Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

1.

Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang


menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).

AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem


kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang

sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas
mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam
kehamilan.
2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
Cara penularan HIV:
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satusatunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana
darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang
tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal
1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada
saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga
virus dari ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan
atau juga melalui ASI

4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI


Kelompok resiko tinggi:
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
3. Macam infeksi HIV
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi
menjadi tiga Tahap :
1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan
limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan
pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara
klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok,
mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah
CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+
secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar
limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa
tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan
viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3.

Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh


penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan,
diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya
dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap
semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/l

sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 :
143 )
4. Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel Thelper dengan melekatkan
dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus
dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah
menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut
reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia,
yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut
mulai menghasilkan virusvirus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virusvirus
yang baru. Virusvirus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas
dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah
proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan
tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan
penyakitpenyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut
dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel
sel yang terinfeksi dan mengantikan selsel yang telah hilang. Respons tersebut
mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
Jumlah normal dari selsel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 8001200
sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang selsel CD4+ Tnya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksiinfeksi
oportunistik.
Infeksiinfeksi oportunistik adalah infeksiinfeksi yang timbul ketika sistem
kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi
infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang
pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.

PATHWAY
Virus HIV

Menyerang T Limfosit,
sel saraf, makrofag,
monosit, limfosit B

Merusak seluler

HIV- positif ?

Invasi kuman patogen

Flora normal patogen

Reaksi psikologis

Organ target

Gatal, sepsis,
nyeri

Gangguan body imageapas

Infek
si

Tidak efektif pol napas

Penyakit
anorektal

Tidak efektfi bersihan


jalan napas

Disfungsi
biliari

Dermatologi

Sensori

Gangguan
penglihatan
dan
pendengaran

Gangguan sensori

Respiratori

Gangguan pola BAB

Hepatitis

Nutrisi inadekuat

Diare

Cairan berkurang

Ensepalopati akut

hipertermi

Aktivitas intolerans

Kompleks
demensia

Gangguan mobilisasi

Cairan berkurang

Lesi mulut

Gastrointestinal

Gangguan rasa nyaman :


nyeri

Manifestasi saraf

Gangguan rasa nyaman :


nyeri

Manifestasi oral

Nutrisi inadekuat

Immunocompromise

5. Periode Penularan HIV pada Ibu hamil


1. Periode Prenatal
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff,
1987). Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan
pengharapan ini jika wanita dan bayinya menerima perawatan yang tepat. Para
wanita yang termasuk dalam kategori beresiko tinggi terhadap infeksi HIV
mencakup:
a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana
HIV merupakan sesuatu yang umum.
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang
disuntikkan melalui pembuluh darah.
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal
mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal
pertama bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung. Misalnya, seorang
wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu
mempunyai hasil tes western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV,
serum antibody membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes
western blot harus diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes
prenatal rutin dapat membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV
(Foster, 1987; Kaplan et al, 1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987).
Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap
dan menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis,
Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus
(CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita AIDS mengalami
peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki bahaya yang
serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV.
Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan

rubella

ditentukan

dimurnikan/puriviet

dan

tes

protein

kulit
derivatif

tuberkulosa

(Derivasi

(PPD)) telah

protein

dilakukan

yang

vaksinasi

sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena vaksin tersebut berisi


produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan
produk-produk darah).

Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D

Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh. Proses


persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak aktif. Vaksin ini
dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor regular yang tidak dikenali.
Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin menjalani tes darah yang
dapat mendeteksi darah adanya HIV (Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987).
Beberapa ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan,
anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan gejal-gejala
infeksi HIV.
Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi
yang disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV yang
semakin memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari 10% dari berat
badab sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari 1bulan dan demam (kambuhan
atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk mendukung system, wanita hamil
harus mendapat nutrisi yang optimal, tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress.
Jika infeksi HIV telah didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai
konsekwensi yang mungkin terjadi pada bayi.
2. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara
substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara
kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus melalui
plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn penyebaran HIV
nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV
dianggap rendah selama kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring)
eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus

ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi


dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu,
seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.
3. Periode Postpartum.
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode
postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun
periode postpartum pertengahan tercatat signifikan (update, 1987), tindak lanjut
yang lebih lama telah mengungkap frekwensi penyakit kilinis yang tinggi pada
ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott, 1985; Minkoff et al, 1987).
Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, seperti yang
dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter
yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang
menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas.
Karena virus yang melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan
antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody
yang melalui palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak
terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi
lain yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang
menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli,
Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous system) Lhympoma,
Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan Lhympaclenophaty.
6. Gejala HIV AIDS
1. Gejala mayor
a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
d. Demensia / HIV Ensefalopati
2. Gejala minor

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan


b. Dermatitis generalist
c. Adanya herpes zoster yang berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simplex kronik progresif
f. Limfadenopati generalist
g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita
h. Retinitis Cytomegalovirus
7. Pemeriksaan diagnostik
1.

2.

Tes untuk diagnosa infeksi HIV :


-

ELISA

Western blot

P24 antigen test

Kultur HIV

Tes untuk deteksi gangguan system imun.


-

Hematokrit.

LED

CD4 limfosit

Rasio CD4/CD limfosit

Serum mikroglobulin B2

Hemoglobulin

8. Pengobatan

Obatobatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS


tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada
tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV
biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang
mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka
suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah

mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari


ARV berikut ini dapat mengunakan:
1. Nucleoside

Analogue

Reverse

Transcriptase

Inhibitors

(NRTI'),

mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam


mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT,
ddl, ddC & 3TC).
2. Nonnucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu
enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam
memasukan materi turunan kedalam selsel. Obatobatan NNRTI termasuk:
Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan
rumah dan dilepaskan.

Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang


mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa
kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi
pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap
HIV(+) akan terinfeksi kirakira 25%35%. Dua pilihan pengobatan tersedia
untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obatobatan tersebut
adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14
28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%
penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas
38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT)
dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa
persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 23 hari.

Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar


47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet
kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus
diberikan satu dosis dalam 3 hari.

Postexposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat


antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi,
baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan
dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus
dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan
bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat
obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan
seks

yang

aman

dan

memperbaharui

pengujian

HIV. Antiretrovirals

direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam
kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine
sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati.
Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa
lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan
menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen dasikan proses terinfeksi secara
biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat
memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang
tidak aman.

2.1. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan

imun.

Umur

kronologis

pasien

juga

mempengaruhi

imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat


muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi
kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak
penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun.
Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang
kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor
penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk
kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan
kelainan hospes :

Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )


Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.

Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)


Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital,
protein liosing enteropati (peradangan usus)

3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)


a) Aktifitas / Istirahat
-

Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan


pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi


aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).

b) Sirkulasi

Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada


cedera.

Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,


pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.

c) Integritas dan Ego


-

Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan


penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.

Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.

d) Eliminasi
-

Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa


kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi

Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat
dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal,
perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.

e) Makanan / Cairan
-

Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia

Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk, edema

f) Hygiene
-

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

g) Neurosensoro
-

Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan


status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.

Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak


normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.

h) Nyeri / Kenyamanan
-

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada


pleuritis.

Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan


gerak,pincang.

i) Pernafasan
-

Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,


sesak pada dada.

Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,


adanya sputum.

j) Keamanan
-

Gejala

Riwayat

jatuh,

terbakar,pingsan,luka,transfuse

darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.


-

Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya


nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum,
tekanan umum.

k) Seksualitas
-

Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya


libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.

Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.

l) Interaksi Sosial
-

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,


adanya trauma AIDS.

Tanda : Perubahan interaksi.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih
bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)

Serologis

Tes antibody serum


Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa

Tes blot western


Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Sel T limfosit
Penurunan jumlah total

Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>

T8 ( sel supresor sitopatik )


Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.

P24 ( Protein pembungkus HIV)


Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi
infeksi

Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal

Reaksi rantai polimerase


Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler.

Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

Neurologis
-

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

Tes Lainnya

Sinar X dada

Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap


lanjut atau adanya komplikasi lain

Tes Fungsi Pulmonal

Deteksi awal pneumonia interstisial

Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan


bentuk pneumonia lainnya.

Biopsis

Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy


pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi
antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 12
minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 12 bulan. Hal ini
menjelaskan

mengapa

orang

yang

terinfeksi

awalnya

tidak

memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif,


kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug
Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human
Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau
plasma. Tes tersebut, yaitu :
-

Tes Enzym Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)


Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan
kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA
tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa
seseorang

terinfeksi

atau

pernah

terinfeksi

Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya


terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut
seropositif.
-

Western Blot Assay

Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus


(HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
-

Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan
seropositifitas.

Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )


Mendeteksi protein dari pada antibody.

2. Diagnosa Keperawatan
1.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan


pola hidup yang beresiko.

2.

Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya


kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.

3.

Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan


berlebih sekunder terhadap diare

4.

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,


malnutrisi, kelelahan.

5.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.

6.

Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang


keadaan yang orang dicintai.

3. Rencana Keperawatan
No
1

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Intervensi

Rasional

Resiko tinggi infeksi

hasil
Pasien akan bebas

berhubungan dengan

infeksi setelah

imunosupresi, malnutrisi

dilakukan tindakan

dan pola hidup yang

keperawatan selama

pada setiap tindakan invasif.

oleh kuman patogen yang

beresiko.

324 jam dengan

Cuci tangan sebelum

diperoleh di rumah sakit.

kriteria hasil:

meberikan tindakan.

- Tidak ada luka atau

1.
2.

3.

gunakan teknik aseptik

Anjurkan pasien metoda


mencegah terpapar terhadap

- Tanda vital dalam

2. Mencegah pasien terpapar

3. Mencegah bertambahnya
infeksi

lingkungan yang patogen.


4.

(TD=110/70, RR=1624, N=60-100, S=36-

1. Untuk pengobatan dini

infeksi baru.

eksudat.
batas normal

Monitor tanda-tanda

5.

37)

Kumpulkan spesimen

4. Meyakinkan diagnosis

untuk tes lab sesuai order.

akurat dan pengobatan

Atur pemberian
antiinfeksi sesuai order

5. Mempertahankan kadar
darah yang terapeutik

- Pemeriksaan leukosit
2

Resiko tinggi infeksi

normal (6000-10000)
Infeksi HIV tidak

(kontak pasien)

ditransmisikan setelah

orang penting lainnya

dan memerlukan

berhubungan dengan infeksi

dilakukan tindakan

metode mencegah transmisi

informasikan ini

1.

Anjurkan pasien atau

1. Pasien dan keluarga mau

HIV, adanya infeksi

keperawatan selama

HIV dan kuman patogen

nonopportunisitik yang

324 jam dengan

lainnya.

dapat ditransmisikan.

kriteria hasil:

2.

- kontak pasien dan tim

2. Mencegah transimisi infeksi

Gunakan darah dan

HIV ke orang lain

cairan tubuh precaution bial

kesehatan tidak

merawat pasien. Gunakan

terpapar HIV

masker bila perlu.

- Tidak terinfeksi
patogen lain seperti
3

TBC.
Resiko tinggi defisit volume Defisit volume cairan

1.

Kaji konsistensi dan

cairan berhubungan dengan

dapat teratasi setelah

frekuensi feses dan adanya

output cairan berlebih

dilakukan tindakan

darah.

sekunder terhadap diare

keperawatan selama

2.

Auskultasi bunyi usus

1.

darah dalam feses


2.

124 jam dengan


criteria hasil:

Mendeteksi adanya

Hipermotiliti mumnya
dengan diare

3.

Atur agen antimotilitas

3.

Mengurangi motilitas

- perut lunak

dan psilium (Metamucil)

usus, yang pelan,

- tidak tegang

sesuai order

emperburuk perforasi pada

- feses lunak, warna


normal

4.

Berikan ointment A dan


D, vaselin atau zinc oside

intestinal
4.

Untuk menghilangkan
distensi

4.

Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang
optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki
dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum
maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat
melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang
diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan
dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan
maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang
dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan dari anggota medis yang lain.

5.

Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria
hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau
diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC


Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf.
Lamongan, 10 Desember 2010. 13.00 WIB (access online)
Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Lamongan, 10
Desember 2010. 13.10 WIB (access online)
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada
kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30
WIB (access online).

Anda mungkin juga menyukai