnal Medika,
Jakarta
7. Asiah. 2009. Panduan Penulisan Karya
Tulis Ilmiah, Medan, Program D IV Bidan
Pendidik
8. Sardjono, TW. 1987. Infeksi cacing gelang
pada anak sekolah dasar di Kecamatan
Kedungkandang dan Petungsewu Wagir,
dalam
Sardjono, TW. 2009. Strategi
Penanggulangan
dan
Pencegahan
Penyakit-penyakit Parasitik di Masyarakat.
Majalah Kedokteran Indonesia, 59(7):297301

9. Limbanadi EM, Rattu JAM, Pitoi M. 2013.


Hubungan antara status ekonomi, tingkat
pendidikan dan pengetahuan ibu tentang
penyakit kecacingan dengan infestasi
cacing pada siswa kelas IV, V, dan VI di
SDN 47 Kota Manado. Manado :
Universitas Sam Ratulangi
10. Notoatmojo. 2003. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
11. Mubarak. 2012. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
12. Ariska B. 2011. Beberapa faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Infeksi
Cacinga Askaris Lumbricoides pada Murid
SDN 201/IV di Kelurahan Simpang IV Kota
Jambi Tahun 2011. Padang: Universitas
Andalas
13. Kurniawan, Albert. 2010. Belajar Mudah
SPSS Untuk Pemula. Yogyakarta:
Mediakom
14. Notoatmojo. 2007. Kesehatan Masyarakat
Ilmu & Seni. Jakarta : Rineka Cipta
15. Refirman DJ. 1998. Faktor Pendukung
Transmisi STH pada Murid SD di 2 Dusun
Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi
Sumatera Selatan. Tesis Program
Pascasarjana Bidang Ilmu Kesehatan
Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan
Parasitologi Univesitas Indonesia, Jakarta.
16. Chandra, Budiman. 2007. Pengantar
Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran. Hal. 124, dan 144-147.
17. Notoatmojo. 2007. Kesehatan Masyarakat
Ilmu & Seni. Jakarta : Rineka Cipta

Malang, 2 Mei 2016


Pembimbing I

Agustina Tri Endharti S.Si, Ph.D


NIP: 1969081919981022001

Anda mungkin juga menyukai