Anda di halaman 1dari 5

ETIKA DAN KEPEDULIAN TERHADAP LINGKUNGAN

(KASUS PADA AKTIFITAS PENAMBANGAN)

I.

PENDAHULUAN

Operasional penambangan batubara adalah usaha mengelola sumberdaya alam


yang tidak terbaharui dengan mengambil endapan batubara yang berharga dari
dalam bumi. Karena sifat alamiahnya yang merubah bentang alam dan
ekosistem, pertambangan memang memiliki potensi untuk merusak lingkungan.
Namun dewasa ini, paradigma pertambangan sudah mulai bergeser dari pilar
keuntungan ekonomi menjadi tiga pilar nilai dan etika terhadap lingkungan yang
berorientasi pada nilai ekonomi, kesejahteraan sosial dan perlindungan
lingkungan. Operasional penambangan merupakan investasi padat modal yang
memberikan kesempatan kepada investor untuk menanamkan investasinya pada
daerah, meningkatkan PAD daerah, royalti dan membuka kesempatan bekerja
masyarakat di sekitar tambang. Jika suatu daerah mengalami perkembangan
ekonomi dampaknya akan berpengaruh atau berimbas ke daerah lain. Suatu
daerah dikatakan kaya atau miskin jika perbedaan atara kedua daerah tersebut
semakin menyempit artinya terjadi imbas yang baik
Berlanjutnya sistem ekologi di sekitar wilayah pertambangan sangat berkaitan
pula dengan dayadukung wilayah tersebut. Hal ini disebabkan karena
sumberdaya pada suatu daerah yang telah terganggu oleh aktivitas
penambangan memiliki batas kemampuan untuk menghadapi perubahan,
mendukung sistem kehidupan, serta menyerap limbah. Untuk mencegah
rusaknya ekologi diperlukan sistem pengelolaan limbah dan B3 yang baik
memenuhi persyaratan. Meskipun begitu, potensi penurunan fungsi lingkungan
akibat aktivitas penambangan masih mungkin terjadi. Overburden sebagai hasil
sampingan produk pertambangan ke dalam lingkungan. Penumpukan
overburden yang tidak benar dapat berpotensi menghasilkan air asam tambang.
Karena pembuangan overburden ini berjalan terus seiring produksi perusahaan
maka volume yang dikeluarkan juga akan menerus dalam jumlah besar sehingga
perlu pengelolaan yang kontinyu dan akurat. Kemudian dengan lubang bukaan
akibat proses aktivitas open pit mining yang bisa menyebabkan timbulnya
cekungan luas. Ini adalah beberapa potensi yang mungkn terjadi akibat aktivitas
pertambangan.
Tetapi banyak orang yang hanya melihat pertambangan dari sisi kerusakan yang
ditimbulkan, tanpa mau mengetahui bahwa di belakang semua aktivitas
tersebut, aktivitas pertambangan harus selalu diakhiri dengan total mine closure
yaitu rangkaian kegiatan penutupan tambang yang memperhatikan faktor
lingkungan, kesejahteraan masyarakat dan profit. Sangat keliru apabila ada
pandangan bahwa semua perusahaan pertambangan tidak memiliki konsep
kepedulian terhadap nilai dan etika lingkungan, hal ini yang masih menjadi
hambatan karena banyak pemerhati dan aktifis lingkungan belum dapat
menerima pertambangan sebagai aktivitas untuk kesejahteraan manusia.
Sebagian bahkan memandang sebelah mata dan selalu melihat dengan
preseden yang buruk.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Green Mining
Data Departemen Kehutanan menyebutkan pada saat ini (awal 2009) luas areal
lahan kritis di Indonesia mencapai 23 juta hektar, sedangkan yang masuk
kategori agak kritis mencapai 40 juta hektar. Untuk mengatasi dan mencegah
meluasnya lahan kritis tersebut telah dilakukan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (Gerhan) sejak 2003 dan diharapkan akan mampu memulihkan lahan kritis
seluas lima hektar sampai 2009. Hingga Desember 2008, realisasi gerakan ini
sudah mencapai tiga juta hektar dengan menghabiskan dana APBN Rp 8,7 triliun.
Berbagai upaya telah dilakukan Departemen Kehutanan dan stake holder
kehutanan sehingga mampu menurunkan deforestasi dari 2,83 juta hektar
menjadi 1,08 juta hektar per tahun pada periode 2002 2005. Sementara itu,
upaya penghijauan dalam kerangka sumbangan Indonesia untuk dunia dalam
mengatasi perubahan iklim juga dilaksanakan Departemen Kehutanan melalui
gerakan menanam 100 juta pohon pada tahun ini, menyambung gerakan serupa
pada 2007 yang dilakukan dengan menanam 76 juta pohon yang realisasinya
melebihi target.
Tambang Ramah Lingkungan
Kalangan usaha pertambangan sebenarnya dapat berbuat banyak untuk
mendukung mewujudkan masa depan kehutanan Indonesia yang lestari.
Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai sejak awal beroperasinya
perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya sebagai perusahaan
pertambangan yang ramah lingkungan. Perusahaan pertambangan sebagai
perusahaan yang mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam
seharusnya sejak awal mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial
masyarakat dalam kegiatan usahanya. Perusahaan pertambangan seharusnya
tidak hanya mengupayakan aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek
lingkungan dan aspek sosial. Ketiga aspek yang menjadi pilar utama dalam
pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan tersebut harus menjadi
perhatian yang seimbang oleh pelaku usaha pertambangan.
Dalam aspek lingkungan, perusahaan pertambangan sejak awal seharusnya
memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah
dibuatnya, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: 17
Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi AMDAL. Kegiatan usaha pertambangan umum dengan luas perizinan
(KP) di atas 200 hektar atau luas daerah terbuka untuk pertambangan di atas 50
hektar kumulatif per tahun wajib dilengkapi dengan AMDAL. Hal ini sangat
diperlukan untuk menghindari bukaan lahan yang terlalu luas. Potensi dampak
penting terhadap lingkungan dari usaha pertambangan umum antara lain
merubah bentang alam, ekologi dan hidrologi. Kemudian, lama kegiatan usaha
tersebut juga akan memberikan dampak penting terhadap kualitas udara,
kebisingan, getaran apabila menggunakan peledak, serta dampak dari limbah
cair yang dihasilkan. Untuk eksploitasi produksi batubara/gambut lebih dari
250.000 ton/tahun wajib dilengkapi dengan AMDAL.

Hal hal penting yang perlu mendapatkan perhatian perusahaan pertambangan


agar dapat menjadi perusahaan yang ramah lingkungan:
1. Perusahaan pertambangan harus mengelola sumber daya alam dengan
baik dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
2. Perusahaan pertambangan perlu meningkatkan pemanfaatan potensi
sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi,
rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi
ramah lingkungan. Selalu mengupayakan agar sumber daya yang dipakai
dapat didaur ulang (recycle).
3. Perusahaan pertambangan perlu mendayagunakan sumber daya alam
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan
kelestarian fungsi lingkungan dan keseimbangan lingkungan hidup,
pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya
masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur
dengan undang-undang.
4. Perusahaan pertambangan perlu menerapkan indikator-indikator yang
memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam
pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah
kerusakan yang tidak dapat pulih.
5. Pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan dengan konsep ramah
lingkungan yang dapat memberikan nilai tambah.

Komitmen Green Mining


Selain menjadi perusahaan yang ramah lingkungan, perusahaan pertambangan
juga dituntut untuk memberikan dukungan terhadap upaya penghijauan melalui
gerakan menanam 100 juta pohon di Indonesia. Suksesnya gerakan menanam
100 juta pohon tidak mungkin semuanya diserahkan kepada pemerintah karena
keterbatasan kemampuannya. Menurut MS Kaban, kemampuan Departemen
Kehutanan hanya sekitar setengah, sisanya diharapkan dari partisipasi
masyarakat luas, termasuk dunia usaha pertambangan. Pelaku pertambangan
dapat berpartisipasi dan berperan penting dalam gerakan menanam 1 pohon
untuk 1 karyawan di sekitar lokasi tambangnya. Kegiatan tersebut perlu
dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan masyarakat sekitar.
Ajakan Menteri Kehutanan seharusnya disambut baik kalangan pelaku
pertambangan dengan disertai komitmen yang kuat untuk mewujudkan
perusahaannya sebagai perusahaan Green Mining, yaitu perusahaan
pertambangan hijau yang tidak merusak tetapi justru membantu mewujudkan
kelestarian hutan di Indonesia.
Komitmen mewujudkan Green Mining tersebut sebenarnya sudah banyak
dilakukan oleh perusahaan pertambangan, namun banyak pula perusahaan yang
baru mulai melakukannya dengan mempelajari pelaksanaan penanaman yang
baik di Departemen Kehutanan. Kegiatan penanaman di areal bekan tambang
sudah lama dilakukan oleh sejumlah perusahaan besar, hanya saja secara teknis
penanamannya belum sepenuhnya dilakukan dengan benar, misalnya pemilihan

waktu penanaman yang tidak tepat. Apabila semua perusahaan pertambangan


peduli dengan reklamasi lahan bekas tambangnya dan turut serta mendukung
gerakan menanam 100 juta pohon maka Indonesia akan menjadi negara di
barisan depan dalam penghijauan lahan. Pada saat ini, perusahaan
pertambangan yang melakukan penambangan di areal lahan hutan mencapai
luas hampir 2 juta hektar. Apabila areal seluas itu mampu dihijaukan kembali
setelah selesai kegiatan usaha penambangan, maka perusahaan pertambangan
di Indonesia tidak hanya mampu mewujudkan Green Mining tetapi juga berperan
penting dalam upaya pelestarian hutan dan lingkungan hidup.

III. BEBERAPA UPAYA GREEN MINING

Dalam tulisan ini jelaskan beberapa contoh upaya yang dilakukan agar dalam
aktifitas penambangan tidak merusak dan mencemari lingkungan, diantaranya:
1. House keeping workshop
Dalam operasional penambangan selalu menggunakan peralatan berat, agar alat
alat berat ini dapat beroperasi optimal harus didukung oleh ketersediaan spare
parts serta sarana workshop yang lengkap dan memadai. Sarana workshop
diperlukan sebagai tempat melakukan service berkala atau perbaikan alat yang
rusak. Sering kali apabila nilai dan etika lingkungan tidak diperhatikan pada saat
melakukan service atau perbaikan menyebabkan oli yang berceceran
disembarang tempat, tidak ada pemisahan antara sampah organik, anorganik
dan sampah B3. Bila house keeping di workshop tidak dikelola dengan benar
akan sangat berpotensi mencemari dan merusak lingkungan sekitarnya.
2. Penataan sistem dewatering, settling pond dan water recycle
Untuk mencegah sisa sisa oli langsung masuk ke perairan umum di sekeliling
workshop dibuatkan saluran air. Saluran air dari workshop dan saluran air hujan
dari atap workshop dibuat terpisah. Saluran air dari workshop diarahkan ke oil
trap sedangkan saluran air dari atap workshop dialirkan ke bak penampungan air
yang nantinya dipakai untuk pencucian alat berat sebelum service dan untuk
keperluan air di workshop. Konstruksi oil trap dibuat tertutup agar tidak
kemasukan kotoran, sedangkan tutup oil trap dibuatkan jendela untuk
mempermudah pengecekan serta sebagai tempat untuk hose pompa penghisap
apabila sudah waktunya oil trap dikuras. pengurasan dilakukan setiap hari sekali
untuk mencegah terjadinya penumpukan oil atau hidrocarbon yang berpotensi
menyebabkan lepasnya oil dari trap yang telah dibuat.
Kolam pengendap lumpur dan recycle
Semua system drainage di area tanki utama solar, gudang, workshop dan
tempat penumpukan sementara limbah B3 menuju ke kolam pengendap lumpur.
Kolam pengendap lumpur berfungsi sebagai saringan terakhir sebelum air
dialirkan kearah pembuangan bebas.Air dari kolam pengendap lumpur digunakan
kembali atau Recycle untuk pencucian unit sebelum dilakukan perbaikan di
Worskhop dengan tujuan mengurangi penggunaan air tanah.
Bioindikator

Air dari KPL dialirkan lagi ke bio indicator sebagai kolam terakhir sebelum
dialirkan ke perairan umum dan untuk memastikan air tersebut sudah
memenuhi baku mutu. Bio indicator terdiri dari 3 kolam yang masing masing
kolam ditanami dengan ikan patin, gurame, mas, nila dan mujair. Secara berkala
air yang dilepas ke perairan umum selalu diadakan pengecekan untuk
memastikan air tersebut sudah memenuhi baku mutu san ikan ini sebagai salah
satu indicatornya.Dari beberapa kali panen ikan ikan ini aman untuk dikonsumsi
dan tidak mengandung zat beracun sesuai hasil data pengecekan dari BPOM.
3. Recycle limbah
Limbah bekas filter bekas, ban bekas masih dapat dibuat souvenir dan benda
seni kreatif dengan melibatkan masyarakat sekitar lokasi tambang. Hal ini sudah
dibuktikan bahwa produk limbah yang dihasilkan dapat memberikan nilai
ekonomis dan juga menciptakan lapangan pekerjaan.
4. Program penanaman 1 pohon dan 1 lobang biopori untuk 1 karyawan
Program penanaman pohon ini sesuai dengan program yang dicanangkan oleh
Menhut. Program ini harus digulirkan secara berkelanjutan setiap tahunnya. Jika
dalam 1 perusahaan tambang ada 2000 karyawan berarti ada 2000 pohon yang
ditanam untuk setiap tahunnya. Pohon yang ditanam dapat berupa pohon buah
atau pohon peneduh yang sesuai dengan karakteristik daerah sekitar tambang.
Sebagai tambahan setiap karyawan juga membuat lobang biopori untuk
menambah kesuburan dan cadangan persediaan air tanah.
5. Program ekonomi kerakyatan dan bantuan pendidikan
Perusahaan pertambangan wajib memperhatikan aspek ekonomi lingkungan dan
aspek sosial kemasyarakatan. Proses penambangan secara tidak langsung
mengubah pertumbuhan ekonomi dan mengubah mata pencaharian masyarakat
sekitar. Sebelum adanya aktifitas penambangan masyarakat sekitar
mendapatkan penghasilan dari bertani, berkebun atau berladang. Lahan yang
biasanya mereka garap berubah menjadi tambang. Untuk mengatasi gejolak
sosial mesti diadakan program intensifikasi yang bekerjasama dengan pihak
pertanian dan perkebunan yang mengelola sisa lahan yang ada. Selain itu juga
dibuatkan program kerjasama dibidang pendidikan agar alumni yang dihasilkan
siap kerja sesuai dengan tuntutan pasar. Dengan demikian masyarakat sekitar
ikut menikmati keberadaan perusahaan penambangan dan memiliki nilai tambah
di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai