Anda di halaman 1dari 4

Daniel Andrianus Ginting 2015271108

Ringkasan Materi Manajemen Perpajakan


Menggunakan Tax Amnesty atau Pembetulan SPT?
1. Tax Amnesty
Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai
sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara
mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini. Tujuan dari pengampunan pajak ini adalah:
a. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang
antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai
tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi
b. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta
perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan
c. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan
pembangunan.
Tarif uang tebusan atau harta yang berada di dalam wilayah NKRI atau Harta yang
berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak
dialihkan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PMK No. 18 adalah sebesar 2% sampai dengan
akhir bulan ketiga atau 30 September 2016. Tarif kedua sebesar 3% sampai dengan 31
Desember 2016. Tarif ketiga sebesar 5% sampai dengan 31 Maret 2017.
Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PMK No. 18 adalah sebesar 4% sampai dengan akhir
bulan ketiga atau 30 September 2016. Tarif kedua sebesar 6% sampai dengan 31 Desember
2016. Tarif ketiga sebesar 10% sampai dengan 31 Maret 2017.
Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir
adalah sebesar:
a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai
dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan; atau
b. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan, untuk periode
penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak. Wajib pajak tersebut
berupa wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan. Kecuali:
a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;
b. dalam proses peradilan; atau
c. menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

a.

b.

c.

d.

Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan memperoleh fasilitas


Pengampunan Pajak berupa:
penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi
administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk
kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai
dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban
perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir
Tahun Pajak Terakhir;
tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun
Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak,
pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas
kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir,
2. Pembetulan SPT
Sesuai dengan sistem self assesment, Wajib Pajak melakukan perhitungan sendiri atas
pajak yang terutang dalam satu masa pajak atau satu tahun pajak. Perhitungan pajak terutang
tersebut dituangkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Kemudian SPT tersebut disampaikan
ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Seiring dengan berjalannya waktu bisa jadi Wajib Pajak merasa bahwa SPT yang telah
disampaikannya ternyata tidak benar atau terdapat kekeliruan. Untuk mengkoreksi SPT
terdahulu yang telah disampaikannya tersebut Wajib Pajak harus menyampaikan lagi SPT
atas masa pajak atau tahun pajak yang sama. Tindakan ini biasa disebut membetulkan SPT
dan SPT yang disampaikannya disebut SPT Pembetulan.
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan
dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
melakukan tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan mulai melakukan tindakan
pemeriksaan adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada
Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib
Pajak.
Dalam hal pembetulan SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus
disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Yang dimaksud dengan
daluwarsa penetapan adalah jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP.
Persyaratan ini pada dasarnya adalah untuk memberikan waktu yang cukup kepada
Dirjen Pajak untuk melakukan pemeriksaan sebelum daluarsa penetapan berakhir. Dengan
demikian, Wajib Pajak tidak bisa memanfaatkan ketentuan pembetulan SPT ini untuk
mengambil keuntungan dari pendeknya waktu pemeriksaan.
Dengan demikian, tidak ada batas waktu untuk menyampaikan SPT Pembetulan yang
menyatakan kurang bayar, sepanjang belum dilakukan tindakan pemeriksaan. Sebelum

berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2007, jangka waktu pembetulan SPT dibatasi untuk 2 tahun
setelah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh, Wajib Pajak dapat
melakukan pengkompensasian kerugian fiskal dalam satu tahun pajak ke tahun-tahun
berikutnya paling lama 5 tahun. Jika terdapat SKP, keputusan keberatan, putusan banding
atau putusan peninjauan kembali untuk tahun terjadinya rugi fiskal yang rugi fiskalnya
berbeda, maka tentu saja hal ini akan mengakibatkan perlunya pembetulan SPT tahun tahun
berikutnya di mana kompensasi rugi fiskal dilakukan.
Terkait dengan kompensasi rugi ini Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan yang
telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali
Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi
fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang
akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan
pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan
tindakan pemeriksaan.
Pasal 38 KUP mengatur tentang ketentuan pidana alpa di mana Wajib Pajak melakukan
pelanggaran kewajiban perpajakan. Jenis pelanggarannya adalah Wajib Pajak alpa untuk :
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13A.
Bagi Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran jenis ini, walaupun telah dilakukan
tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya
ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap
ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut
dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang
beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang
dibayar.
3. Pembetulan SPT atau Tax Amnesty?
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan bila anda memilih pembetulan
SPT, maka aset baru yang dilaporkan dalam SPT akan diperiksa dan ditelusuri asal usulnya
oleh aparat pajak. Bila anda yakin aset itu diperoleh dari penghasilan yang telah dipotong
pajaknya maka tidak masalah. Namun bila aset tersebut didapat dari penghasilan yang tidak
dipotong pajak, maka akan jadi masalah.Apabila anda memilih ikut tax amnesty, maka asal
usul aset yang baru saja anda laporkan tidak akan diusut dan ditelusuri oleh aparat pajak.
Tapi, dalam tax amnesty, anda harus membayar tebusan.

Selain itu, subyek pajak yang tidak perlu mengikuti program pengampunan pajak
melainkan hanya perlu melakukan pembetulan SPT adalah:
1. Jika penghasilan anda di bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak = 54jt per
tahun/4.5jt per bulan) meskipun punya harta.
2. Pensiunan yang incomenya cuma dari uang pensiun aja.
3. Punya warisan atau hibah yang belum di laporkan di SPT tahunan.
4. Aset yang dimiliki tidak digunakan untuk penambah penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai