Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LAPARATOMY EKSPLORASI DENGAN


ILLEUS OBSTRUKSI
DI RUANG OK IGD RSUP DR SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Individu


Praktek Peminatan Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :
Anisa Nuri Kurniasari
15/390621/KU/18342
`
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

A. DEFINISI
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab
yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi
abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung
oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis. Ada dua tipe obstruksi yaitu :
a. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang
melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu,
striktura, perlengketan, hernia dan abses
b. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus
terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi
otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit
parkinson.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan
yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari
1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan
sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada
7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat
jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi
usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus terdiri dari akut dan kronik, partial atau total. (Price &
Wilson, 2007). Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total
usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya
mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu
(Ullah et al., 2009). Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinalini merujuk pada adanya
sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau totaldari usus besar dan usus halus (Thompson,
2005).
Pengertian lain menyebutkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang
mencegah aliran normal melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001). Obstruksi
usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal 403). Obstruksi
usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial
yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus.
Sedangkan Ileus obstruktifadalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok (Yates, 2004) :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi


c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat &Jong, 2005) :
a. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh
darah
b. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh
darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir d engan nekrosis atau gangren yang
ditandai dengan gejala umum berat yangdisebabkan oleh toksin dari jaringan gangren
c. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dankeluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat duatempat obstruksi
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua (Ullah et
al., 2009) :
a. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
jejunum dan ileum
b. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon, sigmoid dan
rectum.
C. ETIOLOGI
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan pada akut
abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresitak dapat melewati lumen intestinal karena
adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan
oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding
usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi
yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama.
Satu pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu
faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur dan tempat
terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari terjadinya obstruksi
usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi
karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan.
Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anakanak, hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab
tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30
% kasus komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini
terjadi pada orangtua. Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma
gaster menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi,
divertikel, dan volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan
karsinoma kolorektal. (Thompson, 2005)

D. PATOFISIOLOGI
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non mekanik.
Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan
pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar
cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat,
ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas
yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.
Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra
abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler
dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi
menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan
sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan

kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun,
terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi.
Dengan adanya perforasi akan menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi
sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan peningkatan
sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan menyebabkan
terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak
ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih
berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan
ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan
meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan
menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang
pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang
sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan
penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)
Obtruksi usus
Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen
Sebelah proksimal dari letak obstruksi
Distensi

Proliferasi bakteri yang


berlangsung cepat

Tekanan intralumen
meningkat

Kehilangan H2O dan


elektrolit
Penurunan tekanan
vena dan kapiler arteri

Iskemi dinding usus


Kehilangan cairan
menuju ruang
peritoneum
Pelepasan bakteri
dan toksin dari usus
yang nekrotik ke dalam
peritoneum dan
sirkulasi iskemik

Peritonitis
septikemia
Gambar 1.4 Patofisiologi Ileus Obtruksi
(Sumber : Simatupang, 2010)

Syok hipovolemik

E. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
a. Nyeri abdomen
b. Muntah
c. Distensi
d. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
a. Lokasi obstruksi
b. Lamanya obstruksi
c. Penyebabnya
d. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi. Adanya flatus
atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram
abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal
proksimal daerah obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan
nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai.
Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark
(Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan sangat terlihat
pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di
bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan
volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan
leukositosis ringan. Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadilebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat
obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak
tinggi juga ditandaidengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus
(Thompson, 2005)
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk membedakan
terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada obstruksi letak tinggi karena
perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda
adanya obstruksi partial. Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang muncul
ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis banding dengan
keganasan, abses, ataupun strangulasi.Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi
tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya
obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwaobstruksi telah berlangsung
lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tandatanda strangulasi mulai tampak.Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal
toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia, dan nyeri
tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi
sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal,
demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactatedehidrogenase, fosfat,
dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk
membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selaluh harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan
pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi
yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
a. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya,
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia
(Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus,
sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada
ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah
kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut
abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada
penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan darm
contour (gambaran kontur usus) maupun darm
steifung (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas
pada saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai
mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.
2) Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang menandakan adanya
obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tandairitasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup defance musculair involunter atau rebound dan pembengkakan atau
massa yang abnormal
3) Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus diatas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga
juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada
pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti
sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum
dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian
anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari.
Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis.
Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak
teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan padasarung tangan. Pada sarung tangan dapat
ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus
(Sjamsuhidajat & Jong,2005).

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus; menentukan
etiologi dari obstruksi; membedakan antaraobstruksi parsial atau komplit dan membedakan
obstruksi sederhana denganstrangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah
riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya
(karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan
etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga
harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah
strangulasi.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi intestinal terutama
ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi
intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi
pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana.
Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksiadanya hipokalemia, hipokhloremia
dan azotemia pada 50% pasien.
d. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus) dan
posisi tegak thoraks. Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usushalus
( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya
gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi
usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat
ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
a) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
b) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
c) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
d) Posisi supine dapat ditemukan : distensi usus dan step-ladder sign
e) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
f) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisiudara dan gelung usus
yang berbentuk U yang dibedakan dari dindingusus yang oedem
g) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi usus
halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi
berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada
udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan
selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan
tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi
usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.

e. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk membedakan
obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos abdomen memperlihatkan
gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan
foto polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh
karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai
prediksi negative yangtinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan kontras
yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana
tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan dengan
terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie,
2009)
f. CT Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan
menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jikaklinis dan temuan radiologis lain tidak
jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia
karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik.
Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi
bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat
sensitivitasnya yangrendah (<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus
halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie,2009)
g. CT enterography (CT enteroclysis)

Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis. Pemeriksaan ini


merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi
pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh
penebalan dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon.
Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertaidengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebihakurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa dalam
menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs94%) (Nobie,
2009).
h. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya obstruksi. MRI juga
efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan
antara lain kurang terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa
dan inflamasi (Nobie, 2009)
i. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dariobstruksi dengan melihat
pergerakan dari usus halus. Pada pasien denganilues obtruksi, USG dapat dengan jelas
memperlihatkan usus yangdistensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus
yangdistensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapatmemperlihatkan peristaltic, hal ini
dapat membantu membedakanobstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih
murah danmudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkanmencapai 100%.
(Nobie, 2009)
G. PENATALAKSANAAN
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan Natrium,
Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic
seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin
adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit
serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan.
Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri
pada ostruksi intestinal (Evers, 2004).
a. Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan ialah
pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung,
mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya
distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan
resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60
85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)
b. Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi operatif.
Pendekatan non operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah
diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan
masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau
leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan dengan berbagai
resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada
strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.
Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 24 jam masih dalam batas aman

namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi. Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder
karena adanya adhesi dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara
hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk
menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari
segmen hernia dan dilakukan penutupan defek. Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal
dan adanya riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah
menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik walaupun hanya
sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini,
by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang
dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus. Pada saat dilakukan
eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitasdari segmen usus setelah strangulasi
dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan
ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian
dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan
adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Kedepannya dapat
digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.1.
1) Koreksi sederhana (simple correction)
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan,
misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass
Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya
pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh
karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid
obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis. (Ullah et al., 2009).
H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan keseimbangan elektrolit dan
cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian
(Ullah et al., 2009).
I. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
3) Eliminasi

Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus


Tanda : Perubahan warna urine dan feces
4) Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah, serta kulit
buruk.
5) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
6) Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
7) Diagnostik Test
a) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan
dalam usus.
b) Pemeriksaan simtologi
c) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
d) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
e) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
f) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
g) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,
hernia)
h) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)

NURSING CARE PLAN


NO
1.

Dx KEPERAWATAN
Nyeri akut
-

TUJUAN
Pain control
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan).
2. Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
5. Tanda vital dalam rentang normal

RENCANA TINDAKAN
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil

17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Nausea

Discomfot Level
Kriteria hasil:
1. Nausea menurun
2. Kehilangan nafsu makan menurun

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
Nausea Management
1. Dukung klien untuk memantau pengalaman mualnya
2. Dukung klien mengontrol mualnya
3. Evaluasi pengalaman mual klien di masa lalu
4. Dukung makan dalam jumlah kecil namun dengan
frekuensi yang sering
5. Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat
6. Yakinkan penggunaan anti emetik untuk mencegah mual

jika memungkinkan
7. Monitor efek manajemen mual
3.

Kelebihan volume cairan

Keseimbangan cairan
Kriteria hasil:
1. Tekanan darah dalam batas normal
2. Berat badan stabil
3. Tidak terdapat asites
4. Elektrolit serum dalam batas normal

Manajemen cairan
1. Ukur intake dan output cairan serta timbang berat badan
setiap hari.
2. Monitor hasil laboratorium yang berhubungan dengan
kelebihan cairan
3. Kaji lokasi dan luas edema
4. Lakukan pemberian diuretik sesuai resep
5. Monitor TTV
6. Pasang IV line, sesuai dengan yang diresepkan.
7. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130 mEq/l

DAFTAR PUSTAKA
Baughman and Hackley.2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari Brunner and
Suddarth. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.
1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price,L.
McCarty, & Wilson, Eds.). Jakarta : EGC.
Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL.
Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner and
Suddarth. Cetakan I. Volume 2. Jakarta : EGC.
Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H.Bell, L.
F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery(Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of causes.
JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92.

Anda mungkin juga menyukai