Tragedi. Pengorbanan!
Posted on Juni 5, 2013 by spedaonthel
SYNOPSIS :
Cerita ini diambil dari sebuah buku karangan G. Francis (Gijsbert Francis a.ir) yang terbit
pada tahun 1896, ditulis berdasarkan kisah nyata kehidupan seorang istri simpanan yang
bernama Dasima, gadis dusun Kuripan, Bogor.
Dasima, wanita yang berasal dari dusun Kahuripan, letaknya di sebelah kanan desa Ciseeng,
setelah menempuh perjalanan 10 kilometer dari Kawasan Parung, (dulu masuk wilayah)
Bogor, (kini) Jawa Barat.
bagaikan kendaraan tua rongsokan bilamana dibandingkan dengan Nyai Dasima ibarat kereta
kencana para raja.
Melihat perilaku Hayati, Mak Soleha dan Samiun yang berubah total, Nyai Dasima sadar
bahwa dirinya menjadi objek Samiun, Hayati dan Mak Soleha. Nyai Dasima tak tahan lagi
dan minta cerai. Samiun setuju menceraikan dengan syarat harta Nyai Dasima yang ada di
Pejambon pemberian tuan Edward harus diserahkan pada Samiun.
Hayati sangat berperan dalam menentukan langkah Samiun. Hayati terus mendesak agar
Samiun bisa memperoleh harta Nyai Dasima. Dengan berbagai upaya Samiun mencoba
melunakkan hati Nyai Dasima agar bersedia mengalihkan hartanya, tetapi hal itu sulit
dilakukan Nyai Dasima.
Tidak mungkin ia kembali ke Pejambon menemui tuan Edward, jangan-jangan kemurkaan
dan penjara yang didapatnya karena telah mempermalukan tuan Edward dimata orang
Belanda dan Eropa umumnya.
Jatuh Miskin, Samiun Ceraikan Dasima Istri Keduanya
Samiun akhirnya menceraikan Nyai Dasima tetapi tak mendapatkan hartanya. Tapi Nyai
Dasima tetap berada di rumah Samiun karena tak punya saudara di Batavia, ia tak punya uang
lagi untuk pulang ke kampungnya, iapun tak punya keberanian menemui tuan Edward untuk
memohon pengampunan atas kecurangan yang dilakukannya.
Hayati menjadi semakin kesal melihat Nyai Dasima yang telah berubah menjadi beban bagi
keluarganya. Hayati mendesak Samiun untuk menyingkirkan Nyai Dasima.
Buat apaan dia disono kalo nyusahin kite Un, ujar Hayati pada Samiun.
lu
nyak
udah
lu
sekarang
udah ngebalik
cerai-in
pan
ame diri lu
?
?
laen.
ndiri?
Mak Soleha menjadi aneh dengan perilaku Samiun, jangan-jangan ilmu pelet Samiun menjadi
bumerang buat Samiun sendiri. Hayati yang mendengarkan laporan Mak Soleha kelihatannya
acuh tak acuh.
Hayati sendiri sudah hilang kesabaran atas janji Samiun yang akan memberikan harta yang
banyak buatnya. Sekarang Hayati masa bodoh, tak ada gunanya berharap lagi dan rasanya tak
ada urusannya lagi dengan Nyai Dasima dan Samiun.
Ti
lu
kok
masa
bodoh
?
tanya
Mak
Soleha
keheranan.
Abis,
mau
diapain
lagi?
gua
kagak
percaya
ame
Samiun.
Kalau Samiun jadi pegi ame Dasima trus kagak balik lagi, pegimane ?.
Biarin
aje,
gue
juga
bisa
cari
lelaki
laen!
Astaghfirullah
!
Percuma nyak ngucap kalu niatnya kagak baek ame ntu orang.
Mak Soleha menjadi kaget dengan pernyataan Hayati seakan menuding dirinya ikut dalam
permainan kotor mendapatkan harta milik Nyai Dasima. Mak Soleha menjadi benci dengan
Hayati dan bertekad minta pada Samiun justru untuk menceraikan Hayati, biarlah dengan
Nyai Dasima saja.
Mak Soleha berubah pikiran dan menyesali sikapnya yang sempat membenci Nyai Dasima
belakangan ini. Mak Soleha segera kembali ke rumahnya tetapi mendapati Samiun dan Nyai
Dasima telah pergi.
Samiun dan Nyai Dasima akhirnya pergi ke Ketapang. Mereka bergandengan tangan
bagaikan dua sejoli yang baru mengenal cinta pertama. Sambil berjalan, Samiun kelihatan
gugup. Ingin saja ia mengurungkan niat untuk tidak jadi pergi, tetapi menjadi bimbang
manakala mengingat Hayati yang terus mendesaknya, dan Mak Soleha yang selalu menatap
dengan nanar dan lecehan.
Rangkulin
pinggang
aye
Un,
Ah, kayak orang baru demenan aje, sahut Samiun.
pinta
Nyai
Dasima,
Tetapi tangannya lalu melingkari pinggang Nyai Dasima. Tiba-tiba Samiun menghentikan
langkah, Nyai Dasima ikut berhenti dan bertanya.
Ade ape Bang Miun ?
Kite jalan sono aje.
Pan jalan Ketapang lewat sini.
Abang kuatir kalo-kalo ada opas Belande, nanti kita bisa di tangkap, lagian tuan Edward
pasti masih nyariin elu.
Mereka menggunakan jalan lain, jalan setapak yang akan melewati sebuah kali dengan
jembatan titian bambu. Di ujung tepian kali tempat menyeberang, Samiun melepaskan Nyai
Dasima sendiri di belakang, bukannya justru menuntun tangan Nyai Dasima agar tidak
terpeleset manakala sedang menyeberang jembatan.
Saat berada ditengah jembatan, Nyai Dasima tertinggal di belakang dan memanggil Samiun
tetapi Samiun meneruskan langkah untuk sampai ke tepian seberang kali. Dalam kesempatan
itu, sebuah bayangan muncul.
Bayangan seorang lelaki kekar dengan sigap memburu kearah Nyai Dasima sambil
mengirimkan pukulan maut ke tengkuk Nyai Dasima tapi pukulan itu meleset karena Nyai
Dasima sempat melangkah sebelum tangan lelaki kekar itu mendarat.
Namun pukulan itu tak meleset sama sekali, yang tetap terkena bagian belakang dan sakitnya
bukan main, Nyai Dasima menjerit memanggil Samiun. Tapi Samiun dengan tenang dan
mencibir ia berkata, Ajal elu udah sampe, biarin, pasrahin aje diri lu..!
Nyai Dasima berusaha lari untuk minta perlindungan pada Samiun yang telah berdiri di
seberang tepian kali. Namun memang sudah naas bagi Nyai Dasima, sebuah pukulan keras
yang keluar dari tangan seorang jagoan terkenal Bang Puase, mendarat tepat pada posisi yang
sensitif di bagian tengkorak kepala.
Seketika, Nyai Dasima rubuh bagai daun kering diterjang badai gurun. Mata sebelah
kanannya melotot, lidah terjulur keluar yang sebagian putus tergigit gigi yang merapat akibat
tekanan dari atas, darah mengucur dari hidung dan mulut, Nyai Dasima rubuh.
Lalu, Bang Puase menyongsong dengan golok tergenggam, langsung menggorok leher Nyai
Dasima. Tamatlah ajal Nyai Dasima yang disertai semburan darah yang keluar dari urat di
lehernya.
Nyai yang bahenol ini dibunuh kira-kira di dekat rumah yang terlihat di foto. Mayatnya
dilemparkan ke kali (kira-kira samping toko buku Gunung Agung) dan ditemukan di dekat
kediaman tuan Edward W di Pejambon, di belakang kantor Ditjen Perhubungan Laut
sekarang ini.
Samiun berdiri terpaku, kemudian memburu Nyai Dasima yang telah berubah menjadi
seonggok bangkai manusia. Samiun mengangkat mayat Nyai Dasima dengan kedua belah
tangannya.
Kenangan indah ketika baru pertama kali menjadi isterinya tetap terlihat lewat mata Nyai
Dasima yang terbuka, bagaikan filem romantis yang digulung ulang, seketika terekam saatsaat bahagia selama ini yang justru membuat Saimun yang sok ganteng, menitikkan air mata.
Setelah beberapa saat, Bang Puase dan Samiun berembuk sebentar untuk membuang mayat
Nyai Dasima di kali Ciliwung, kemudian mereka melemparkanlah mayat Nyai Dasima ke
kali Ciliwung.
Namun ternyata ada beberapa saksi mata, Si Kuntum yang berjalan bersama Bang Puase
diancam akan dibunuh bila membuka rahasia kematian Nyai Dasima. Sementara di seberang
kali, dibalik rerimbunan pohon, ada penduduk lokal Musanip dan Ganip yang sedang
memancing, mereka juga menyaksikan peristiwa itu dengan jelas, dan keduanya ketakutan,
bersembunyi agar tidak diketahui oleh Bang Puase.
Isteri Musanip yang rumahnya berdekatan dengan peristiwa itu terjadi, sempat mendengar
jeritan Nyai Dasima, dan mengintip melalui celah dinding bambu rumahnya, juga ikut
ketakutan jika diketahui oleh Bang Puase.
Bangkai Nyai Dasima hanyut terbawa arus kali Ciliwung. Bangkai tersebut kemudian
menyangkut di tangga tempat mandinya tuan Edward, orang yang pemah memeliharanya
sebagai isteri piaraan.
Tuan Edward sangat terpukul dan menangis setelah melihat bangkai tubuh yang telah rusak
mengenaskan dan sudah mengambang tak bernyawa, ternyata adalah Nyai Dasima, istri
simpanannya. Tuan Edward segera melaporkan ke polisi tentang kematian Nyai Dasima.
Di depan polisi tuan Edward mengakui bahwa Nyai Dasima adalah isterinya. Karena
pengaduan tersebut, polisi distrik Weltevreden menganggap hal ini sebagai persoalan serius
yang bisa mengancam jiwa setiap orang Eropa khususnya Belanda.
Polisi menerapkan cara mengadakan sayembara berhadiah 200 pasmat bagi siapa saja yang
bisa memberikan keterangan akurat tentang siapa yang menbunuh Nyai Dasima.
Tergiur oleh jumlah uang, Kuntum, Musanip dan Ganip tak kuatir kemungkinan kemarahan
Bang Puase di kemudian hari. Mereka melaporkan kepada polisi tentang kejadian yang
dilihat.
Jadi
si
Puase
yang
Betul,
Bagus,
kamu
orang
Tapi
kami
Takut
Takut
ame
Ne, kamu orang jangan takut.
bunuh
pantas
itu
Madam
diberi
takut,
apa
Bang
Edward
hadiah
?
Tuan.
nanti.
Tuan.
?
Puase.
Atas dasar laporan dan kesaksian tersebut, maka polisi menangkap Bang Puase beserta
barang bukti golok yang belum sempat dia bersihkan dari darah Nyai Dasima.
Maka pelaku pembunuhan yaitu Bang Puase ditangkap, kemudian dijebloskan ke penjara.
Setelah persidangan, ia tewas dihukum gantung.
Sedangkan Samiun melarikan diri dan tak kembali lagi ke Kwitang karena takut ditangkap,
sebab dialah sebenarnya dalang yang menyewa Bang Puase untuk membunuh Nyai Dasima.
Lalu, setelah hampir dua ratus tahun kemudian mitos dan legenda ini, masih tetap
berlanjut
Sosok Mistis di Gedung Pancasila Jakarta
Bangunan tua dan bersejarah yang berlokasi di Jalan Pejambon No 6, Jakarta Pusat ini
dulunya adalah cikal bakal lahirnya rumusan Pancasila. Pada masa kejayaannya, dahulu
bangunan putih besar ini ditempati oleh pemerintahan Hindia-Belanda.
Bahkan sampai pada zaman modern sekarang, di gedung tersebut masih menyisakan ceritacerita mistis yang erat hubungannya dengan masa lalu kota Jakarta.
Gedung Pancasila, Pejambon, Jakarta, yang dikatakan sering terlihat ada penampakan
makhluk astral berwujud Nyai Dasima
Cerita yang kerap beredar adalah sering kali munculnya sosok wanita dengan balutan busana
kebaya Jawa atau Sunda yang konon katanya bernama Nyai Dasima!
Menurut para staf karyawan dan beberapa penjaga gedung, sosok wanita tersebut memang
sangat terkenal di lingkungan Gedung Pancasila Jakarta. Ya sebagian ada yang pernah
dilihatin, penampakan Nyai Dasima, kata penjaga keamanan Gedung Pancasila, Ramli.
Namun Ramli mengaku tidak pernah tahu sosok Nyai Dasima itu seperti apa dulunya. Ia juga
tak mengerti siapa sebenarnya Nyai Dasima tersebut. Nggak tahu mas itu siapa, yang jelas
itu pas dulu zaman Belanda kali ya, ujar Ramli.
Nyai Dasima nan cantik tersebut diakhir hayatnya telah dibunuh di daerah Kwitang yang saat
ini kira-kira berada di sekitar Markas Marinir, sebelah Toko Gunung Agung, Jakarta Pusat.
Bahkan hingga saat ini masih dipercaya sosoknya bergentayangan sampai ke Gedung
Pancasila.
Karyawan yang dulu jaga malam di sini sering lihat penampakan cewek pakai kebaya jawajawa kuno gitu. Kelihatan lagi di depan kaca sana itu persis di depan lukisan Pak Soekarno.
Orang-orang di sini pada percaya itu penampakan Nyai Dasima, jelasnya.
Lain halnya dengan Daryono, seorang penjaga keamanan Gedung Pancasila ini juga pernah
tak sengaja mengabadikan sosok tuyul di kamera ponsel miliknya. Dia mengaku saat itu
ketakutan, namun hingga kini cetak foto nya masih dia simpan rapi di rumahnya.
Nyai Dasima (naskah drama) 1965 oleh S.M. Ardan, seniman dan budayawan Kwitang.
Pada tahun 1896 Gijsbert Francis menerbitkan novel yang diberi judul Tjerita Njai Dasima.
Ada pula Henry Chambert Loir dalam Malay Literature in the 19th Century menyebutkan
bahwa di Leningraad terdapat cerita Nyai Dasima dalam koleksi Akhmad Beramka tentang
syair nomor 68.
Memang tidak disebutkan tahun penciptaan manuskrip ini, namun Akhmad Beramka aktif
menulis antara tahun 1906 sampai dengan tahun 1909.
Lie Kim Hok dan O.S Tjiang pernah menyadur cerita Nyai Dasima ini dalam bentuk syair.
Menurut Claudine Salmon, kedua penulis itu menyadur dari karya G. Francis (Oetomo,
1985 : 31- 32).
Kemudian A. Th. Mausamana membuat Nyai Dasima dalam bahasa Belanda pada tahun
1926. Pada perkembangan selanjutnya cerita ini muncul sebagai bacaan anak anak dalam
Cerita Betawi (Ali, 1995).
Akan tetapi pada tahun 1965, S.M. Ardan, seniman dan budayawan Kwitang, juga pernah
mengarang Njai Dasima dalam bentuk naskah drama.
Poster fim Cerita Nyai Dasima Pada masa lalu, legenda Nyai Dasima juga pernah diangkat
menjadi film.
Pada tahun 1929 cerita ini diangkat ke layar lebar dengan judul Njai Dasima 1. Setahun
kemudian, berturut-turut tayang Njai Dasima 2 dan Nancy Bikin Pembalesan. Ketiga film itu
adalah film bisu.
Barulah beberapa tahun kemudian keluar Nyai Dasima (1932), Dasima (1940), Dasima dan
Samiun (1970) sebagai film bicara. Nyai Dasima (1996) pernah ditayangkan sebagai salah
satu sinetron di RCTI.
Dan juga Ridwan Saidi seorang budayawan Betawi, yang terlibat dalam banyak aktivitas
pelestarian budaya Betawi dan juga banyak menulis buku-buku mengenai masyarakat
Betawi.
Dari tulisan dari G. Francis diatas, yang pernah menjadi redaktur surat kabar besar pada abad
ke-19 menggambarkan selain tuan William, semuanya jahat.
Bahkan direkonstruksi demikian rupa sehingga mencuat citra orang Betawi yang memiliki
sifat-sifat penghasut, haus harta, irasional, berpikiran sempit, pencuriga, perusuh, dan masih
berbagai sifat jahat lainnya.
Ridwan Saidi, seorang budayawan Betawi yang banyak terlibat dalam aktivitas pelestarian
budaya Betawi dan penulis buku-buku mengenai masyarakat Betawi.
Dan semua sifat buruk itu berasal dari tradisi budaya dan agama yang dianut: Islam.
JJ Rizal dalam pengantar di buku Nyai Dasima, mengutip pernyataan Ardan, bahwa Nyai
Dasima versi kolonial memperlihatkan nada anti-Muslim yang pada masanya, sebenarnya
justru berarti anti-pribumi apapun agamanya.
Dasima memilih kawin dengan Samiun dan meninggalkan tuannya setelah diinsafkan bahwa
kawin tanpa nikah (kumpul kebo) adalah suatu perbuatan terlarang dalam Islam.
Bahkan ulama terkemuka, HAMKA (alm), juga pernah berkomentar bahwa Dasima rela
meninggalkan tuannya dan hidup bergelimang harta setelah diingatkan, bahwa dalam Islam,
nikah merupakan suatu kemustian dalam hubungan suami istri.
(sumber: wikipedia/ forum detik/ 108jakarta/ Agib Tanjung, merdeka/ alwishahabwordpress/
ensiklopedia Jakarta/ berbagai sumber/ penyusun ulang IndoCropCircles)