Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis
dapat menyelesaikan referat berjudul Pneumothoraksini tepat pada waktunya.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian
Radiologi RSU UKI. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Budi Sp.Rad selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan klinik Ilmu
Radiologiini dan rekan-rekan koas yang ikut membantu memberikan semangat dan dukungan
moril.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Radiologi
khususnya dan bidang kedokteran yang lain pada umumnya.

Jakarta, Juni 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................1


DAFTAR ISI ....................................................................................................................................2
PENDAHULUAN ............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

PENDAHULUAN

Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga
toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi
gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit
cairan dengan tekanan negatif yang ringan .
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan
terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal
sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan
maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.
Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 .
Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat pada perokok berat
dibanding non perokok.Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia muda, dengan
insidensi puncak pada dekadeketiga kehidupan (20-40 tahun). Sementara itu,
pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung
pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik.
Pneumothorax iatrogenik merupakan tipe pneumothorax yangsangat sering terjadiSesuai
perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan baru berupa
tindakan torakostomi disertai video (VATS = video assisted thoracoscopy surgery),
ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami
pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit .

PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam cavum
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (Bowman et al., 2011). Dalam
keadaan normal, rongga ini tidak terisi udara dan memiliki tekanan negatif sebesar 11 sampai - 12 cm air pada waktu inspirasi dan - 4 sampai - 8 cm air pada saat
ekspirasi (Koentjahja, dkk, 1993; Suwento R dan Fachruddin D, 1991). Pada
penumotoraks, oleh karena terdapat udara bebas, maka tekanan di dalam rongga
pleura meningkat menjadi lebih positif dan tekanan normal dan bahkan dapat
melebihi tekanan atmosfir (Suwento R dan Fachruddin D, 1991). Akibat peningkatan
tekanan di dalam rongga pleura, jaringan paru akan mengempis yang derajatnya
tergantung pada besar kenaikan tekanan, pengembangan jaringan paru sisi yang sehat
terganggu, dan mediastinum dengan semua isinya terdorong ke arah sisi sehat dengan
segala akibatnya.

Gambar 2. Perbedaan Pleura dengan Pneumothorax & Normal.

B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar
40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (Sudoyo
et al., 2006). Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan
pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (VATS = video assisted
thoracoscopy surgery), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien
yang mengalami pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di
rumah sakit (Sudoyo et al., 2006).

Tabel 1: Menunjukkan jumlah pasien yang menderita pneumothorax di Wolfson Medical


Center pada tahun 1980-1997

C. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI


Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi
pneumothorax berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini
dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis
kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan
infeksi paru.

Gambar 3. Radiograph pada pasien dengan small pneumothorax spontaneous

2. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis
dada, biopsi pleura.
2. Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara


mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan
untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Gambar 4. Iatrogenic pneumothorax pada sisi kiri yang cukup luas (panah merah) dan sisi
kanan postpneumonectomy space (PPS). Note also the left sided internal jugular catheter
(yellow arrow).

Gambar 5. Iatrogenic dan traumatic pneumothorax .Radiograph pada pasien dengan


pneumothorax pada sisi kanan akibat luka tikam.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke


dalam tiga jenis, yaitu:
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (Alsagaff at al.,
2009). Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang
terluka (sucking wound) (Sudoyo et al., 2006).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada
waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
napas (Sudoyo et al., 2006).

Gambar 6. Simple Pneumothorax. Tidak ada pendorongan mediastinum ke arah kontralateral

Gambar 6. Tension pneumothorax. Chest X-Ray right tension pneumothorax. Terlihat


mediastinum tergeser kekiri dan menekan pada hemidiaphragm kanan.

10

Gambar 7. Tension pneumothorax pada sisi kanan demonstrates a collapsedpada paru kanan
dan terjadi deviasi mediastinum ke kiri.

Tabel 2: Etiologi Pneumothorax


Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil
paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru
(> 50% volume paru).
D. GEJALA KLINIS
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:
11

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendekpendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada
sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya
pada jenis pneumotoraks spontan primer.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding
dada).
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal.
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar.
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat.
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar.
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang.
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rongent Thorax

12

Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks antara lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru/ terlihat garis pleura. Tidak adanya
gambaran vaskular marking perifer dari garis pleura. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan
lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
13

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

2. CT scan

3. BGA (Blood Gas Arteri)

14

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun


pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas
yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1

Observasi dan Pemberian O2


Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi.
Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi
dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama
selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan
terbuka

Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan
cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke


dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infus set yang berada di dalam botol (Alsagaff at al., 2009).

Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari


gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang
tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut
dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa
plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
15

berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara
yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (Alsagaff at
al., 2009).

WSD (Water Sealed Drainage)


Indikasi pemasangan WSD:
-

Hemotoraks, efusi pleura

Pneumotoraks ( > 25 % )

Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator.

Kontra indikasi pemasangan WSD:


-

Infeksi pada tempat pemasangan

Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

Cara Pemasangan WSD :


-

Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di


linea aksillaris anterior dan media.

Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.

Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai muskulus interkostalis.

Masukkan

Kelly

klemp

melalui

pleura

parietalis

kemudian

dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan


sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
-

Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat


dengan menggunakan Kelly forceps

Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke


dinding dada

Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.


Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan.

16

H.

REHABILITASI
Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan

secara tepat untuk penyakit dasarnya.


Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu

keras.
Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan

ringan.
Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak
napas.

I. PROGNOSIS.

Lebih dari 50 % pasien dengan panumothorak dapat kambuh kembali.


Kekambuhan

jarang terjadi pada pasien-pasien pneumothorak yang dilakukan

torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya


tidak dijumpai komplikasi.
J. DIAGNOSA BANDING.

Emfisema Paru

Asma Bronchial

K. KOMPLIKASI
1. Tension Pneumothoraks
2. Emfisema Subkutis dan Emfisema Mediastinum
3. Syok kardiogenik.

DAFTAR PUSTAKA
17

1. Asril Bahar, 1999, Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid II,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1063
3. Kahar Kusumawidjaja, 2000, Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
4.

Joten H.J., Andrew B.C., 1993, Essentials of Radiologic Imaging, Ed. 6, Paul and
Juhl, Clippincott-Raven, Philadelphia.

5.

David Sutton, 1987, A Textbook of Radiology and Imaging, Ed. 4, Churchill


Livingstone, Edinburgh, london, Melbourne and New York.

6.

Peter Amstrong, Martin L.W., 1986, X-Ray Diagnosis, Economy Edition, PG Asian.

18

Anda mungkin juga menyukai