pembelajaran
yang
bermakna.
Artinya,
pembelajaran
yang
pada
setiap
jalur, jenjang,
dan
jenis
pendidikan
sebagai
juga
merupakan
proses
memahami,
memberi
arti,
mendapatkan,
dan
angka-angka
berdasarkan
hasil
pengamatan
mengenai
beberapa
ciri (atribute) tentang suatu objek, orang atau peristiwa. Dengan demikian,
evaluasi dan penilaian berkenaan dengan kualitas daripada sesuatu, sedangkan
pengukuran berkenaan dengan kuantitas (yang menunjukkan angka-angka)
daripada sesuatu. Oleh karena itu, dalam proses pengukuran diperlukan alat ukur
yang standar, baik dalam tes maupun
2. Fungsi Evaluasi
Secara umum menurut Sudijono (2011:7-10), evaluasi sebagai suatu tindakan atau
proses setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok.
a. Mengukur kemajuan
Apabila tujuan yang telah dirumuskan itu direncanakan untuk dicapai
secara bertahap, maka dengan evaluasi yang brkesinambungan akan dapat
dipantau, tahapan manakah yang sudah dapat diselesaikan, tahap manakah
yang berjalan dengan mulus, dan mana pula tahapan yang mengalami
kendala dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, melalui evaluasi
terbuka kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau
seberapa besar kemajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
b. Menunjang penyusunan rencana
Setidak-tidaknya ada dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari
kegiatan evaluasi, yaitu (1) Hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan;
(2)
Hasil
evaluasi
itu
ternyata
tidak
menggembirakan
atau
kegiatan belajar.
Mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar.
Sebagai sarana umpan balik seorang guru, yang bersumber dari siswa.
Sebagai alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
Sebagai materi utama laporan hasil belajar kepada para orang tua siswa.
b. Mengukur
macam-macam
aspek
belajar
yang
bervariasi.
Belajar
kurikuler,
setelah
mereka
menempuh
proses
menganai proses
pelaksanaan pengajaran
mencakup: (1)
kesesuaian antara proses belajar mengajar yang berlangsung, dengan garisgaris program pengajaran yang telah ditentukan; (2) kesiapan guru dalam
melaksanakan program pengajaran, (3) kesiapan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran, (4) minat atau perhatian siswa di dalam mengikuti
pelajaran, (5) keaktifan atau partisipasi siswa selama proses pembelajaran
berlangsung, (6) peranan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang
memerlukannya; (7) komunikasi dua arah antara guru dan murid selama
proses proses pembelajaran berlangsung; (8) pemberian dorongan atau
motivasi terhadap siswa; (9) pemberian tugas-tugas kepada siswa dalam
rangka penerapan teori-teori yang diperoleh dalam kelas; dan (10) upaya
menghilangkan dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kegiatankegiatan yang dilakukan sekolah.
c. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik ini mencakup: (1) Evaluasi
mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus
yang ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat
terbatas; (2) Evaluasi mengenai tingkat pencapaian peserta didik terhadap
tujuan-tujuan umum pengajaran.
Cakupan evaluasi juga dapat dikhususkan pada pembelajaran, yang
menurut Sukardi (2011:6-8) terdapat tiga macam luasan, sebagai berikut.
1) Pencapaian Akademik
Evaluasi pencapaian akademik, mencakup semua instrumen evaluasi yang
direncanakan secara sistematis guna menentukan derajat di mana seorang
siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya
oleh para guru. Dengan demikian, akademik cakupan kegiatannya antara
lain tes paper pen, tes penampilan, dan prosedur nontesting lainnya yang
mengukur semacam perubahan tepat dari pelaku siswa.
2) Evaluasi Kecakapan atau Kepandaian
Secara definitif evaluasi kecakapan (aptitude) tidak lain adalah mencari
infomasi yang berkaitan erat dengankemampuan atau kapasitas belajar
peserta didik yang dievaluasi. Instrumen evaluasi kecakapan yang
diperoleh siswa dapat digunakan oleh para guru untuk memprediksi
prospek keberhasilan siswa di masa datang.
3) Evaluasi Penyesuaian Personal Sosial
Cakupan lain yang juga perlu diketahui oleh seorang guru terhadap para
siswanya adala evaluasi yang berkaitan erat dengan tingkat adaptasi atau
penyesuaian siswa secara personalitas atau secara bersama dengan teman
di kelas atau di sekolah. Cakupan evaluasi penyesuaian atau adaptasi
personal sosial ini diantaranya kemampuan, emosi, sikap, dan minat siswa
yang dimiliki sebagi penglaman lalu dari siswa tersebut.
7. Prinsip-Prinsip Dasar Evaluasi
Pada bidang pendidikan, beberapa prinsip evaluasi dapat dirumuskan sebagai
berikut (Sukardi, 2011:4-5).
1) Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditentukan.
2) Evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif.
3) Evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan
peserta didik.
4) Evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu.
5) Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.
Menurut Slameto (dalam Sukardi, 2011:5) evaluasi harus mempunyai
minimal tujuh prinsip berikut: 1) terpadu, 2) menganut cara belajar siswa aktif, 3)
kontinuitas, 4) koherensi dengan tujuan, 5) menyeluruh, 6) membedakan, dan 7)
pedagogis.
Sudijono (2011:31-33) memberikan pendapat terkait dengan prinsip evaluasi yang
cakupannya hanya evaluasi hasil belajar, sebagai berikut.
1)Prinsip Keseluruhan
Prinsip keseluruhan atau prinsip menyeluruh juga dikenal dengan istilah prinsip
komprehensif (comprehensive). Maksudnya bahwa evaluasi hasil belajar dapat
dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara
bulat, utuh, dan menyeluruh.
Evaluasi hasil belajar disamping dapat mengungkap aspek proses berpikir
(cognitive domain) juga dapat mengungkapkan aspek kejiwaan lainnya, yaitu
aspek nilai atau sikap (affective domain) dan aspek keterampilan (psychomotor
domain) yang melekat pada diri masing-masing individu peserta didik.
Dengan melakukan evaluasi hasil belajar secara bulat, utuh menyeluruh
akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai
keadaan dan perkembangan subyek didik yang sedang dijadikan sasaran
evaluasi.
2)Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinamabungan juga dikenal dengan istilah prinsip kontinuitas
(continuity). Dengan prinsip kesinambungan dimaksudkan bahwa evaluasi hasil
belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur
dan sambung-menyambung dari waktu ke waktu.
menentukan
langkah-langkah
atau
merumuskan
kebijaksanaan-
B. Hakikat Pengukuran
1. Pengertian Pengukuran
Menurut Nurgiyantoro (2009:5), pengukuran ialah suatu alat yang
digunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Pengukuran biasanya
berkaitan dengan aspek kuantitatif. Senada dengan Nurgiyantoro, Arikunto juga
(2008:3) menyatakan bahwa pengukuran ialah membandingkan sesuatu dengan
satu ukuran, pengukuran bersifat kuantitatif. Ditegaskan oleh Putra (2013:14),
bahwa pengukuran merupakan kegiatan membandingkan sesuatu dengan ukuran
tertentu dan bersifat kuantitatif.
Djaali dan Pudji (2008: 2) juga berpendapat, pengukuran (measurement)
adalah suatu kegiatan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu
yang disebut objek pengukuran (objek ukur). Mengukur pada hakikatnya adalah
pemasangan atau korespondensi 1-1 antara angka yang diberikan dengan fakta
yang diberi angka atau yang diukur. Menurut Widyoko (2011:2), pengukuran
merupakan kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan
individu menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Safari (2005:2), menyatakan bahwa
pengukuran adalah kegiatan untuk mendapatkan informasi secara kuantitatif atau
dengan kata lain merupakan prosedur untuk menentukan skor siswa. Hal tersebut
senada dengan pendapat Tuckman (dalam Nurgiyantoro, 2010: 6), menyatakan
bahwa pengukuran hanyalah bagian atau alat penilaian saja dan selalu
berhubungan dengan data-data kuantitatif, misalnya berupa skor-skor peserta
didik. Sementara itu, Gilford (dalam Basuki dan Hariyanto, 2014:5) menyatakan
bahwa pengukuran proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala menurut aturan
tertentu. Pengukuran dapat menggunakan tes maupun nontes.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah
suatu alat yang digunakan untuk membandingkan hal dengan ukuran tertentu yang
bersifat kuantitatif. Hal yang diukur tersebut berdasarkan kriteria-kriteria yang
ditentukan, menggunakan alat ukur berupa tes maupun nontes.
2. Bentuk Pengukuran
Kegiatan pengukuran menjadi lebih kompleks bila akan mengukur karakteristik
psikologik seseorang: kecerdasan, kematangan, atau kepribadian. Demikian
halnya dengan pengukuran dalam bidang pendidikan yang mengukur atribut
peserta didik: penguasaan materi, kemampuan dalam melakukan keterampilan
tertentu. Pengukuran pendidikan merupakan pekerjaan profesional guru, tutor,
atau instruktur. Tanpa kemampuan melakukan pengukuran pendidikan, seorang
guru atau tutor tidak akan mengetahui persis keadaan siswa dan keberhasilan
dalam mengelola pembelajaran.
Terdapat dua bentuk atau karakteristik pengukuran yang utama, yaitu (1)
penggunaan angka atau skala tertentu, (2) menurut suatu aturan atau formula
tertentu. Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk
mengkuantitatifkan data pengukuran dari suatu variabel. Dilihat dari bentuk data
yang dihasilkan melalui kegiatah pengukuran, maka skala pengukuran dibagi
menjadi empat macam yaitu skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala
rasio. Selanjutnya, bentuk atau karakteristik kedua dari pengukuran adalah
menurut suatu aturan atau formula tertentu. Salah satu aturan yang digunakan
untuk pengukuran dapat menggunakan pendekatan penilaian acuan norma (PAN)
dan penilaian acuan patokan (PAP). Pendekatan acuan norma merupakan sistem
penilaian yang didasarkan pada nilai sekelompok siswa dalam satu proses
pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok itu. Sedangkan
penilaian acuan patokan yaitu suatu cara menentukan kelulusan seseorang dengan
menggunakan sejumlah patokan. Bilamana seseorang telah memenuhi patokan
tersebut, ia dinyatakan berhasil. Tetapi bila seseorang belum memenuhi patokan,
ia dinyatakan gagal atau belum menguasai bahan tersebut (Wahyudi, 2010: 290291).
3. Fungsi Pengukuran
Dalam bidang pendidikan, pengukuran memegang peranan yang sangat penting.
Data hasil pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki arti penting baik bagi
sekolah atau lembaga pendidikan, guru, maupun bagi siswa dan orang tua atau
masyarakat.
Bagi
guru
misalnya,
hasil
pengukuran
berfungsi
untuk
mereka, di samping sebagai dasar pemberi angka atau nilai rapor, maka fungsi tes
sebagai motivator dan pengarah dalam belajar telah tercapai (Azwar, 2002:21-22).
Dengan demikian, hasil pengukuran dapat dimanfaatkan untuk perbaikan atau
penyempurnaan sistem, proses atau kegiatan belajar dan mengajar, maupun
sebagai data untuk mengambil keputusan atau menentukan kebijakan. Selain itu,
melalui pengukuran akan dapat diketahui atau diperoleh informasi tentang tingkat
kemampuan siswa.
5. Prinsip-prinsip Pengukuran
Gronlund (dalam Azwar, 2002:18-21) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam
pengukuran prestasi sebagai berikut.
a. Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas
sesuai dengan tujuan instruksional.
b. Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil
belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau
pengajaran.
c. Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna
mengukur hasil belajar yang diinginkan.
d. Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
pengguna hasilnya.
e. Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil
ukurannya harus ditafsirkan dengan hati-hati.
f. Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak
didik.
Dengan demikian, Prinsip pengukuran pada dasarnya selalu mengandung
kesalahan yang bersifat sistematik dan acak. Prinsip pengukuran juga hendaknya
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, prinsip pengukuran pada
dasarnya memiliki bentuk kuantitaif yang berupa angka yang selanjutnya akan
dianalisis untuk menetukan kemampuan seorang siswa.
C. Hakikat Penilaian
1. Pengertian Penilaian
samping
berkelanjutan
menyeluruh,
(direncanakan
penilaian
dan
hendaknya
dilakukan
terus
dilakukan
menerus)
secara
guna
yang
sudah
ditetapkan
berdasarkan
kemampuan
seperti antara lain penilaian terhadap siswa harus juga melibatkan guru, kepala
sekolah dan juga orang tua siswa itu sendiri. Ketiga, ekonomis dalam arti bahwa
penilaian tersebut tidak terjadi pemborosan uang, benda maupun orang. Penilaian
yang dilakukan harus efektif dan efesiensi yang hasilnya dapat digunakan untuk
mendiagnosa karena penilaian yang dilakukan dapat juga mengungkapkan
berbagai kekuarangan dan kelemahan yang telah dilakukan oleh para pendidik.
Prinsip dalam penilaian untuk belajar yang selanjutnya adalah harus
menolong para peserta didik untuk mengethaui bagaimana memperbaiki
belajarnya. Siswa-siswa memerlukan informasi dan petunjuk untuk merencanakan
langkah-langkah belajar para peserta didik berikutnya. Guru harus menunjukkan
dengan tepat kekuatan siswa dan menasihati bagaimana cara mengembangkannya,
menjelaskan kelemahan dan bagaimana cara guru mengatasinya, menyediakan
kesempatan siswa untuk memperbaiki pekerjaan para peserta didik.
Penilaian untuk belajar harus mengembangkan kapasitas untuk selfassessment. Siswa mempunyai kemampuan untuk mencari dan memperoleh
keterampilan baru, pengetahuan baru, dan pemahaman baru. Para siswa dapat
memulai dengan self-reflection dan mengidentifikasi langkah-langkah belajar
siswa berikutnya. Para guru perlu membekali siswa dengan keinginan dan
kapasitas
memiliki
tanggung
jawab
pada
pembelajaran
guru
dengan
atau masih perlu perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, di samping
kurikulum yang cocok dan proses pembelajaran yang benar perlu ada sistem
penilaian yang baik dan terencana.
a. Penilaian kelas
Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkahlangkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi
serta sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta
didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta
didik. Penilaian dilaksanakan melalui berbagai cara seperti penilaian unjuk
kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil
test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil
kerja/karya peserta didik (portofolio), dan penilaian diri.
b. Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja meruapakan penilaian yang dilakukan dengan
mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini
cocok digunakan untuk menilaian ketercapaian kompetensi yang menuntut
peserta didik melakukan tugas tertentu seperti praktik di laboratorium,
praktik olahraga, presentasi, diskusi, bermain peran, membaca puisi, dan
sebagainya. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik dari pada tes tertulis
karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang
sebenarnya.
c. Penilaian Sikap
Sikap adalah suatu kecenderungan atau kesiapan seseorang memberikan
respon dalam bentuk perilaku tertentu terhadap suatu stimulus atau
rangsangan yang diberikan. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni afektif,
kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh
seseorang atau penilaiannya terhadap suatu objek. Komponen kognitif
adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek.
d. Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan suatu kumpulan pekerjaan peserta didik dengan
maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang
didasarkan
pada
kumpulan
informasi
yang
menunjukkan
invetigasi
sejak
dari
perencanaan,
pengumpulan
data,
4. Tujuan Penilaian
Nurgiyantoro (2001:15-16) menyebutkan berapa tujuan dan atau fungsi
penilaian.
a. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan-tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan itu dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan. Pendidikan dan pengajaran sebenarnya merupakan suatu proses,
yaitu proses untuk mencapai sejumlah tujuan. Tujuan itu dalam kegiatan
belajar mengajar dirumuskan secara berjenjang, mulai dari jenjang yang
operasional yang dikenal dengan nama tujuan instruksional (pengajaran)
khusus sampai tujuan yang dibebankan kepada lembaga (sekolah) yang
bersifat umum dan abstrak. Bebebrapa banyak atau persen tujuan itu
berhasil dicapai atau dikuasai siswa dalam kegiatan belajarnya, secara lebih
dapat dipertanggungjawabkan penilaianlah yang dapat menjawabnya.
b. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap tingkah laku hasil
belajar siswa. Dengan mendasarkan diri pada prinsip penilaian proses,
berarti penilaian terhadap siswa akan dilakukan secara berkesinambungan
selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, yang antara lain
dilakukan dengan pengamatan. Akan tetapi, bagaimanapun juga, hasil
pengamatan akan cenderung bersifat subjektif. Kemungkinan untuk tidak
objektif, kurang teiti, keliru, dan sebagainya cukup besar. Untuk mengatasi
kelemahan tersebut, maka dilakukan pengamatan, kemudian pengukuran.
Kegiatan penilaian akhirnya dilakukan dengan mencocokan data dari hasil
pengamatan dan pengukuran. Dengan menempuh cara itu penilaian yang
dilakukan dapat diharapkanlebih bersifat objektif.
c. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang-bidang atau topik-topik
tertentu.
d. Untuk menentukan layak tidaknya seorang siswi dinaikkan ke tingkat di
atasnya atau dinyatakan lulus dari tingkat pendidikan yang ditempuhnya.
e. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan. Penilaian yang dilakukan sewaktu kegiatan pengajaran masih
berlangsug, penilaian yang dikenal sebgai tes formatif, hasilnya dapat
belajar lebih baik, dengan adnaya penilaian juga dapat mendorong guru unrtuk
mengajar lebih baik.
f. Perbaikan Kurikulum dan Program Pendidikan
Salah satu peran yang penting dari penilaian pendidikan adalah menjadi dasar
yang kuat bagi perbaikan kurikulum dan program pendidikan. Perbaikan
kurikulum atau program pendidikan yang dilakukan tanpa didasarkan pada
hasil penilaian yang sistematis terhadap kurikulum maupun program
sebelumnya acap kali menjadi kurang maksimal hasilnya. Dengan mengadakan
penilaian akan dapat diketahui tingkat pencapaian kurikulum.
g. Pengembangn Ilmu
Hasil tes, pengukuran, dan penilaian tentu saja akan dapat memberi sumbangan
yang berarti bagi perkembangan teori dan dasar pendidikan. Ilmu seperti
pengukuran pendidikan sangat tergantung pada hasil-hasil tes, pengukuran, dan
penilaian yang dilakukan sebagai kegiatan sehari-hari guru dan pendidik
lainnya. Berdasarkan hasil tes, pengukuran, dan penilaian akan diperoleh
pengetahuan empirik yang sangat berharga untuk pengembangan ilmu dan
teori.
6. Ciri-ciri Penilaian
Menurut Arikunto (dalam Widoyoko, 2009:39-44) ada lima ciri penilaian
pendidikan, sebagai berikut.
1) Penilaian dilakukan secara tidak langsung.
2) Menggunakan ukuran kuantitatif. Penilaian pendidikan bersifat kuantitatif,
artinya menggunakan simbol bilangan sebagi hasil pertama pengukuran.
Setelah itu diinterpretasikan ke bentuk kualitatif.
3) Menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap, karena IQ 105
termasuk anak normal. Siswa yang hasil pengukuran IQ nya 80, menurut
unit pengukurannya termsuk anak yang bodoh.
4) Bersifat relatif, artinya hasil penilaian untuk objek yang sama dari waktu ke
waktu dapat mengalami perubahan karena adanya berbagai faktor yang
memengaruhinya.
7. Kegunaan Penilain
Guru maupun pendidik lainnya perlu mendadakan penilaian terhadap hasil belajar
siswa karena dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan penilaian
hasil belajar mempunyai makna yang oentik, baik bagi siswa, guru maupun
sekolah. Berikut ini makna atau kegunaan bagi tiga pihak tersebut, yakni:
1) Makna Bagi Siswa
Dengan diadakannya penilaian hasil belajar, maka siswa dapat mengetahui
sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru.
Hasil yang diperoleh siswa dari penilaian hasil belajar ada dua
kemungkinan: memuaskan atau tidak memuaskan.
2) Makna Bagi Guru
a) Berdasarkan hasil yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui siswasiswa mana yang sudah berhak mekanjutkan pelajarannya karena sudah
berhasil mencapai KKM kompetensi yang diharapkan, maupun
mengetahui siswa yang belum berhasil mencapai KKM kompetensi yang
diharapkan.
b) Berdasarkan hasil penilaian yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui
apakah pengalaman belajar (materi pelajaran) yang disajika sudah tepat
bagi siswa sehingga untuk kegiatan pembelajaran di waktu yang akan
datang tidak perlu diadakan perubahan.
c) Berdasarkan hasil penilaian yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui
apakan strategi pembelajaran yang digunakan sudah tepat atau belum.
3) Makna Bagi Sekolah
a) Kondisi belajar maupun kultur akademik yang diciptaka sekolah dapat
ditentukan sesuai atau belum, berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh
guru.
b) Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun dapat
digunakan sebagi pedoman bagi sekolah untuk mengtahui apakah yang
bagi
sekolah
untuk
menyusun
berbagai
program
Pendapat berbeda diungkapkan oleh Djaali dan Pudji Muljono (dalam Sitiatava,
2013: 110), tes ialah alat atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran
dan penilaian.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tes adalah
prosedur yang diterapkan dalam bentuk instrumen untuk menilai dan mengukur
pecapaian belajar peserta didik yang dapat dibandingkan dengan yang dicapai
kawan-kawannya atau nilai standar yang ditetapkan.
2. Bentuk-bentuk Tes
Nurgiyantoro (2001:60-62) membagi jenis tes ke dalam tes buatan guru dan tes
standar. Kedua tes tersebut walau sama-sama dimaksudkan untuk mengukur
keberhasilan
belajar
siswa
mempunyai
segi-segi
perbedaan.
Berikut
penjelasannya.
a. Tes buatan guru
Tes buatan guru adalah tes yang dibuat oleh guru-guru kelas itu sendiri. Tes
tersebut dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa mencapai
tujuan setelah berlangsungnya proses pengajaran yang dikelola oleh guru
kelas yang bersangkutan.
Penyususnan soal-soal yang dimaksudkan untuk mengukur tingkat
keberhasilan siswa tersebut, pada umumnya dilakukan oleh guru bidang
studi yang bersangkutan. Hal itu wajar, sebab gurulah yang merumuskan
tujuan yang akan dicapai, memilih bahan, melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, dan kemudian menilai keberhasilan siswa.
b. Tes Standar
Tes standar adalah tes yang telah distandarkan. Tes standar sebenarnya dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes bakat dan tes prestasi, walau
keduanya mengandung sifat ketumpangtindihan.
Penyusunan tes standar, seperti halnya tes buatan guru, dimulai
dengan membuat deskripsi bahan dan kemudian menyusun butir-butir soal.
Penulisan tes standar biasanya dilakukan oleh sebuah tim yang telah
dibentuk. Seleksi bahan dan tujuan didasarkan pada kurikulum atau bukubuku teks yang dipakai secara nasional (Tuckman dalam Nurgiyantoro,
2010:62-63).
pembicaraan dengan
siswa.
anak mereka.
2. Membantu siswa dalam
menentukan pilihan.
pengelompokkan siswa.
3. Membantu siswa dalam
memilih kelompok.
4. Menilai kurikulum.
4. Mengelompokkan siswa
3. Membantu siswa
mencapai tujuan
masyarakat (public
metode kelompok.
relation)
5. Merencanakan kegiatan
4. Memberi kesempatan
5. Memperluas hubungan
6. Menyediakan informasi
proses belajar-mengajar
kepada pembimbing,
luar sekolah.
perseorangan.
dalam memahami
kesulitan anak.
anak.
7.
Klasifikasi Tes
Cronbach (dalam Azwar, 2002:5-6) membagi tes menjadi dua kelompok besar,
yaitu tes yang mengukur performansi maksimal (maximum performance) dan tes
yang mengukut performasi tipikal (typical performance).
a. Tes yang mengukur performansi maksimal
Tes jenis ini dirancang untuk mengungkapkan apa yang mampu dilakukan
oleh seseorang dan seberapa baik ia mampu melakukannya. Stimulus yang
disajikan harus jelas struktur tujuannya sehingga subjek tahu betul arah
jawaban yang dikehendaki.
Dalam penyajian tes yang mengukur performansi maksimal,
individu yang dites selalu didorong untuk berusaha sebaik-baiknya agar
memperoleh skor setinggi mungkin. Termasuk daalam tes jenis ini adlaah
tes intelegensi, tes bakat, tes prestasi belajar, tes profesiensi, dan berbagai
tes kemampuan lainnya.
b. Tes yang mengukur performansi tipikal
Tes jenis ini dirancang untuk mengungkap kecenderungan reaksi atau
perilaku individu ketika berada dalam situasi-situasi tertentu. Jadi tujuan
ukurannya bukanlah untuk mengetahui apa yang mampu dilakukan oleh
seseorang melainkan apa yang cenderung ia lakukan.
Tergolong dalam kelompok tes yang mengukur performansi tipikal
adalah tes yang mengungkap minat, sikap, dan berbagai bentuk skala-skala
kepribadian. Ditinjau dari cara klasifikasi lain, tes dapat pula
dikelompokkan sebagai tes yang mengungkapkan atribut kognitif dan tes
yang mengungkap atribut non-kognitif.
F. Hakikat Ujian
1. Ujian
Depdiknas (2005: 5), menjelaskan bahwa ujian merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara
berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan
perbaikan hasil peserta didik. Oleh karena itu, ada istilah ujian semester, ujian
kenaikan kelas, dan ujian nasional.
Dengan demikian, ujian termasuk salah satu jenis tes yang biasa disebut
dengan tes sumatif. Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah
sekumpulan satuan program pengajaran selasai diberikan. Tes sumatif ini pada
umumnya disusun atas dasar materi pelajaran yang telah diberikan selama satu
catur wulan atau satu semester. Dengan demikian materi tes sumatif itu jauh lebih
banyak ketimbang materi tes formatif (Sudijono, 2011:72).
Senada
dengan
pendapat
sebelumnya,
Nurgiyantoro
(2001:69)
atau tidaknya, lulus atau tidaknya seorang siswa, (3) Hasil tes sumatif juga
dipergunakan untuk membuat laporan hasil hasil belajar siswa kepada pihak lain
yang membutuhkan, misalnya orang tua. Laporan yang dimaksud adalah dalam
bentuk rapor atau surakt kelulusan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safrudin A.J. 2009. Evaluasi Program Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
_______. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Ilmu
Pendidikan.
Vol
no
1.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jvip/article/view/370
Widoyoko, Eko Putro. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.