Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang mengajarkan manusia melalui perantaraan kalam
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah ini yang telah diamanahkan oleh bapak dosen pembimbing sebagai tuntutan dalam
proses belajar mengajar tepat pada waktu yang ditentukan.
Makalah ini membahas tentang Tindak Kejahatan. Kami dari penulis menyadari
dalam pemaparan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Dan dari kesekian
banyak kesalahan dalam makalah ini, kami berharap kerendahan hati dari teman-teman
semua, khususnya kepada bapak dosen agar kiranya dapat memaklumi bahwa sebagai
manusia biasa kami tak luput dari kesalahan. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua,
amin amin ya rabbal alamin.
Akhirnya, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kami haturkan kepada pihakpihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini terlebih kepada bapak dosen
pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahannya.
Gowa, 6 Juni 2015
Penyusun

kelompok 11

DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................1
C. Tujuan dan Manfaat.................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembunuhan............................................................................................................................2
B. Penganiayaan...........................................................................................................................7
C. Khamar dan Narkotika.............................................................................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................................14
B. Saran......................................................................................................................................15
Daftar Pustaka............................................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Di era yang semakin maju ini, banyak kriminalitas yang dilakukan oleh manusiamanusia yang beragama. Mereka sudah tidak peduli terhadap hukuman atau larangan yang
tercantum dalam negara bahkan dalam agama mereka. Mencuri, membunuh, menganiaya,
meminum khamar dan menggunakan narkoba.

Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek bagi kehidupan manusia
pastinya memiliki sebuah dasar yang paling penting yaitu keadilan. Dalam hal ini,
segala jenis kejahatan memang diharapkan pupus di dalam dunia ini. Akan tetapi,
terbukti dari mulai awal kehidupan makhluk bernama manusia, wujud kejahatan tetap
ada dan tidak pernah luput di atas bumi. Kejahatan tersebut berupa pembunuhan,
penganiayaan, dan lain-lain.
Oleh karena itu, ketika Islam turun, ia sudah menyiapkan paket-paket hukum
dan hukuman bagi pelaku kejahatan-kejahataan ini. Walaupun kenyataan kejahatan ini
tidak bisa 100% hilang di muka bumi, minimal pengaturan hukum Islam bertujuan
menurunkan kadar statistik kejahatan yang melanda di negara Islam. Dalam hal ini,
hukuman kejahatan atau jarimah tersebut dikategorikan dengan nama Qishash dan
diyat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pembunuhan, penganiayaan, Khamr dan Narkotika ?
2. Bagaimanakah dasar hukum pembunuhan, penganiayaan, Khamr dan
narkotika?
3. Bagaimanakah hukuman bagi pelaku tindak kejahatan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Dapat memahami pengertian dari pembunuhan penganiayaan, Khamr dan
Narkotika
2. Dapat memahami dasar hukum pembunuhan, penganiayaan, Khamr dan
narkotika.
3. Dapat mengetahui hukum-hukum yang berlaku bagi para pelaku tindak kejahatan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembunuhan
1. Pengertian pembunuhan
Pembunuhan dalam Bahasa Indonesia diartikan dengan proses perbuatan atau
cara membunuh. Dalam Bahasa Arab, pembunuhan disebut al-qatlu yang artinya
mematikan. Dalam istilah pembunuhan didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili yang
mengutip pendapat Syarbini Khatib, sebagai berikut:

Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa

seseorang.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perbuatan
seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan
tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
2. Dasar Hukum Pembunuhan
a. Surah Al-Anam ayat 151


. . .
. . .

...dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar... (QS. AlAnam: 151)
b. Hadits Rasulullah SAW


:
:



:
( )

Dari Ibnu Masud ra. Ia berkata: Rasulullah saw. Telah bersabda: Tidak

halal darah seorang muslim yang telah menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali dengan salah satu tiga
perkara: (1) Pezina muhshan, (2) Membunuh, dan (3) Orang yang
meninggalkan agamanya yang memisahkan diri dari jamaah. (Muttafaq
Alaih)
3. Macam-macam Pembunuhan
Pembunuhan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni sebagai
berikut:
a. Pembunuhan yang dilarang, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan
melawan hukum.

b. Pembunuhan dengan hak, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan tidak


melawan hukum, seperti membunuh orang murtad, atau pembunuhan oleh
algojo yang diberi tugas melaksanakan hukuman mati.
Menurut pendapat jumhur ulama, pembunuhan yang dilarang dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:
1) Pembunuhan Sengaja
Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan di mana pelaku perbuatan tersebut
sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia menghendaki akibat dari perbuatannya, yaitu
matinya orang yang menjadi korban. Sebagai indikator dari kesengajaan untuk membunuh
tersebut dapat dilihat dari alat yang digunakan untuk membunuh. Dalam hal ini umumnya
alat yang mematikan, seperti senjata api, senjata tajam dan sebagainya.
Adapun unsur-unsur dari pembunuhan sengaja adalah, sebagai berikut:
Korban yang dibunuh adalah manusia yanng masih hidup
Kematian yang terjadi adalah hasil dari perbuatan pelaku
Pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian
2) Pembunuhan Menyerupai Sengaja
Menurut Hanabilah, pembunuhan menyerupai sengaja adalah sengaja dalam melakukan
perbuatan yang dilarang, dengan alat yang pada umumnya tidak akan mematikan, namun
kenyataannya korban mati karenanya.
Maksudnya, perbuatan memang dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak ada niat dalam
diri pelaku untuk membunuh korban. Sebagai bukti tentang tidak adanya niat membunuh
tersebut dapat dilihat dari alat yang digunakan. Apabila alat tersebut pada umumnya tidak
mematikan, seperti kerikil, ranting kayu, penggaris dan sebagainya, maka pembunuhan yang
terjadi termasuk pembunuhan menyerupai sengaja.
Adapun unsur-unsur dari prmbunuhan menyerupai sengaja adalah sebagai berikut:
- Adanya perbuatan dari pelaku yang mengakibatkan kematian
- Adanya kesengajaan dalam melakukan perbuautan
- Kematian adalah akibat dari pelaku
Contohnya seorang guru memukulkan penggaris kepada seorang
muridnya, tiba-tiba murid tersebut meninggal dunia, maka perbuatan
guru tersebut dinyatakan sebagai pembunuhan semi sengaja.
3) Pembunuhan Karena Kesalahan
Dalam pembunuhan ini, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan untuk melakukan
perbuatan yang dilarang, dan tindak pidana pembunuhan terjadi karena kurang hati-hati atau
kelalaian dari pelaku. Adapun unsur-unsur pembunuhan karena kesalahan adalah, sebagai
berikut:

Adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban.


Perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan (kelalaian) pelaku.
Antara perbuatan kekeliruan dan kematian korban terdapat hubungan sebab akibat.
Contohnya seseorang menebang pohon, kemudian pohon tersebut
tiba-tiba tumbang dan menimpa orang yang sedang lewat hingga tewas.
4. Hukuman Untuk Pembunuhan
- Hukuman Untuk pembunuhan Sengaja
Pembunuhan sengaja dalam syariat Islam diancam dengan
beberapa macam hukuman. Hukuman pokok untuk pembunuhan
sengaja adalah qishash, dan kifarat, sedangkan hukuman pengganti
adalah diat atau tazir. Dan hukuman tambahannya adalah
penghapusan hak waris dan hak wasiat.

1) Hukuman Qishash
Qishash dalam arti bahasa menelurusi jejak, pengertian ini digunakan
untuk arti hukuman, karena orang yang berhak atas qishash mengikuti
dan menelusuri jejak tindak pidana dari pelaku. Sedangkan menurut
syara, Qishash adalah

memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya.


Karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan
nyawa orang lain, maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau
hukuman mati.
a) Dasar Hukum Qishash
Surah Al-Baqarah ayat 179

Dan dalam Qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai

orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(QS. Al-Baqarah: 179)


Hadist Ibnu Abbas











. . . . :




.
() . . . .



dari Ibnu Abbas ra. Berkata: telah bersabda Rasulullah SAW.:....dan

barang siapa dibunuh dengan sengaja maka ia berhak untuk menuntut


qishash....(HR. Abu Dawud An-Nasa dan Ibn Majah dengan sanad yang
b)
1)

2)

kuat).
Syarat- Syarat Qishash
Syarat Pelaku (Pembunuh)
Mukalaf (baligh dan berakal)
Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja
Pelaku harus orang yang mempunyai kebebasan
Syarat untuk korban (yang dibunuh)

Korban harus orang yang mashum ad-dam (orang yang dijamin


keselamatanya oleh negara Islam).
Korban bukan bagian dari pelaku
Jumhur Ulama selain Hanafiyah mensyaratkan, hendaknya korban
seimbang dengan pelaku. Dasar keseimbangan ini adalah Islam dan
merdeka.
3) Syarat untuk Perbuatan (Pembunuhan)
Hanafiyah mengemukakan bahwa hukuman Qishash bagi pelaku
diisyaratkan perbuatan yang langsung. Apabila perbuatanya tidak
langsung maka hukumannya diat. Tetapi, ulama-ulama selain Hanafiyah
tidak mensyaratkan hal ini. Mereka berpendapat bahwa pembunuhan
tidak langsung juga dapat dihukumi qishash.
4) Syarat Untuk Wali (Keluarga) Korban
Hanafiyah mensyaratkan bahwa wali dari korban yang memiliki hak
qishash harus jelas diketahui.
c) Pelaksanaan Hukuman Qishash
1) Mustahik (yang berhak )atas qishash
pemilik hak qishash atau waliyyud dam menurut jumhur ulama,
yang terdiri Hanafiyah, Hanabilah dan sebagian Syafiiyah adalah setiap
ahli waris, baik dzawil furudh maupun ashabah. Akan tetapi menurut
Malikiyah, mustahik qishash itu adalah ashabah yang laki-laki saja.
2) Kekuasaan Untuk Melaksanakan hukuman Qishash
Apabila mustahik sudah dewasa dan berakal sehat, ia berhak
melakukan hukuman qishash. Firman Allah:







. . .











Dan barang siapa dibunuh secara zalim, sesungguhnya kami telah

memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu
melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang
mendapat pertolongan.(QS. Al-isra:33)
3) Teknik Pelaksanaan Hukuman Qishash
Menurut Hanafiyah dan Hanabilah, qishash pada jiwa harus
dilaksanakan dengan menggunakan pedang. Sedangkan menurut
Malikiyah dan Syafiiyah, orang yang melakukan pembunuhan harus
diqishash dengan alat yang sama dengan yang digunakan untuk
membunuh. Tapi apabila ingin menggunakan pedang diperbolehkan.
Firman Allah:

Dan jika kamu memberikan balasan, balaslah dengan balasan yang

sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.(QS. An-Nahl:126).


d) Hal-Hal Yang Menggugurkan Hukuman Qishash
1) Hilangnya obyek qishash
2) Pengampunan
3) Shulh (perdamaian)
4) Diwarisnya hak qishahs
2) Hukuman kifarat
Menurut Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah hukuman kifarat tidak
wajib dalam pembunuhan sengaja. Sedangkan menurut Syafiiyah,
hukuman kifarat wajib dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja.
Ketentuan ini berlaku bila korban muslim atau kafir dzammi. Hukuman
yang diterapkan adalah memerdekakan hamba sahaya. Apabila tidak ada
maka diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut.
3) Hukuman Diat
Diat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena
terjadinya tindak pidana (pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan
kepada korban atau walinya. Dalam pembunuhan sengaja diat merupakan
hukuman pengganti.
Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanafiah dan Imam Syafii diat dapat
dibayar dengan salah satu dari unta, emas dan perak. Sedangkan
menurut imam Abu Yusuf, Imam Muhammad ibn Hasan dan Imam Ahmad
ibn Hanbal jenis diat ada enam, yaitu: unta, emas, perak, sapi, kambing
dan pakaian.
Adapun kadarnya, apabila unta jumlahnya seratus ekor, sapi dua
ratus ekor, kambing dua ribu ekor, uang emas seribu dinar, uang perak
dua belas ribu dirham.
4) Hukuman Tazir
Menurut malikiyah, apabila pelaku tidak diqishahs, ia wajib dikenakan
hukuman tazir yaitu didera seratus kali dan diasingkan satu tahun.
- Hukuman Tambahan
Hukuman tambahan berupa penghapusan hak waris dan wasiat. Hal
ini didasarkan pada hadis:



( )






Tidak ada bagian waris sedikit pun bagi seorang pembunuh.

b. Hukuman Pembunuhan Menyerupai Sengaja


1) Hukuman diat
Diat pembunuhan menyerupai sengaja sama dengan diat
pembunuhan sengaja, hanya berbeda dalam hal penanggung jawab dan
waktu pembayaran. Dalam pembunuhan menyerupai sengaja diatnya
dibebankan kepada keluarga dan pembayarannya dapat diangsur selama
tiga tahun.
2) Hukuman Kifarat
Kifarat dalam pembunuhan ini merupakan hukuman pokok kedua
yaitu memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Apabila tidak ada
diganti dengan pausa dua bulan berturut-turut.
3) Hukuman Tazir
Apabila hukuman diat gugur karena pengampunan, maka dikenakan
hukuman tazir. Hakim diberi kebebasan dalam menentukan jenis
hukuman tazir sesuai dengan perbuatan pelaku.
4) Hukuman Tambahan
Sama dengan pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai
sengaja juga dikenakan hukuman tambahan yaitu penghapusan hak waris
dan wasiat.
c. Hukuman pembunuhan karena Kesalahan
1) Hukuman Diat
Hukuman diat dalam pembunuhan kesalahan adalah diat
a)
b)
c)

2)

mukhaffafah. Keringanan tersebut dapat dilihat dari tiga aspek:


Kewajiban pembayaran dibebankan kepada keluarga
Pembayaran diangsur selam tiga tahun
Komposisi diat dibagi menjadi lima kelompok
20 ekor unta betina 1-2 tahun
20 ekor unta jantan 1-2 tahun
20 ekor unta betina 2-3 tahun
20 ekor unta 3-4 tahun
20 ekor unta 4-5 tahun
Hukuman Kifarat
Hukuman kifarat dalam pembunuhan karena kesalahan adalah
hukuman pokok, jenisnya adalah memerdekakan hamba sahaya yang

mukmin. Apabila tidak ada maka puasa dua bulan barturut-turut.


3) Hukuman Pengganti
Hukuman pengganti dalam pembunuhan karena kesalahan adalah
puasa dua bulan berturut-turut sebagai pengganti dari memerdekakan
hamba sahaya.
4) Hukuman Tambahan

Hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan wasiat.1


[3]
B. Penganiayaan
1. Pengertian Penganiayaan
Penganiayaan adalah perbuatan menyakiti orang lain yang mengenai
badannya, tetapi tidak sampai menghilangkan nyawanya.
Melukai atau penganiayaan (jinayah terhadap selain jiwa) bisa
sengaja, semi sengaja, dan kesalahan.dalam hal ini para ulama
membaginya menjadi lima macam, yaitu :
1. Ibarat al-athraf, yaitu memotong anggota badan, termasuk
didalamnya pemotongan tangan, kaki, hidung, gigi, dan sebagainya.
2. Idzab maa al-athraf, yaitu menghilangkan fungsi anggota badan
(anggota badan itu tetap ada tapi tidak bisa berfungsi), mislanya
membuat korban tuli, bisu, dan sebagainya.
3. As-syaj, yaitu pelukaan terhadap kepala dan muka (secara khusus).
4. Al-jarh, yaitu pelukaan terhadap selain wajah dan kepala termasuk
di dalamnya pelukaan yang sampai kedalam perut atau rongga
dada.
5. Pelukaan yang tidak termasuk kedalam salah satu dari empat jenis
pelukaan di atas
2. Hukuman Penganiayaan
a. Hukuman Qishash
b. Hukuman Diat
Hukuman diat (kamilah) berlaku apabila manfaat jenis anggota
badan hilang seluruhnya. Sedangkan diat ghair kamilah (irsy) berlaku
apabila manfaat jenis anggota badan itu hilang sebagian, sedangkan
sebagian lagi masih utuh.
C. Pengertian Khamr dan Narkotika
Secara syara dan bahasa, khamr adalah nama untuk segala sesuatu yang
bisa menutup (diambil dari kata khamara : menutupi akal; mencampur
aduk dan merusak akal. Ada beberapa pendapat para ulama mengenai
penjelasan dan hakikat khamr, diantaranya :
1. Pendapat pertama, Khamr adalah nama lain anggur yang tidak
dimasak (mentah), ketika mendidih dan kuat. Setelah itu buih yang
1

ada hilang, lalu tidak mendidih lagi dan menjadi jernih serta
memabukkan. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa arti
memabukkan tidak akan sempurna melainkan dengan hilangnya
buih atau busa yang ada. Jadi, minuman tidak bisa disebut khamr
tanpa proses tersebut (menghilangnya busa).
2. Pendapat kedua, Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad
menguraikan bahwa khamr adalah juz anggur yang mentah saat
mendidih dan kuat, baik buihnya hilang atau tidak, sudah tidak
mendidih lagi atau masih mendidih. Arti kata memabukkan sudah
terealisasi tanpa ada unsure membuang buih tersebut. Ukuran yang
memabukkan yang haram adalah apabila dibuat dari bahan kurma
dan anggur saja. Pendapat ini didasarkan pada dalil : Dan dari buah
kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan
rezeki yang baik.
3. Pendapat ketiga, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, Abu
Sufyan, golongan Zhahiyah dan lainnya menyatakan bahwa segala
sesuatu yang dianggap memabukkan adalah khamr. Mereka tidak
memedulikan bahan pembuatnya, maka segala macam hal yang
memabukkan disebut khamr secara nyata.
Narkotika atau obat bius yang bahasa Inggrisnya disebut
narcotic adalah semua bahan obat yang mempunyai efek kerja pada
umumnya bersifat membius (menurunkan kesadaran), merangsang
(meningkatkan semangat kegiatan/aktifitas), ketagihan
(ketergantungan, mengikat), menimbulkan daya berkhayal
(halusinasi). Zat ini digolongkan menjadi 2 macam :
1. Narkotika dalam arti sempit bersifat alami yaitu semua bahan
obat opiaten, cocaine, dan ganja.
2. Narkotika dalam arti luas bersifat alami dan syntetis yaitu semua
bahan obat-obatan yang berasal dari papaver Somniferum
(opium/candu, morphine, heroine,dsb), eryth Roxylon Coca
(cocaine), cannabis sativa (ganja), golongan obat-obatan
depressants (obat-obat penenang), golongan obat-obatan
stimulants (obat-obat perangsang), dan golongan obat-obat
hallucinogen (obat pemicu hayal).

Menurut UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika, pasal 1 ayat 1


yang berbunyi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapaty
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian
ditetapkan dengan keputusan menteri kesehatan.
D.

Bagaimana dasar hukum Khamr dan narkoba


Agama islam menempatkan penyalahgunaan narkoba (khamr dan
sejenisnya) biasanya berakibat pada seks bebas (zina) dan pornografi
sebagai sesuatu yang sudah sangat jelas dilarang. Narkoba yang biasanya
dipahami identik atau analog dengan khamr maka

artinya : Hai orang-orang yangh beriman, sesungguhnya minuman


keras, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib (dengan anak
panah), adalah pekerjaan yang keji dari pekerjaan syaitan, maka jauhilah,
agar kamu mendapat keberuntungan. (q.s al-maidah;90)
Dalam lisan al-arab disebutkan :






Dinamakan khamr karena ia membuat panas akal (otak).
Dari kata khamr inilah segala minuman atau benda apa saja
meskipun tidak cair, selama di dalamnya ada unsur yang memabukkan
(iskar) maka haram untuk dikonsumsi. Bukan hanya ditentukan dengan
analogi (qiyas) tetapi dalam sebuah hadits riwayat ahmad dinyatakan :










Setiap sesuatu yang memabukkan banyaknya maka sedikitnya adalah
haram.
Dalam hadits lain riwayat muslim dikatakan :

Semua yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan


adalah haram.
Dengan demikian, segala jenis minuman atau apa saja yang dapat
memabukkan adalah haram. Apakah itu berbentuk cair, atau padat
seperti pil dan segala macam bentuknya adalah haram.
Berdasarkan kaidah syariah kulliyah, andaikata tidak ada nash dan
ijma mengenai masalah ini, maka kaidah umum syariah dan prinsipprinsipnya yang umum sudah cukup menunjukkan keharaman karena
diharamkannya sesuatu dalam Islam disandarkan pada keburukan dan
dharar yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, apasaja yang dapat
menimbulkan dharar baik kepada individu maupun jamaah hukumnya
haram, walaupun tidak ada nash khusus yang menyebutkannya. Bahaya
khamr pada diri peminumnya, baik terhadap agamanya, badannya,
akalnya, jiwanya, dan hartanya sudah tidak diragukan lagi. Demikian juga
bahaya terhadap hubungan dengan keluarganya, karena kita tahu bahwa
orang-orang yang mabuk itu tidak dapat melaksanakan tanggung
jawabnya terhadap istri dan anak-anaknya.
E. Hukuman bagi pengkonsumsi Khamr dan Narkoba
Peminum Khamr yang dikenakan had adalah ia yang terbukti dengan
pengakuannya atau dengan kesaksian dua orang saksi yang adil. Ijma
sahabat telah sepakat bahwa peminum khamr harus dijatuhi had dijilid.
Mereka sepakat bahwa had bagi peminum khamr adalah dijilid (dipukul
atau dicambuk) punggungnya tidak boleh kurang dari 40 jilid. Rasulullah
SAW bersabda :


Artinya : Barangsiapa yang meminum khamr, maka cambuklah ia.
(H.R.Abu Daud).
Ali bin Abi Thalib r.a berkata mengenai banyaknya jilid dan yang diberikan
kepada peminum khamr, Nabi SAW menjilid 40 kali, Abu Bakar 40 kali,
Umar 80 kali dan semuanya adalah sunnah. Pernyataan Ali menujukkan
bahwa jilid bagi peminum khamr tidak boleh kurang dari 40 kali tetapi

dapat lebih dari 40 kali. Hukuman terhadap peminum khamr tidak


dilaksanakan pada saat cuaca dingin atau cuaca panas, tetapi ditunggu
hingga cuaca sedang dan setengah siang. Had juga tidak dikenakan pada
pelaku yang sedang mabuk dan sedang sakit. Jika ia sakit, maka ditunggu
hingga sadar dan jika ia sakit maka ditunggu hingga sembuh.
Hukuman didasarkan berdasarkan salahsatu antara dua hal :
a. Pengakuan si pelaku, bahwa dia meminum khamr
b. Kesaksian dua orang saksi yang adil.
Untuk melaksanakan hukuman atas delik minum khamr ini disyaratkan
terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut :
a. Peminum itu adalah orang yang berakal, karena akal merupakan tatanan
taklif (tuntutan Tuhan).
b. Peminum itu sudah baligh
c. Peminum itu melakukan perbuatannya dengan kehendak sendiri.
d. Peminum itu tahu bahwa apa yang diminumnya itu memabukkan.
Pondasi perundangan Islam berdasarkan pada kaidah menarik
kemaslahatan dan menolak kerusakan dan bahaya. Dan ketika sangat
penting bagi syariat yang hukum-hukumnya dibangun berdasarkan kaidah
menjaga kemaslahatan dan menolak bahaya, maka syariat ini
mengharamkan segala materi atau zat yang bisa menimbulkan bahaya
atau sesuatu yang lebih buruk, baik zat tersebut dalam bentuk diminum,
beku, dimakan, bubuk, atau dihirup. Penggunaan zat-zat narkotika adalah
haram, karena mengamalkan kaidah syara yang termasuk kaidah
terpenting dalam perundangan Islam, dan menolak kerusakan termasuk
salah satu tujuan penting syariat untuk menjaga nyawa atau jiwa
manusia.
Ketentuan Pidana bagi kasus narkotika tecantum dalam UU No.22 Tahun
1997 Bab XII pasal 78, 79, 80 yang berbunyi : Pasal 78 (1) Barang siapa
tanpa hak dan melawan hukum : a). Menanam, memelihara, mempunyai
dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman; atau b). Memiliki, menyimpan untuk
dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan I
bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta


rupiah). Pasal 79 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum :a).
Memiliki, menyimpanuntuk dimiliki atau untuk persediaan, atau
menguasai narkotika Golongan II,dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan denda palingbanyak Rp 250.000.000,00 (dua
ratuslima puluh juta rupiah); b). Memiliki, menyimpanuntuk dimiliki atau
untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan III,dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda palingbanyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 80 (1) Barang siapa tanpa hak
dan melawan hukum : a). Memproduksi, mengolah,mengekstraksi,
mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan I,dipidana
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau
pidanapenjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); b. Memproduksi,
mengolah,mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan
II, dipidana denganpidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); c.
Memproduksi, mengolah,mengkonversi, merakit, atau menyediakan
narkotika Golongan III, dipidana denganpidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan
hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.

Pembunuhan di bagi menjadi tiga macam, yaitu:


Pembunuhan sengaja
Pembunuhan menyerupai sengaja
Pembunuhan karena kesalahan
Adapun hukuman bagi pelaku pembunuhan secara global, adalah sebagai berikut:
Hukuman qishash
Hukuman kifarat
Hukuman diat
Hukuman tazir
Sedangkan penganiayaan adalah perbuatan menyakiti orang lain
yang mengenai badannya, tetapi tidak sampai menghilangkan nyawanya.
Adapun hukuman bagi pelaku penganiayaan hampir sama dengan
pembunuhan, yaitu terkena hukuman qishash dan diat.
Khamr adalah nama untuk segala sesuatu yang bisa menutup
(diambil dari kata khamara : menutupi akal; mencampur aduk dan
merusak akal. Sedangkan Narkotika atau obat bius yang bahasa
Inggrisnya disebut narcotic adalah semua bahan obat yang mempunyai
efek kerja pada umumnya bersifat membius (menurunkan kesadaran),
merangsang (meningkatkan semangat kegiatan/aktifitas), ketagihan
(ketergantungan, mengikat), menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).
Agama islam menempatkan penyalahgunaan narkoba (khamr dan
sejenisnya) biasanya berakibat pada seks bebas (zina) dan pornografi
sebagai sesuatu yang sudah sangat jelas dilarang. Narkoba yang biasanya
dipahami identik atau analog dengan khamr maka bagi peminum,
pengedar, pengusaha, dan penjualnya dikenai ancaman hukuman pidana.
Dengan demikian, segala jenis minuman atau apa saja yang dapat
memabukkan adalah haram. Apakah itu berbentuk cair, atau padat
seperti pil dan segala macam bentuknya adalah haram.

Peminum Khamr yang dikenakan had adalah ia yang terbukti


dengan pengakuannya atau dengan kesaksian dua orang saksi yang adil.
Ijma sahabat telah sepakat bahwa peminum khamr harus dijatuhi had
dijilid. Mereka sepakat bahwa had bagi peminum khamr adalah dijilid
(dipukul atau dicambuk) punggungnya tidak boleh kurang dari 40 jilid.
B. Saran
Demkianlah makalah yang kami susun, semoga dapat
memberikan manfaat untuk pembaca dan pemakalah khususnya. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penyusunan
makalah ini. Sehingga kami mohon kritik dan saran dari para pembaca
yang dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi pemakalah.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zaimudin. 2009. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Santoso, Topo. 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema
Insani Press

Anda mungkin juga menyukai