PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Sedangkan perumahan
adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan,
yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan
rumah yang layak huni. (UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman).
Sebagai kota metropolitan, Kota Semarang tidak hanya terlihat maju di sektoral fisik.
Namun jauh disamping itu, ada beberapa problematika yang harus dihadapi kota-kota
metropolitan, sama halnya dengan Jabodetabek, Surabaya, dan Bandung Raya. Salah satu
permasalahan yang sangat kompleks adalah mengenai permukiman kumuh. Di Kota Semarang,
ada beberapa faktor yang melatarbelakangi timbulnya permukiman kumuh, mulai dari faktor
ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat sendiri.
Berdasarkan SK Walikota Semarang No 050/801/2014 Tentang Penetapan Lokasi
Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Kota Semarang, Kelurahan Lamper Lor
termasuk ke dalam salah satu lokasi Prioritas Penanganan Kumuh Kota Semarang dengan luas
wilayah 4,71 Ha, sehingga perlu penanganan lebih lanjut terkait dengan permasalahan
permukiman kumuh. Permasalahan permukiman kumuh di Kelurahan Lamper Lor terletak di
lokasi bantaran sungai Banjirkanal Timur. Selain karena terletak di daerah bantaran sungai,
permasalahan lainnya dikarenakan kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Lamper Lor
sudah berdiri sejak tahun 90-an. Sehingga penduduk yang bermukim di kawasan permukiman
kumuh Kelurahan Lamper Lor berkembang secara turun temurun sejak tahun 90-an.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di kawasan permukiman kumuh merupakan
perangkat pengendali pemanfaatan ruang, lingkungan dan bangunan yang terdapat di kawasan
permukiman kumuh Kelurahan Lamper Lor. Sehingga nantinya diharapkan perkembangan
kawasan terutama permukiman dapat terkendali dan terkontrol.
1.2 Dasar Hukum
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang;
1.3.2 Tujuan
Sebagai arahan dalam menghasilkan dokumen RTBL yang berkualitas, memenuhi syarat
dan dapat diimplementasikan dalam mewujudkan tata bangunan dan lingkungan yang layak
huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.
1.3.3 Sasaran
Mengidentifikasikan karakteristik dan kondisi eksisting kawasan perencanaan, mengarahkan
jalannya pembangunan sejak dini.
Mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna spesifik dan konkret sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah.
Melengkapi peraturan daerah tentang bagunan gedung.
Mengendalikan pertumbuhan fisik suatu lingkungan/kawasan.
Mewujudkan kesatuan karakter dan meningkatkan kualitas bangunan gedung dan
meningkatkan kualitas bangunan gedung dan lingkungan/kawasan.
Menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat dalam pengembangan lingkungan/kawasan yang berkelanjutan.
Menjamin terpeliharannya hasil pembangunan pasca pelaksanaan, karena adanya rasa
memiliki dari masyarakat terhadap semua hasil pembangunan.
1.4 Manfaat
Mengarahkan penyusunan dan karakter perencanaan.
Mengintegrasikan desain elemen-elemen kota yang berpengaruh pada suatu perencanaan
kawasan.
Mengarahkan indikasi program dan desain penataan yang tepat pada tiap sub bagian
kawasan yang direncanakan.
1.5 Ruang Lingkup
1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan
Wilayah studi adalah kawasan permukiman kumuh yang secara administratif terdapat di
Kelurahan Lamper Lor, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, dengan luas
kawasan permukiman kumuh 4,71 Ha.
1.5.2 Ruang Lingkup Materi Perencanaan
Secara keseluruhan, materi pokok RTBL kelurahan Lamper Lor meliputi:
Program bangunan dan lingkungan
Rencana umum dan panduan rancangan
Rencana investasi
Ketentuan pengendalian rencana
Pedoman pengendalian pelaksanaan
1.5.3 Lingkup dan Tahap Kegiatan
Persiapan awal kegiatan yang meliputi koordinasi, strategi survey, dan rencana kerja
Identifikasi potensi dan permasalahan serta analisis kawasan permukiman kumuh, yakni
Kelurahan Lamper Lor
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan dan perancangan untuk lokasi
Kelurahan Lamper Lor
1.6 Keluaran
Keluaran dari penyusunan laporan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kelurahan Lamper
Lor adalah:
Penetapan lokasi dan deliniasi RTBL
Program bangunan dan lingkungan
Konsep pengembangan kawasan
Rencana investasi
Arahan pengendalian pelaksanaan
Keluaran tersebut dalam bentuk laporan tercetak yang dilengkapi dengan peta kawasan dan
rancangan dalam wujud tiga dimensi beserta beberapa file rekaman dan digital yang
dimasukkan dalam media CD (Compact Disk).
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, dasar hukum, maksud, tujuan, dan sasaran, manfaat, ruang
lingkup, keluaran, serta sistematika penulisan laporan RTBL.
BAB II KAJIAN KEBIJAKAN
Berisi tentang dasar kebijakan Kelurahan Lamper Lor atas Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Semarang dan RDTRK BWK I Kecamatan Semarang Selatan.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
Membahas tentang gambaran umum wilayah studi (Kelurahan Lamper Lor) yang meliputi
kondisi fisik wilayah, kondisi ekonomi, sosial dan budaya, serta kondisi sarana prasarana.
BAB IV PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Berisi tentang karakteristik wilayah studi berkaitan dengan potensi dan masalahnya serta
analisis dari fakta tersebut.
BAB V KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN
Berisi tentang penjelasan mengenai konsep rancangan yang digunakan untuk mengembangkan
dan mengendalikan kawasan permukiman kumuh Kelurahan Lamper Lor.
BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN
Menjelaskan struktur peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata bangunan, sistem
sirkulasi dan jalur penghubung, sistem ruang terbuka hijau, tata kualitas lingkungan, sistem
prasarana dan utilitas lingkungan, serta simulasi rancangan tiga dimensi.
BAB VII RENCANA INVESTASI
BAB II
KAJIAN KEBIJAKAN
2.1 Visi Misi Berdasarkan RPJPD Kota Semarang tahun 2005-2025
Visi RPJPD
Visi Kota Semarang berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun
2005-2025 adalah:
Semarang Kota Metropolitan yang Religius, Tertib dan Berbudaya
Misi RPJPD
Dalam mewujudkan Visi Semarang Kota Metropolitan yang Religius, Tertib dan
Berbudaya ditempuh melalui 5 (lima) misi pembangunan daerah sebagai berikut:
Mewujudkan sumberdaya manusia Kota Semarang yang berkualitas.
Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan kehidupan politik
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah
Mewujudkan tata ruang wilayah dan infrastruktur yang berkelanjutan
Mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat
2.2 Visi Misi Berdasarkan RPJMD Kota Semarang tahun 2016-2021
Visi RPJMD
Visi Kota Semarang berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah tahun
2010-2015 adalah:
Semarang Kota Perdagangan dan Jasa yang Hebat Menuju Masyarakat Semakin Sejahtera
Misi RPJMD
Dalam mewujudkan visi Semarang Kota Perdagangan dan Jasa yang Hebat Menuju
Masyarakat Semakin Sejahtera, dirumuskan 4 misi pembangunan daerah sebagai berikut:
Mewujudkan kehidupan masyarakat yang berbudaya dan berkualitas
Mewujudkan pemerintahan yang semakin handal untuk meningkatkan pelayanan publik
Mewujudkan kota metropolitan yang dinamis dan berwawasan lingkungan
Memperkuat ekonomi kerakyatan berbasis keunggulan lokal dan membangun iklim usaha
yang kondusif
Strategi
Kebijakan
Strategi
mengembangkan potensi sosial budaya masyarakat yang
memiliki nilai sejarah
peningkatan dan penyediaan ruang terbuka hijau yang
proporsional di seluruh wilayah kota, meliputi:
mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau
yang ada;
mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih
fungsi;
meningkatkan ketersediaan ruang terbuka hijau di kawasan
pusat kota;
mengembangkan kegiatan agroforestry di kawasan
pertanian lahan kering yang dimiliki masyarakat;
mengembangkan inovasi dalam penyediaan ruang terbuka
hijau; dan
mengembangkan kemitraan atau kerjasama dengan swasta
dalam penyediaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau.
peningkatan pengelolaan kawasan yang berfungsi lindung,
meliputi:
mengembalikan dan mengatur penguasaan tanah sesuai
peruntukan fungsi lindung secara bertahap untuk Negara;
meningkatkan nilai konservasi pada kawasan-kawasan
lindung; dan
menetapkan kawasan yang memiliki kelerengan di atas 40
% (empat puluh persen) sebagai kawasan yang berfungsi
lindung
pelestarian kawasan cagar budaya, meliputi:
meningkatkan nilai kawasan bersejarah dan/atau bernilai
arsitektur tinggi; dan
mengembangkan potensi sosial budaya masyarakat yang
memiliki nilai sejarah
peningkatan dan penyediaan ruang terbuka hijau yang
proporsional di seluruh wilayah kota, meliputi:
mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau
yang ada;
mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih
fungsi;
meningkatkan ketersediaan ruang terbuka hijau di kawasan
pusat kota;
mengembangkan kegiatan agroforestry di kawasan
pertanian lahan kering yang dimiliki masyarakat;
mengembangkan inovasi dalam penyediaan ruang terbuka
hijau; dan
mengembangkan kemitraan atau kerjasama dengan swasta
dalam penyediaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau.
pengaturan pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan
daya dukung dan daya tampung, meliputi:
mengarahkan kawasan terbangun kepadatan rendah di
kawasan bagian atas;
mengoptimalkan pengembangan kawasan pusat kota; dan
membatasi pengembangan kawasan industri
perwujudan pemanfaatan ruang kota yang kompak dan efisien,
meliputi:
mengembangkan kawasan budidaya terbangun secara
Kebijakan
Strategi
vertikal di kawasan pusat kota; dan
mengembangkan ruang-ruang kawasan yang kompak dan
efisien dengan sistem insentif dan disinsentif.
pengelolaan dan pengembangan kawasan pantai, meliputi:
mengelola dan mengembangkan reklamasi pantai yang
mendukung kelestarian lingkungan dan keberlanjutan
penghidupan masyarakat;
mengembangkan kolam tampung air dan tanggul pantai
untuk menanggulangi potensi banjir dan rob; dan
melakukan penghijauan kawasan pantai.
Kawasan Perlindungan
Setempat
Kawasan Rawan
Bencana Alam
Jenis Kawasan
Rencana
Rencana Kawasan Lindung
a. melakukan rehabilitasi kawasan resapan air
yang telah gundul melalui penghijauan; dan
Kawasan Resapan Air
b. mengarahkan pemanfaatan ruang di kawasan
resapan air untuk fungsi hutan.
a. perlindungan garis pantai;
b. penghijauan sempadan pantai; dan
Sempadan Pantai
c. pengaturan pemanfaatan sempadan pantai
hasil reklamasi diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Daerah.
a. perlindungan dan penguatan dinding
pembatas sungai;
Sempadan Sungai
b. penghijauan sempadan sungai; dan
c. pengembangan jalan inspeksi.
a. perlindungan dan penguatan dinding
pembatas waduk dan embung;
Sempadan Waduk dan
b. penghijauan sempadan waduk dan embung;
Embung
dan
c. pengembangan jalan inspeksi di sekeliling
waduk dan embung.
a. peningkatan kualitas ruang terbuka hijau yang
sudah ada di seluruh wilayah Kota;
Ruang Terbuka Pijau Privat b. pengembangan ruang terbuka hijau baru di
kawasan pusat kota;
c. pengembangan teknologi baru dalam
penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan
Ruang Terbuka Hijau Publik pusat kota; dan
d. pengembangan kawasan hutan ekowisata.
a. pengembangan tanaman tahunan dalam
mendukung RTH Kota; dan
Taman Hutan Raya
b. pengembangan kegiatan rekreasi yang tidak
menganggu fungsi konservasi.
a. pelestarian pola sosial budaya masyarakat;
b. pengaturan perubahan ukuran dan bentuk
Kawasan Cagar Budaya
bangunan; dan
c. pengembangan kegiatan kepariwisataan.
Kawasan Pantai Berhutan
a. pelestarian lingkungan kehidupan satwa; dan
Bakau/Mangrove
b. penelitian kehidupan dan pola migrasi satwa.
Kawasan Rawan Bencana
a. pembuatan kolam penampung air;
Rob
b. pengembangan stasiun pompa air pada
kawasan terbangun untuk mengurangi genangan
rob;
Kawasan Hutan
Produksi
Kawasan Perumahan
Kawasan Perdagangan
dan Jasa
Kawasan perkantoran
pemerintah
Kawasan Perkantoran
Kawasan perkantoran
swasta
Kawasan Pendidikan
Kawasan berikat
Kawasan industri dan
pergudangan
Kawasan Industri
Pengembangan industri
kecil dan rumah tangga
Kawasan Wisata
Kawasan Transportasi
Kawasan Pertahanan
dan Keamanan
keamanan; dan
c. pemeliharaan dan penjagaan aset-aset
pertahanan keamanan.
1. kawasan peruntukan pertanian tanaman
pangan; dan
2. kawasan peruntukan pertanian hortikultura.
Kawasan Peruntukan
Pertanian
Kawasan Peruntukan
Perikanan
perikanan tangkap
perikanan budidaya
pengolahan
a. Pengembangan prasarana di sekitar kawasan
pertambangan
b. Pengembangan ruang terbuka hijau sebagai
kawasan penyangga di kawasan pertambangan
Kawasan Peruntukan
Pertambangan
Kawasan Pelayanan
Umum
RTNH lingkungan
bangunan
RTNH skala sub-kawasan
dan kawasan
Kawasan Ruang
Terbuka Non Hijau
RTNH wilayah kota
Sumber: Perda Kota Semarang Nomor 14 tahun 2011 tentang RTRW Kota Semarang
2.4 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Bangunan dan Gedung
2.4.1 Persyaratan Tata Bangunan Gedung
Persyaratan tata bangunan meliputi :
a. Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
b. Arsitektur bangunan gedung, dan
c. Persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
2.4.2 Ketentuan KDB, KLB, GSB dan KDH
A. KDB
Penetapan KDB untuk suatu kawasan yang terdiri atas beberapa kaveling/persil dapat
dilakukan berdasarkan pada perbandingan total luas bangunan gedung terhadap total
luas kawasan dengan tetap mempertimbangkan peruntukan atau fungsi kawasan dan
daya dukung lingkungan.
Penetapan KDB dibedakan dalam tingkatan KDB tinggi (lebih besar dari 60% sampai
dengan 100%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan rendah (lebih kecil dari 30%).
Untuk daerah/kawasan padat dan/atau pusat kota dapat ditetapkan KDB tinggi
dan/atau sedang, sedangkan untuk daerah/kawasan renggang dan/atau fungsi resapan
ditetapkan KDB rendah.
Penetapan KDB dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keandalan bangunan
gedung; keselamatan dalam hal bahaya kebakaran, banjir, air pasang, dan/atau
tsunami; kesehatan dalam hal sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi; kenyamanan
dalam hal pandangan, kebisingan, dan getaran; kemudahan dalam hal aksesibilitas dan
akses evakuasi; keserasian dalam hal perwujudan wajah kota; ketinggian bahwa makin
tinggi bangunan jarak bebasnya makin besar.
B. KLB
Penetapan KLB untuk suatu kawasan yang terdiri atas beberapa kaveling/persil dapat
dilakukan berdasarkan pada perbandingan total luas bangunan gedung terhadap total
luas kawasan dengan tetap mempertimbangkan peruntukan atau fungsi kawasan dan
daya dukung lingkungan.
Penetapan ketinggian bangunan dibedakan dalam tingkatan ketinggian: bangunan
rendah (jumlah lantai bangunan gedung sampai dengan 4 lantai), bangunan sedang
(jumlah lantai bangunan gedung 5 lantai sampai dengan 8 lantai), dan bangunan tinggi
(jumlah lantai bangunan lebih dari 8 lantai).
C. GSB
GSB gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau
jaringan tegangan tinggi
Jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, jarak antar bangunan
gedung, dan jarak antara as jalan dengan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi
yang bersangkutan yang diberlakukan per kaveling, per persil, dan/atau per kawasan
Penetapan garis sempadan bangunan gedung dengan tepi jalan, tepi sungai, jalan
kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi didasarkan pada pertimbangan
keselamatan dan kesehatan.
Penetapan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang
dibangun di bawah permukaan tanah didasarkan pada jaringan utilitas umum yang
ada atau yang akan dibangun.
Untuk lebar jalan/sungai yang kurang dari 5 meter, letak GSB apabila tidak
ditentukan lain adalah 2,5 meter dihitung dari tepi jalan/pagar.
D. KDH
KDH ditentukan atas dasar keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan dan
resapan air permukaan tanah.
Ketentuan besarnya KDH disesuaikan dengan rencana tata ruang dan RTH
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KDH Bangunan yang belum diatur dalam RTH ditentukan paling sedikit 20% (dua
puluh prosen).
RTH pada tapak harus menjamin tersedianya RTH pada tapak bangunan gedung yang
luasannya didasarkan pada ketentuan koefisien dasar bangunan dan peruntukan
bangunan yang berlaku di kawasannya yang meliputi :
menjamin tersedianya RTH pengganti pada tapak bangunan gedung dengan luasan
terbuka hijau yang dirancang sebagai bagian dari bangunan gedung yang
mempertimbangkan kondisi lingkungan setempat
menjamin tersedianya vegetasi jenis pohon peneduh pada tapak bangunan gedung
yang luasan tajuknya cukup menaungi ruang terbuka yang permukaannya
diperkeras
menjamin kelestarian atau pengadaan vegetasi pohon peneduh pada ruang terbuka
di lingkungan sekitarnya sebagai elemen lansekap lingkungannya
menjamin tersedianya area resapan air pada tapak bangunan gedung.