Puji serta syukur penyusun sampaikan ke hadiran Alloh SWT, karena atas berkat dan
rahmatNya lah laporan penelururan ini dapat diselesaikan dan dikumpulkan tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Tak Lupa salawat serta salam selalu terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Ucapan terimakasih tak lupa penyusun sampaikan pada semua pihak yang
telah memberikan partisipasi dalam proses penyusunan laporan penelusuran ini.
Laporan penelusuran ini disusun dalam rangka memenuhi penuasan yang diberikan
oleh guru mata pelajaran sejarah Indonesia, serta dalam rangka memberikan informasi
mengenai sejarah Indonesia khususnya pada fase revolusi fisik.
Adapun laporan penyusunan ini berisi materi mengenai sejarah Indonesia dikala
Revolusi fisik. Dimulai ketika kedatangan sekutu ke Indonesia, Agresi militer Belanda,
hingga berbagai perundingan yang ditempuh para pahlawan guna mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
Dalam proses penyusunan, penyusun menyadari bahwa hasil kerja kami masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik maupun ssaran yang
membangun guna peningkatan kualitas penyusunan laporan kami di masa yang akan datang.
Selain itu, penyusun berharap semoga hasil penyusunan laporan ini mampu menambah
wawasan pembaca dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.
23 April 2016
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusah Masalah
BAB II : ISI
A.
Kedatangan Sekutu ke Indonesia
B.
Perjanjian linggarjati
C.
Agrsi Militer Belanda II
D.
Komisi Tiga Negara
E.
Perjanjan Renville
F.
Agresi Militer Belanda II
G.
Serangan Umum 1 Maret
H.
Perjanjian Roem Roijjen
I.
Konferensi Inter-Indonesia
J.
Konferensi Meja Bundar
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar Pustaka
BAB1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia Memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu,
Indonesia telah menjadi sebuah negara yang merdeka membersihkan diri dari semua bentuk
penjajahan. Akan teteapi, meskipun saat itu Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya,
Bukan berarti tidak ada hambatan yang mencoba menggoyahkan ataupun memecah belah
bangsa ini .
Saat-saat dimana Bangsa kita baru merdeka dan mempertahanan kemerdekaannya
inilah yang di sebut dengan revolusi fisik. Dimuali dari kedatangan sekutu yang hendak
menguasai Indonesia, hingga Agresi militer Belanda yang menyebabkan rakyat kita harus
kembali berjuang mempertaruhkan nyawanya.
Bapak prolamator kita, Ir soekarno pernah mwngatakan bahwa bangsa yang besar
adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Bhkan, salah satu pidatonya diberi judul Jas
Merah yang berarti Jangan sekali kali melupakan sejarah. Oleh karena itu, amat penting bagi
kita bangsa Indonesia untuk senantiasa Mengenang, Menghargai, serta mencintai sejarah kita.
Salah satu hal yang dapat kita lakukan selaku pelajar dalam rangka menghargai
sejarah bangsa adalah dengan memperlajarinya. Oleh karena itu, kami menyusun laporan
penelusuran mengenai sejara hIndonesia khususnya dalam fase Revolusi fisik yang mudahmudahan dapat bermanfaat guna menambah wawasan pembaca serta meningkatkan
kesadaran kita agar lebih mencintai sejarah.
B. Rumusah Masalah
1. Kedatangan Sekutu ke Indonesia
2. Perjanjian Linggarjati
3. Agresi militer Belanda I
4. Komisi Tiga Negara
5. Pelaksanaa Perjanjian Renville
6. Agresi militer Belada II
7. Serangan umum 1 Maret
8. Perjanjian Roem Roijen
9. Konfrensi Inter Indonesia
10. Konfrensi Meja Bundar
BAB II : ISI
A. Kedatangan Sekutu ke Indonesia
Setelah Perang pasifik berakhir dan Jepang kalah dalam menghadapi sekutu, maka Jepang
meyerahkan kekuasaannya pada sekutu. Pasukan sekutu yang bertugas menangani Indonesia
adalah Tentara Kerajaan Inggris. Pasukan tersebut terdiri dari 2, yaitu :
-SEAC ( South East Asia Command ) dipimpin oleh Laksamana Lord Louis Mounbatten
untuk wilayah Indonesia bagian Barat. Mendarat di Indonesia tanggal 22 September 1945.
-SWPC ( South West Pasific Command) untuk wilayah Indonesia bagian Timur.
Dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia bagian barat, Mounbatten membentuk
AFNEI ( Allied Forces for Netherlands East Indies ) dipimpin oleh Letnan Jenderal Philip
Christison . Tugas AFNEI adalah sebagai berikut.
1. Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada
pemerintahan sipil.
5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan
pengadilan Sekutu.
Kedatangan sekutu awalnya disambut baik (netral) oleh pemimpin Indonesia sebab
melihat tugas yang dibawanya. Namun setelah mengetahui bahwa ternyata sekutu membawa
NICA ( Netherlands Indies Civil Administration ) maka Indonesia mulai curiga dan
meragukan maksud kedatangan pasukan sekutu tersebut. Kecurigaan tersebut disebabkan
karena:
NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia-Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil
alih pemerintahan sipil di Indonesia.
Dugaan bahwa Belanda mau menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia sebab Belanda
masih merasa memiliki hak di Indonesia.
NICA mempersenjatai orang-orang KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
Bekas interniran juga menuntut kembali barang-barang miliknya.
Akhirnya Panglima AFNEI, Christison mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto
pada tanggal 1 Oktober 1945. Sehingga para pejabat daerah pun menerima pasukan AFNEI
dan bersedia membantu tugas AFNEI. Namun terjadi Perselisihan karena sekutu tidak benarbenar menghormati kedaulatan RI, hingga terjadi aberbagai konflik dan aksi terorisme seperti
di Ambarawa, dan Biak.
B. Perjanjian linggarjati
Latar Belakang
Konflik antara Indonesia dan Belanda menyebabkan berbagai pertempuran seperti
contohnya peristiwa 10 Noember Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris, mengundang
Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal
karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau
Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Jalannya perundingan
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang
disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van
Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
Hasil perundingan
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949 .
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Pelanggaran Perjanjian
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur
Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan
perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947 , meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini
merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
Komisi ini diperkuat oleh personil militer dari Amerika Serikat, sedangkan Perancis
bertindak sebagai peninjau. Dalam pertemuannya pada tanggal 20 Oktober 1947, KTN
memutuskan bahwa tugasnya di Indonesia adalah untuk menyelesaikan sengketa antara
Indonesia dan Belanda dengan cara-cara damai. Dalam kaitannya dengan hal itu, KTN berhak
mengambil inisiatif untuk masalah militer, sedangkan untuk masalah politik KTN hanya
memberikan saran-saran. Pada tanggal 27 Oktober 1947, para anggota KTN telah tiba di
Indonesia untuk memulai pekerjaannya.
E. Perjanjan Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani
pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat
netral, USS Renville , yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok , Jakarta . Perundingan
dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN).
Delegasi
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap.
Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo .
Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham .
Gencatan senjata
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk
melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran
terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI,
dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang
terjadi antara Karawang dan Bekasi .
Isi perjanjian
1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah , Yogyakarta , dan Sumatera sebagai bagian wilayah
Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa
Barat dan Jawa Timur
Pasca Perjanjian
Akibat yang ditimbulkan oleh perjanjian Renville ini, pihak Republik harus
mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi
Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah.Namun, Tidak semua pejuang Republik yang tergabung
dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di
bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville
tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. Setelah
Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan
Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia
telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
( DI/TII ). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu,
Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
F. Agresi Militer Belanda II
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak ( bahasa Belanda : Operatie Kraai) terjadi
pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta , Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu
kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra
yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara .
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di
Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet
mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap
tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak
diplomatik dapat diadakan.
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, maka Presiden dan
Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa ia
diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat.
Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil
membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr.
Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang
sedang berada di New Delhi . Sementara para pemimpin republik diasingkan oleh Belanda.
Jendral Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota.
Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam
keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman
kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949 . Sedangkan Kolonel A.H. Nasution, selaku
Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang
kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok isinya ialah : Tugas
pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke
belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa
akan menjadi medan gerilya yang luas.
G. Serangan Umum 1 Maret
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret
1949 terhadap kota Yogyakarta secara besar- untuk membuktikan kepada dunia internasional
bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan
demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di
Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta
membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih
mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai
komandan brigade X /Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah
Yogyakarta .
Latar belakang
Kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada bulan
Desember 1948 , TNI mulai menyusun strategi guna melakukan pukulan balik terhadap
tentara Belanda yang dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalan kereta api ,
menyerang konvoi . Tujuan utama dari ini rencana adalah bagaimana menunjukkan eksistensi
TNI dan Republik Indonesia kepada dunia internasional. Untuk itu, maka anggota UNCI ,
wartawan-wartawan asing serta para pengamat militer harus melihat perwira-perwira yang
berseragam TNI.
Tiga alasan penting yang dikemukakan Bambang Sugeng untuk memilih Yogyakarta
sebagai sasaran utama adalah:
1. Yogyakarta adalah Ibukota RI , sehingga bila dapat direbut walau hanya untuk beberapa
jam, akan berpengaruh besar terhadap perjuangan Indonesia melawan Belanda.
2. Keberadaan banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih adanya
anggota delegasi UNCI (KTN) serta pengamat militer dari PBB.
3. Semua pasukan memahami dan menguasai situasi/daerah operasi.
Jalannya serangan Umum
Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati
kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari sekitar pukul 06.00,
sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam
penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke
batas Malioboro.
TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang,
sebagaimana yang telah ditentukan semula,seluruh pasukkan TNI mundur. Serangan terhadap
kota Solo yang juga dilakukan secara besar-besaran, dapat menahan Belanda di Solo sehingga
tidak dapat mengirim bantuan dari Solo ke Yogyakarta.
Serangan Umum 1 Maret mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa RI
sudah lemah. Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta
yang menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang karena membuktikan
kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase,
tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yang
dipertahankan dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat - artileri, pasukan infantri dan
komando yang tangguh. Serangan umum Solo inilah yang menyegel nasib Hindia Belanda
untuk selamanya.
H. Perjanjian Roem Roijjen
Perjanjian Roem-Van Roijen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda
yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei
1949 di Hotel Des Indes, Jakarta . Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi,
Mohammad Roem dan Herman van Roijen .
Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai
kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang
sama. Perjanjian ini berlangsung lama karena memerlukan kehadiran Bung Hatta dari
pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk
mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di
Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan Jogjakarta is de Republiek
Indonesie
Hasil perundingan ini adalah:
I.
Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara
Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda
yang tergabung dalam BFO. BFO didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 dan merupakan
lembaga permusyawaratan dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI.
Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah
Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung
dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap
Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia
pada bulan Juli 1949.
Selain membahas aspek-aspek mendasar hingga teknis perencanaan membangun dan
membentuk RIS, Konferensi Intern-Indonesia juga digunakan sebagai konsolidasi internal
menjelang digelarnya Konferensi Meja Bundar yang dimulai pada 23 Agustus 1949.
Bagi pemerintah RI sendiri, kesediaan menggelar Konferensi Inter-Indonesia bukan
semata karena ketiadaan pilihan lain yang lebih baik, melainkan juga karena pemerintah RI
menganggap BFO tidak lagi sama persis dengan BFO yang direncanakan van Mook.
Soekarno menyebut konferensi ini sebagai trace baru bagi arah perjuangan Indonesia.
Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia yang berlangsung hingga 22 Juli adalah :
1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat),
2. RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung
jawab kepada Presiden,
3. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari
kerajaan Belanda,
4. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan
5. Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL
serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun
melalui Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI,
terutama delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi
Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gde Agung untuk
menolak intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin
kuat untuk berunding dengan Belanda di KMB.
J.
Isi
Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat
yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal yang diakui
oleh Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah sekitar enam puluh tahun
kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa
kemerdeekaan de facto Indonesia bermula pada 17 Agustus 1945.
Penyusun menyarankan agar kita semua lebih dapat mencintai dan mau lebih
mengenal sejrah bangasa kita sendiri karena suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai searahnya. JASMERAH Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.