Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH FOT

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015-2016

SIRUP ANTIDIARE DARI EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA

DISUSUN OLEH
I DEWA GEDE PANCA YOGA SUBRATHA (1208505048)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2015

SEDIAAN CAIR UNTUK ANTIDIARE DARI EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA

1.

Klasifikasi Tanaman
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Ordo

: Myrtales

Famili

: Lythraceae

Genus

: Punica

Spesies

: Punica granatum L.
(Savitri, 2008)

2.

Kandungan Kimia Tanaman


Pada tanaman delima mengandung senyawa asam elagik, elagitanin, asam punisik, flavonoid,
antosianidin, antsianin, dan flavonoid estrogen serta flavon (Akter et al., 2013). Kandungan kimia
dalam daun delima mengandung berbagai konstituen seperti karbohidrat, gula pereduksi, gula deoksi,
sterol, glikosida, senyawa fenolik, tanin (punicalin dan punicafolin), saponin dan flavonoid termasuk
luteolin dan apigenin (Hedge et al., 2012). Sedangkan pada kulit buah delima banyak mengandung
beta-karoten, kalium, fosfor, kalsium tanin, flavonoid, alkaloid, dan glikosida (Akter et al., 2013).
Pada penelitian lain oleh Rajan et al. (2011) pada ekstrak air kulit buah delima mengandung
terpenoid, flavonoid, saponn, fenol, tanin, lignin, protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Sedangkan
pada ekstrak alkohol kulit buah delima mengandung alkaloid, flavonoid, fenol, tanin, lignin, inulin,
glikosida jantung, protein, karbohidrat, lemak dan minyak.

3.

Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak Metanol Kulit Buah Delima


Aktivitas antidiare dari ekstrak metanol kulit buah delima dapat diamati dengan pemberian
minyak castor sebagai penginduksi diare pada mencit. Minyak castor yang mengandung asam
resinolik akan menyebabkan respon hipersekresi. Hipersekresi yang terjadi pada membran mukosa
usus yaitu adanya perubahan permeabelitas elektrolit dan air pada usus sehingga menimbulkan diare
(Akter et al., 2013). Pengujian yang dilakukan yaitu dengan menginduksi hewan uji berupa mencit
albino swiss yang telah diaklitimasi dengan pemberian minyak castor sebesar 0,5 mL. Tahap pertama
yaitu hewan uji dikelompokan dalam 4 kelompok yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan dua
kelompk uji (PGR) dengan dosis ekstrak yang berbeda. Masing-masing kelompok terdiri dari lima
mencit. Kelompok kontrol negatif diberikan pembawa ekstrak yaitu normal salin 10 mL/kg per oral.
Kelompok kontrol positif diberikan loperamide 3 mg/Kg per oral. Kelompok uji 1 (PGR1) diberikan
ekstrak metanol kulit buah delima sebesar 200 mg/kg per oral dan kelompok uji 2 (PGR2) diberikan

ekstrak metanol kulit buah delima sebesar 400 mg/kg per oral. Kemudian masing-masing mencit
ditempatkan sendiri-sendiri secara terpisah. Selanjutnya setelah 30 menit perlakuan disetiap
kelompok, masing-masing mencit diberikan minyak castor sebanyak 0,5 mL Pengamatan dilakukan
selama 4 jam dan total feses yang dihasilkan hewan uji dicatat. Analisis data yang digunakan yaitu
Dunnetts test dengan tingkat kepercayaan 99,9% (p<0,001) (Akter et al., 2013).
Hasil yang diperoleh dari ekstrak metanol kulit buah delima yaitu memiliki jumlah feses yang
dihasilkan oleh mencit lebih sedikit daripada kontrol negatif, baik pada dosis 200mg/kg ataupun 400
mg/kg dan secara statistik dinyatakan bahwa hasil feses mencit pada kelompok uji berbeda signifikan
dengan kelompok negatif dengan tingkat kepercayaan 99,9% (p<0,001). Hasil yang sama secara
statistik ditunjukkan oleh kontrol positif, namun berdasarkan persentase inhibisi defaecation nilai
kelompok uji lebih rendah daripada kontrol positif. Berdasarkan dosis kelompok uji diketahui bahwa
semakin meningkatnya dosis memberikan peningkatan persentase inhibisi defaecation dan dengan
dosis 400 mg/kg sudah memberikan persentase inhibisi defaecation sebesar 53,75%. Berdasarkan
pengujian aktivitas antidiare pada mencit dengan induksi minyak castor, ekstrak metanol kulit buah
delima memiliki potensi sebagai alternatif pengobatan herbal sebagai antidiare dan dapat
dikembangkan lebih lanjut (Akter et al., 2013).

4.

Toksisitas Akut Ekstrak Kulit Buah Delima


Hasil dari uji toksisitas akut ekstrak kulit buah delima ditampilkan dengan ekstrak air kulit buah
delima karena tidak ditemukan jurnal yang melakukan pengujian toksisitas akut pada ekstrak metanol
kulit buah delima. Pengukuran LD50 dari ekstrak air kulit buah delima dengan tingkat kepercayaan
95% dilakukan pada 18 mencit yang dikelompokkan masing-masin dan dihitung kematian mencit
pada 48 jam pertama setelah perlakuan. Diperoleh bahwa pada dosis 1800 mg/kg menyebabkan
semua mencit mengalami kematian dan LD50 dari ekstrak air kulit buah delima yaitu 1321 2 mg/kg
(Qnais, 2007).

5.

Preparasi Ekstrak
Preparasi ekstrak dimulai dari pengumpulan simplisia kulit buah delima. Kulit dari buah delima
matang dikumpulkan kemudian dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 hari dilanjutkan dengan
pengeringan di oven pada suhu 550C hingga diperoleh kulit buah yang siap untuk giling menjadi
serbuk. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar air simplisia serbuk kulit buah delima dengan metode
gravimetri. Botol timbang beserta tutup dikeringkan pada suhu 105oC selama 30 menit, didinginkan
dalam desikator lalu ditimbang (A). Kemudiaan 1 gram simplisia kulit buah delima ditimbang dalam
botol timbang (B), dioven selama 30 menit pada suhu 105oC dengan tutup terbuka. Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang kembali (C). Penetapan kadar air dilakukan hingga diperoleh
perbedaan sampai selisih dua penimbangan kadar air tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI, 1986).
Kadar air dihitung dengan persamaan berikut.

Kadar Air =

B - (C - A)
x 100%
B

Serbuk buah delima yang sudah memiliki kadar air sesuai standar selanjutnya diekstraksi. Serbuk
kulit buah delima ini dimaserasi dengan metanol selama 7 hari dengan pengadukan sesekali.
Kemudian campuran tersebut dipisahkan filtrat dan ampasnya dengan penyaringan. Filtrat yang
dihasilkan ditampung dan dilanjutkan dengan pengeringan ekstrak hingga diperoleh ekstrak kental
(Akter et al., 2013).

6.

Standarisasi Ekstrak
I. Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak
a. Penetapan Susut Pengeringin
Menurut Depkes RI (1995), susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.
Kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105oC dan susut pengeringan ditetapkan sebagai
berikut: Ditimbang saksama 1 g dan 2 g zat dalam bobot timbang dangkal bertutup yang sebelumnya
telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur besar,
sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran butiran lebih kurang 2 mm. Zat dalam botol
timbang diratakan dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5
mm sampai 10 mm, dimasukkan ke dalam ruang pengering, dibuka tutupnya, dikeringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup
mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan,
pengeringan dilakukan pada suhu antara 5o dan 10oC dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2
jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap.
b. Penetapan Kadar Abu Total
Menurut Depkes RI (1995), penetapan kadar abu dilakukan dengan prosedur yaitu lebih kurang 2
g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang saksama, dimasukkan ke dalam krus platina atau
krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, lalu diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang
habis, didinginkan dan

ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, maka

ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa dan kertas saring
dalam krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap,
ditimbang. Dihitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
c. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang telah diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 mL asam klorida encer
P selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam. Kemudian disaring melalui krus
kaca masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap,

ditimbang. Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (Depkes RI, 1995).
d. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air
Penetapan kadar sari yang larut dalam air dilakukan dengan cara serbuk dikeringkan di udara,
dimaserasi selama 24 jam 5,0 g serbuk dengan 100 mL air kloroform P, menggunakan labu
bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Disaring, diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,
dipanaskan sisa pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen sari yang larut
dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
e. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
Serbuk dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam 5,0 g serbuk dengan 100 mL etanol
(95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol (95%),
diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,
dipanaskan sisa pada suhu 105C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam
etanol (95%) dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
f. Penetapan Kadar Air
Prosedur penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi seperti berikut:
1.

Alat
Sebuah labu 500 mL dihubungkan dengan pendingin alir balik dengan pertolongan alat

penampung. Tabung penerima 5 mL, berskala 0,1 mL. Pemanas yang digunakan sebaiknya
pemanas listrik yang suhunya dapat diatur atau tangas minyak. Bagian atas labu tabung
penyambung sebaiknya dibungkus dengan asbes (Depkes RI, 1995b).
2.

Pereaksi
Toluen. Sejumlah toluen P, dikocok dengan sedikit air, dibiarkan memisah, dibuang lapisan

air suling (Depkes RI, 1995b).


3.

Cara Penetapan
Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci, dibilas dengan air,

dikeringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu kering dimasukkan sejumlah zat yang
ditimbang saksama yang diperkirakan mengandung 2 mL sampai 4 mL air. Jika zat berupa pasta,
ditimbang dalam sehelai lembaran logam dengan ukuran yang sesuai dengan leher labu. Untuk zat
yang dapat menyebabkan gejolak mendadak, ditambahkan pasir kering yang telah dicuci
secukupnya hingga mencukupi dasar labu atau sejumlah tabung kapiler, panjang lebih kurang 100
mm yang salah satu ujungnya tertutup. Dimasukkan lebih kurang 200 mL toluen ke dalam labu,
dihubungkan dengan alat. Dituang toluen ke dalam tabung penerima melalui alat pendingin.
Dipanaskan labu hati-hati selama 15 menit (Depkes RI, 1995b).

Setelah toluen mulai mendidih, disuling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik,
hingga sebagian besar air tersuling, kemudian dinaikkan kecepatan hingga 4 tetes tiap detik.
Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen sambil dibersihkan
dengan sikat tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga dan lebih dibasahi dengan
toluen. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Tabung penerima pendingin dibiarkan hingga
suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada pendingin tabung penerima, digosok dengan
karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan basahi dengan toluen hingga tetesan air
turun. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca. Hitung kadar air dalam %
(Depkes RI, 1995b).
II. Skrining Fitokimia
Uji fitokimia terhadap ekstrak metanol kulit buah delima meliputi pemeriksaan saponin,
alkaloid, glikosida, flavonoid, steroid/triterpenoid, minyak atsiri dan tanin serta polifenol.
a. Pembuatan Larutan Uji
Pembuatan larutan uji untuk skrining fitokimia dilakukan dengan melarutkan 500 mg ekstrak
metanol kulit buah delima dalam 50 mL metanol.
b. Identifikasi Saponin
Larutan uji sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dikocok kuat-kuat selama 10
detik. Jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 cm sampai 10 cm selama tidak kurang dari 10
menit, dan pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang menandakan adanya saponin
(Bhuana, dkk., 2013).
c. Identifikasi Alkaloid
Ekstrak uji sebanyak 2 mL larutan diuapkan, residu penguapan yang didapat dilarutkan dengan 0,5
mL HCl 2N. Larutan uji dibagi menjadi 5 bagian ke tiap tabung reaksi yang berbeda. Tabung
pertama ditambahkan dengan asam encer, tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi
Dragendroff, tabung ketiga ditambagkan 3 tetes pereaksi Mayer, tabung keempat ditambahkan 3
tetes pereaksi Wagner, tabung kelima ditambahkan pereaksi burchardat. Apabila diperoleh
endapan jingga pada tabung kedua dan diperoleh endapan kuning pada tabung ketiga, maka di
dalam ekstrak terdapat adanya senyawa golongan alkaloid (Isnawati dkk., 2008).
d. Identifikasi Glikosida
Identifikasi glikosida dapat dilakukan dengan reaksi Liebermann-Burchard. Sebanyak 0,1 mL
larutan uji diuapkan di atas penangas air. Residu kemudian dilarutkan 5 mL asam asetat anhidrat P
dan 10 tetes asam sulfat P; terjadi warna biru atau hijau menunjukkan adanya glikosida (Bhuana,
dkk., 2013).
e. Identifikasi Flavonoid
Sebanyak 1 mL larutan uji diuapkan hingga kering, sisanya ditambahkan dengan aseton P,
kemudian ditambahkan sedikit asam borat P dan asam oksalat P, dipanaskan hatihati di atas

penangas air dan dihindari pemanasan yang berlebihan. Residu yang diperoleh ditambahkan
dengan 10 mL eter P dan diamati dengan sinar ultraviolet 366 nm. Jika larutan berfluoresensi
kuning intensif dibawah sinar UV 366 nm menandakan adanya flavonoid (Bhuana, dkk., 2013).
f. Identifikasi Steroid dan Terpenoid
Larutan uji sebanyak 2 mL larutan diuapkan, residu penguapan yang didapat dilarutkan dengan
0,5 mL kloroform. Kemudian ditambahkan asam asetat anhidrat bentuk cair sebanyak 0,5 mL lalu
ditambahkan asam sulfat pekat sebanyak 2 mL melalui tabung. Terbentuk cincin kecoklatan atau
violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan bila muncul cincin
biru kehijauan menunjukkan adanya sterol (Isnawati dkk., 2008).
g. Pemeriksaan Minyak Atsiri
Pemeriksaan minyak atsiri Sebanyak 1 mL larutan ekstrak uji diuapkan di atas cawan porselen
hingga didapat residu. Hasil positif minyak atsiri ditandai dengan adanya bau khas yang dihasilkan
oleh residu (Ciulei, 1984).
h. Identifikasi Tanin dan Polifenol
Sebanyak 2 mL larutan ekstrak uji dibagi kedalam 2 bagian yaitu tabung A, dan tabung B. Tabung
A digunakan sebagai blanko dan tabung B direaksikan dengan larutan besi (III) klorida 10%,
terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan pada tabung B menunjukkan adanya polifenol
(Marliana dkk., 2005). Uji tanin dilakukan dengan melarutkan 5 mg ekstrak uji dengan 5 mL
aquadest dan ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 5%, terbentuknya warna biru
kehijauan menunjukkan adanya tanin (Vijayalakshmi and Ravindhran, 2012).

7.

Formulasi Sirup Ekstrak Kulit Buah Delima


A. Formula
Menurut Akter et al. (2013), dosis ekstrak metanol kulit buah delima sebagai antidiare adalah
dosis

400 mg/kg BB dimana pada dosis tersebut memberikan persentase inhibisi defaecation

sebesar 53,75% pada hewan uji yaitu mencit. Maka, perkiraan dosis untuk manusia:
Diketahui : Dosis mencit

: 400 mg/kg BB

Berat mencit

: 25 gram = 0,025 kg

LPT manusia

: 1,48 m2 (50 kg)

LPT mencit 20 gram

: 0,008 m2

Ditanya

: Dosis untuk manusia

Jawab

Dosis mencit

= 400 mg/kg BB x 0,025 kg


= 10 mg/kg BB

Dosis mencit dengan LPT dengan BB 20 gram =

=
Dosis mencit LPT dngan BB 20 gram= 8 mg/kg BB.
Dosis untuk manusia (50 kg)

=
=
=
= 148 mg 150 mg

Jadi, untuk menimbulkan efek antidiare dari ekstrak kulit buah delima dalam sediaan sirup,
disetiap 5 mL pemakaian harus mengandung 150 mg ekstrak kulit buah delima. Formula standar
yang diacu dan digunakan dalam pembuatan sediaan sirup ekstrak metanol kulit buah delima adalah
sebagai berikut:
R/

Ekstrak Bunga Kembang Sepatu

2%

Gliserin

200 mL

Natrium Benzoat

2,4 gram

Sorbitol 70%

450 mL

CMC-Na 2%

2 mL

Perasa

0,3%

Pewarna

0,3%

Akuades

ad 1 L
(Murrukmihadi, dkk., 2012)

Formula sedian sirup ekstrak kulit buah delima sebagai sirup antidiare yaitu seseuai dengan tabel 1.
Tabel 1 Formula Sediaan Sirup Ekstrak Kulit Buah Delima
Jumlah

No.

Nama Bahan

Ekstrak Kulit Buah Delima

1,8 gram

Zat Aktif

Gliserin

12 mL

Pemanis

Natrium Benzoat

0,14 gram

Pengawet

Sorbitol 70%

27 mL

Anticaplocking dan Pemanis

1 botol (60 mL)

Fungsi

CMC-Na 2%

0,12 mL

Pensuspensi, peningkat viskositas

Perasa delima

0,018%

Perasa

Pewarna merah

0,018%

Pewarna

Akuades

Ad 60 mL

Pelarut

B. Metode Pembuatan
Ditimbang semua bahan yang digunakan, dan ditera botol 60 ml. Digerus satu persatu, Na benzoat
dan ekstrak kulit buah delima dalam mortir hingga halus (campuran I). CMC Na dikembangkan
terlebih dahulu dengan melarutkan CMC Na dengan aquadest diambil 0,12 mL (campuran II).
Ditambahkan gliserin dan sorbitol yang telah diteteskan perasa delima dan pewarna ke dalam
campuran I. Kemudian ditambahkan campuran II hingga membentuk larutan yang homogen. Hasil
sirup yang homogen kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca yang telah ditera 60 ml,
kemudian ditambahkan akuades hingga tanda batas. Botol digojog hingga sediaan homogen.

8.

Etiket/Label

Gambar 1. Etiket Sirup Antidiare Ekstrak Kulit Buah Delima

9.

Kontrol Kualitas Sediaan


a. Uji Organoleptis
Uji penampilan dilakukan dengan melihat secara langsung warna, bentuk, dan bau sediaan sirup
yang terbentuk (Depkes RI, 1995).
b. Uji Homogenitas
Sediaan sirup yang telah di packaging dalam kemasan primer, diamati kecepatan mengendap dan
redistribusinya. Sediaan yang baik tidak boleh cepat mengendap dan jika mengendap, endapan
harus segera terdispersi kembali.
c. Uji Viskositas
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald untuk menentukan viskositas
semua sampel cairan oral. Metode ini diikuti sesuai prosedur standar, pada suhu ruang (27C)
dengan kecepatan 2, 4, 10, 20, 50, 100 rpm. Data yang di peroleh di plot terhadap tekanan geser
(dyne/cm2) dan kecepatan geser (detik-1) sehingga akan di dapat sifat aliran (rheology) (Febrina
dkk., 2007).
d. Uji Waktu Alir
Uji mudah tidaknya dituang berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan
sediaan cair akan semakin mudah dituang dan sebaliknya. Untuk uji ini, dihitung waktu mengalir

sediaan sirup saat dituang sebanyak 4 kali, yakni pada minggu ke-1 hingga minggu ke-4.
Dilakukan hal yang sama terhadap kontrol positif yaitu asetilsistein. Data yang diperoleh
kemudian dibandingkan (Murrukmihadi dkk., 2011).
e. Bobot Jenis
Ditimbang piknometer kosong, piknometer yang berisi sediaan sirup antidiare ekstrak kulit buah
delima, dan piknometer yang berisis air suling. Dilakukan penimbangan yang sama terhadap
kontrol positif. Bobot jenis dihitung dengan cara membagi bobot zat dengan bobot air dalam
piknometer. Pengukuran dilakukan dengan 3 kali pengulangan, data yang diperoleh dibandingkan
(Ansel et al., 2011).
f. Uji pH
Uji derajat keasaman dilakukan untuk mengetahui perubahan kadar keasaman dari larutan. Uji
derajat keasaman dilakukan dengan membandingkan nilai pH sediaan sirup dengan nilai pH
sediaan yang menjadi parameter keasaman suatu produk (asetilsistein) (Lachman dkk., 1994).
Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan elektroda dari pH meter digital ke dalam sampel,
yang sebelumnya telah dikalibrasi pada larutan buffer, kemudian pH meter dinyalakan dan
ditunggu sampai layar pada pH meter menunjukkan angka yang stabil (Febrina dkk., 2007).
g. Uji Efektivitas Pengawet
Uji efektivitas pengawet dilakukan untuk mengetahui mutu pengawet yang digunakan. Pengawet
memiliki mutu yang baik apabila mampu mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Cara uji
efektivitas pengawet adalah dalam ruangan steril di bawah laminar air flow. Sebanyak 1 ml
larutan diambil menggunakan pipet volume steril, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang
berisi media. Kemudian media yang berisi larutan diinkubasi. Setelah media diinkubasi kemudian
diamati ada atau tidaknya kontaminasi pada permukaan media (Jawetz et al., 1996).
h. Uji Tanggap Rasa
Uji respon rasa dilakukan dengan teknik sampling terhadap 20 orang responden secara acak,
masing-masing responden diberi 1 formula sirup dan diminta untuk mencicipi, kemudian mengisi
kuisioner yang telah disediakan yang berisi tentang tanggapan rasa dari sangat manis, sedikit
manis, manis, sedikit pahit, sangat pahit. Data disajikan dalam bentuk tabel menurut jumlah
responden dengan respon yang diberikan (Nugroho, 1995).
i. Uji Hedonik (Kesukaan)
Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat
kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya sangat suka,
suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, dan sangat tidak suka. Skala hedonik dapat
direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendaki. Dalam analisis datanya,
skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala angka dengan angka manaik menurut tingkat
kesukaan (dapat 5, 7 atau 9 tingkat kesukaan). Dengan data ini dapat dilakukan analisa statistik

(E-book, 2006). Jumlah panelis yang digunakan jika agak terlatih berjumalah 20 25 orang dan
jika tidak terlatih 80 keatas. Untuk jumlah produk yang diujikan 1 6 (sulit dinilai) dan 1 -12
untuk mudah dinilai (PS Teknologi Pangan, 2013)

10. Daftar Pustaka


Akter, S., A. Sarker, and Md. S. Hossain. 2013. Antidiarrhoeal Activity Of Rind Of Punica
granatum. International Current Pharmaceutical Journal. 2(5): 101-104.
Ansel, H. C. 2011. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI Press.
Bhuana, N. P. C. S., N. P. A. D. Wijayanti dan I. G. N. A. D. Putra. 2013. Perbedaan Karakterisasi
dan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangsotana Linn) yang
Diperoleh dari Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Jurnal Kimia.
Vol. 7 (2). Hlm: 195-201.
Ciulei, J. 1984. Methodology for Analysis of Vegetables and Drugs. Rumania: Faculty of Pharmacy
Bucharest Rumania. P. 11-26.
Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Direktorat Jendral BPOM. Hal.: 10-16.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departeman Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 1995b. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.
Febrina, E., D. Gozali dan T. Rusdiana. 2007. Formulasi Sediaan emulsi Buah Merah (Pandanus
conoideus Lam.) Sebagai Produk Antioksidan Alami. Laporan Penelitian. Fakultas Farmasi,
Universitas Padjajaran.
Hedge, C.R., M. Madhur, S. T. Nishita, D. Arijit, B. Sourav, K. C. Rohit. 2012. Evaluation of
Antimicrobial Properties, Phytochemical Contents and Antioxidant Capacities of Leaf
Extracts of Punicagranatum L. ISCA Journal of Biological Sciences. Vol. 1: pp 32-37.
Isnawati, A., H. Mudahar dan Kamilatunisah. 2008. . Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kumarin dari
Tanaman Artemisia Annua (L). Media Litbang Kesehatan. 18 (3): 107-118.
Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Marliana, S. D., V. Suryanti, dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis
Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechiumedule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol.
Biofarmasi, Vol. 3(1): 26-31.
Murrukmihadi, M., R. Ariani dan D. Wibowo. 2012. Formulasi Sirup Ekstrak Bunga Kembang
Sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) Varietas Warna Merah Muda Dan Uji Aktivitas
Mukolitiknya pada Mukus Saluran Pernafasan Sapi Secara In Vitro. Majalah Farmaseutik.
8(3): 214-217.

Murrukmihadi, M., S. Wahyuono, Marchaban, dan S. Martono. 2011. Optimasi Formulasi Sirup
Fraksi Tidak Larut Etil Asetat Yang Mengandung Alkaloid Dari Bunga Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis L.). Majalah Obat Tradisional. Vol. 16 (2): Hlm. 101-108.
Nugroho, A. K. 1995. Sifat Fisik Dan Stabilitas Tablet Kunyah Asetosal Dengan bahan Pengisi
kombinasi Manitol Laktosa. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
PS Teknologi Pangan. 2013. Modul Penanganan Mutu Fisis. Semarag: Universitas Muhammadiah
Semarang.
Qnais, E. Y., A. S. Elokda, Y. Y. Abu Ghalyun, and F. A. Abdulla. 2007. Antidiarrheal Activity of
The Aqueous Extract of Punica Granatum (Pomegranate) Peels. Pharmaceutical Biology.
45(9): 725-720.
Rajan, S., S. Mahalakshmi V. M. Deepa, K. Sathya, S. Shajitha, and T. Thirunalasundari. 2011.
Antioxidant Potentials of Punica granatum Fruit Rind Extracts. Int J Pharm Pharm Sci. 3(3):
82-88.
Savitri, E.S. 2008. Rahasia Tumbuhan Berkhasiat Obat Perspektif Islam. Malang: Uin Press. Hal.
165.
Vijayalakshmi, R. and R. Ravindhran. 2012. Preliminary Comparative Phytochemical Screening of
Root Extracts of Diospyrus ferrea (Wild.) Bakh and Aerva lanata (L.) Juss. Ex Schultes.
Asian Journal of Plant Science and Research, Vol. 2(5): 583.

Anda mungkin juga menyukai