Anda di halaman 1dari 42

PENDAHULUAN

Proses pendidikan merupakan suatu usaha untuk menciptakan sumber


daya manusia yang matang dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan yang
ditempuh oleh peserta didik tersebut, membutuhkan peran seorang guru untuk
merancang

pembelajaran

yang

bermakna.

Artinya,

pembelajaran

yang

dilaksanakan mengacu pada perencanaan dan tujuan pembelajaran yang telah


dibuat, namun harus tetap memperhatikan upaya pembelajaran yang berorientasi
pada peserta didik. Sukardi (2011:16) menyebutkan, ada tiga faktor yang perlu
dipahami oleh seorang guru dalam proses pembelajaran. Tiga faktor ini memiliki
posisi strategis guna membawa peserta didik dapat mencapai suatu tahapan
melakukan perubahan perilaku. Ketiga faktor yang dimaksud, yaitu metode
evaluasi, cara belajar, dan tujuan pembelajaran.
Evaluasi pendidikan, sebagai salah satu faktor yang tidak dapat lepas dari
proses pendidikan memiliki beragam istilah yang dalam pemaknaannya sering
tumpang tindih. Seperti yang diungkapkan oleh Sudijono (2011:3), bahwa perlu
terlebih dahulu memahami bahwa dalam pratktik acapkali terjadi kerancuan atau
tumpang tindih (overlap) dalam penggunaan istilah evaluasi, penilaian, dan
pengukuran. Kenyataan seperti itu memang dapat dipahami, mengingat bahwa
di antara ketiga istilah tersebut saling kait-mengkait sehingga sulit untuk
dibedakan.
Istilah lain yang sering digunakan dalam evaluasi adalah tes. Seperti yang
diungkapkan oleh Widoyoko (2009:1) bahwa, ada tiga istilah yang sering
digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran, dan penilaian. Sedangkan
menurut Azwar (2002:2) terdapat istilah tes dan ujian untuk meyebutkan
bagian dalam evaluasi, yang terkadang juga menimbulkan banyak asumsi terkait
dengan pengertian dan proses pelaksanaannya.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka terdapat beberapa istilah lain yang
digunakan dalam evaluasi, yakni penilaian, pengukuran, tes, dan ujian. Pada

pembahasan makalah ini, akan disampaikan tentang penjelasan masing-masing


istilah tersebut ,dari berbagai sumber.
A. HAKIKAT EVALUASI
1. Pengertian Evaluasi
Mengingat luasnya cakupan bidang pendidikan, dapat diidentifikasi bahwa
evaluasi pendidikan pada prinsipnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga cakupan
panting, yaitu evaluasi pembelajaran, evaluasi program, dan evaluasi sistem. Hal
ini sesuai dengan pasal 57 ayat 2, UURI No. 20 Tahun 2003, evaluasi dilakukan
terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan
nonformal utnuk smeua jenjang satuan dan jenis pendidikan (Sukardi, 2011:5).
Pada bagian awal pembahasan ini, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai
pengertian evaluasi dari segi bahasa. Evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni
evaluation yang berarti penilaian. Adapun dari segi istilah, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (dalam Sudijono,
2011:1), evaluation refer to the act or process to determining the value of
something. Artinya, suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukam nilai dari
sesuatu. Nilai yang telah ditentukan tersebut, tentunya mengacu pada tujuan
pembelajaran yang sebelumnya telah disusun.
UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21
menjelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan

pada

setiap

jalur, jenjang,

dan

jenis

pendidikan

sebagai

bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.


Evaluasi dalam pendidikan yang biasa diartikan sebagai suatu proses
sistematik untuk mengetahui tingkat ketercapai tujuan pendidikan yang
selanjutnya dipertanggungjawabkan, memiliki beragam pengertian bergantung
pada guru yang menjalankannya dalam konteks pembelajaran. Seperti yang
diungkapkan oleh Cross (dalam Sukardi, 2011:1), evaluasi merupakan proses
yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah dicapai. Definisi tersebut
menerangkan secara langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu kegiatan
yang mengukur derajat, di mana suatu tujuan dapat dicapai. Sebenarnya evaluasi

juga

merupakan

proses

memahami,

memberi

arti,

mendapatkan,

dan

mengomunikasikan suatu informasi bagi keperluan pengambilan keputusan.


Sejalan dengan pendapat di atas, Bribkerhoff (dalam Widoyoko, 2009:4)
menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana
tujuan pendidikan dapat tercapai. Ralph Tyler (dalam Suharsimi Arikunto, 2012)
juga menyatakan bahwa, evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data
untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan
pendidikan yang sudah tercapai.
Evaluasi menurut Basuki dan Hariyanto (2013:9) dimaknai sebagai
penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek. Dalam
kaitannya dengan program pembelajaran, evaluasi adalah suatu kegiatan
identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah dirancang telah
tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, efisien atau tidak. Evaluasi
adalah suatu proses penilaian untuk mengambil keputusan yang menggunakan
seperangkat hasil pengukuran dan berpedoman kepada tujuan yang telah
ditetapkan. Sukardi (2011:2) juga memiliki pendapat yang hampir senada
berkaitan dengan pengertian evaluasi, yakni proses penilaian pertumbuhan siswa
dalam proses belajar mengajar.
Dengan demikian, evaluasi dalam bidang pendidikan merupakan suatu
kegiatan pengumpulan data atau informasi untuk menentukan sejauh mana
kondisi tujuan pembelajaran telah tercapai melalui penilaian pada peserta didik,
yang selanjutnya akan diambil suatu keputusan.
Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi,
dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses
pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan
atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara
pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran
merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Antara evaluasi, pengukuran, dan penilaian terdapat hubungan yang erat
yang tidak dapat dipisahkan. Norman E. Gronlund (1976:6) melukiskan hubungan
ketiganya sebagai berikut:

a. Evaluasi adalah deskripsi kuantitatif siswa (measurement, pengukuran) yang


ditetapkan dengan penentuan nilai.
b. Evaluasi adalah deskripsi kualitatis siswa (judjement, pertimbangan,
penilaian) yang ditetapkan dengan penentuan nilai.
Wand and Brown (dalam Arifin, 1991). Hopkins dan Antes (1990)
mengartikan pengukuran sebagai suatu proses yang menghasilkan gambaran
berupa

angka-angka

berdasarkan

hasil

pengamatan

mengenai

beberapa

ciri (atribute) tentang suatu objek, orang atau peristiwa. Dengan demikian,
evaluasi dan penilaian berkenaan dengan kualitas daripada sesuatu, sedangkan
pengukuran berkenaan dengan kuantitas (yang menunjukkan angka-angka)
daripada sesuatu. Oleh karena itu, dalam proses pengukuran diperlukan alat ukur
yang standar, baik dalam tes maupun
2. Fungsi Evaluasi
Secara umum menurut Sudijono (2011:7-10), evaluasi sebagai suatu tindakan atau
proses setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok.
a. Mengukur kemajuan
Apabila tujuan yang telah dirumuskan itu direncanakan untuk dicapai
secara bertahap, maka dengan evaluasi yang brkesinambungan akan dapat
dipantau, tahapan manakah yang sudah dapat diselesaikan, tahap manakah
yang berjalan dengan mulus, dan mana pula tahapan yang mengalami
kendala dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, melalui evaluasi
terbuka kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau
seberapa besar kemajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
b. Menunjang penyusunan rencana
Setidak-tidaknya ada dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari
kegiatan evaluasi, yaitu (1) Hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan;
(2)

Hasil

evaluasi

itu

ternyata

tidak

menggembirakan

atau

mengkhawatirkan. Berdasarkan data hasil evaluasi itu selanjutnya dicari


metode-metode lain yang dipandang lebih tepat dan lebih sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan. Sudah barang tentu perubahan-perubahan itu

membawa konsekuensi berupa perencanaan ulang atau perencanaan baru.


Dengan demikian dapat dikatakan bahwa evaluasi itu memiliki fungsi:
menunjang penyusunan rencana.
c. Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.
Kegiatan evaluasi pada dasarnya juga dimaksudkan untuk melakukan
perbaikan atau penyempurnaan usaha. Perbaikan usaha tanpa didahului
oleh kegiatan evaluasi adalah tidak mungkin; sebab untuk mengadakan
perbaikan terlebih dahulu harus diketahui: apa yang harus diperbaiki, dan
mengapa hal itu perlu diperbaiki.
Adapun secara khusus, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan
dapat ditilik dari tiga segi (Sudijono, 2011:10-14).
a. Segi psikologis
Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan
memberikan pedoman atau pegangan batin pada mereka untuk mengenal
kapasitas dan status dirinya masing-masing di tengah-tengah kelompok
atau kelasnya. Bagi pendidik, evaluasi pendidikan akan memberikan
kepastian atau ketetapan hati kepada diri pendidik tersebut, sudah sejauh
manakah kiranya usaha yang telah dilakukannya selama ini telah
membawa hasil, sehingga secara psikologis memiliki pedoman atau
pegangan batin yang pasti guna menentukan langkah-langkah apa saja
yang dipandang perlu dilakukan selanjutnya.
b. Segi didaktik
Bagi peserta didik, secara didaktik evaluasi pendidikan akan dapat
memberikan dorongan kepada mereka untuk dapat memperbaiki,
meningkatkan dan mempertahankan prestasinya. Bagi pendidik secara
didaktik evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam
fungsi, yakni: (1) Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha yang
telah dicapai oleh peserta didiknya, (2) Memberikan informasi yang sangat
berguna, guna mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengahtengah kelompoknya, (3) Memberikan bahan yang penting untuk memilih
dan kemudian menetapkan status peserta didik, (4) Memberikan pedoman
utnuk mencari dan menemukann jalan keluar bagi peserta didik yang

memang memerlukannya, dan (5) Memberikann petunjuk tentang sudah


sejauh manakah program pengajaran yang telah ditentukan telah dapat
tercapai.
c. Segi administratif
Secara administratif, evaluasi pendidikan memiliki tiga macam fungsi,
yaitu: memberikan laporan, memberikan bahan-bahan keterangan (data),
dan memberikan gambaran.
Sukardi (2011:4) memiliki pendapat berbeda mengenai fungsi evaluasi dalam
kegiatan belajar mengajar, sebagai berikut.
1) Sebagai alat guna mengetahui apakah peserta didik telah menguasai
pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan yang telah diberikan oleh
seorang guru.
2) Untuk mengetahui aspek-aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan
3)
4)
5)
6)

kegiatan belajar.
Mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar.
Sebagai sarana umpan balik seorang guru, yang bersumber dari siswa.
Sebagai alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
Sebagai materi utama laporan hasil belajar kepada para orang tua siswa.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan mengenai fungsi evaluasi, yakni


digunakan sebagai alat untuk mengukur kognitif, afektif, dan psikomotor siswa,
sebagai informasi untuk mengetahui kelemahan peserta didik, sebagai suatu alat
penyusunan rencana perbaikan dan penyempurnaan; selain itu juga dapat dilihat
dari fungsi psikologis, didaktik, dan administratif.
3. Tujuan Evaluasi Pembelajaran.
Sukardi (2011:9-10) menerangkan enam tujuan dalam evaluasi yang berkaitan
dengan pembelajaran.
a. Menilai ketercapaian (attainment) tujuan. Ada keterkaitan antara tujuan
belajar, metode evaluasi, dan cara belajar siswa. Cara evaluasi biasanya
akan menentukan cara belajar siswa, sebaliknya tujuan evaluasi akan
menentukan metode evaluasi yang digunakan oleh seorang guru.

b. Mengukur

macam-macam

aspek

belajar

yang

bervariasi.

Belajar

dikategorikan sebagai kognitif, psikomotor, dan afektif. Batasan tersebut


umumnya dieksplisitkan sebagi pengetahuan, keterampilan, dan nilai.
Semua tipe belajar sebaiknya dievaluasi dalam proposi yang tepat.
c. Sebagai sarana (means) untuk mengetahui apa yang siswa telah ketahui.
Berangkat dari perbedaan pengalaman yang objektif dan realistis dapat
dikembangkan guna memotivasi minat belajar siswa. Di samping juga
pengalaman lalu siswa dalam belajar mempunyai keperluan belajar yang
bervariasi. Oleh karen aitu, kebutuhan siswa perlu diperhatikan di samping
juga kekuatan, kelemahan, dan minat siswa sehingga mereka termotivasi
untuk belajar atas dasar apa yang telah mereka mikili dan mereka butuhan.
d. Memotivasi belajar siswa. Evaluasi juga harus dapat memotivasi belajar
siswa. Guru harus menguasai bermacam-macam teknik motivasi, tetapi
masih sedikit di antara para guru yang mengetahui teknik motivasi yang
berkaitan dengan evaluasi. Tujuan evaluasi yang realistis, yang mampu
memotivasi belajar para siswa dapat diturunkan dari ealusai. Dengan
merencanakan secara sistematis sejak pretes sampai ke postes, guru dapat
membangkitkan semangat siswa untuk tekun belajar secara kontinu.
e. Menyediakan informasi untuk tujuan bimbingan dan konseling. Informasi
diperlukan jika bimbingan dan konseling yang efektif diperlukan, informasi
yang berkaitan dengan problem pribadi seperti data kemampuan, kualitas
pribadi, adaptasi sosial, kemampuan membaca, dan skor hasil belajar.
Informasi juga diperlukan untuk bimbingan karier yang efektif. Identifikasi
minat siswa dan pekerjaan yang disenangi adalah cara yang terbaik untuk
membantu siswa memilih pekerjaan. Oleh karena itu, guru perlu juga
mengetahui tingkat keuangan keluarga, guna menyesuaikan dengan
kesempatan kerja atau melengkapi kegiatan lain yang berkaitan dengan
bimbingan pekerjaan.
f. Menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar perubahan kurikulum. Keterkaitan
evaluasi dengan instruksional adalah sangat erat. Hal ini karena evaluasi
merupakan salah satu bagian dari instruksional. Di samping itu, antara

instruksional dengan kurikulum juga saling berkait seperti instruksional


dapat berfungsi sebagai salah satu komponen penting suatu kurikulum.
Tujuan evaluasi pendidikan yang lain, dikemukakan oleh Sudijono (2011:16-17)
terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan Umum
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:
1) Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan
sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang
dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tetrtentu. Dengan kata lain, tujuan
umum dari evaluasi dalam pendidikan adalah untuk memperoleh data
pembuktian, yang akan menjadi petunjuk sampai di mana tingkat
kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam penccapaian
tujuan-tujuan

kurikuler,

setelah

mereka

menempuh

proses

pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.


2) Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran
yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka
waktu tertentu. Jadi tujuan umum yang kedua dari evaluasi pendidikan
adalah untuk mengukur dan menilai sampai di manakah efektivitad
mengajar dan metode-metode mengajar yang telah diterapkan atau
dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan
oleh peserta didik.
b. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang
pendidikan adalah:
1) Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh orang
pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul
kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk
memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
2) Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan
dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program

pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau


cara-cara perbaikannya.
Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan tujuan dari evaluasi,
sebagai berikut, (1) Memprogram semua aspek baik itu peniaian, pengukura, tes,
dan ujian, dan (2) Secara umum berguna untuk melihat sejauh mana suatu
program atau suatu kegiatan dapat tercapai atau terlaksana; sedangkan secara
khusus yaitu untuk merangsang siswa dalam mengikuti suatu kegiatan dalam
menempuh suatu program pendidikan, untuk mencari dan menenutuka faktorfaktor kegagalan siswa dalam mengikuti suatu program pendidikan dalam
pembelajaran di sekolah, untuk memperbaiki mutu pembelajaran di sekolah, serta
untuk memberikan bimbingan yang sesuai dengan kemampuan, minat dan bakat
siswa.
4. Obyek (Sasaran) Evaluasi
Terdapat tiga aspek dari obyek evaluasi pendidikan menurut Sudijono (2011:2527), yakni sebagai berikut.
a. Aspek Kemampuan
Dalam dunia pendidikan di sekolah, untuk dapat diterima sebagai calon
peserta didik dalam rangka mengikuti program pendidikan tertentu, maka
para calon peserta didik itu harus memiliki kemampuan yang sesuai atau
memadai, sehingga dalam mengikuti proses pembelajaran pada program
pendidikan tertenu itu nantianya, peserta didik tidak akan mengalami
banyak hambatan dan kesulitan.
Dengan demikian, bekal kemampuan yang dimiliki oleh para calon
peserta didik tersebut perlu untuk dievaluasi terlebih dahulu, guna
mengetahui sampai sejauh mana kemampuan yang dimiliki oleh masingmasing calon peserta didik dalam mengikuti program pendidikan tertentu
itu. Adapun alat yang bisa dipergunakan dalam rangka mengevaluasi
kemampuan peserta didik itu adlah tes kemampuan (aptitude test).
b. Aspek Kepribadian

Sebelum mengikuti program pendidikan tertentu, para calon peserta didik


perlu terlebih dahulu dievaluasi kepribadiannya masing-masing, sebab baik
buruknya kepribadian secara psikologis akan dapat mempengaruhi
keberhasilan mereka dalam mengikuti program pendidikan tertentu.
Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui atau mengungkap kepribadian
seseorang adalah dengan jalan menggunakan tes kepribadian (personality
test).
c. Aspek Sikap
Sikap, pada dasarnya adalah merupakan bagian dari tingkah laku manusia,
sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Karena itu
maka aspek sikap tersebut perlu dinilai atau dievaluasi terlebih dahulu bagi
para calon peserta didik sebelum mengikuti program pendidikan tetrtentu.
Untuk menilai sikap tersebut digunakan alat berupa tes sikap (attitude test),
atau sering dikenal dengan skala sikap (attitude scale), sebab tes tersebut
berbentuk skala.
Selanjutnya, apabila disoroti dari segi transformasi, maka obyek dari
evaluasi pendidikan itu meliputi: (a) kurikulum atau materi pelajaran, (b)
metode mengajar dan teknik penilaian, (c) sarana atau media pendidikan, (d)
sistem administrasi, (e) guru dan unsur-unsur personal lainnya yang terlibat
dalam proses pendidikan.
Widoyoko (2009:17) memberikan asumsi terkait objek evaluasi pada program
pembelajaran yang pokok harus mencakup dua hal, yaitu:
1) Aspek manajerial, yaitu implementasi rancangan pembelajaran yang telah
disusun oleh guru dalam bentuk proses pembelajaran, atau disebut juga
dengan evaluasi kualitas proses pembelajaran.
2) Aspek substansial, yaitu hasil belajar siswa setelah mengikuti serangkaian
proses pembelajaran yang dirancang oleh guru, atau disebut juga dengan
penilaian hasil belajara siswa, baik menggunakan tes maupun nontes.
Dengan demikian, sasaran evaluasi pembelajaran adalah semua komponen yang
menyangkut proses hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar

intrakurikuler maupun ekstrakurikuler; termasuk manajerial pembelajaran yang


telah disusun oleh guru.
5. Subyek (Pelaku) Evaluasi Pendidikan
Subyek atau pelaku evaluasi pendidikan ialah: orang yang melakukan pekerjaan
evaluasi dalam bidang pendidikan. Dalam kegiatan evaluasi pendidikan di mana
sasaran evaluasinya adalah prestasi belajar, maka subyek evaluasinya adalah guru
atau dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu. Jika evaluasi yang dilakukan
itu sasarannya adalah sikap peserta didik, maka subyek evaluasinya adalah guru
atau petugas yag sebelum melaksanakan evaluasi tentang sikap itu, terlebih dahulu
telah memperoleh pendidikan atau latihan mengenai cara-cara menilai sikap
seseorang. Adapun apabila sasaran yang dievaluasi adalah kepribadian peserta
didik, di mana pengukuran tentang kepribadian itu dilakukan dengan
menggunakan instrumen berupa tes yang sifatnya baku (standarized test), maka
subyek evaluasinya tidak bisa lain kecuali seorang psikolog (Sudijono, 2011:2829).
Evaluasi program belajar, merupakan bagian evaluasi pendidikan yang
lebih spesifik. Dengan demikian, Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin (dalam
Widoyoko, 2009:21-22) telah membagi subjek maupun evaluator dalam program
pembelajaran.
a. Evaluator dari dalam (Internal evaluator)
Evaluator dari dalam adalah petugas evaluasi program yang sekaligus
merupakan salah seorang dari anggota pelaksana program yang evaluasi.
Berdasarkan batasa tersebut maka dalam evaluasi program pembelajaran
guru menjadi evaluator dari dalam karena guru selain sebagai perencana
sekaligus pelaksana program pembelajaran mempunyai kewajiban menilai,
sikap, dan perilaku maupun partisipasi siswa dalam proses pembelajaran,
juga mempunyai kewajiban menilai hasil belajar siswa.
b. Evaluator dari luar (External evaluator)
Evaluator dari luar adalah orang yang tidak terkait dengan implementasi
program. Mereka berada di luar dan diminta oleh pengambilan keputusan

untuk mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran. Termasuk


evaluator eksternal dalam evaluasi program pembelajaran di antaranya
evaluasi yang dilakukan petugas yang ditunjuk oleh kepala sekolah
maupun evaluasi yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh dinas
pendidikan.
6. Ruang Lingkup (Scope) Evaluasi
Secara umum, ruang lingkup dari evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah
mencakup tiga komponen utama, yaitu (1) evaluasi mengenai program
pengajaran, (2) evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran, (3) evaluasi
mengenai hasil belajar (hasil pengajaran).
a. Evaluasi Program Pengajaran
Evaluasi terhadap program pengajaran menurut Sudijono (2011:29-30) akan
mencakup tiga hal, yaitu: (1) evaluasi terhadap tujuan pengajaran, (b)
evaluasi terhadap isi program pengajaran, (c) evaluasi terhadap strategi
belajar mengajar.
b. Evaluasi Proses Pelaksanaan Pengajaran
Evaluasi

menganai proses

pelaksanaan pengajaran

mencakup: (1)

kesesuaian antara proses belajar mengajar yang berlangsung, dengan garisgaris program pengajaran yang telah ditentukan; (2) kesiapan guru dalam
melaksanakan program pengajaran, (3) kesiapan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran, (4) minat atau perhatian siswa di dalam mengikuti
pelajaran, (5) keaktifan atau partisipasi siswa selama proses pembelajaran
berlangsung, (6) peranan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang
memerlukannya; (7) komunikasi dua arah antara guru dan murid selama
proses proses pembelajaran berlangsung; (8) pemberian dorongan atau
motivasi terhadap siswa; (9) pemberian tugas-tugas kepada siswa dalam
rangka penerapan teori-teori yang diperoleh dalam kelas; dan (10) upaya
menghilangkan dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kegiatankegiatan yang dilakukan sekolah.
c. Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik ini mencakup: (1) Evaluasi
mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus
yang ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat
terbatas; (2) Evaluasi mengenai tingkat pencapaian peserta didik terhadap
tujuan-tujuan umum pengajaran.
Cakupan evaluasi juga dapat dikhususkan pada pembelajaran, yang
menurut Sukardi (2011:6-8) terdapat tiga macam luasan, sebagai berikut.
1) Pencapaian Akademik
Evaluasi pencapaian akademik, mencakup semua instrumen evaluasi yang
direncanakan secara sistematis guna menentukan derajat di mana seorang
siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya
oleh para guru. Dengan demikian, akademik cakupan kegiatannya antara
lain tes paper pen, tes penampilan, dan prosedur nontesting lainnya yang
mengukur semacam perubahan tepat dari pelaku siswa.
2) Evaluasi Kecakapan atau Kepandaian
Secara definitif evaluasi kecakapan (aptitude) tidak lain adalah mencari
infomasi yang berkaitan erat dengankemampuan atau kapasitas belajar
peserta didik yang dievaluasi. Instrumen evaluasi kecakapan yang
diperoleh siswa dapat digunakan oleh para guru untuk memprediksi
prospek keberhasilan siswa di masa datang.
3) Evaluasi Penyesuaian Personal Sosial
Cakupan lain yang juga perlu diketahui oleh seorang guru terhadap para
siswanya adala evaluasi yang berkaitan erat dengan tingkat adaptasi atau
penyesuaian siswa secara personalitas atau secara bersama dengan teman
di kelas atau di sekolah. Cakupan evaluasi penyesuaian atau adaptasi
personal sosial ini diantaranya kemampuan, emosi, sikap, dan minat siswa
yang dimiliki sebagi penglaman lalu dari siswa tersebut.
7. Prinsip-Prinsip Dasar Evaluasi
Pada bidang pendidikan, beberapa prinsip evaluasi dapat dirumuskan sebagai
berikut (Sukardi, 2011:4-5).

1) Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditentukan.
2) Evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif.
3) Evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan
peserta didik.
4) Evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu.
5) Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.
Menurut Slameto (dalam Sukardi, 2011:5) evaluasi harus mempunyai
minimal tujuh prinsip berikut: 1) terpadu, 2) menganut cara belajar siswa aktif, 3)
kontinuitas, 4) koherensi dengan tujuan, 5) menyeluruh, 6) membedakan, dan 7)
pedagogis.
Sudijono (2011:31-33) memberikan pendapat terkait dengan prinsip evaluasi yang
cakupannya hanya evaluasi hasil belajar, sebagai berikut.
1)Prinsip Keseluruhan
Prinsip keseluruhan atau prinsip menyeluruh juga dikenal dengan istilah prinsip
komprehensif (comprehensive). Maksudnya bahwa evaluasi hasil belajar dapat
dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara
bulat, utuh, dan menyeluruh.
Evaluasi hasil belajar disamping dapat mengungkap aspek proses berpikir
(cognitive domain) juga dapat mengungkapkan aspek kejiwaan lainnya, yaitu
aspek nilai atau sikap (affective domain) dan aspek keterampilan (psychomotor
domain) yang melekat pada diri masing-masing individu peserta didik.
Dengan melakukan evaluasi hasil belajar secara bulat, utuh menyeluruh
akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai
keadaan dan perkembangan subyek didik yang sedang dijadikan sasaran
evaluasi.
2)Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinamabungan juga dikenal dengan istilah prinsip kontinuitas
(continuity). Dengan prinsip kesinambungan dimaksudkan bahwa evaluasi hasil
belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur
dan sambung-menyambung dari waktu ke waktu.

Dengan evaluasi hasil belajar yang dilaksanakna secara teratur, terencana,


dan terjadwal itu maka dimungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh
informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau
perkembangan peseta didik.
Evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara kesinambungan itu juga
dimaksudkan agar pihak evaluator dapat memperoleh kepastian dan kemantapan
dalam

menentukan

langkah-langkah

atau

merumuskan

kebijaksanaan-

kebijaksanaan untuk masa yang akan datang.


3)Prinsip Obyektivitas
Prinsip obyektivitas (objectivity) mengandung makna, bahwa evaluasi hasil
belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari
faktor-faktor yang sifatnya subyektif.
Sehubungan dengan itu, dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar,
seorang evaluator harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar, menurut
keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang
bersifat subyektif.
Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat prinsip evaluasi dapat dirumuskan
sebagai berikut: Prinsip-prinsip evaluasi pada dasarnya harus diperhatikan oleh
guru guna mengevaluasi setiap kegiatan pembelajarn di sekolah agar setiap suatu
kegiatan dalam pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Prinsip-prinsip
tersebut berupa prinsip kontiunitas, prinsip berkesinambunga, prinsip praktis,
prinsip adil, prinsip menyeluruh, prinsip objektivitas, prinsip validitas, prinsip
penggunaan data, prinsip kriteria, prinsip kooperatif dan prinsip komprehensif.
8. Ciri-Ciri Evaluasi
Ciri-ciri evaluasi pada hasil belajar menurut Sudijono (2011:33-38) sebagai
berikut.
a. Evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar
peserta didik itu, pengukurannya dilakukan secara tidak langsung.

b. Pengukuran dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik pada


umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif, atau lebih
sering menggunakan simbol-simbol angka. Hasil-hasil pengukuran yang
berupa angka-angka itu selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode
statistik untuk pada kahirnya diberikan interpretasi secara kualitatif.
c. Pada kegiatan evaluasi hasil belajar pada umumnya digunakan unit-unit atau
satuan-satuan yang tetap.
d. Prestasi belajar yang dicapai oleh para peserta didik dari waktu ke waktu
adalah bersifat relatif, dalam arti bahwa: hasil-hasil evaluasi terhadap
keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya itu tidak selalu
menunjukkan kesamaan atau keajegan.
e. Dalam kegiatan evaluasi hasil belajar, sulit untuk dihindari terjadinya
kekliruan pengukuran.
Sukardi (2011:3-4) memiliki pendapat terkait ciri atau karakteristik evaluasi
dalam proses belajar mengajar, di antaranya sebagi berikut.
a. Memiliki implikasi secara langsung terhadap siswa yang dievaluasi. Hal ini
terjadi misalnya seorang guru melakukan penilaian terhadap kemampuan
yang tidak tampak dari siswa.
b. Lebih bersifat tidak lengkap. Evaluasi tidak dilakukan secara kontinu,
sehingga apa yang dievaluasi hanya sesuai dengan pertanyaan item yang
direncanakan oleh seorang guru.
c. Mempunyai sifat kebermaknaan relatif. Hasil penilaian bergantung pada
tolok ukut yang digunakan oleh guru. Di samping itu, evaluasipun
tergantung dengan tingkat ketelitian atau alat ukut yang digunakan.
9. Kegunaan Evaluasi
Kegunaan evaluasi menurut Widoyoko (2009:11-14) sekurang-kurangnya ada
empat kegunaan utama evaluasi program pembelajaran, yaitu:
a. Mengomunikasikan Program kepada Publik
Mengomunikasikan hasil evaluasi program pembelajaran yang lengkap akan
memiliki keuntungan dan kebaikan bagi guru dan sekolah. Bagaimanapun
orang tua maupun masyarakat luas lainnya memiliki kepentingan terhadap
pembelajaran di sekolah. Tujuannya adalah agar publik dapat menilai

tentang efektivitas program pembelajaran dan memberikan dukungan yang


diperlukan.
b. Menyediakan Informasi Bagi Pembuat Keputusan.
Penyediaan informasi bagi pembuat keputusan dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam, menurut tujuannya, yaitu:
1) Menunjang pembuatan keputusan tentang perancangan atau penyususnan
program pembelajaran berikutnya.
2) Menunjang pembuatan keputusan tenatang kelangsungan atau kelanjutan
program pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan menghasilkan informasi
yang dapat dijadikan alasan atau konfirmasi bagi pembuat keputusan
guna memutuskan pilihan apakah program diteruskan, atau mungkin
dikembangkan lebih lanjut sehingga mencakup sasaran yang lebih luas.
3) Menunjang pembuat keputusan tentang modifikasi program. Informasi
yang dihasilkan terutama berupa informasi tentang kelebihan dan
kelemahan yang ada dapat dijadukan sebagai landasan untuk
mengadakan perbaikan-perbaikan terhadap program pembelajaran yang
sama di amasa depan.
c. Penyempurnaan Program yang Ada
Evaluasi program pembelajaran yang dilaksankan dengan baik dapat
membantu upaya-upaya dalam rangka menyempurnakan jalannya program
pembelajaran sehingga lebih efektif.
d. Meningkatkan partisipasi
Hasil evaluasi program pembelajaran yang dimasyarakatkan akan
mengunggah kepedulian masyarakat terhadap program pembelajaran,
menarik perhatiannya, dan akhirnya akan menumbuhkan rasa ikut memiliki
(self of belonging). Apabila hal ini terbina dengan baik, maka akan tercipta
suatu kontrol yang ikut memacu dan mengawasi kualitas pembelajaran.
Kegunaan evaluasi yang lain, diungkapkan oleh Sudijono (2011:17), sebagai
berikut.

a. Terbukanya kemungkinan bagi evaluator guna memperoleh informasi


tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka pelaksanaan program
pendidikan.
b. Terbukanya kemungkinan untuk dapat diketahuinya relevansi antara
program pendidikan yang telah dirumuskan, dengan tujuan yang hendak
dicapai.
c. Terbukanya kemungkinan untuk dapat dilakukannya usaha perbaikan,
penyesuaian, dan penyempurnaan program pendiidkan yang dipandang
lebih berdaya guna dan berhasil guna, sehingga tujuan yang dicita-citakan,
akan dapat dicapai dengan hasil yang sebaik-baiknya.

B. Hakikat Pengukuran
1. Pengertian Pengukuran
Menurut Nurgiyantoro (2009:5), pengukuran ialah suatu alat yang
digunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Pengukuran biasanya
berkaitan dengan aspek kuantitatif. Senada dengan Nurgiyantoro, Arikunto juga
(2008:3) menyatakan bahwa pengukuran ialah membandingkan sesuatu dengan
satu ukuran, pengukuran bersifat kuantitatif. Ditegaskan oleh Putra (2013:14),
bahwa pengukuran merupakan kegiatan membandingkan sesuatu dengan ukuran
tertentu dan bersifat kuantitatif.
Djaali dan Pudji (2008: 2) juga berpendapat, pengukuran (measurement)
adalah suatu kegiatan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu
yang disebut objek pengukuran (objek ukur). Mengukur pada hakikatnya adalah
pemasangan atau korespondensi 1-1 antara angka yang diberikan dengan fakta
yang diberi angka atau yang diukur. Menurut Widyoko (2011:2), pengukuran
merupakan kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan
individu menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Safari (2005:2), menyatakan bahwa
pengukuran adalah kegiatan untuk mendapatkan informasi secara kuantitatif atau

dengan kata lain merupakan prosedur untuk menentukan skor siswa. Hal tersebut
senada dengan pendapat Tuckman (dalam Nurgiyantoro, 2010: 6), menyatakan
bahwa pengukuran hanyalah bagian atau alat penilaian saja dan selalu
berhubungan dengan data-data kuantitatif, misalnya berupa skor-skor peserta
didik. Sementara itu, Gilford (dalam Basuki dan Hariyanto, 2014:5) menyatakan
bahwa pengukuran proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala menurut aturan
tertentu. Pengukuran dapat menggunakan tes maupun nontes.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah
suatu alat yang digunakan untuk membandingkan hal dengan ukuran tertentu yang
bersifat kuantitatif. Hal yang diukur tersebut berdasarkan kriteria-kriteria yang
ditentukan, menggunakan alat ukur berupa tes maupun nontes.
2. Bentuk Pengukuran
Kegiatan pengukuran menjadi lebih kompleks bila akan mengukur karakteristik
psikologik seseorang: kecerdasan, kematangan, atau kepribadian. Demikian
halnya dengan pengukuran dalam bidang pendidikan yang mengukur atribut
peserta didik: penguasaan materi, kemampuan dalam melakukan keterampilan
tertentu. Pengukuran pendidikan merupakan pekerjaan profesional guru, tutor,
atau instruktur. Tanpa kemampuan melakukan pengukuran pendidikan, seorang
guru atau tutor tidak akan mengetahui persis keadaan siswa dan keberhasilan
dalam mengelola pembelajaran.
Terdapat dua bentuk atau karakteristik pengukuran yang utama, yaitu (1)
penggunaan angka atau skala tertentu, (2) menurut suatu aturan atau formula
tertentu. Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk
mengkuantitatifkan data pengukuran dari suatu variabel. Dilihat dari bentuk data
yang dihasilkan melalui kegiatah pengukuran, maka skala pengukuran dibagi
menjadi empat macam yaitu skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala
rasio. Selanjutnya, bentuk atau karakteristik kedua dari pengukuran adalah
menurut suatu aturan atau formula tertentu. Salah satu aturan yang digunakan
untuk pengukuran dapat menggunakan pendekatan penilaian acuan norma (PAN)

dan penilaian acuan patokan (PAP). Pendekatan acuan norma merupakan sistem
penilaian yang didasarkan pada nilai sekelompok siswa dalam satu proses
pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok itu. Sedangkan
penilaian acuan patokan yaitu suatu cara menentukan kelulusan seseorang dengan
menggunakan sejumlah patokan. Bilamana seseorang telah memenuhi patokan
tersebut, ia dinyatakan berhasil. Tetapi bila seseorang belum memenuhi patokan,
ia dinyatakan gagal atau belum menguasai bahan tersebut (Wahyudi, 2010: 290291).
3. Fungsi Pengukuran
Dalam bidang pendidikan, pengukuran memegang peranan yang sangat penting.
Data hasil pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki arti penting baik bagi
sekolah atau lembaga pendidikan, guru, maupun bagi siswa dan orang tua atau
masyarakat.

Bagi

guru

misalnya,

hasil

pengukuran

berfungsi

untuk

membandingkan tingkat kekampuan siswa dengan siswa-siswa lain dalam


kelompok yang diajarnya. Di sekolah, pengukuran dilakukan guru untuk menaksir
prestasi siswa. Alat yang digunakan untuk mengukur prestasi siswa pada
umumnya adalah tes yang disebut tes hasil belajar.
Sebagai contoh, seorang guru mata pelajaran ekonomi akan melakukan
pengukuran mengenai tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang
diajarkan. Untuk melakukan pengukuran tingkat penguasaan siswa terhadap
materi yang diajarkan, guru tidak dapat menggunakan alat ukur standar karena
objek yang diukur berbeda dengan konstruk yang dapat diukur oleh tes baku yang
sudah ada.proses pengukuran dalam bidang pendidikan berkenaan dengan
bagaimana mengkrontuksikan, mengadministrasikan dan menskor tes (Djaali dan
Muljono, 2008:5).
4. Tujuan Pengukuran
Tujuan utama pengukuran prestasi belajar, baik formatif maupun sumatif adalah
membantu mereka dalam belajar haruslah dapat dikomunikasikan kepada para
siswa. Bila para siswa telah memandang tes sebagai sarana yang menolong

mereka, di samping sebagai dasar pemberi angka atau nilai rapor, maka fungsi tes
sebagai motivator dan pengarah dalam belajar telah tercapai (Azwar, 2002:21-22).
Dengan demikian, hasil pengukuran dapat dimanfaatkan untuk perbaikan atau
penyempurnaan sistem, proses atau kegiatan belajar dan mengajar, maupun
sebagai data untuk mengambil keputusan atau menentukan kebijakan. Selain itu,
melalui pengukuran akan dapat diketahui atau diperoleh informasi tentang tingkat
kemampuan siswa.
5. Prinsip-prinsip Pengukuran
Gronlund (dalam Azwar, 2002:18-21) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam
pengukuran prestasi sebagai berikut.
a. Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas
sesuai dengan tujuan instruksional.
b. Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil
belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau
pengajaran.
c. Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna
mengukur hasil belajar yang diinginkan.
d. Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
pengguna hasilnya.
e. Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil
ukurannya harus ditafsirkan dengan hati-hati.
f. Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak
didik.
Dengan demikian, Prinsip pengukuran pada dasarnya selalu mengandung
kesalahan yang bersifat sistematik dan acak. Prinsip pengukuran juga hendaknya
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, prinsip pengukuran pada
dasarnya memiliki bentuk kuantitaif yang berupa angka yang selanjutnya akan
dianalisis untuk menetukan kemampuan seorang siswa.
C. Hakikat Penilaian
1. Pengertian Penilaian

Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003 (dalam

Basuki dan Hariyanto,

2014:7) mendefinisikan penilaian sebagai istilah umum yang mencakup semua


metode yang digunakan untuk menilai unjuk kerja (performance) individu peserta
didik atau kelompok. Adapaun menurut Popham (dalam Basuki dan Hariyanto,
2013:7), asesmen sebagai suatu upaya formal untuk menetapkan status siswa
terkait dengan sejumlah variabel minat (variable of interest) dalam pendidikan.
Menurut Arifin (2010:4) penilaian merupakan suatu proses atau kegiatan
yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang
proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan
berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Keputusan tersebut maksudnya
adalah keputusan tentang peserta didik, seperti nilai yang akan diberikan atau juga
keputusan tentang kenaikan kelas dan lulusan.
Hal ini berbeda dengan pendapat Suwandi (2010:7), yang menyatakan
bahwa penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil
dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah
ditetapkan. Penilaian dapat dilakukan secara tepat jika tersedia data yang
berkaitan dengan objek penilaian. Untuk memperoleh data tersebut diperlukan alat
penilaian yang berupa pengukuran. Penilaian dan pengukuran merupakan dua
kegiatan yang saling berkaitan. Hal ini sejalan dengan pendapat Jihad dan Haris
(2012:55) yang mengatakan penilaian adalah proses memberikan atau
menentukan terhadap hasil belajar tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang
diakhiri dengan judgement. Judgement merupakan tema penilaian yang
mengaplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam
konteks situasi tertentu. Atas dasar itu, maka dalam penilaian selalu ada objek atau
program, ada kriteria, dan ada judgement. Penilaian dapat dilakukan secara tepat
jika tersedia data yang berkaitan dengan objek penilaian. Untuk memperoleh data
tersebut diperlukan alat penilaian yang berupa pengukuran. Penilaian dan
pengukuran merupakan dua kegiatan yang saling berkaitan.
Menurut Mardapi (2012:12) penilaian atau asesment merupakan komponen
penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas

pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan


kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang
baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Penilaian mencakup semua
cara yang digabungkan untuk mengumpulkan data tentang setiap peserta didik.
Hal ini senada dengan pendapat Cronbach (dalam Nurgiyantoro, 1988:188),
penilaian adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi yang
dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan.
Arikunto (2009:3), menjelaskan bahwa penilaian adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk, penilaian bersifat
kualitatif. Sementara Widoyoko (2011:3), menyatakan bahwa assessment atau
penilaian sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran berdasarkan kriteria
maupun aturan-aturan tertentu.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian
merupakan proses yang berkesinambungan, yang digunakan untuk mengetahui
dan mengamati suatu kegiatan sesuai atau tidak dengan kriteria yang ditentukan,
kemudian mengumpulkan informasi yang dibutuhkan sebagai dasar pengambilan
keputusan.
2. Prinsip Penilaian
Penilaian merupakan seperangkat kegiaan yang dapat menentukan baik tidaknya
program-program atau kegiatan-kegiatan organisai yang sedang dijalankan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Dengan menerapkan proses
penilaian terhadap suatu program atau kegiatan yang sedang dijalankan organisai
kekuatan dan kelemahan dari program atau kegiatan tersebut dapat diketahui
untuk dapat terus dipertahankan kekuatannya dan sedikit demi sedikit dikurangi
untuk dihilangkan kelemahannya dalam menjalankan program atau kegiatan
organisasi berikutnya.
Jihad dan Haris (2012: 63-64) menjelaskan bahwa sistem penilaian dalam
pembelajaran, baik pada penilaian berkelanjutan maupun penilaian akhir,
hendaknya dikembangkan berdasarkan sejumlah prinsip sebagai berikut.
a. Menyeluruh

Penguasaan kompetensi atau kemampuan dalam mata pelajaran hendaknya


menyeluruh, baik menyangkut standar kompetensi, kemampuan dasar, serta
keseluruhan idikator ketercapaian, baik menyangkut domain kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap, perilaku, dan nilai), serta psikomotor
(keterampilan), maupun menyangkut evaluasi dan proses hasil belajar.
b. Berkelanjutan
Di

samping

berkelanjutan

menyeluruh,
(direncanakan

penilaian
dan

hendaknya

dilakukan

terus

dilakukan
menerus)

secara
guna

mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar


siswa sebagai dampak langsung (dampak instruksional/pembelajaran)
maupun dampak tidak langsung (dampak pengiring/nuturan effect) dari
proses pembelajaran.
c. Berorientasi pada indikator ketercapaian
Sistem penilaian dalam pembelajaran harus mengacu pada indikator
ketercapaian

yang

sudah

ditetapkan

berdasarkan

kemampuan

dasar/kemampuan minimal dan standar kompetensinya. Dengan dmeikian,


hasil penilaian akan memberikan gambaran mengenai seberapa indikator
kemampuan dasar dalam suatu mata pelajaran telah dikuasai oleh siswa.
d. Sesuai dengan pengalaman belajar
Sistem penilaian dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan pengalaman
belajarnya. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas
problem-solving maka evaluasi harus diberikan baik pada proses
(keterampilan proses) maupun produk/hasil melakukan problem-solving.
Menurut Tim Pengembangan UPI (2007: 159) prinsip-prinsip dalam penilaian
yang tidak boleh diabaikan oleh dunia pendidikan adalah pertama, komprehensif
dalam arti bahwa penilaian yang dilakukan harus meneyeluruh yang dapat
mencakup berbagai unsur di dalamnya seperti antara lain: manusia, peralatan,
modal, situasi dan iklim kerja, lingkungan, peraturan atau pu prosedur lain yang
telah ditetapkan. Kedua, kooperatif dalam arti bahwa penilaian dapat melibatkan
semua pihak terkait yang memengaruhi perkembangan dalam proses penilaian

seperti antara lain penilaian terhadap siswa harus juga melibatkan guru, kepala
sekolah dan juga orang tua siswa itu sendiri. Ketiga, ekonomis dalam arti bahwa
penilaian tersebut tidak terjadi pemborosan uang, benda maupun orang. Penilaian
yang dilakukan harus efektif dan efesiensi yang hasilnya dapat digunakan untuk
mendiagnosa karena penilaian yang dilakukan dapat juga mengungkapkan
berbagai kekuarangan dan kelemahan yang telah dilakukan oleh para pendidik.
Prinsip dalam penilaian untuk belajar yang selanjutnya adalah harus
menolong para peserta didik untuk mengethaui bagaimana memperbaiki
belajarnya. Siswa-siswa memerlukan informasi dan petunjuk untuk merencanakan
langkah-langkah belajar para peserta didik berikutnya. Guru harus menunjukkan
dengan tepat kekuatan siswa dan menasihati bagaimana cara mengembangkannya,
menjelaskan kelemahan dan bagaimana cara guru mengatasinya, menyediakan
kesempatan siswa untuk memperbaiki pekerjaan para peserta didik.
Penilaian untuk belajar harus mengembangkan kapasitas untuk selfassessment. Siswa mempunyai kemampuan untuk mencari dan memperoleh
keterampilan baru, pengetahuan baru, dan pemahaman baru. Para siswa dapat
memulai dengan self-reflection dan mengidentifikasi langkah-langkah belajar
siswa berikutnya. Para guru perlu membekali siswa dengan keinginan dan
kapasitas

memiliki

tanggung

jawab

pada

pembelajaran

guru

dengan

mengembangkan keterampilan seft-assesment.


Prinsip akhir dari penilaian untuk belajar dan mengakui semua capaian
prestasi pendidikan yang diraih oleh siswa. Dalam kaitan dengan hal itu, penilaian
untuk belajar harus digunakan untuk memberi kesempatan lebih banyak pada
semua siswa untuk belajar dalam semua aktivitas bidang pendidikan. Di samping
itu, harus memungkinkan untuk mencapai prestasi yang terbaik dan menghargai
atau mengakui usaha mereka (Harun dan Mansur, 2009:90-91).
3. Bentuk Penilaian
Penilaian digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada dalam
proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan dasar untuk pengambilan
keputusan, misalnya apakah proses pembelajaran sudah baik dan dapat dijadikan

atau masih perlu perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, di samping
kurikulum yang cocok dan proses pembelajaran yang benar perlu ada sistem
penilaian yang baik dan terencana.
a. Penilaian kelas
Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkahlangkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi
serta sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta
didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta
didik. Penilaian dilaksanakan melalui berbagai cara seperti penilaian unjuk
kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil
test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil
kerja/karya peserta didik (portofolio), dan penilaian diri.
b. Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja meruapakan penilaian yang dilakukan dengan
mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini
cocok digunakan untuk menilaian ketercapaian kompetensi yang menuntut
peserta didik melakukan tugas tertentu seperti praktik di laboratorium,
praktik olahraga, presentasi, diskusi, bermain peran, membaca puisi, dan
sebagainya. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik dari pada tes tertulis
karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang
sebenarnya.
c. Penilaian Sikap
Sikap adalah suatu kecenderungan atau kesiapan seseorang memberikan
respon dalam bentuk perilaku tertentu terhadap suatu stimulus atau
rangsangan yang diberikan. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni afektif,
kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh
seseorang atau penilaiannya terhadap suatu objek. Komponen kognitif
adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek.
d. Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan suatu kumpulan pekerjaan peserta didik dengan
maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang

telah ditetapkan. Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan


yang

didasarkan

pada

kumpulan

informasi

yang

menunjukkan

perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.


Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya siswa secara
individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode
hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik
sendiri.
e. Penilaian diri
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian dimana peserta didik diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotor.
f. Penilaian Proses dan Produk
Penilaian proses merupakan penilaian pembelajaran yang menekankan pada
proses belajar, aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam memperoleh
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses
pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian
kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni,
seperti makanan, pakaian, hasil karya seni, barang-barang terbuat dari kayu,
plastik, logam, dan sebagainya.
g. Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang
harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa
suatu

invetigasi

sejak

dari

perencanaan,

pengumpulan

data,

pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat


digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan,
kemampuan menyelidiki dan kemampuan menginformsikan peserta didik
pada mata pelajaran tertentu secara jelas.

4. Tujuan Penilaian
Nurgiyantoro (2001:15-16) menyebutkan berapa tujuan dan atau fungsi
penilaian.
a. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan-tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan itu dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan. Pendidikan dan pengajaran sebenarnya merupakan suatu proses,
yaitu proses untuk mencapai sejumlah tujuan. Tujuan itu dalam kegiatan
belajar mengajar dirumuskan secara berjenjang, mulai dari jenjang yang
operasional yang dikenal dengan nama tujuan instruksional (pengajaran)
khusus sampai tujuan yang dibebankan kepada lembaga (sekolah) yang
bersifat umum dan abstrak. Bebebrapa banyak atau persen tujuan itu
berhasil dicapai atau dikuasai siswa dalam kegiatan belajarnya, secara lebih
dapat dipertanggungjawabkan penilaianlah yang dapat menjawabnya.
b. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap tingkah laku hasil
belajar siswa. Dengan mendasarkan diri pada prinsip penilaian proses,
berarti penilaian terhadap siswa akan dilakukan secara berkesinambungan
selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, yang antara lain
dilakukan dengan pengamatan. Akan tetapi, bagaimanapun juga, hasil
pengamatan akan cenderung bersifat subjektif. Kemungkinan untuk tidak
objektif, kurang teiti, keliru, dan sebagainya cukup besar. Untuk mengatasi
kelemahan tersebut, maka dilakukan pengamatan, kemudian pengukuran.
Kegiatan penilaian akhirnya dilakukan dengan mencocokan data dari hasil
pengamatan dan pengukuran. Dengan menempuh cara itu penilaian yang
dilakukan dapat diharapkanlebih bersifat objektif.
c. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang-bidang atau topik-topik
tertentu.
d. Untuk menentukan layak tidaknya seorang siswi dinaikkan ke tingkat di
atasnya atau dinyatakan lulus dari tingkat pendidikan yang ditempuhnya.
e. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan. Penilaian yang dilakukan sewaktu kegiatan pengajaran masih
berlangsug, penilaian yang dikenal sebgai tes formatif, hasilnya dapat

dipergunakan untuk mempertimbangkan apakah suatu bahan pelajaran perlu


diteruskan atau diulang.
5. Fungsi Penilaian
Penilaian yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa memiliki fungsi
tertentu. Menurut Arikuto (2012: 18-19), ada beberapa fungsi penilaian, di
antaranya sebagai berikut.
a. Penilaian Berfungsi Diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian dicukup memenuhi
persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui
kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula penyebabnya. Jadi, dengan
mengadakan penilaian, sebenarnya guru melakukan diagnosis kepada siswa
tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab
kelemahan ini, akan lebih mudah mencari cara untuk mengatasinya.
b. Penilaian Berfungsi Selektif
Dengan cara mengadakan penilaian, guru mempunyai cara untuk
mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri
mempunyai berbagai tujuan, antara lain:
1) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
2) Untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya.
3) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
4) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan
sebagainya
c. Penilaian Berfungsi sebagai Penempatan
Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang
besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahir telah
membawa bakat sendiri-sendiri, sehingga pelajaran akan lebih efektif
apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi, disebabkan
karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual
kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan.
d. Penilaian Berfungsi sebagai Pengukur Keberhasilan

Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh


mana suatu program berhasil ditetapkan. Keberhasilan suatu program
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor guru, metode mengajar,
kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.
Fungsi penilaian juga dijelaskan oleh Widoyoko (2009:33-36) secara lebih rinci,
sebagai berikut.
a. Dasar mengadakan seleksi
Hasil penilaian dapat digunakan sebagai dasar mengambil keputusan tentang
orang yang akan diterima atau ditolak dalam suatu proses seleksi. Untuk dapat
memutuskannnya maka harus digunakan alat penilaian yang tepat, yaitu tes
yang dapat meramalkan keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam suatu
kegiatan tetrtentu pada masa yang akan datang dengan resiko yang terendah.
b. Dasar Penempatan
Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus
ditempatkan, digunakan penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil
penilaian yang sama akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
c. Diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian memenuhi syarat, maka dengan
melihat hasil penilaian, guru akan mengetahui kelemahan siswa beserta sebab
musababnya tersebut. Jadi dengan mengadakan penilaian sebenarnya guru
mengadakan diagnosis siswa tentang kelebihan dan kelemahan serta kesulitankesulitan yang dialami dalam belajrnya.
d. Umpan Balik
Hasil suatu pengukuran atau skor tes tertentu dapat digunakan sebagai umpan
balik, baik bagi individu yang menenmpuh tes maupun bagi guru yang
berusaha mentransfer kemampuan kepada siswa. Suatu skor dapat digunakan
sebagi umpan balik, bila telah diinterpretasi.
e. Menumbuhkan Motivasi Belajar dan Mengajar
Hasil penilaian seharusnya dapat memotivasi belajar siswa, dan dapat menjadi
pembimbing bagi peserta didik untuk belajar. Selain mendorong siswa untuk

belajar lebih baik, dengan adnaya penilaian juga dapat mendorong guru unrtuk
mengajar lebih baik.
f. Perbaikan Kurikulum dan Program Pendidikan
Salah satu peran yang penting dari penilaian pendidikan adalah menjadi dasar
yang kuat bagi perbaikan kurikulum dan program pendidikan. Perbaikan
kurikulum atau program pendidikan yang dilakukan tanpa didasarkan pada
hasil penilaian yang sistematis terhadap kurikulum maupun program
sebelumnya acap kali menjadi kurang maksimal hasilnya. Dengan mengadakan
penilaian akan dapat diketahui tingkat pencapaian kurikulum.
g. Pengembangn Ilmu
Hasil tes, pengukuran, dan penilaian tentu saja akan dapat memberi sumbangan
yang berarti bagi perkembangan teori dan dasar pendidikan. Ilmu seperti
pengukuran pendidikan sangat tergantung pada hasil-hasil tes, pengukuran, dan
penilaian yang dilakukan sebagai kegiatan sehari-hari guru dan pendidik
lainnya. Berdasarkan hasil tes, pengukuran, dan penilaian akan diperoleh
pengetahuan empirik yang sangat berharga untuk pengembangan ilmu dan
teori.
6. Ciri-ciri Penilaian
Menurut Arikunto (dalam Widoyoko, 2009:39-44) ada lima ciri penilaian
pendidikan, sebagai berikut.
1) Penilaian dilakukan secara tidak langsung.
2) Menggunakan ukuran kuantitatif. Penilaian pendidikan bersifat kuantitatif,
artinya menggunakan simbol bilangan sebagi hasil pertama pengukuran.
Setelah itu diinterpretasikan ke bentuk kualitatif.
3) Menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap, karena IQ 105
termasuk anak normal. Siswa yang hasil pengukuran IQ nya 80, menurut
unit pengukurannya termsuk anak yang bodoh.
4) Bersifat relatif, artinya hasil penilaian untuk objek yang sama dari waktu ke
waktu dapat mengalami perubahan karena adanya berbagai faktor yang
memengaruhinya.

5) Dalam penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan. Adapun sumber


kesalahan (error) tersebut dapat ditinjau dari berbagai faktor, yaitu alat
ukurnya; orang yang melakukan penilaian; anak yang dinilai; dan situasi
pada saat penilaian berlangsung.

7. Kegunaan Penilain
Guru maupun pendidik lainnya perlu mendadakan penilaian terhadap hasil belajar
siswa karena dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan penilaian
hasil belajar mempunyai makna yang oentik, baik bagi siswa, guru maupun
sekolah. Berikut ini makna atau kegunaan bagi tiga pihak tersebut, yakni:
1) Makna Bagi Siswa
Dengan diadakannya penilaian hasil belajar, maka siswa dapat mengetahui
sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru.
Hasil yang diperoleh siswa dari penilaian hasil belajar ada dua
kemungkinan: memuaskan atau tidak memuaskan.
2) Makna Bagi Guru
a) Berdasarkan hasil yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui siswasiswa mana yang sudah berhak mekanjutkan pelajarannya karena sudah
berhasil mencapai KKM kompetensi yang diharapkan, maupun
mengetahui siswa yang belum berhasil mencapai KKM kompetensi yang
diharapkan.
b) Berdasarkan hasil penilaian yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui
apakah pengalaman belajar (materi pelajaran) yang disajika sudah tepat
bagi siswa sehingga untuk kegiatan pembelajaran di waktu yang akan
datang tidak perlu diadakan perubahan.
c) Berdasarkan hasil penilaian yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui
apakan strategi pembelajaran yang digunakan sudah tepat atau belum.
3) Makna Bagi Sekolah
a) Kondisi belajar maupun kultur akademik yang diciptaka sekolah dapat
ditentukan sesuai atau belum, berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh
guru.
b) Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun dapat
digunakan sebagi pedoman bagi sekolah untuk mengtahui apakah yang

dilakaukan sekoalh sudah memenuhi Standar Nasional Pendiddikan


(SNP) atau belum.
c) Informasi hasil penilaian yang diperoleh dapat dijadikan sebagai
pertimbangan

bagi

sekolah

untuk

menyusun

berbagai

program

pendidikan di sekolah untuk masa-masa yang akan datang.


E. Hakikat Tes
1. Pengertian Tes
Tes sangat berperan penting dalam kegiatan pengukuran untuk mengetahui
kemampuan peserta didik. Menurut Anas Sudijono (2008:66), secara harfiah,
tes berasal dari bahasa Perancis Kuno: testum dengan arti: piring untuk
menyisihkan logam-logam mulia (maksudnya dengan menggunakan alat berupa
piring itu akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat
tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan ujian atau percobaan. Dari pengertian tersebut yang
dimaksud tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka
pengukuran dan penilaian.
Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat
untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek (Widyoko, 2009:45).
Menurut Mardapi (2012:108), tes adalah salah satu bentuk instrumen yang
digunakan untuk melakukan pengukuran. Tes terdiri atas sejumlah pertanyaan
yang memiliki jawaban benar atau salah, atau semua benar atau sebagian benar.
Tujuan melakukan tes adalah untuk mengetahui pencapaian belajar atau
kompetensi yang telah dicapai peserta didik untuk bidang tertentu. Hal ini senada
dengan pendapat Nurkancana dan Sumartana (dalam Suwandi, 2010: 39), tes
adalah suatu cara untuk melakukan penilaian yang berbentuk tugas-tugas yang
harus dikerjakan siswa untuk mendapatkan data tentang nilai dan prestasi siswa
tersebut yang dapat dibandingkan dengan yang dicapai kawan-kawannya atau
nilai standar yang ditetapkan.
Menurut Cronbach (dalam Sitiatava, 2013:110), tes merupakan suatu
prosedur sistematis untuk mengamati atau mendeskripsikan satu atau lebih
karakteristik seseorang menggunakan standar numerik atau sistem kategori.

Pendapat berbeda diungkapkan oleh Djaali dan Pudji Muljono (dalam Sitiatava,
2013: 110), tes ialah alat atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran
dan penilaian.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tes adalah
prosedur yang diterapkan dalam bentuk instrumen untuk menilai dan mengukur
pecapaian belajar peserta didik yang dapat dibandingkan dengan yang dicapai
kawan-kawannya atau nilai standar yang ditetapkan.
2. Bentuk-bentuk Tes
Nurgiyantoro (2001:60-62) membagi jenis tes ke dalam tes buatan guru dan tes
standar. Kedua tes tersebut walau sama-sama dimaksudkan untuk mengukur
keberhasilan

belajar

siswa

mempunyai

segi-segi

perbedaan.

Berikut

penjelasannya.
a. Tes buatan guru
Tes buatan guru adalah tes yang dibuat oleh guru-guru kelas itu sendiri. Tes
tersebut dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa mencapai
tujuan setelah berlangsungnya proses pengajaran yang dikelola oleh guru
kelas yang bersangkutan.
Penyususnan soal-soal yang dimaksudkan untuk mengukur tingkat
keberhasilan siswa tersebut, pada umumnya dilakukan oleh guru bidang
studi yang bersangkutan. Hal itu wajar, sebab gurulah yang merumuskan
tujuan yang akan dicapai, memilih bahan, melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, dan kemudian menilai keberhasilan siswa.
b. Tes Standar
Tes standar adalah tes yang telah distandarkan. Tes standar sebenarnya dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes bakat dan tes prestasi, walau
keduanya mengandung sifat ketumpangtindihan.
Penyusunan tes standar, seperti halnya tes buatan guru, dimulai
dengan membuat deskripsi bahan dan kemudian menyusun butir-butir soal.
Penulisan tes standar biasanya dilakukan oleh sebuah tim yang telah
dibentuk. Seleksi bahan dan tujuan didasarkan pada kurikulum atau bukubuku teks yang dipakai secara nasional (Tuckman dalam Nurgiyantoro,
2010:62-63).

Tes standar mempunyai berbagai kegunaan, Pertama, untuk


melengkapi informasi tertentu tentang tingkat hasil belajar siswa (Ebel
dalam Nurgiyantoro, 2010:64). Kedua, hasil tes standar dapat digunakan
untuk membuat perbandingan tentang prestasi yang dicapai siswa
antarsekolah, baik dalam mata pelajaran yang sama maupun berbeda.
Selain dua bentuk tes diatas, terdapat bentuk tes yang digunakan di
lembaga pendidikan dilihat dari segi sitem penskorannya dapat dikategorikan
menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes subjektif. Tes objektif memberi pengertian
bahwa siapa saja yang memeriksa lembar jawaban tes akan menghasilkan skor
yang sama. Skor tes ditentukan oleh jawaban yang diberikan oleh peserta tes. Tes
subjektif adalah tes yang penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Jawaban
yang sama dapat memiliki skor yang berbeda oleh pemberi skor yang berlainan.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tes objektif bersifat objektif, yaitu hanya
dipengaruhi oleh objek jawaban yang diberikan oleh peserta tes, sedangkan tes
subjektif adalah tes yang penskorannya selain dipengaruhi oleh subjektivitas
pemberi skor. Di antara subjektivitas yang dapt mempengaruhi penskoran hasil tes
di antaranya adalah: ketidakkonsistenan penilaian (Rater unreliability), hallo
effect, pengaruh urutan pemeriksaan (Order effect), dan pengaruh bentuk tulisan
dan bahasa (Mechanic and language effect) (Widyoko, 2009:46).
3. Fungsi Tes
Menurut Azwar (2002:11-12) terdapat beberapa fungsi tes prestasi, sebagai
berikut.
a. Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk
klasifikasi individu kedalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan
kemampuan yang telah diperlihatkannya pda hasil belajar yang telah lalu.
b. Fungsi formatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar guna melihat
sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu
program pelajaran.
c. Fungsi diagnostik dilakukan oleh tes prestasi apabila hasil tes yang
bersangkutan digunakan utnk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam

belajar, mendetekasi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki


segera, dan semacamnya.
d. Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh
informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan
sebelumnya dalam suatu proses pembelajaran.
Sudijono (2011:67) memiliki pendapat yang berbeda terkait fungsi tes.
Menurutnya, secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes:
1)Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes
berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah
dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar
mengajar dalam jangka waktu tertentu.
2)Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes
tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang
telah ditentukan, telah dapat dicapai.
4. Prinsip Tes
Tes buatan guru harus disusun dengan memperhatikan prinsip dasar penyusunan
tes hasil belajar yaitu: 1) mengukur hasil belajar yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan belajar; 2) mengukur secara representatif materi pelajaran yang
tercakup dalam pembelajaran; 3) mencakup jenis-jenis pertanyaan yang sesuai
untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan; 4) direncanakan agar hasilnya
sesuai dengan yang diinginkan; 5) dibuat dengan reliabilitas yang setinggitingginya kemudia ditafsirkan dengan hati-hati; dan 6) digunakan untuk
memperbaiki hasil belajar.
Oleh karena itu, dalam menyusun dan mengembangkan tes, syarat validitas
dan reliabilias menjadi hal yang sangat diperhatikan. Namun, kenyataan di
lapangan kedua syarat tersebut sangat sulit dipenuhi apalagi kalau pembuat tes itu
adalah guru dan praktisi pendidikan yang notabene belum memiliki kebiasaan
untuk melakukan dan membuat tes. Oleh karena itu, Bott (dalam Rasyid, 2009:
178) memberikan lima prinsip umum yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam
penyusunan tes. Lima prinsip tersebut, yaitu 1) kaitkan butir-butir tes dengan

tujuan pembelajaran; 2) perencanaan tes; 3) penyiapan tes; 4) ujicoba tes; dan 5)


evaluasi tes (Harun dan Mansur, 2009: 177).
5. Tujuan Tes
Menurut Arikunto (2012: 165-166) seorang pendidik harus selalu ingat akan
fungsi tes. Sehubungan dengan hal itu, maka fungsi tes dapat ditinjau dari tiga
aspek, yaitu:
a. Fungsi untuk kelas;
b. Fungsi untuk bimbingan; dan
c. Fungsi untuk administrasi.
Perbandingan Fungsi Tes
Fungsi untuk Kelas
1. Mengadakan diagnosis

Fungsi untuk Bimbingan


Fungsi untuk Administrasi
1. Menentukan arah
1. Memberi petunjuk dalam

terhadap kesulitan belajar

pembicaraan dengan

siswa.

orang tua tentang anak- 2. Penempatan siswa baru.

2. Mengevaluasi celah antara


bakat dengan pencapaian.
3. Menaikkan tingkat prestasi.

anak mereka.
2. Membantu siswa dalam
menentukan pilihan.

pengelompokkan siswa.
3. Membantu siswa dalam
memilih kelompok.
4. Menilai kurikulum.

4. Mengelompokkan siswa

3. Membantu siswa

dalam kelas pada waktu

mencapai tujuan

masyarakat (public

metode kelompok.

pendidikan dan jurusan.

relation)

5. Merencanakan kegiatan

4. Memberi kesempatan

5. Memperluas hubungan

6. Menyediakan informasi

proses belajar-mengajar

kepada pembimbing,

untuk badan-badan lain di

untuk siswa secara

guru, dan orang tua

luar sekolah.

perseorangan.

dalam memahami

6. Menentukan siswa mana


yang memerlukan
bimbingan khusus.
7. Menentukan tingkat
pencapaian untuk setiap

kesulitan anak.

anak.
7.

Klasifikasi Tes

Cronbach (dalam Azwar, 2002:5-6) membagi tes menjadi dua kelompok besar,
yaitu tes yang mengukur performansi maksimal (maximum performance) dan tes
yang mengukut performasi tipikal (typical performance).
a. Tes yang mengukur performansi maksimal
Tes jenis ini dirancang untuk mengungkapkan apa yang mampu dilakukan
oleh seseorang dan seberapa baik ia mampu melakukannya. Stimulus yang
disajikan harus jelas struktur tujuannya sehingga subjek tahu betul arah
jawaban yang dikehendaki.
Dalam penyajian tes yang mengukur performansi maksimal,
individu yang dites selalu didorong untuk berusaha sebaik-baiknya agar
memperoleh skor setinggi mungkin. Termasuk daalam tes jenis ini adlaah
tes intelegensi, tes bakat, tes prestasi belajar, tes profesiensi, dan berbagai
tes kemampuan lainnya.
b. Tes yang mengukur performansi tipikal
Tes jenis ini dirancang untuk mengungkap kecenderungan reaksi atau
perilaku individu ketika berada dalam situasi-situasi tertentu. Jadi tujuan
ukurannya bukanlah untuk mengetahui apa yang mampu dilakukan oleh
seseorang melainkan apa yang cenderung ia lakukan.
Tergolong dalam kelompok tes yang mengukur performansi tipikal
adalah tes yang mengungkap minat, sikap, dan berbagai bentuk skala-skala
kepribadian. Ditinjau dari cara klasifikasi lain, tes dapat pula
dikelompokkan sebagai tes yang mengungkapkan atribut kognitif dan tes
yang mengungkap atribut non-kognitif.
F. Hakikat Ujian
1. Ujian
Depdiknas (2005: 5), menjelaskan bahwa ujian merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara
berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan

perbaikan hasil peserta didik. Oleh karena itu, ada istilah ujian semester, ujian
kenaikan kelas, dan ujian nasional.
Dengan demikian, ujian termasuk salah satu jenis tes yang biasa disebut
dengan tes sumatif. Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah
sekumpulan satuan program pengajaran selasai diberikan. Tes sumatif ini pada
umumnya disusun atas dasar materi pelajaran yang telah diberikan selama satu
catur wulan atau satu semester. Dengan demikian materi tes sumatif itu jauh lebih
banyak ketimbang materi tes formatif (Sudijono, 2011:72).
Senada

dengan

pendapat

sebelumnya,

Nurgiyantoro

(2001:69)

menambahkan bahwa tes sumatif dilakukan setelah selesainya seluruh kegiatan


belajar mengajar atau seluruh program yang direncanakan. Bahan pelajaran yang
diteskan meliputi seluruh bahan yang diajarkan selama kegiatan belajar mengajar
dalam satu semester yang bersangkutan. Jadi, mencakup seluruh bahan pelajaran
yang telah diambil utntuk tes formatif.
Tujuan tes sumatif yang utama adalah untuk menentukan nilai yang
melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses
pembelajaran dalamm jangka waktu tertentu, sehingga dapat ditentukan:
a. Kedudukan dari masing-masing peserta didik di tengah-tengah
kelompoknya;
b. Dapat atau tidaknya peserta didik untuk mengikuti program pengajaran
berikutnya (yang lebih tinggi); dan
c. Kemajuan peserta didik, untuk diinformasikan kepada pihak orang tua,
petugas bimbingan, dan konseling, lembaga-lembaga pendidikan
lainnya.atau pasaran kerja, yang tertuang dalam bentuk Rapor atau Surat
Kelulusan (Sudijono, 2011:72-73).
Beberapa kegunaan ujian atau tes formati menurut Nurgiyantoro (2001:6970) yakni: (1) Informasi yang diperoleh dari tes sumatif dipergunakan untuk
menentukan nilai dan atau prestasi yang dicapai oleh tiap siswa. Informasi
tersebut digunakan untuk mengetahui bagaimana kedudukan seorang siswa di
antara kawan-kawan sekelompok, apakah ia termasuk golongan atas, sedang, atau
bawah, (2) Kegunaan hasil tes sumatif yang kedua adalah untuk menentukan naik

atau tidaknya, lulus atau tidaknya seorang siswa, (3) Hasil tes sumatif juga
dipergunakan untuk membuat laporan hasil hasil belajar siswa kepada pihak lain
yang membutuhkan, misalnya orang tua. Laporan yang dimaksud adalah dalam
bentuk rapor atau surakt kelulusan.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safrudin A.J. 2009. Evaluasi Program Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
_______. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Azwar, Saifuddin. 2002. Tes Prestas: Fungsi Pengembangan Pengukuran


Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Basuki, Ismet dan Hariyanto. 2013. Asesmen Belajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Djaali dan Pudji Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:
PT Grasindo.
Harun, Rasyid dan Mansur. 2009. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana
Prima.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom Measurement and
Evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Iskandar, wassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo
Mardapi, Djemari. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes.
Yogyakarta: Mitra Cendekia.
Nana Sujana. 1990. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung : P.T
Remaja Rosdakarya (pp.8-9)
Norman E. Gronlund. 1985. Measurement and Evaluation in Teaching, Fifth
Edition (New York : McMillan Publising, 1985), p.5.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra
Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
_______. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE.
Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Putra, Sitiatava Rizema. 2013. Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja.
Yogyakarta: Diva Press.
Rasyid, Harun. 2009. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV. Wacana Prima.

Sudaryono. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu


Sudjono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo
Persada.
Sukardi. 2011. Evaluasi Pendidikan: Prinsip & Operasionalnya. Jakarta: PT
Bumi Aksara
_______. 2010. Model Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.
Tim Pengembangan UPI. 2007. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan: Bagian I Ilmu
Pendidikan Teoretis. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama Tim
Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI
Undang-undang No. 20 / 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1
ayat 21
Wahyudi. 2010. Assesmen Pembelajaran Berbasis Portofolio di Sekolah. Jurnal
Visi

Ilmu

Pendidikan.

Vol

no

1.

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jvip/article/view/370
Widoyoko, Eko Putro. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai