Anda di halaman 1dari 13

Kata Pengantar

Puji serta syukur penyusun sampaikan ke hadiran Alloh SWT, karena atas berkat dan
rahmatNya lah laporan penelururan ini dapat diselesaikan dan dikumpulkan tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Tak Lupa salawat serta salam selalu terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Ucapan terimakasih tak lupa penyusun sampaikan pada semua pihak yang
telah memberikan partisipasi dalam proses penyusunan laporan penelusuran ini.
Laporan penelusuran ini disusun dalam rangka memenuhi penuasan yang diberikan
oleh guru mata pelajaran sejarah Indonesia, serta dalam rangka memberikan informasi
mengenai sejarah Indonesia khususnya pada fase revolusi fisik.
Adapun laporan penyusunan ini berisi materi mengenai sejarah Indonesia dikala
Revolusi fisik. Dimulai ketika kedatangan sekutu ke Indonesia, Agresi militer Belanda,
hingga berbagai perundingan yang ditempuh para pahlawan guna mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
Dalam proses penyusunan, penyusun menyadari bahwa hasil kerja kami masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik maupun ssaran yang
membangun guna peningkatan kualitas penyusunan laporan kami di masa yang akan datang.
Selain itu, penyusun berharap semoga hasil penyusunan laporan ini mampu menambah
wawasan pembaca dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

23 April 2016

Kelompok Sultan Agung

Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusah Masalah
BAB II : ISI
A.
Kedatangan Sekutu ke Indonesia
B.
Perjanjian linggarjati
C.
Agrsi Militer Belanda II
D.
Komisi Tiga Negara
E.
Perjanjan Renville
F.
Agresi Militer Belanda II
G.
Serangan Umum 1 Maret
H.
Perjanjian Roem Roijjen
I.
Konferensi Inter-Indonesia
J.
Konferensi Meja Bundar
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar Pustaka

BAB1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia Memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu,
Indonesia telah menjadi sebuah negara yang merdeka membersihkan diri dari semua bentuk
penjajahan. Akan teteapi, meskipun saat itu Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya,
Bukan berarti tidak ada hambatan yang mencoba menggoyahkan ataupun memecah belah
bangsa ini .
Saat-saat dimana Bangsa kita baru merdeka dan mempertahanan kemerdekaannya
inilah yang di sebut dengan revolusi fisik. Dimuali dari kedatangan sekutu yang hendak
menguasai Indonesia, hingga Agresi militer Belanda yang menyebabkan rakyat kita harus
kembali berjuang mempertaruhkan nyawanya.

Bapak prolamator kita, Ir soekarno pernah mwngatakan bahwa bangsa yang besar
adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Bhkan, salah satu pidatonya diberi judul Jas
Merah yang berarti Jangan sekali kali melupakan sejarah. Oleh karena itu, amat penting bagi
kita bangsa Indonesia untuk senantiasa Mengenang, Menghargai, serta mencintai sejarah kita.
Salah satu hal yang dapat kita lakukan selaku pelajar dalam rangka menghargai
sejarah bangsa adalah dengan memperlajarinya. Oleh karena itu, kami menyusun laporan
penelusuran mengenai sejara hIndonesia khususnya dalam fase Revolusi fisik yang mudahmudahan dapat bermanfaat guna menambah wawasan pembaca serta meningkatkan
kesadaran kita agar lebih mencintai sejarah.
B. Rumusah Masalah
1. Kedatangan Sekutu ke Indonesia
2. Perjanjian Linggarjati
3. Agresi militer Belanda I
4. Komisi Tiga Negara
5. Pelaksanaa Perjanjian Renville
6. Agresi militer Belada II
7. Serangan umum 1 Maret
8. Perjanjian Roem Roijen
9. Konfrensi Inter Indonesia
10. Konfrensi Meja Bundar
BAB II : ISI
A. Kedatangan Sekutu ke Indonesia
Setelah Perang pasifik berakhir dan Jepang kalah dalam menghadapi sekutu, maka Jepang
meyerahkan kekuasaannya pada sekutu. Pasukan sekutu yang bertugas menangani Indonesia
adalah Tentara Kerajaan Inggris. Pasukan tersebut terdiri dari 2, yaitu :
-SEAC ( South East Asia Command ) dipimpin oleh Laksamana Lord Louis Mounbatten
untuk wilayah Indonesia bagian Barat. Mendarat di Indonesia tanggal 22 September 1945.
-SWPC ( South West Pasific Command) untuk wilayah Indonesia bagian Timur.
Dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia bagian barat, Mounbatten membentuk
AFNEI ( Allied Forces for Netherlands East Indies ) dipimpin oleh Letnan Jenderal Philip
Christison . Tugas AFNEI adalah sebagai berikut.
1. Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada
pemerintahan sipil.
5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan
pengadilan Sekutu.

Kedatangan sekutu awalnya disambut baik (netral) oleh pemimpin Indonesia sebab
melihat tugas yang dibawanya. Namun setelah mengetahui bahwa ternyata sekutu membawa
NICA ( Netherlands Indies Civil Administration ) maka Indonesia mulai curiga dan
meragukan maksud kedatangan pasukan sekutu tersebut. Kecurigaan tersebut disebabkan
karena:

NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia-Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil
alih pemerintahan sipil di Indonesia.
Dugaan bahwa Belanda mau menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia sebab Belanda
masih merasa memiliki hak di Indonesia.
NICA mempersenjatai orang-orang KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
Bekas interniran juga menuntut kembali barang-barang miliknya.
Akhirnya Panglima AFNEI, Christison mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto
pada tanggal 1 Oktober 1945. Sehingga para pejabat daerah pun menerima pasukan AFNEI
dan bersedia membantu tugas AFNEI. Namun terjadi Perselisihan karena sekutu tidak benarbenar menghormati kedaulatan RI, hingga terjadi aberbagai konflik dan aksi terorisme seperti
di Ambarawa, dan Biak.

B. Perjanjian linggarjati
Latar Belakang
Konflik antara Indonesia dan Belanda menyebabkan berbagai pertempuran seperti
contohnya peristiwa 10 Noember Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris, mengundang
Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal
karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau
Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Jalannya perundingan
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang
disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van
Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
Hasil perundingan
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949 .
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Pelanggaran Perjanjian
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur
Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan
perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947 , meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini
merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.

C. Agrsi Militer Belanda II


" Operatie Product " (Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi
Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik
Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini
merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka
mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati . Dari sudut pandang
Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan
Linggarjati.
Latar belakang
Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik
mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan
Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang
kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok
untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan
menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Pada saat itu jumlah tentara Belanda
telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk
persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.
Dimulainya operasi militer
Agresi militer Belanda 1 dimulai pada tanggal 21 Juli 1947. Fokus serangan tentara
Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera
Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka
menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana
terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus,
yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan
Pasukan Para I ( 1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST
(pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling|pembantaian di
Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan
dikirim juga ke Sumatera Barat. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di
wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan
dan pertambangan.
Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk
Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan
Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke
dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal
1 Agustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan, hingga pada 25
Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah
konflik antara Indonesia dan Belanda yang disebut Komisi Tiga Negara

D. Komisi Tiga Negara


KTN atau Komisi Tiga Negara dibentuk Pada tanggal 35 Agustus 1947 oleh Dewan
Keamanan PBB untuk menjadi penengah konfllik antara Indonesaia dan Belanda. Komite ini
beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih
oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral.
Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite
Jasa Baik Untuk Indonesia).

Dengan Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia

diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
Komisi ini diperkuat oleh personil militer dari Amerika Serikat, sedangkan Perancis
bertindak sebagai peninjau. Dalam pertemuannya pada tanggal 20 Oktober 1947, KTN
memutuskan bahwa tugasnya di Indonesia adalah untuk menyelesaikan sengketa antara
Indonesia dan Belanda dengan cara-cara damai. Dalam kaitannya dengan hal itu, KTN berhak
mengambil inisiatif untuk masalah militer, sedangkan untuk masalah politik KTN hanya
memberikan saran-saran. Pada tanggal 27 Oktober 1947, para anggota KTN telah tiba di
Indonesia untuk memulai pekerjaannya.
E. Perjanjan Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani
pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat
netral, USS Renville , yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok , Jakarta . Perundingan
dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN).
Delegasi
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap.
Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo .
Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham .
Gencatan senjata
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk
melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran
terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI,
dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang
terjadi antara Karawang dan Bekasi .
Isi perjanjian
1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah , Yogyakarta , dan Sumatera sebagai bagian wilayah
Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda

3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa
Barat dan Jawa Timur
Pasca Perjanjian
Akibat yang ditimbulkan oleh perjanjian Renville ini, pihak Republik harus
mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi
Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah.Namun, Tidak semua pejuang Republik yang tergabung
dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di
bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville
tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. Setelah
Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan
Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia
telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
( DI/TII ). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu,
Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
F. Agresi Militer Belanda II
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak ( bahasa Belanda : Operatie Kraai) terjadi
pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta , Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu
kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra
yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara .
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di
Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet
mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap
tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak
diplomatik dapat diadakan.
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, maka Presiden dan
Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa ia
diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat.
Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil
membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr.
Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang
sedang berada di New Delhi . Sementara para pemimpin republik diasingkan oleh Belanda.
Jendral Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota.
Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam
keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman

kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949 . Sedangkan Kolonel A.H. Nasution, selaku
Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang
kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok isinya ialah : Tugas
pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke
belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa
akan menjadi medan gerilya yang luas.
G. Serangan Umum 1 Maret
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret
1949 terhadap kota Yogyakarta secara besar- untuk membuktikan kepada dunia internasional
bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan
demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di
Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta
membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih
mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai
komandan brigade X /Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah
Yogyakarta .
Latar belakang
Kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada bulan
Desember 1948 , TNI mulai menyusun strategi guna melakukan pukulan balik terhadap
tentara Belanda yang dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalan kereta api ,
menyerang konvoi . Tujuan utama dari ini rencana adalah bagaimana menunjukkan eksistensi
TNI dan Republik Indonesia kepada dunia internasional. Untuk itu, maka anggota UNCI ,
wartawan-wartawan asing serta para pengamat militer harus melihat perwira-perwira yang
berseragam TNI.

Tiga alasan penting yang dikemukakan Bambang Sugeng untuk memilih Yogyakarta
sebagai sasaran utama adalah:
1. Yogyakarta adalah Ibukota RI , sehingga bila dapat direbut walau hanya untuk beberapa
jam, akan berpengaruh besar terhadap perjuangan Indonesia melawan Belanda.
2. Keberadaan banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih adanya
anggota delegasi UNCI (KTN) serta pengamat militer dari PBB.
3. Semua pasukan memahami dan menguasai situasi/daerah operasi.
Jalannya serangan Umum
Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati
kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari sekitar pukul 06.00,
sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam

penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke
batas Malioboro.
TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang,
sebagaimana yang telah ditentukan semula,seluruh pasukkan TNI mundur. Serangan terhadap
kota Solo yang juga dilakukan secara besar-besaran, dapat menahan Belanda di Solo sehingga
tidak dapat mengirim bantuan dari Solo ke Yogyakarta.
Serangan Umum 1 Maret mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa RI
sudah lemah. Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta
yang menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang karena membuktikan
kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase,
tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yang
dipertahankan dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat - artileri, pasukan infantri dan
komando yang tangguh. Serangan umum Solo inilah yang menyegel nasib Hindia Belanda
untuk selamanya.
H. Perjanjian Roem Roijjen
Perjanjian Roem-Van Roijen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda
yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei
1949 di Hotel Des Indes, Jakarta . Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi,
Mohammad Roem dan Herman van Roijen .
Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai
kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang
sama. Perjanjian ini berlangsung lama karena memerlukan kehadiran Bung Hatta dari
pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk
mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di
Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan Jogjakarta is de Republiek
Indonesie
Hasil perundingan ini adalah:

Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya


Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan
semua tawanan perang
Pasca Perundingan
Pada 6 Juli , Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta.Sjafruddin
Prawiranegarai menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi
mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949. Belanda dan Indonesia melakukan
genjatan senjata hingga KMB berhasil menunutaskan semua masalah kecuali masalah Papaua
Barat.

I.

Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara
Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda
yang tergabung dalam BFO. BFO didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 dan merupakan
lembaga permusyawaratan dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI.
Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah
Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung
dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap
Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia
pada bulan Juli 1949.
Selain membahas aspek-aspek mendasar hingga teknis perencanaan membangun dan
membentuk RIS, Konferensi Intern-Indonesia juga digunakan sebagai konsolidasi internal
menjelang digelarnya Konferensi Meja Bundar yang dimulai pada 23 Agustus 1949.
Bagi pemerintah RI sendiri, kesediaan menggelar Konferensi Inter-Indonesia bukan
semata karena ketiadaan pilihan lain yang lebih baik, melainkan juga karena pemerintah RI
menganggap BFO tidak lagi sama persis dengan BFO yang direncanakan van Mook.
Soekarno menyebut konferensi ini sebagai trace baru bagi arah perjuangan Indonesia.
Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia yang berlangsung hingga 22 Juli adalah :
1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat),
2. RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung
jawab kepada Presiden,
3. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari
kerajaan Belanda,
4. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan
5. Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL
serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun
melalui Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI,
terutama delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi
Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gde Agung untuk
menolak intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin
kuat untuk berunding dengan Belanda di KMB.

J.

Konferensi Meja Bundar


Konferensi Meja Bundar adalah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag , Belanda,
dari 23 Agustus hingga 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda ,
dan BFO ( Bijeenkomst voor Federaal Overleg). Sebelum konferensi ini, Konferensi ini
berakhir dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik
Indonesia Serikat.
Latar belakang
Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke ibukota
sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Setlah smua usaha Indonesia untuk
mempertahankan Kemerdekaan dengan keberadaan Belanda yang menempuh berbagai cara
untuk kembali menguasainya, maka

Komisi PBB menetapkan bahwa Konferensi Meja

Bundar akan digelar di Den Haag .


Perundingan menghasilkan sejumlah dokumen, di antaranya Piagam Kedaulatan,
Statuts Persatuan, kesepakatan ekonomi serta kesepakatan terkait urusan sosial dan militer.
Selain itu Pihak Indonesia diharuskan membayar hutang Belanda sebesar 4,3 miliar gulden
sebagai konsekuensi dari pengakuan kedaulatan.
Konferensi secara resmi ditutup di gedung parlemen Belanda pada 2 November 1949.
Kedaulatan diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 December 1949.

Isi

perjanjian konferensi adalah sebagai berikut:


1. Keradjaan Nederland menyerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya kepada
Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat lagi dan tidak dapat dicabut, dan karena itu
mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada
Konstitusinya; rancangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Kerajaan Nederland.
3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949
Serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari pemerintah kolonial
Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar
semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin
menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup
tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat
bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu
tahun.
Tanggal 27 Desember 1949 , pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno
menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri , yang membentuk Kabinet

Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat
yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal yang diakui
oleh Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah sekitar enam puluh tahun
kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa
kemerdeekaan de facto Indonesia bermula pada 17 Agustus 1945.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
Bedasarkan sejarah yang kita ketahui selama ini. Indonesia merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945. Akan tetapi, bukan berarti bahwa perjuangan Indonesia berakhir saat itu juga.
Perang dan Perjuangan para pahlawan masih terus berlanjut guna mempertahankan
kedaulatan serta endapat pengakuan dari dunia.
Tak hanya mengahalau serangan dan intervensi dari negara lain, bagsa kita juga
mendapat ancaman dari dalam negeri berupa pemberontakkan dan terorisme. Namun dengan
semangat dan tekad yang kuat dari para pahlawan serta keinginan untuk merdeka seluruh
rakyat, maka setelah menemouh berbagai usaha mulai dari perundingan hingga perlawanan
bersenjata, Akhirnya Indonesia mampu mendapat pengakuan dan berdiri sebagai negara yang
benar-benar Merdeka.
B. Saran
Sebagai bangsa Indonesia, tentunya kita harus bersyukur karena saat ini kita sudah
dapat menikati kemerdekaan yang merupakan hasil dari jerih payah para pahlawan terdahulu.
Oleh karena itu alangkah lebih baik apabila kita senantiasa mengenang jasa para pahlawan
serta mengisi kemerdekaan dengan berperilaku posifit dan dapat membanggakan Indonesia.

Penyusun menyarankan agar kita semua lebih dapat mencintai dan mau lebih
mengenal sejrah bangasa kita sendiri karena suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai searahnya. JASMERAH Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.

Anda mungkin juga menyukai