Anda di halaman 1dari 3

PUNDI RUPIAH DARI PEKARANGAN RUMAH

Jika Anda berkunjung ke Kelurahan Beji, Anda akan disambut oleh deretan tiang
buah naga di kanan-kiri jalan. Tak ketinggalan jajaran polybag dan pot berisikan
sayur mayur, buah, dan bunga. Ada pula berbagai tanaman yang tumbuh subur
langsung di atas tanah.
Jika Anda berkunjung ke Kelurahan Beji, Anda akan disuguhi panorama indah.
Mata Anda akan dimanjakan oleh hijaunya lahan pekarangan yang tertata rapi
dengan berbagai tanaman. Beberapa di antaranya bahkan dilengkapi gazebo
dan kolam ikan.
Itulah Beji. Sebuah kelurahan di Kecamatan Nguntoronadi, Wonogiri, berada pada
ketinggian 250 meter di atas permukaan laut, memiliki udara yang panas
cenderung sejuk sehingga cocok untuk tumbuh beragam tanaman. Dulu, Beji tak
serapi sekarang. Pekarangan memang sudah dimanfaatkan, tetapi hanya dengan
singkong dan pepaya. Singkong, orang Beji menyebutnya sepe, memang
menjadi salah satu komoditi andalan masyarakat Beji. Dulu, hampir setiap lahan
pekarangan ditumbuhi sepe.
Kini, ceritanya lain. Sejak Juli 2014, sejak Pak Wahyu Tulus Nugroho, SP datang,
Beji mengalami perubahan cukup drastis. Pak Wahyu adalah petugas penyuluh
pertanian di lingkungan Kecamatan Nguntoronadi. Awalnya beliau ditugaskan di
Desa Semin dan berhasil menjadikan Semin sebagai desa agrowisata. Sejak Juli
2014, Pak Wahyu juga ditugaskan di Beji. Dan sejak itu, Beji perlahan mengikuti
jejak Semin.
Masyarakat Beji mulai membudidayakan buah naga. Awalnya hanya seadanya,
dengan kayu-kayu yang ditancapkan ke tanah, dengan bambu yang dibuat parapara, atau dengan pohon yang telah digunduli daun-daunnya. Ada pula yang
sudah menggunakan tiang cor beton, meskipun jumlahnya tak banyak. Tak ayal,
pekarangan yang tadinya hanya dipenuhi sepe dan pepaya kini juga dipenuhi
oleh buah naga. Kegiatan ini banyak dikoordinasi oleh Pak Wahyu dan Kelompok
Wanita Tani (KWT).
2015 menjadi tahun yang cukup penting, pasalnya proposal yang diajukan ke
Dinas Pertaninan tembus. Hasilnya adalah bantuan dana 30 juta untuk
pengembangan buah naga. 30 juta ini digunakan untuk membuat tiang cor
beton, membeli ban bekas untuk tumbuh buah naga, dan membeli bibit buah
naga. Awalnya, 30 juta ini hanya diperuntukan untuk 154 kepala keluarga,
masing-masing menerima satu paket tanaman buah naga berupa bibit, tiang dan
ban bekas. Pembuatan tiang dilakukan sendiri oleh masyarakat Beji melalui
program padat karya sehingga dana 30 juta bisa menghasilkan 250 paket
tanaman buah naga. 250 paket tanaman itu dibagikan kepada masyarakat Beji
dan sisanya di tanam di sepanjang jalan. Sejak saat itu, Beji menjadi semakin
lekat dengan citra sebagai produsen buah naga.
Produksi buah naga Beji cukup besar, meskipun masih lebih kecil dibanding
permintaan. Setiap tahun, saat musim panen, masyarakat luar kota berbondongbondong mendatangi Beji. Berkunjunglah ke Beji pada bulan-bulan panen,
Januari-April, maka Anda akan mendapati banyak kendaraan berplat nomor
asing, bukan AD, bersliweran. Mereka datang dari jauh; Pacitan, Surabaya,
Malang, Jakarta, untuk membeli buah naga yang dipetik langsung dari pohonnya.

Buah naga itu bisa dibeli melalui KWT ataupun perseorangan. Harga yang
berlaku pun seragam karena memang sudah diseragamkan oleh KWT.
Dalam satu musim panen, satu tanaman buah naga dapat menghasilkan sekitar
20 kilogram buah. Harga buah naga berkisar 17-20 ribu per kilogram, sehingga
satu tanaman buah naga dapat menghasilkan 300-400 ribu rupiah. Selama
musim panen, apalagi jika bertepatan dengan masa liburan, setiap keluarga bisa
mendapatkan 300 ribu per bulan. Jumlah yang cukup besar kan? Jumlah ini tentu
jauh lebih besar jika dibandingkan hasi menanam sepe di lahan pekarangan.
Bagaimana tidak, harga sepe hanya berkisar 700-1000 rupiah per kilogram.
Beji bukan hanya desa buah naga, tetapi juga beragam buah dan sayur lain.
Sebagai pelengkap buah naga, masyarakat juga menanam pepaya california dan
jeruk pamelo. Bahkan ada kewajiban bagi masyarakat Beji untuk menanam
ketiga jenis buah ini di pekarangan. Berbicara tentang pepaya california, selain di
pekarangan rumah, Anda juga akan menemukan deretan pohon pepaya di
sepanjang jalan. Buahnya yang bulat cenderung lonjong berderet di bagian atas
pohon, semakin ke bawah semakin besar. Jika sudah mulai tampak gurat
kekuningan, tandanya pepaya sudah siap dipetik. Selain untuk konsumsi pribadi,
masayarakat terbiasa menitipkan pepaya di warung-warung. Pembelinya
masyarakat Beji sendiri dan pengunjung memang sengaja mencari pepaya
california. Meskipun jumlah pohon pepaya sangat banyak dan pepaya berbuah
sepanjang tahun, tetap saja permintaan buah pepaya masih lebih besar
dibanding pepaya yang dihasilkan.
Selain buah, masyarakat Beji juga membudidayakan sayur mayur. Ada terong
Arab, terong Taiwan, daun bawang, bayam, kangkung, cabai, pare belut, timun,
daun kemangi, dan berbagai bumbu dapur seperti jahe, kunyit, kencur, kunci,
dan lain-lain. Setiap rumah wajib menanam minimal empat jenis sayuran di
pekarangannya. Hasil dari kebun pekarangan ini terutama untuk dikonsumsi
sendiri, meskipun terkadang juga dititipkan di warung untuk dijual. Keuntungan
utama menanam sayur adalah hemat pengeluaran rumah tangga, selain
mendapat tambahan penghasilan dari penjualan sayur. Jika ada pengunjung
yang datang untuk mencari buah naga, tak jarang mereka juga membeli sayur.
Biasanya mereka tidak membeli sayur yang sudah dipetik, melainkan membeli
sayur dalam polybag atau pot.
Di pekarangan, Anda juga akan melihat bunga-bunga yang bermekaran. Ada
evorbia, mawar, bunga sepatu, bunga matahari, bunga kenikir, dan anggrek. Di
antara beragam jenis bunga tersebut, yang paling menarik perhatian adalah
bunga anggrek dan matahari. Anggrek-anggrek beraneka warna yang berjajar di
dalam green house memang sengaja ditanam untuk dijual kepada mereka yang
berminat.
Jika Anda berkunjung ke Kelurahan Beji, Anda akan menanyakan hal yang sama
dengan saya, Bagaimana semua ini bermula? Selain paparan di atas, ada satu
hal yang belum saya kemukakan. Bahwa masyarakat Beji sangat antusias
dengan rencana yang mereka buat: Kawasan Agrowisata Organik. Pemanfaatan
lahan pekarangan yang mereka lakukan merupakan sebuah upaya untuk
mendekatkan mereka dengan rencana tersebut. Lebih jauh, penggunaan
pestisida dan pupuk organik juga merupakan perubahan besar yang mereka
upayakan. Sampai saat ini, masih belum 100% masyarakat Beji menggunakan

bahan organik, terutama untuk pertanian di ladang dan sawah. Namun, untuk
tanaman di lahan pekarangan sebagian besar sudah organik. Status sebagai
tanaman organik bahkan sudah diakui oleh Lembaga Sertifikasi Organik
Seloliman (LeSOS).
Apa yang Anda lihat di Beji bukanlah sebuah sulap yang bisa terjadi dalam
sekejap. Butuh waktu untuk bisa memantapkan masyarakat Beji untuk
memanfaatkan lahan pekarangan mereka dengan lebih baik. Butuh waktu untuk
menciptakan citra Beji sebagai kawasan agrowisata. Butuh waktu untuk
mengubah mindset masyarakat agar beralih ke organik. Butuh waktu untuk bisa
mendapatkan sertifikat LeSOS. Untuk menjadikan Beji sampai seperti sekarang
ini butuh waktu yang tidak singkat. Dan yang pasti, butuh upaya yang tidak
ringan, baik dari Pak Wahyu sebagai petugas PPL, para penggiat KWT, kelompok
tani, dan posluhdes, pihak kelurahan Beji dan tentu saja seluruh masyarakat Beji.
Kini dan nanti, Beji adalah yujuan agrowisata organik. Dengan konsep ini,
pekarangan rumah pun mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah...[ALJ]

Anda mungkin juga menyukai