Anda di halaman 1dari 13

SISTEM PERKEMIHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


SINDROM NEFROTIK

Disusun oleh :

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya kami bisa
menyelesaikan makalah yang membahas tentang Asuhan keperawatan pada klien Sindrom
Nefrotik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Sistem perkemihan. Makalah ini
jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bisa berguna untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
Teknologi Kesehatan bagi kita semua.

Ungaran, 12 Juni 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Era Globalisasi ini kita sering mendengar istilah syndrom nefrotik,
hal inilumrah terjadi di kehidupan kita, tetapi kadang kita tidak mengetahui apa
syndromenefrotik itu sebenarnya. Sekarang melalui makalah ini kami akan
membahasmengenai syndrom nefrotik.Syndrome Nefrotik merupakan keadaan klinis
yang ditandai dengan proteinuria,hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya
edema. Kadang-kadang disertaihematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi
glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.Secara
umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder,idiopatik dan
sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun.
Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyakdaripada anak
perempuan.Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena
pada pasien syndrome nefrotic sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pe
menuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan danketrampilan
yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasimasalah yang timbul,
merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencanakeperawatan, melaksanakan dan
mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakahsudah diatasi atau belum atau perlu
modifikasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit syndrome nefrotik ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan syndrome nefrotik ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit syndrome nefrotik.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan syndrome nefrotik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

KONSEP PENYAKIT
2.1 Definisi
Menurut Donna L. Wong, 2004 : 550, Sindrom Nefrotik adalah status
klinis yang ditandai dengan peningkatan permaebilitas membrane glomerulus
terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif.
Menurut Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan
gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan
karakteristik proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan
edema.
2.2 Klasifikasi
Menurut Whaley dan Wong, 1999 :
1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal (MCNS : Minimal Change Nephroti
Syndrom)
Kondisi yang sering menyebabkan syndrome nefrotik pada anak usia
sekolah. Anak dengan syndrome nefrotik ini pada biopsy ginjalnya terlihat
hamper normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vascular seperti lupus
eritematosussistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system
endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala
awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua
pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun pertama kehidupan bayi
jika tidak dilakukan dialysis.
2.3 Etiologi
Sindrom nefrotik belum diketahui sebab pastinya, secara umum penyebab dibagi
menjadi berikut :
1. Sindrom Nefrotik Bawaan
Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif
autosom menyebabkan sindrom nefrotik.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti parasit
malaria, penyakit kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan bahan kimia
(trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa, amiloidosis dan lainlain. Sebab paling sering sindrom nefrotik sekunder adalah glomerulonefritis

primer dan sekunder akibat infeksi keganasan penyakit jaringan penghubung,


obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik seperti3 :
a) Glomerulonefritis primer
1) Glomerulonefritis lesi minimal
2) Glomerulosklerosis fokal
3) Glomerulonefritis membranosa
4) Glomerulonefritis membranoproliferatif
5) Glomerulonefritis proliferatif lain

b) Glomerulonefritis sekunder
1) Infeksi : HIV, Hepatitis virus B dan C. Sifilis, malaria, skisotoma,
TBC, Lepra
2)

Keganasan : Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma


Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal.

3) Penyakit jaringan penghubung : Lupus eritematosus sistemik, artritis


reumathoid, MCTD
4) Efek obat dan toksin : obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas,
penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin.
5) Lain-lain : DM, amiloidosis, preeklampsia, rejeksi alograf kronik,
refluks vesicoureter, atau sengatan lebah

2.4 Manifestasi
1. Proteinuria > 3,5 gr/hari pada dewasa atau 0,05 gr/kg BB/hari pada anakanak.
2. Hipoalbuminemia < 30 gr/l.
3. Edema anasarka. Edema terutama jelas pada kaki, disekitar mata
(periorbital), asites, dan efusi pleura.
4. Hiperlipidemia.

2.5 Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah plasma protein terutama
albumin kedalam urin. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin,
namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya, jika albumin
terus-menerus hilang melalui ginjal. Akhirnya terjadi hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolism albumin di ginjal menyebabkan edema. Sistensi protein di
hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti hilangnya
albumin dalam urin). Hipotensi menunjukkan kehilangan albumin mengakibatkan
penurunan tekanan onkotik dalam saluran darah. Ini mengakibatkan kebocoran
cairan dari dalam darah ke intestitum. Isi dari cairan yang berkurang dalam
saluran darah seterusnya akan mengaktifkan rennin angiotensin oldosteron system
hormone asopresin (ADH) akan dirembes untuk menstabilkan kandungan cairan
dalam saluran darah seperti sediakala.
Meskipun demikian, pengumpulan cairan ini menyebabkan kehilangan
cairan yang terus menerus ke intestitum karena protein terus-menerus hilang ke
dalam urin diikuti dengan kerusakan pada membrane basa glumerulus. Ini
menyebabkan penumpukkan cairan secara berlebih dalam jaringan dan
mengakibatkan edema. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis
lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia) hal ini menyebabkan intake nutrisi berkurang sehingga
menyebabkan terjadinya malnutrisi. Menurunnya respon immune karena sel
immune tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia,
hyperlipidemia.
2.6 Komplikasi
1. Hipovolemi
2. Infeksi pneumokokus
3. Emboli pulmoner
4. Peritonitis
5. Gagal ginjal akut
6. Dehidrasi
7. Venous thrombosis
8. Aterosklerosis
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz, Cecily L, 2002 :
1. Uinalisa (protein, eritrosit, silinder)
a) Protein urin meningkat
b) Urinalisis cast hialin dan granular, hematuria
c) Dipstick urin positif untuk protein dan darah
d) Berat jenis urin meningkat

2. Clearance kreatinin (BUN/SC)


3. Uji darah
a) Albumin serum menurun
b) Kolesterol serum meningkat
c) Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsentrasi)
d) Laju endap darah (LED) meningkat
e) Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk mengatasi gejala dan akibat yang
ditimbulkan pada anak dengan sindrom nefrotik sebagai berikut :
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang
lebih 1 gram per hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya
dalam makanan dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya
edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan caitan
intravaskular berat.
3. Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international Study of kidney
Disease in Children) : prednison dosis penuh : 60 mg/m 2 luas permukaan
badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4
minggu dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan
badan/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam
seminggu (intermitten dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4
minggu, kemudian dihentikan tanpa tappering off lagi. Bila terjadi relaps
diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi
(maksimal 4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh.
Bila terjadi relaps sering atau resisten steroid, lakukan biopsi ginjal.
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi.
5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

B. ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM NEFROTIK


A. Pengkajian
1. Anamnesis
1.1 Identitas pasien
1.2 Identitas penanggungjawab
1.3 Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki.
1.4 Riwayat kesehatan sekarang
Pada riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut :
Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah. disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah.
Kaji adanya anoreksia pada klien.
Kai adanya keluhan sakit kepala dan malaise
1.5 Riwayat kesehatan dahulu
Perawat mengkaji apakah klien pernah menderita penyakit edema, apakah
ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat.
1.5 Riwayat kesehatan keluarga
2. Pengkajian psikososiokultural
Kaji adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan memberikan
dampaka rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran
biasanya composmentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
1.1 B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut.
Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
1.2 B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
1.3 B3 (Brain)

Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status


neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia
pada sistem saraf pusat.
1.4 B4 (bledder)
Perubahan warna urin output seperti warna urin berwarna kola
1.5 B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah,anoreksia sehingga sering di
dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan tubuh. Didapatkan asites
pada abdomen.
1.6 B6 (bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fifik secara uum.
4. Pengkajian diagnostik
Urinarisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus.

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
makan
2. Kelebihan volume cairan b.d kelebihan asupan cairan
3. Intoleransi aktivitas b.d keletihan
C. Intervensi
Dx 1:
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
makan
a

NOC :
a.
b.
c.
d.

Nutritional Status
Nutritional status : nutrient intake
Nutritional status : food and fluid intake
Weight control

Kriteria Hasil :

a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan


b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC
Nutrition Management
a. Mengkaji adanya alergi makanan
b. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan oleh klien
c. Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
d. Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
e. Menganjurkan klien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Nutrition Monitoring
a.
b.
c.
d.
e.

Memonitor adanya penurunan berat badan


Memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Memonitor turgor kulit
Memonitor mual dan muntah
Memonitor pertumbuhan dan perkembangan

Dx 2:
Kelebihan volume cairan b.d kelebihan asupan cairan
a NOC :

a. Electrolit and acid base balance


b. Fluid balance
c. Hydration
Kriteria Hasil :
a.
b.
c.
d.

Terbebas dari edema, efusi, anaskara


Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu / ortopneu
Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output

jantung dan vital sign dalam batas normal


e. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
NIC
Fluid management
a. Memonitor tanda-tanda vital
b. Memonitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan
c. Memonitor status hemodinamik
d. Memonitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP,
edema, distensi vena leher, asites )
e. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai intruksi
f. Pasang urin kateter jika diperlukan
Fluid monitoring
a. Monitor berat badan
b. Monitor tanda dan gejala dari edema

Dx 3:
Intoleransi aktivitas b.d keletihan
a NOC :
a. Energy conservation
b. Activity tolerance
c. Self care : ADLs
Kriteria Hasil :

a.
b.
c.
d.
e.
f.
NIC
a.
b.
c.

Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri


Tanda-tanda vital normal
Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat
Status kardiopulmonari adekuat
Sirkulasi status baik
Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat
Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Seimbangkan istirahat dan aktivitas
Rencanakan dan berikan aktifitas tenang

d. Instruksikan anak untuk istirahat apabila mulai terasa lelah


e. Berikan perode tanpa gangguan

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,


penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik
sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan
Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).Tanda paling umum adalah
peningkatan cairan di dalam tubuh. Tanda lainnya seperti hipertensi (jarang terjadi), oliguri
(tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), malaise, mual, anoreksia, irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan
berhubungan, resiko tinggi infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko tinggi
kerusakan integritas kulit, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, gangguan perfusi

jaringan perifer, gangguan citra tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, dan
defisit pengetahuan.

3.2 SARAN

Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama mahasiswa keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai