Anda di halaman 1dari 8

LANDASAN FILOSOFIS

Iskandar

Abstrak: Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang landasan


filosofis pendidikan. Kata filosofis atau yang lebih dikenal sebagai filsafat sudah
tidak asing lagi didengar oleh publik. Banyak orang khususnya lembaga pendidikan
yang menggunakan filsafat dengan bidangnya masing-masing, namun dalam
penggunaannya terjadi keberagaman, baik dalam istilah yang dipakai maupun
kedalaman dan keluasan pengertiannya. Upaya memperoleh gambaran yang lebih
konkrit tentang landasn filosofis pendidikan tersebut, makalah ini akan merumuskan
berbagai aliran filsafat sebagai landasan filosofis pendidikan.
Pendahuluan
Landasan filosofis dalam bidang pendidikan sangat diperlukan, karena
pemahaman filosofis tentang perkembangan ilmu pendidikan mengacu pada dua hal
mendasar. Pertama manusia menyakini adanya firman-firman Tuhan sebagai
petunjuk yang dirasakan fungsinya setiap hari. Kedua manusia menyakini persepsi
dan konsepsi tertentu atas sesuatu yang dipikirkan merupakan cikal bakal adanya
pengetahuan.
Apabila ditelusuri perkembangan kehidupan manusia di bumi ini, pada
mulanya kondisinya masih dalam tingkat yang sederhana. Berkat upaya
pemberdayaan akal atau pikirannya, maka manusia menghasilkan cipta, rasa, karya
dan karsa. Manusia memberdayakan empat kemampuan dasar tersebut untuk
mempertahankan hidup dan mengembangkan taraf kehidupannya.
Secara fisik manusia beradaptasi dengan lingkungannya dimulai dengan
perbuatan yang naluriah, terutama dalam upaya beradaptasi dengan kondisi yang
sifatnya alamiah. Manusia menggunakan pikirannya untuk mengelola lingkungan
demi kepentingan hidupnya. Jika keadaan disekitarnya sudah tidak mampu lagi untuk
memberikan kehidupan, manusia akan berusaha untuk mencari daerah lainnya.
Kegiatan manusia yang masih nomaden karena ingin mempertahankan
hidupnya dengan membuka lahan baru, menunjukkan manusia tersebut belum
mampu untuk melakukan resiliensi. Ketika manusia mulai memikirkan hal-hal di
balik kenyataan indra, seperti melakukan hal yang lain daripada harus pindah tempat,
kegiatan berpikir seperti inilah kemudian disebut dengan berfilsafat. Artinya manusia
mulai berfikir secara rasional dan mendalam sebagai pegangan atau landasan
hidupnya.

Filsafat Sebagai Ilmu


Filsafat diartikan sebagai pengetahuan tentang cara berfikir sistematis untuk
mencari kebenaran. Filsafat dilakukan sccara teratur mengikuti sistem yang berlaku,
sehingga tahapan-tahapannya mudah diikuti. Berpikir sistematis artinya cara berpikir
yang mengikuti premis-premis tertentu, misalnya menarik kesimpulan dari pemikiran
umum kearah pemikiran khusus atau sebaliknya.
Secara ilmiah definisi filsafat yaitu, usaha berpikir radikal dari hasil yang
diperoleh manusia terhadap suatu pandangan yang menyeluruh secara sistematis
tentang alam semesta ini. Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan kehidupan
manusia yang menjadi sumber ide paling dalam bagi segala bidang ilmu. Posisi
filsafat dalam bidang keilmuan menjadi teratas kedudukannya atau disebut juga
sebagai induk pengetahuan.
Berbagai sumber tentang pengertian filsafat telah banyak dikemukakan oleh
para filosof terkenal tingkat dunia. Aristoteles mengartikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika,
retorika, ekonomi, politik dan estetika. Poedjawijatna dalam bukunya pembimbing
ke arah alam filsafat, mengartikan filsafat sebagai ingin mengerti dengan mendalam
atau cinta pada kebenaran. Kedua filosof tersebut menitik beratkan filsafat sebagai
pengujian kebenaran.
Berdasarkan rumusan tentang filsafat tersebut dapat disimpulkan bahwa,
kajian utama filsafat berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan. Kajiannya
mengarahkan diri pada dasar-dasar pengetahuan dalam bentuk penalaran, logika,
sumber pengetahuan dan kriteria kebenaran. Hakikat filsafat memfokuskan pada
batas-batas penjelajahan ilmu yang dilengkapi perspektif epistemologis tentang
sistem berfikir dan struktur pengetahuan ilmiah.
Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011, hlm. 15.
Rahmawati Indah Lestari, Landasan Filosofis Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, hlm. 68.

Sejarah membuktikan bahwa saat ini telah banyak lahir ilmu baru yang
menelaah sesuatu dengan spesialisasinya masing-masing. Ilmu ekonomi membahas
bagaimana manusia memenuhi kebutuhannya, ilmu hukum membahas manusia dari
tata formal tingkah laku, sosiologi membahas manusia dari sudut interaksi sosialnya,
antropologi membahas manusia dari sudut fisik atau budayanya dan lainnya. Ilmu-

ilmu baru ini hanya membahas hal yang khusus saja, sementara ilmu filsafat
membahas secara holistik tentang keilmuan tersebut. Lebih jelasnya akan dibahas
oleh aliran filsafat yang mendukung landasan filosofis pendidikan.
1. Perenialisme
Aliran ini didasarkan pada pandangan yang fundamental dan tidak fleksibel,
yang berkaitan dengan Tuhan dan kebenaran ajarannya. Setiap siswa dalam
pembelajaran di sekolah dipandu sesuai dengan kehendak Tuhan. Hal ini
menjadi penting, asalkan tidak dibelenggu dengan pemikiran yang dogmatis
secara berlebihan. Berdoa itu penting, tapi usaha juga tidak kalah pentingnya.
2. Idealisme
Aliran ini memandang realita sebagai abstraksi yang tidak akan pernah mencapai
titik final. Nilai-nilai yang ditanamkan bersifat permanen, seperti cantik, indah,
baik, buruk, benar, salah dan sebagainya, Tujuan belajar diasumsikan sebagai
perubahan tingkahlaku, namun belajar tidak pernah dibatasi oleh waktu untuk
terus melakukannya.
3. Realisme
Aliran ini menekankan pada akurasi, rincian dan gambaran apa adanya, dengan
menolak pandangan idealisme yang hanya memandang dari luarnya saja
Penganut aliran realisme antara lain berpendapat bahwa pengetahuan yang
benar diperoleh manusia melalui pengalaman dia. Implikasinya, penganut
Realisme mengutamakan metode mengajar yang memberikan kesempatan
kepada para siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
langsung (melalui observasi, praktikum, dsb.) atau pengalaman tidak langsung
(melalui membaca laporan-laporan hasil penelitian, dsb).
4. Experimentalisme
Aliran ini mempercayai bahwa semua hal atau fenomena bisa terus berubah atau
diubah dengan perlakuan tertentu. Pengembangan experimen dimaksudkan
untuk penelitian yang objektif dan ilmiah terhadap perilaku manusia khususnya
siswa. Penggunaan model pembelajaran yang selalu mengalami perubahan dan
penambahan, merupakan hasil dari pengembangan aliran experimentalisme.

5. Eksistensialisme
Aliran ini menafsirkan manusia yang mengerti untuk berkehendak dan berkarsa
bebas,

serta

memiliki

paham

kesusilaan

dan

berupaya

membangun

kebudayaannya sendiri. Pada prinsipnya aliran ini lebih membentuk manusia


yang berdiri sendiri tanpa memerhatikan keadaan di sekitar yang membentuk
dirinya tersebut. Pada kondisi seperti ini manusia mulai beralih dari kodratnya
yang tidak dapat hidup sendiri.
6. Fenomenologisme
Zaman baru dimulai dengan adanya aliran fenomenologi yang menafsirkan
sesuatu yang diamati hanyalah fenomena, bukan neumenon atau sumber gejala
itu sendiri. Sesuatu yang diamati terdapat hal-hal yang membuat pengamatannya
tidak murni, sehingga perlu adanya reduksi. Terkadang pengamatan biasa seperti
ini menimbulkan bias, karena tidak menginginkan hal yang mendasar atau
makna yang sebenarnya dengan tujuan: 1) Membebaskan diri dari anasir, 2)
Membebaskan diri dari kungkungan teori-teori dan 3) Membebaskan diri dari
doktrin-doktrin tradisional.
Prof. DR. Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan-Landasan, Teori dan Metafora Pendidikan, Bandung,
Alfabeta, 2013. hlm. 56-59.

Landasan Filosofis Pendidikan


Pendidikan merupakan usaha terencana yang dilakukan oleh pendidik dengan
tujuan untuk mendewasakan peserta didik. Pendewasaan itu bertujuan untuk
membentuk pribadi dalam keseimbangan dan keselarasan hidup yang dinamis, sesuai
dengan kemampuan peserta didik. Pendidik dalam hal ini berupaya mengembangkan
potensi-potensi manusiawi peserta didik, agar potensi tersebut menjadi nyata dan
berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
Landasan filosofis pendidikan merupakan seperangkat filosofi yang dijadikan
titik tolak dalam pendidikan. Landasan ini sesungguhnya suatu sistem gagasan
filsafat umum yang dipilah-pilah oleh aliran tertentu, untuk menjadi gagasan filsafat
pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan pengetahuan yang menyelidiki substansi
pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, hasil dan
hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur
dan kegunaannya (Hasan Basri, 2009). Pendapat lain tentang filsafat pendidikan

yaitu pengetahuan yang memikirkan hakikat pendidikan secara komprehensif dan


kontemplatif tentang sumber, seluk beluk pendidikan, fungsi dan tujuan pendidikan
Redja Mudyahardjo, 2004).
Filsafat pendidikan pada intinya yaitu merumuskan segala sesuatu yang
berkaitan dengan hakikat pendidikan dan pelaksanaannya. Pelaksanaan pendidikan
dilakukan dengan merujuk pada tujuan pendidikan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Proses dan tujuan yang hendak dicapai harus sesuai dengan aktivitas
rasional yang dapat dipertanggungjawabkan.
Landasan filosofis pendidikan tidak berisi tentang konsep-konsep pendidikan
apa adanya, melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya
atau yang dicita-citakan. Indonesia telah menjadikan pancasila dan udang-undang
sebagai konsep dasar sebagai falsafah negara. Sebagaimana yang tercantum dalam
pasal 2 UU RI No. 2 Tahun 1989, menetapkan bahwa pendidikan nasional kita
berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945.
Pancasila dianggap sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud
bangsa dan masyarakat Indonesia yang beradab. Sebagai sumber nilai, pancasila
menjadi pangkal serta bermuaranya dari setiap keputusan dan tindakan dalam
pendidikan. Ideologi dasar inilah yang dijadikan pegangan oleh seluruh lapisan
masyarakat dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm. 14, dalam Anas
Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011, hlm. 22.
Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Bandung: Rosda Karya, 2004, hlm. 3, dalam
Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011, hlm. 22.

Pancasila sebagai ideologi dan landasan filosofis pendidikan di Indonesia,


realitanya hanya dijadikan sebagai slogan saja. Implementasinya di lapangan, banyak
yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah pancasila tersebut. Butir kelima dari
pancasila yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sudah jauh
panggang dari api. Banyak masyarakat marginal yang masih belum mendapatkan
kebutuhan pendidikan yan layak, seperti masyarakat kota. Umumnya pendidikan
yang modern hanya dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas.
Pada hakikatnya pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara
Indonesia untuk dapat menikmatinya. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 31 (1) yang menyebutkan bahwa: Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan. Hak memperoleh pendidikan ini diperjelas dengan pasal 31

(2) yang bunyinya:Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. Selanjutnya pada ayat (3) dituangkan pernyataan
yang berbunyi:Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang
layak terutama pendidikan dasar.
Permasalahannya di lapangan, belum semua warga negara Indonesia
menikmati pendidikan sebagai hak dasar mereka. Hal ini disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya adalah kurangnya pembangunan prasarana dan sarana pendidikan
terutama di daerah terbelakang. Prasarana dan sarana pendidikan ini merupakan salah
satu komponen pendidikan yang sangat penting keberadaaannya.
Terdapat berbagai alasan mengapa daerah-daerah pelosok hingga kini masih
sulit untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dari mulai masalah biaya sampai
akses tempat yang tidak memungkinkan untuk dijangkau pendidikan modern.
Sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa menerapkan pendidikan yang lebih
baik, jika tidak pernah ada penyelesaian untuk pemerataan distribusi prasarana dan
sarana pendidikan ke sekolah-sekolah di pelosok Indonesia.
Lebih lanjut Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa, fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Secara tidak langsung dapat dikatakan
bahwa, pelihara yang dimaksud yaitu diberikan segala kebutuhan dasarnya. Tempat
tinggal, konsumsi dan pakaian merupakan kebutuhan dasar yang harus dimiliki oleh
masyarakat. Sama halnya seperti kita memlihara hewan, yang harus kita sediakan
yaitu kandang dan makanan hewan tersebut. Akan tetapi Indonesia belum mampu
merealisasikan semua makna yang terkait dengan undang-undang tersebut.
Upaya pemecahan masalah ini dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu
dengan menerapkan kembali landasan filosofis yang sebenar-benarnya. Setiap
elemen masyarakat baik golongan elit politik maupun kaum duafa, wajib menjunjung
tinggi pancasila dan undang-undang dasar 1945 sebagai falsafah negara. Filternisasi
budaya barat yang sifatnya dapat merusak, dirasakan perlu diterapkan secara kritis.
Perlunya pengimbangan antara Iptek dan Imtak, pada setiap lembaga pendidikan.

Setiap

instansi terkait wajib menjunjung tinggi Undang-undang No. 20

tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dijelaskan bahwa pendidikan


diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistemik dengan sistem terbuka (fleksibilitas pilihan) dan multimakna (berorientasi
pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta
berbagai kecakapan hidup).
Putri Bety Kristinawati, Tesis, Implementasi Pasal 34 Ayat 1 Undang-undang Dasar 1945, Jakarta, Fakultas Hukum
Unika Atma Jaya, 2006.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, landasan filosofis
pendidikan merupakan asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi
dan praktek pendidikan. Ada berbagai aliran filsafat, antara lain: idealisme, realisme,
pragmatisme, pancasila dan lainnya. Peranan landasan filosofis pendidikan adalah
memberikan rambu-rambu apa dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan.
Rambu-rambu tersebut bertolak pada kaidah metafisika, epistemologi dan aksiologi
pendidikan sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan.
Aliran filsafat yang menjadi landasan filosofis pendidikan yaitu, 1)
Perenialisme yang berkaitan dengan Tuhan dan kebenaran ajarannya, 2) Idealisme
yang berkaitan dengan nilai-nilai bersifat permanen, seperti cantik, indah, baik,
buruk, benar, salah dan sebagainya, 3) Realisme yang menekankan pada akurasi,
rincian dan gambaran apa adanya, dengan menolak pandangan idealisme yang hanya
memandang dari luarnya saja, 4) Experimentalisme yang percaya bahwa semua hal
atau fenomena bisa terus berubah atau diubah dengan perlakuan tertentu, 5)
Eksistensialisme yang menafsirkan manusia mengerti untuk berkehendak dan
berkarsa bebas.
Rujukan
Hasan Basri. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia. Dalam Anas
Salahudin. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Putri Bety Kristinawati. 2006. Tesis Implementasi Pasal 34 Ayat 1 Undang-undang
Dasar 1945. Jakarta: Fakultas Hukum Unika Atma Jaya.

Rahmawati Indah Lestari. 2007. Landasan Filosofis Pendidikan. Jakarta: Rineka


Cipta.
Redja Mudyahardjo. 2004. Filsafat Ilmu Pendidikan, Bandung: Rosda Karya. Dalam
Anas Salahudin. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sudarwan Danim. 2013. Pengantar Kependidikan-Landasan, Teori dan Metafora
Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai