Anda di halaman 1dari 3

Seekor kera dan seekor kura-kura hidup di sebuah hutan dekat sungai.

Namun, kera yang satu


ini mempunyai sifat yang tidak terpuji. Ia licik, suka memperalat temannya untuk
kepentingan dirinya.
Kera bersahabat dengan kura-kura karena ada yang diharapkan dari kura-kura. Bila bepergian
ke suatu tempat, kera selalu naik di atas punggung kura-kura dengan berbagai alasan: capek,
kakinya sakit dan alasan yang lain. Kura-kura tak pernah sakit hati. Kura-kura menurut saja.
Kemampuan kera mengambil hati membuat kura-kura luluh dan selalu dekat dengan kurakura. Tanpa bantuan makhluk lain, tak mungkin kita bisa hidup, bisik hatinya.
Jika di tengah perjalanan ditemukan pohon yang sedang berbuah, kera dengan gesit memanjat
pohon itu, sementara kura-kura disuruhnya menunggu di bawah. Setelah perutnya kenyang,
barulah kera ingat temannya yang sedang menunggu di bawah. Hanya buah-buah yang jelek
dan kulit-kulitnya yang dilempar ke bawah sambil mengatakan, Wah kura-kura, buahnya
jelek-jelek dan sudah banyak yang dimakan kelelawar sehingga tinggal kulitnya saja. Terima
saja ini untukmu.
Hidup mengembara dari hari ke hari telah membuat mereka bosan. Pada suatu hari, datanglah
musim kemarau panjang. Hujan tidak kunjung datang. Pohon-pohon di hutan banyak yang
layu dan tidak berbuah. Kera dan kura-kura sedang berteduh di bawah pohon di pinggir
sungai sambil berpikir tentang apa yang harus dilakukan menghadapi situasi seperti itu.
Kera membuka percakapan. Kura-kura, apa yang harus kita lakukan menghadapi musim
kemarau ini? tanyanya kepada si kura-kura. Kura-kura tidak menjawab karena memang
kura-kura

tidak

mampu

berpikir

yang

berat-berat.

Akhirnya,

kera

melanjutkan

pembicaraannya, Sebaiknya kita menanam pisang, sebentar lagi musim hujan akan datang.
Saya setuju, jawab kura-kura.
Dari mana bibitnya? tanyanya kepada kera. Begini saja, kita menunggu di tepi sungai ini.
Pada musim hujan, banyak manusia membuang anak pisang ke sungai. Nanti kalau ada yang
hanyut kita ambil. Mereka berdua setuju. Mula-mula mereka bekerja keras membuka hutan
untuk ditanami pohon pisang. Setelah tanahnya siap, datanglah musim hujan. Sepanjang hari
mereka di tepi sungai menunggu pohon pisang yang hanyut. Tidak seberapa lama dari jauh

tampak pohon pisang hanyut. Kera berteriak, Kura-kura cepat berenang kamu! Ambil batang
pisang itu! Saya takut air dan tak bisa berenang.
Kalau berenang saya jagonya. kata kura-kura menyombongkan diri.
Kamulah yang beruntung bisa berenang, sedang aku tidak pandai berenang. Kalau aku
pandai berenang, tidaklah engkau perlu bersusah-susah mengambil batang pisang itu. Aku
tentu akan membantumu, ujar kera dengan licik.
Mendengar ucapan kera itu, hati kura-kura menjadi terharu. Oleh karena itu, ia segera
berenang menarik batang pisang itu ke tepi sungai. Batang pisang itu dikumpulkan satu per
satu. Setelah cukup banyak barulah ditanam. Mereka membagi dua setiap batang pisang sama
Panjang agar adil. Bagian atas diambil si kera dan bagian bawah diberikan kepada kura-kura.
Kera rupanya tahu bahwa buah pisang selalu ada di bagian atas. Oleh karena itu, ia
mengambil bagian atas.
Beberapa waktu mereka bekerja menanam pohon pisang. Kura-kura rajin sekali memelihara
tanamannya, sedangkan tanaman si kera tentu saja mernbusuk dan mati sernua.
Setelah kebun pisang milik kura-kura berbuah dan buahnya mulai masak, datanglah kera
bertandang. Hai kura-kura, tidakkah kau lihat pisangmu telah masak di pohon, tanya kera
bersemangat.
Ya, saya lihat, hanya saya tak mampu memanjat untuk memetiknya, jawab kura-kura.
Apakah artinya kita bersahabat, kalau saya tidak dapat membantumu, kata kera.
Dalam hati kera, muncul akal liciknya, lebih-lebih Perulnya sudah mulai terasa lapar. Kera
menawarkan diri untuk membantu kura-kura memanen pisangnya. Kurakura setuju. Dengan
gesit, kera memanjat pohon pisang yang telah ranum buahnya. Di atas pohon ia makan
sepuas-puasnya, sedangkan kura-kura (si pemilik kebun) dilupakannya. Ia menunggu dengan
hati yang mendongkol. Kadang-kadang, kera melemparkan kulit kepada kura-kura. Hal itu
dilakukannya setiap hari, sampai kebun itu habis buahnya.
Sejak itu, kura-kura merasa sakit hati. Namun, apa yang bisa dilakukannya? Sebagai makhluk
Tuhan yang lemah, ia hanya bisa berdoa semoga yang curang dan khianat mendapat murka

Tuhan. Mereka berpisah untuk waktu yang agak lama. Kura-kura selalu menghindar jika
mendengar suara kera.
Pada suatu hari yang panas, udara menjadi kering. Buah-buahan di hutan semakin berkurang.
Para satwa di hutan banyak yang kelaparan dan kehausan. Apalagi kera yang rakus itu. Ia
berjalan gontai mencari teman senasib sepenanggungan. Lalu ia beristirahat di bawah pohon
yang rindang, di atas sebuah batu. Karena lapar dan haus, kera tidak sadar bahwa yang
diduduki itu adalah punggung si kura-kura yang sedang beristirahat pula. Karena udara panas,
kura-kura menyembunyikan kepalanya di bawah punggungnya yang keras itu. Si kera
kemudian berteriak memanggil sahabalnya, Kura-kuraaaaa., di mana kamu, Kemarilah!
Kita sudah lama tidak bertemu
Terdengarlah suara dari bawah pantat si kera, Uuuuuuwuk...
Kera berteriak lagi, Ooooo. kura-kuraaa, kemarilaaah! Aku ingin bertemu denganmu.
Terdengar lagi suara dari pantatnya, Uuuuuuuwuk..
Kera marah sekali. Ia mengira, suara itu adalah suara alat kelaminnya yang mengejeknya.
Sebenarnya, suara itu adalah suara kura-kura yang didudukinya. Dengan geram, ia
mengancam alat kelaminnya sendiri. Jika kamu mengejekku lagi akan aku hancurkan!
ancamnya. Kemudian, ia berteriak lagi, Kura-kuraaaaaaaaaaa. Mendengar suara itu
marahlah si kera. la mengambil batu, lalu alat kelaminnya dipukul berkali-kali. Kera
menjeritjerit kesakitan, sambil terus memukulkan batu itu ke arah alat kelaminnya. Kura-kura
menjulurkan kepalanya. Ia ingin menolong, tetapi sudah terlambat. Kera sahabatnya yang
licik itu telah mati.

Anda mungkin juga menyukai