tersebut. Psiokologi sastra, misalnya, baik dilakukan pada karya yang banyak mengandung
konflik batin. Sosiologi sastra terhadap karya sastra yang banyak bercerita mengenai berbagai
peristiwa dalam masyarakat. Sedangkan antropologi sastra pada karya yang mengandung
tema, pesan, pandangan dunia, dan nilai-nilai kehidupan manusia, kebudayaan pada
umumnya, khususnya yang berkaitan dengan mas lampau. Perbedaan yang dimaksudkan jelas
tampak melalui objek formal masing-masing, seperti berikut.
Diagram 1. Perbedaan Objek Formal antara Psikologi Sastra, Sosiologi Sastra dan
Antropologi Sasta
Pendapat lain dikemukakan oleh Sahril Anwar (2013), dalam mengategorikan sebuah
karya sastra ciri-ciri dominan yang muncul dalam karya sastra itulah yang nantinya menjadi
dasar dalam menganalisis. Sosiologi sastra dengan sendirinya berkaitan dengan masyarakat,
intensitas rangkaian peristiwa dan kejadian, psikologi sastra berhubungan dengan unsur-unsur
kejiwaan dalam hubungan ini tokoh dan penokohan, sedangkan antropologi sastra berkaitan
dengan tradisi, adat istiadat, mitos, dan peristiwa kebudayaan pada umumnya, yang biasanya
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa masa lampau.
C. Fungsi Pendekatan Antropologi Sastra
Sebagai sebuah pendekatan baru dalam dunia sastra, maka antropologi sastra
memiliki tugas yang sangat penting untuk mengungkapkan aspek-aspek kebudayaan,
khususnya kebudayaan masyarakat tertentu. Karya sastra, dalam bentuk apapun, termasuk
karya-karya yang dikategorikan sebagai bersifat realis tidak pernah secara eksplisit
mengemukakan muatan-muatan yang akan ditampilkan, ciri-ciri antropologi yang terkandung
di dalamnya. Semata-mata kemampuan penelitilah yang dapat menunjukkan suatu karya
sastra sebagai mengandungbdan dengan demikian didominasi oleh aspek tertentu; tema,
pesan atau pandangan dunia menurut pemahaman lain.
Sebagai sebuah pendekatan, maka yang dinilai adalah unsur-unsur itu juga bagaimana
pengarang menceritakan, menarasikan, sehingga kerinduan terhadap kebudayaan maupun
adat-adat tertentu dapat terwujud dengan baik. Oleh karena itu, ada pendapat bahwa dalam
beberapa hal analisis memiliki persamaan dengan karya sastra, seperti kualitas kreatifitas,
rekonstruksi imajinatif, alur penalaran, dan dengan sendirinya penggunaan bahasa. Analisis
selanjutnya, kecenderungan terhadap beberapa ciri antropologi dengan mengungkapkan
dimensi-dimensi yang ditampilkan, seperti kehidupan orang Jawa, Sunda, Mandar, Bugis,
Bali Minangkabau dan sebagainya.
Bagian terakhir yang menjadi perhatian adalah penjelasan ciri-ciri tersembunyi
berbagai gejala yang diungkapkan dalam karya. Bagian terakhir ini merupakan bagaian
tersulit sebab penelitian harus ditopang oleh sejumlah ilmu bantu yang relevan. Seperti
halnya karya sastra merupakan dunia dalam kata, dunia miniatur dengan unsur-unsur
penyajian yang terbatas, sehingga banyak ruang kosong yang harus diisi dan dijelaskan.
Dalam sebuah novel misalnya, diceritakan bahwa orang Bali tidak suka merantau, berbeda
dengan orang Minangkabau atau orang Bugis, maka tugas peneliti adalah menjelaskan
perbedaan tersebut secara objektif ilmiah sehingga menjadi masuk akal. Hakikat karya sastra
adalah kreatif imajinatif sedangkan hakikat karya ilmiah adalah objektif verifikatif. Begitu
pula dengan ciri-ciri yang tampak jelas pada sebuah karya sastra, seperti; ngaben(pembakaran
mayat dalam agama Hindu Bali), khitan (pemotongan kulup dalam agama
Islam), katoba dan kankilo (khitan di Sulawesi Tenggara), sekaten (upacara ritual dalam
kesultanan Yogyakarta).
Menurut Ratna (2011: 68) antropologi sastra berfungsi untuk; 1) melengkapi analisis
ekstrinsik di samping sosiologi sastra dan psikologi sastra, 2) mengantisipasi dan mewadahi
kecenderungan-kecenderungan baru hasil karya sastra yang di dalamnya banyak
dikemukakan masalah-masalah kearifan local, 3) diperlukan dalam kaitannya dengan
keberadaan bangsa Indonesia, di dalamnya terkandung beraneka ragam adat kebiasaan
seperti; mantra, pepatah, motto, pantun, yang sebagian besar juga dikemukakan secara estetis
dalm bentuk sastra, 4) wadah yang sangat tepat bagi tradisi dan sastra lisan yang selama ini
menjadi wilayah perbatasan disiplin antropologi sastra, 5) mengantisipasi kecenderungan
kontemporer yaitu perkembangan multidisiplin baru.
Hal yang harus dipahami dalam menggabungan antropologi dan sastra yaitu dasar
kedua disiplin ini, hakikat dari antropologi adalah fakta empiris sedangkan sastra adalah
kreatifitas imajinatif. Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat digunakan sebagai tolok ukur
suatu peristiwa tertentu. Karya sastra hanyalah refleksi, cermin, representasi menurut
pemahaman teori sastra. Hal ini juga yang menjadi dasar karya sastra tidak dapat diadili atau
dilarang penerbitannya misalnya, dengan tuduhan sebagai mewakili ideologi tertentu seperti
karya-karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh-tokoh seperti Bima dan Arjuna, Jayaprana dan
Layonsari, Sitti Nurbaya dan Datuk Maringgih, Dracula, Nyi Rara Kidul. Tokoh-tokoh ini
haruslah dipandang sebagai hanya perwakilan sifat-sifat manusia tertentu dalam masyarakat.
D. Beberapa Karya Sastra
Beberapa karya sastra yang bercirikan dalam antopologi sastra seperti; Sitti
Nurbaya yang menampilkan masalah pokok mengenai adat istiadat, terpaksa kawin dalam
kaitannya dengan adat minangkabau, Salah Asuhan mengenai kawin campuran antara bangsa
Barat dengan pribumi, Layar Terkembang mengenai emansipasi perempuan, Bumi
Manusia dalam kaitannya dengan residu kolonialisme, Lontara Rindu mengenai perbedaan
kepercayaan dan beberapa kepercayaan orang Bugis, Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijckyang menceritakan tentang adat istiadat orang Minangkabau dalam pernikahan.
E. Analisis Antropologi Sastra
Analisis ekstrinsik jelas dilakukan melalui petunjuk, indikator, ciri-ciri yang terkandung
di dalam objek penelitian seperti antropologi sastra yang banyak mengandung unsur-unsur
kebudayaan dalam karya sastra. Seperti Layar Terkembang dan Belenggu, di dalamnya
masing-masing pengarang dengan sengaja menampilkan modernisasi dan pada gilirannya
juga didukung oleh sejumlah kritikus, tetapi ternyata sarat dengan masalah-masalah lampau,
sebagai citra primordial (kerinduan ke masa lampau, sebagai ketaksadaran kolektif).
1.
2.
3.
Daftar isi
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB 1, PENDAHULUAN
Latar belakang.....................................................................................................................1
Rumusan masalah................................................................................................................1
Tujuan ................................................................................................................................1
BAB 2, PEMBAHASAN
1. Antropologi
masa
kini..........................................................................................................2
2. Dampak Modernisasi dan Globalisasi
terhadap
Perubahan
Sosial
dan
Budaya..............................................................................4
3. Akibat Modernisasi dan Globalisasi
terhadap
Budaya
Indonesia.................................................................................................5
BAB 3, PENUTUP
1. Kesimpulan...........................................................................................................................7
2. Saran ....................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................8