Anda di halaman 1dari 10

Sabtu, 12 November 2011

PENGARUH POLUSI UDARA TERHADAP STOMATA DAUN ANGSANA (Pterocarpus


indicus)
THE AIR POLLUTION EFFECT ON STOMATA OF RED SANDALWOOD, AMBOYNA
(Pterocarpus indicus) LEAF
MUHAMMAD ROMADHONI (1509 100 044), IDA WILUJENG ABIDAH UBUDIYAH (1509 100 055)

Study Program of Biology, Sepuluh Nopember Institute of Technology, Sukolilo, Surabaya,


Indonesia
Abstrak
Pencemaran udara atau yang lebih dikenal dengan polusi udara merupakan masalah
yang lingkungan yang banyak dialami kota besar seperti Surabaya. Di Surabaya sendiri tingkat
polusi udara sudah sangat mengkhawatirkan. Kita tahu bahwa udara merupakan bagian
terpenting dalam kehidupan, dan tentu saja bagi mahkluk hidup. Dengan tingkat pencemaran
udara yang tinggi maka secara langsung dapat mengganggu prosese-proses fisiologis tumbuhan
Angsana (Pterocarpus indicus), yang banyak ditanam sebagai peneduh jalan. Praktikum ini
bertujuan untuk membandingkan stomata daun Angsana yang diambil dari daerah yang diduga
tercemar gas polutan dengan stomata daun Angsana yang diambil dari daerah yang duduga
tidak tercemar gas polutan. Metode pembuatan preparat yang digunakan adalah metode kuteks.
Dilakukan dengan mengoleskan kuteks ke permukaan daun yang telah dibersihkan dan ditempeli
selotip. Hasil dari praktikum ini menunjukkan bahwa dari sampel daun yang diambil dari
daerah Jagir wonokromo, Surabaya tercemar oleh polutan.
Kata kunci : Pencemaran, Udara, Polutan, Stomata, Pterocarpus indicus
Abstract
The air pollution is an environmental problem experienced by many large cities such as
Surabaya. In Surabaya, the levels of air pollution are very worrying. We know that the air is an
important part in life, and of course to living beings. With high levels of contamination of air, so
that direct - to interrupt the physiological processes of Red Sandalwood (Pterocarpus indicus),
which is widely planted as in road. This practice is intended to compare the Red Sandalwoods
stomata of leaves taken from contaminants potentially contaminated area of gas with the Red
Sandalwoods stomata of leaf taken from the areas that may be contaminated with gaseous
pollutants. Nail Polish method used methods to make preparations. Performs through the
application of nail polish to the surface of the leaves that have been cleared and the tape is
attached. This practice of laboratory results showed that samples of leaves taken from area Jagir
Wonokromo, Surabaya contaminated by pollutants.
Key words : Pollution, Air, Pollutans, Stomata, Pterocarpus indicus

PENDAHULUAN
Surabaya merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Hal ini tidak
memmungkiri ananya pabrik-pabrik besar maupun industri-industri potensial yang menghasilkan
bahan pencemaran udara seperti gas SO2, NO2, dan partikel debu (Rantung, 2006).
Kondisi atmosfer dengan adanya polutan tersebut secara langsung menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan hewan, serta kerusakan tanaman. Peningkatan jumlah industry
dan kendaraan bermotor dibarengi dengan meningkatnya pemakaian bahan bakar minyak dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Industri dan transportasi memiliki potensi
pencemaran yang sangat tinggi (Rantung, 2006).
Efek biologis dari polutan SO2, NO2, dan partikel debu terhadap tanaman diantaranya
gejala luka bakar pada daun, menyebabkan nekrosis an klorosis daun dan kecenderungan
tanaman mudah terserang infeksi bakteri dan jamur dan mempercepat erosi lapisan lilin dari
permukaan daun (Rantung, 2006).
Pesatnya pertambahan kendaraan baik angkutan umum, barang maupun angkutan pribadi
yang diikuti laju pertumbuhan pembangunan menimbulkan adanya permasalahan lingkungan
yaitu meningkatnya polusi udara (Maestro, 2001). Kendaraan bermotor menjadi salah satu
sumber utama pencemaran udara, karena mengandung berbagai bahan pencemar yang berbahaya
bagi manusia, hewan, tumbuhan dan infrastruktur yang terdapat di sekitarnya.
Menurut Fergusson (1990) bahan pencemar (polutan) yang berasal dari gas kendaraan
bermotor umumnya berupa gas hasil sisa pembakaran dan partikel logam berat seperti timah
hitam (Pb). Timah hitam (Pb) yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor rata-rata berukuran
0,02-0,05 m. Semakin kecil ukuran partikelnya semakin lama waktu menetapnya.
Timbal atau timah hitam adalah logam berat yang paling banyak terdapat di lingkungan,
sangat mudah digunakan dan berdampak negatif yang sangat kuat pada setiap tingkatan makanan
(Tzalev dan Zaprianov, 1995). Partikel logam berattimah hitam yang berasal dari emisi
kendaraan bermotor akan mencemari tanah, tanaman, hewan, dan manusia dengan berbagai cara
seperti sedimentasi, presipitasi dan inhalasi (Parsa, 2001).
Timah hitam (Pb) sangat berbahaya bagi manusia karena mekanisme masuknya timah
hitam ke dalam tubuh manusia dapat melalui system pernapasan, pencernaan ataupun langsung
melalui permukaan kulit. Daya racun Pb dapat mengakibatkan peradangan pada mulut,
menyebabkan diare, juga dapat mengakibatkan anemia, mual dan sakit di sekitar perut serta
kelumpuhan (Hamidah, 1980).
Kandungan timah hitam di sekitar jalan raya atau kawasan perkotaan sangat tergantung
pada kecepatan lalu lintas, jarak terhadap jalan raya, arah dan kecepatan angin, cara mengendarai
dan kecepatan kendaraan (Parsa, 2001). Bioakumulasi timah hitam terhadap daun pada tanaman
akan lebih banyak terjadi pada tanaman yang tumbuh di pinggir jalan besar yang padat
kendaraan bermotor (Sastrawijaya, 1996).
Jenis tanaman yang mempunyai kemampuan menyerap Pb lebih besar adalah tanaman
yang memiliki daun yang permukaannya kasar, ukurannya lebih lebar dan berbulu (Flanagan et
al.,1980). Adapun cara akumulasi Pb pada daun adalah melului permukaan daun yaitu pada saat
stomata terbuka waktu siang hari (Sastrawijaya, 1996).
Menurut Kovack (1992) dalam Karliansyah (1999), salah satu cara pemantauan
pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Kemampuan
masing-masing tumbuhan untuk menyesuaikan diri berbeda-beda sehingga menyebabkan adanya
tingkat kepekaan, yaitu sangat peka, peka dan kurang peka. Tingkat kepekaan tumbuhan ini
berhubungan dengan kemampuannya untuk menyerap dan mengakumulasikan logam berat.

Sehingga tumbuhan adalah bioindikator pencemaran yang baik. Dengan demikian daun
merupakan organ tumbuhan sebagai bioindikator yang paling peka terhadap pencemaran.
Menurut Karliansyah (1999), tumbuhan sangat efektif sebagai akumulator pencemaran
udara, oleh karenanya tumbuhan terutama bagian daun adalah bagian yang paling peka terhadap
pencemaran udara, namun hal ini seringkali tidak tampak secara morfologis. Deteksi dapat
dilakukan melalui pengamatan reaksi fisiologis biokimia, ekologi dan analisis di udara. Analisis
di udara secara langsung sangat sulit dilakukan, tetapi untuk mengetahui adanya pencemaran
melalui analisis pada daun tumbuhan dapat dilakukan, pengaruh pencemaran udara pada daun
dapat dilihat dari kerusakan secara makroskopis seperti klorosis, nekosis atau secara mikroskopis
(anatomi) seperti struktur sel atau dari perubahan secara fisiologis dan kimia seperti perubahan
klorofil dan metabolisme.
Tanaman peneduh merupakan tanaman yang ditanam sebagai tanaman penghijauan.
Adapun tanaman peneduh yang ditaman di pinggir jalan raya selain berfungsi sebagai penyerap
unsur pencemar secara kimiawi, juga secara fisik dapat berfungsi sebagai peredam suara baik
secara kualitatif maupun kuantitatif (Anonim, 1989). Pohon Angsana (Pterocarpus indicus
Willd) dan pohon Glodogan (Polyalthia longifolia Bent & Hook. F) merupakan jenis tanaman
yang banyak digunakan sebagai tanaman peneduh jalan. Hal ini karena kedua jenis tanaman
tersebut memiliki akar yang dapat bertahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh getaran
kendaraan, mudah tumbuh di daerah panas dan tahan terhadap angin sehingga cocok digunakan
sebagai tanaman peneduh jalan yang akan dapat menyerap unsur pencemaran yang berasal dari
asap kendaraan bermotor khususnya timah hitam (Pb).
Stomata dalam bahasa Yunani berarti mulut (Prawiranata et al., 1995). Stomata merupakan
celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel epidermis khusus yaitu sel penutup. Dengan
mengubah bentuknya, sel penutup mengatur pelebaran dan penyempitan celah. Sel yang
mengelilingi stomata dapat bebentuk sama atau berbeda dengan sel epidermis lainnya. Sel ini
dinamakan sel tetangga yang berperan dalam perubahan osmotik yang menyebabkan gerakan sel
penutup dalam mengatur lebar celah ( Estiti, 1995). Stomata bersama-sama sel tetangga disebut
perlengkapan stomata atau kompleks stomata ( Fahn, 1991).
Stomata biasanya ditemukan pada bagian tumbuhan yang berhubungan dengan udara
terutama di daun, batang dan rizom. Stomata tidak ditemukan di akar dan seluruh permukaan
beberapa tumbuhan parasit yang tanpa klorofil. Stomata dapat juga ditemukan pada daun
mahkota, tangkai sari, daun buah dan biji tetapi biasanya stomata tersebut tidak berfungsi. Pada
daun yang berfotosintesis, stomata mungkin ditemukan di kedua permukaan daun, atau hanya
dipermukaan sebelah bawah. Pada daun yang pertulangannya sejajar stomata tersusun dalam
barisan yang sejajar ( Fahn, 1991).
Menurut Campbell et al (1999), menjelaskan bahwa, pada sebagian besar tumbuhan,
stomata lebih banyak di permukaan bawah daun dibandingkan dengan permukaan atas. Adaptasi
ini akan meminimumkan kehilangan air yang terjadi lebih cepat melalui stomata pada bagian
atas suatu daun yang terkena matahari, ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa jumlah
kerapatan stomata di bawah permukaan daun itu lebih tinggi dibandingkan di atas daun pada
jenis tumbuhan peneduh jalan, sehingga semakin tinggi jumlah kerapatan stomata, semakin
tinggi pula potensi menyerap logam berat atau partikel di udara.
Menurut Estiti ( 1995), ada empat tipe stomata berdasarkan susunan sel epidermis yang ada
di samping sel penutup. Tipe anomositik atau tipe Ranunculaceae dimana sel penutup dikelilingi
oleh sejumlah sel yang tidak berbeda ukuran dan bentuknya dari sel epidermis lainnya. Tipe ini
umumnya terdapat pada Ranunculaceae, capparidaceae, Cucurbitaceae, Malvaceae. Tipe

anisositik atau tipe Cruciferae dimana sel penutup dikelilingi tiga buah sel tetangga yang tidak
sama besar. Tipe ini umum terdapat pada Cruciferae, Nicotiana, Solanum. Tipe parasitik atau
jenis Rubiaceae dimana sel penutup diiringi sebuah sel tetangga atau lebih dengan sumbu
panjang sel tetangga itu sejajar sel sumbu penutup serta celah. Tipe ini umum terdapat pada
Rubiaceae, Magnoliaceae, Convolulaceae, Mimosaceae. Tipe diasifik atau tipe Caryophyllaceae
yang setiap stomata dikelilingi dua sel tetangga. Dinding bersama dari kedua sel tetangga itu
tegak lurus terhadap sumbu melalui panjang sel penutup serta celah. Tipe ini umum terdapat
pada Caryophyllaceae, Acanthaceae.
Menurut Fahn ( 1991), selain ke empat tipe stomata di atas masih ada tipe aktinositik, yaitu
stomata dikelilingi oleh lingkaran sel yang menyebar dalam radius. Modifikasi tipe-tipe di atas
dan tipe tambahan dapat terjadi pada spesies dari berbagai famili. Lebih dari satu tipe stomata
terkadang terjadi bersama-sama pada organ yang sama.
Stomata terdapat hampir pada semua bagian permukaan tanaman, suatu stomata terdiri
dari lubang (porus) yang dikelilingi oleh 2 sel penutup. Pada daun, stomata terdapat pada
permukaan atas maupun bawah, atau biasanya pada permukaan bawah saja. Di bawah pori
stomata terdapat ruang antara sel yang luas, disebut rongga stomata. Berdasarkan hubungan
stomata dengan sel epidermis tetangga, Chalk dan Metcalfe (1950) dalam Sumardi dan
Pudjorianto (1992) mengklasifikasikan stomata menjadi beberapa tipe sebagai berikut :
1. Tipe Anomositik
Jumlah sel tetangga yang mengelilingi sel penutup tidak tertentu, dan tidak dapat dibedakan
dengan sel epidermis lainnya.
2. Tipe Anisositik
Biasanya jumlah sel tetangga 3 satu sel lebih kecil dari 2 lainnya.
3. Tipe Diasitik
Dua sel tetangga mengelilingi sel penutup, dan letaknya tegak lurus terhadap poros panjang sel
penutup.
4. Tipe Parasitic
Poros panjang sel penutup sejajar dengan sel tetangga.
5. Tipe Aktinositik
Jumlah sel tetangga 4 atau lebih, sel-selnya memanjang ke arah radial terhadap sel penutup.
6. Tipe Siklositik
Jumlah sel tetangga 4 atau lebih, sel-selnya tersusun melingkar seperti cincin.
Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan di atas tanah,tetapi paling banyak
ditemukan pada daun. Jumlah stomata beragam pada daun tumbuhan yang sama dan juga daerah
daun yang sama. Pada beberapa jenis tumbuhan, jumlah stomata berkisar antara beberapa ribu
per cm2. Pada umumnya stomata lebih banyak terdapat pada permukaan bawah daripada
permukaan atas daun, bahkan pada beberapa tumbuhan, stomata tidak terdapat pada permukaan
bawah daun (Loveless, 1983).
Jumlah stomata per satuan luas daun bervariasi diantara jenis-jenis tumbuhan. Keadaan
lingkungan juga mempengaruhi frekuensi stomata. Daun yang tumbuh pada lingkungan kering
dan dibawah cahaya dengan intensitas tinggi cenderung mempunyai stomata banyak dan kecilkecil dibandingkan dengan yang hidup pada lingkungan basah dan terlindung. Frekuensi stomata
tidak saja bervariasi antar jenis tetapi juga antar daun dari tumbuhan yang sama. Variasi juga
terjadi dalam penyebaran stomata. Ada yang hanya di permukaan epidermis atas saja atau
dipermukaan bawah saja dan ada juga yang ada pada kedua permukaan, permukaan bawah
umumnya berjumlah lebih banyak dari pada di permukaan atas ( Prawiranata et al., 1995).

Menurut hasil penelitian Sukarsono (1998) kerusakan abnormalitas anatomi daun seluruh
tumbuhan yang diteliti dengan kandungan pencemar di udara secara umum menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata terutama gas SO2 dan Pb terhadap abnormalitas masing-masing jaringan.
Kerusakan anatomi daun (termasuk juga kerusakan klorofil dan kloroplast) akibat pencemaran
udara disebabkan karena pengaruh gas pencemar tersebut yang mempengaruhi pH medium sel
dan jaringan yang menjadi lebih rendah (ion-ion H+ meningkat). Sedangkan Pb merupakan
unsur logam yang pada umumnya menjadi katalis pada berbagai reaksi termasuk dengan enzim,
keadaan ini akan mempengaruhi membran biologi (baik sel maupun organel-organelnya). Fakta
menunjukkan bahwa membran biologis tidak benar-benar tidak permeabel, membran tersebut
memungkinkan terjadinya difusi ion dan molekul ditambah keberadaan enzim dalam membran
tersebut yang secara langsung dapat mempengaruhi transportasi ion dan molekul untuk
menyeberangi membran.
METODOLOGI
Waktu Lokasi Tempat Pengambilan dan Pengamatan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di daerah Jagir Wonokromo, Surabaya. Pengambilan
sampel daun di tempat tersebut karena diduga bahwa udara tempat tersebut telah terkontaminasi
oleh zat- zat pollutan. Pengambilan sampel daun yang digunakan untuk kontrol dilakukan di
Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Sukolilo, Surabaya. Pengambilan
dilakukan pada hari Kamis, tanggal 12 Mei 2011 pada pukul 12.00 WIB pada saat cuaca cerah.
Pengamatan stomata dilakukan di laboratorium Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu : Sampel daun Pterocarpus indicus dari lokasi yang
diduga tercemar gas polutan, kuteks, kapas, gelas objek, selotip bening, silet, gelas objek, gelas
penutup dan mikroskop.
Cara Kerja
Langkah awal pada praktikum ini adalah, permukaan sampel dibersihkan menggunaan
kapas yang dibasahi oleh air. Dibuat preparat stomata dari sampel daun tersebut menggunakan
metode kuteks, kemudian diamati di bawah mikroskop. Struktur stomata digambar dan
ditentukan persentase kerusakan stomata. Dibandingkan dengan stomata yang tidak terkena
pollutan. Dipilih tiga daun yang masih bagus (tidak layu) untuk dijadikan sampel preparat
stomata untuk daerah yang terkena polutan. Diambil 1 daun lagi dipakai untuk kontrol diambil
dari daerah yang diduga tidak terkena polutan. Setiap daun sampel digunakan 3 kali pengulangan
untuk setiap bidang pandang mikroskop yang berbeda. Setelah diamati kemudian di hitung
berapa banyak stomata yang ada serta dihitung pula berapa banyak stomata rusak dan stomata
yang masih baik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan ini langkah awal yang dilakukan adalah mengambil daun Pterocarpus
indicus di tempat yang telah ditentukan yaitu daerah yang dianggap terkena gas polutan.
Kemudian daun di olesi dengan kuteks bening setelah kering letakkan selotip pada permukaan
yang sudah diolesi. Hal ini bertujuan untuk mencetak stomata sehingga mudah diamati ketika
diletakkan di bawah mikroskop.

Pengambilan stomata dilakukan pada tempat yang diduga terkena gas pollutan pada
waktu tertentu sama sesuai dengan yang ditentukan sebelumnya yaitu di daerah Jagir
Wonokromo, Surabaya. Hal ini dimaksudkan untuk mengamati stomata yang rusak akibat
pencemaran gas polutan. Karena indikator kerusakan stomata bisa dilihat dari kelainan saat
seharusnya waktu stomata itu membuka tetapi stomata tersebut dikatakan rusak. Pengambilan
sampel daun dilakukan pada pukul 10.00 WIB. Dan waktu tersebut merupakan waktu dimana
stomata terbuka paling lebar. Lokasi yang terpapar polutan (biasanya SO 2, NO2, dan debu), akan
menumpuk dan melekat pada permukaan daun sehingga pada siang hari stomata daun terbuka
akan mengalami proses transpirasi. Pada saat transpirasi, polutan tersebut melekat, meresap
melalui proses osmosis dan merusak stomata pada lapisan epidermis daun. Semakin lama
paparan polutan pada lapisan epidermis dan stomata daun akan semakin meningkat juga
kerusakan, indeks kerusakan, jumlah dan indeks kerusakan stomata serta klorofil daun
Pterocarpus indicus. Walaupun gas SO2 dan NO2 di bawah ambang batas baku mutu ambien
tetapi berinteraksi secara aditif atau sinergistik pada daun Pterocarpus indicus menyebabkan
kerusakan pada daun, stomata dan klorofil daun. Welburn (1999) mengatakan pollutan SO 2 dan
NO2 yang rendah merangsang pertumbuhan tanaman tetapi bila kedua polutan tersebut
berinteraksi pada tanaman akan menyebabkan kerusakan tanaman.
Setelah dilakukan pengamatan, terlihat stomata yang normal dan abnormal (rusak).
Stomata rusak, dilihat dari penutupannya. Perhitungan prosentase dtomata rusak bisa dihitung
menggunakan rumus

Ni=

Data pengamatan yang diperoleh :


Bidang
pandang
(BP)
Kontrol 1 BP.
1
Kontrol 1 BP.
2
Kontrol 1 BP.
3
Kontrol 2 BP.
1
Kontrol 2 BP.
2
Kontrol 2 BP.
3
Kontrol 3 BP.
1
Kontrol 3 BP.
2
Kontrol 3 BP.

stomata
tertutup

Jumlah
Seluruh
Stomata

%
kerusakan
stomata:

43

13.95%

39

12.82%

31

16.12%

36

13.89%

41

9.75%

37

16.21%

23

21.74%

33

12.12%

39

7.69%

3
Rata-rata
13.81%
Table data pengamatan daun kontrol
Bidang
Jumlah
Jumlah
% kerusakan
stomata Seluruh
pandang
stomata:
tertutup
Stomata
(BP)
Daun 1 BP.
8
25
32%
1
Daun 1 BP.
17
36
47.22%
2
Daun 1 BP.
6
24
25%
3
Daun 2 BP.
17
28
60.71%
1
Daun 2 BP.
11
38
28.94%
2
Daun 2 BP.
7
29
24.13%
3
Daun 3 BP.
13
35
37.14%
1
Daun 3 BP.
17
41
41.46%
2
Daun 3 BP.
11
40
27.5%
3
Rata-rata
36.04%
Tabel data pengamatan daun terkena polutan
Pada daun Pterocarpus indicus kontrol yang diambil di Jurusan Biologi ITS, memiliki
persentase keerusakan stomata sebesar 13.81%, sedangkan pada daun Pterocarpus indicus yang
diambil di daerah Jagir Wonokromo dan diduga tercemar polutan memiliki persentase kerusakan
stomata sebesar 36.04%. Hal ini menunjukkan bahwa pencemaran udara berpengaruh pada
pertumbuhan, khususnya dalam proses membuka dan menutupnya stomata.
Secara morfologi, menurut Melcalfe & Chalk (1950), ada lima tipe stomata pada dikotil yaitu :
a. Tipe anomosit (Ranunculaceous)
Sel penutup dikelilingi sejumlah sel tertentu yang tidak dapat dibedakan bentuk dan ukurannya
dari sel epidermis yang lain. Tipe ini biasa terdapat pada Ranunculaceae, Geraniaceae,
Capparidaceae, Cucurbitaceae, Malvaceae, Tamaricaceae, Schorphulariaceae, dan Papaveraceae.
b. Tipe anisosit (Cruciferous)
Sel penutup dikelilingi oleh tiga sel tetangga yang tidak sama ukurannya. Tipe ini antara lain
terdapat pada Cruciferae, Nicotiana, Solanum, dan Sedum.

c. Tipe parasit (Rubiaceous)

Setiap sel penutup didampingi oleh satu atau lebih sel tetangga yang letaknya sejajar dengan
stomata. Tipe ini biasa terdapat pada Rubiaceae, Magnoliaceae, Convolvulaceae, dan
Mimosaceae, beberapa genus dari Papilionaceae seperti Ononis, Arachis, Phaseolus, dan
Psoralea, dan beberapa spesies dari familia lain.
d. Tipe diasit (Caryophillaceous)
Setiap stomata dikelilingi oleh dua sel tetangga yang letaknya memotong stomata. Tipe ini
terdapat pada Caryophyllaceae dan Acanthaceae.
e. Tipe aktinosit
Merupakan variasi dari tipe diasit. Stomatanya dikelilingi sel tetangga yang teratur menjari. Tipe
ini antara lain terdapat pada teh (Camellia sinensis).
(Mulyani, 2006).
Berdasarkan tipe stomata, daun sono (Pterocarpus indicus) termasuk dalam tipe anomosit
(Ranunculaceous) dimana sel penutup dikelilingi oleh sejumlah sel tertentu yang tidak dapat
dibedakan bentuk dan ukurannya dari sel epidermis yang lain.
Stomata tumbuhan pada umumnya membuka pada saat matahari terbit dan menutup saat hari
gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang
hari. Umumnya, proses pembukaan memerlukan waktu 1 jam dan penutupan berlangsung secara
bertahap sepanjang sore. Stomata menutup lebih cepat jika tumbuhan ditempatkan dalam gelap
secara tiba-tiba (Salisbury dan Ross, 1995). Loveless (1991) dalam literaturnya menyebutkan
terbukanya stomata pada siang hari tidak terhambat jika tumbuhan itu berada dalam udara tanpa
karbon dioksida, yaitu keadaan fotosintesis tidak dapat terlaksana.
Stomata merupakan celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel epidermis khusus,
yaitu sel penutup. Dengan mengubah bentuknya sel penutup mengatur pelebaran dan
penyempitan celah (Estiti, 1995). Pada daun yang berfotosintesis, stomata mungkin ditemukan di
kedua permukaan daun atau hanya di permukaan sebelah bawah. Sebagian besar pertukaran gas
dalam daun terjadi melalui stomata. Pada permukaan daun terdapat banyak stomata yang
memungkinkan terjadinya difusi CO2 secara maksimum ke dalam daun pada saat stomata
terbuka. Pada daun yang pertulangannya menjala, stomata menyebar tidak teratur, sedangkan
pada daun yang sebagian besar pertulangannya sejajar, stomata tersusun dalam barisan yang
sejajar (Fahn, 1991).
Menurut Prawiranata et al (1995), keadaan lingkungan mempengaruhi frekuensi stomata.
Daun tanaman yang tumbuh pada lingkungan kering dan dibawah cahaya dengan intensitas
tinggi cenderung memiliki stomata yang banyak. Fahn (1991) juga mengemukakan bahwa
jumlah stomata akan berkurang dengan menurunnya intensitas cahaya. Stomata berkembang dari
sel protoderma. Sel induk membagi diri menjadi dua sel yang terdiferensiasi menjadi dua sel
penjaga. Pada mulanya sel tersebut kecil dan bentuknya tidak menentu, tetapi selanjutnya
berkembang melebar dan bentuknya khas. Selama perkembangan, lamela tengah diantara dua sel
penjaga menggembung dan bentuknya seperti lensa sejenak sebelum bagian tersebut berpisah
menjadi aperture (Ziegenspeck, 1944 cit Fahn, 1991).
Jumlah dan ukuran stomata dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan. Sel-sel penutup yang
mengelilingi stomata mengendalikan pembukaan dan penutupan stomata. Penutupan stomata
penting untuk mencegah kehilangan air pada waktu persediaan air terbatas sekaligus membatasi
pengambilan CO2 untuk fotosintesis. Stomata membuka pada waktu siang hari dan menutup
pada waktu malam hari. Proses membuka dan menutup stomata dipengaruhi oleh tekanan turgor

pada sel penutup. Bertambah dan berkurangnya ukuran aperture sel penjaga adalah akibat dari
perubahan tekanan turgor pada sel penjaga (Fahn, 1991).
Achmadi (1983) menyatakan bahwa gas SO2 ini menyebabkan sel penutup menjadi lebih
lanjut sehingga stomata dapat terbuka. Jika pada saat stomata membuka dan gas-gas yang
diemisikan udara dimana kondisi udara lembab maka gas yang terserap tanaman akan
menyebabkan kerusakan pada tanaman tersebut. Stomata tumbuhan pada umumnya membuka
pada saat matahari terbit dan menutup saat hari gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2
yang diperlukan untuk fotosintesis pada sianghari. Umumnya, proses pembukaan memerlukan
waktu 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore. Stomata menutup lebih
cepat jika tumbuhan ditempatkan dalam gelap secara tiba-tiba (Salisbury dan Ross, 1995).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkanan bahwa yang dapat diambil dari
pembahasan diatas adalah bahwa pencemaran pada tanaman akan mengakibatkan menutupnya
stomata serta timbul warna hitam akibat adanya polutan, total luasan daun (leaf area) dari suatu
tanaman yang terkena pencemaran udara akan mengalami penurunan, dan juga pencemaran
udara mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta diikuti dengan
gejala yang tampak (visible symptoms).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell et al. 1999. Biologi jilid II ed.5. Erlangga : Jakarta
Estiti, B. H. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Penerbit ITB. Bandung.
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Fergusson, J.E. 1990. The Heavy Element Chemistry, Environmental Impact And Health Effect.
Fergusson Press. Oxford.
Flanagan, J.T., K.J.Wade, S.Curie And D.J. Curtis. 1980. The Deposition of Lead and Zine From
Traffic Pollution On two Road Side Shrubs Environment Pulluts (Series B).
Hamidah. 1980. Keracunan Yang Disebabkan Oleh Timah Hitam. Pewarta Oseana.
Karliansyah, N.W.1999. Klorofil Daun Angsana Dan Mahoni Sebagai Bioindikator Pencemaran
Udara, Lingkungan Dan Pembangunan. 19 (4) 290-305.
Loveless, A.R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah tropik dari Principles of
Plant Biology For The Tropics oleh Kuswara Kartawinata. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Maestro. 2001. Wacana informasi Milik Rakyat. Fakultas Teknik universitas Udayana. Denpasar
Bali.
Parsa, K. 2001. Penentuan Kandungan Pb Dan Penyebaran di Dalam Tanah Pertanian Disekitar
Jalan Raya Kemenuh, Gianyar. Skripsi. Universitas Udayana, MIPA Kimia. Tidak
Dipublikasikan.
Prawiranata, Said Harran dan Pin Tjondronegoro. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. IPB. Bogor.
Salisbury, F.B. and Ross, C.W., 1991. Fisiologi Tumbuhan. ITB, Bandung.
Rantung, J.L. 2006. Dampak Polusi Udara Pada Pohon Angsana (Pterocarpus indicus). Eugenia
12(2) : 167-172
Sastrawijaya, T. 1996. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta. Surabaya.
Sukarsono. 1998. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan Di Kebun Raya Bogor. Tesis
tidak diterbitkan. Bogor: Program Pascasarjana Institut Petanian Bogor
Sumardi, I Dan Pudjorianto, A. 1992. Struktur Dan Perkembangan. Yogyakarta : UGM press

Tzalev, D.L. dan Z.K. Zaprianov. 1995. Atomic Absorpsion Spectrometri in Occupational and
Environmental Health. CRC Press, Inc. Fflorida.
Wellburn, Allan.1991. Air Pollution And Acid Rain : The Biological Impact. Longman Scientific
And Technical. New York

Anda mungkin juga menyukai