Anda di halaman 1dari 13

KESULITAN GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

YANG DIAJAR OLEH GURU YANG BUKAN LULUSAN GEOGRAFI


SERTA DAMPAKNYA TERHADAP
NASIB LULUSAN GEOGRAFI
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Problematika Pembelajaran Geografi
Yang Dibimbing Oleh Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd

OLEH
ISKANDAR (140721807398)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FEBRUARI
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini sudah ada permberlakuan aturan dari PP pasal 5 ayat 2 perubahan PP
No. 74 Tahun 2008 tentang guru diantaranya berbunyi, bagi guru bersertifikasi
harus mengajar minimal 24 jam dan kepala sekolah harus mengajar 6 jam.
Ditambah lagi dengan peraturan pemerintah No. 46 Tahun 2011 dan Perka BKN
No. 1 tahun 2013 yang berbunyi, bagi tenaga pendidik yang mengajar haruslah
linier. Hal ini diperkuat dengan pelaksanaan PPG dalam jabatan ditetapkan bidang
studi sertifikasi harus linier pendidikan S1/D=IV.
Terindikasi bahwa guru lain yang mencangkok pelajaran geografi,
dikarenakan 1) Guru kekurangan jam mengajar untuk pemenuhan jam sertifikasi,
2) Pelajaran geografi hanya ada di kelas IPS, sehingga kurangnya jam belajar
geografi, 3) Pelajaran geografi dianggap kurang bergengsi di sekolah, sehingga
membuat kebijakan sekolah untuk menerima guru apasaja mengajar di geografi,
dan 4) Hal ini diperburuk dengan ditemuinya guru penyandang akta IV dari
lulusan non pendidikan.
Tuntutan mutu pendidikan di Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang
penting karena kualitas/ mutu pendidikan di Indonesia yang dinilai oleh banyak
kalangan masih rendah. Hal tersebut bisa terlihat dari beberapa indikator
diantaranya lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki
dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Dengan kondisi tersebut
sulit mengharapkan mereka menjadi agen perubahan social sebagaimana yang
diharapkan masyarakat luas. Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia disorot
pula karena deraan jumlah lulusan perguruan tingi yang menganggur.
Banyaknya jumlah pengangguran sarjana di Indonesia memang selalu
menjadi masalah yang menyelimuti dalam perkembangan negara Indonesia.
Masalah yang disebabkan karena lulusan mahasiswa yang hanya ingin menjadi
pencari kerja bukan pencipta kerja, belum lagi tuntutan dari perguruan tinggi yang
menginginkan mahasiswanya cepat lulus tanpa diberikan keterampilan yang

cukup dalam menghadapi dunia kerja serta kurangnya jumlah lapangan pekerjaan
padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja.
Ada tiga faktor dasar yang menjadi permasalahan tingginya tingkat
pengangguran sarjana di Indonesia yaitu: 1) Ketidaksesuaian hasil yang dicapai
antara pendidikan dengan lapangan kerja. 2) Ketidakseimbangan permintaan dan
penawaran terhadap jasa manusia. 3) kualitas sumber daya manusia itu sendiri.
Dari ketiga elemen tersebut, maka akan penulis jabarkan pada bab berikutnya
sebagai permasalahan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Selama ini banyak guru geografi yang bukan dari jurusan geografi.
2. Siswa kesulitan untuk mengikuti pembelajaran.
3. Lulusan geografi banyak yang tidak sinkron dalam mencari pekerjaan.
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pembelajaran yang diterapkan oleh guru yang
tidak linier.
2. Mengetahui kesulitan siswa dalam mengikuti pembelajaran geografi.
3. Mengetahui nasib lulusan geografi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Geografi Oleh Guru yang Tidak Linier
Menurut beberapa pendapat dari para guru yang mengajar geografi baik di
SMA maupun SMP serta guru IPS di tingkat SMP, berasumsi bahwasannya
pelajaran geografi tidaklah mudah seperti apa yang dilihat atau dipikirkan oleh
banyak orang pada umumnya. Selama ini anggapan masyarakat bahwasannya
geografi hanya pelajaran yang menghafal tanpa ada hitung-hitungan dan praktek
lapangan. Pada intinya ruang lingkup mata pelajaran Geografi meliputi aspekaspek sebagai berikut.
1. Konsep dasar, pendekatan, dan prinsip dasar Geografi
2. Konsep dan karakteristik dasar serta dinamika unsur-unsur geosfer mencakup
litosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer serta pola
persebaran spasialnya
3. Jenis, karakteristik, potensi, persebaran spasial Sumber Daya Alam (SDA)
dan pemanfaatannya
4. Jumlah, pertumbuhan, komposisi, penyebaran, dan permasalahan penduduk
dan dampaknya
5. Karakteristik, unsur-unsur, kondisi (kualitas) dan variasi spasial lingkungan
hidup, pemanfaatan dan pelestariannya
6. Kajian wilayah negara-negara maju dan sedang berkembang
7. Konsep wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya serta fungsi dan
manfaatnya dalam analisis geografi
8. Pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk beluk dan pemanfaatan
peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra penginderaan jauh.
Melihat delapan aspek dasar geografi, penulis menyakini bahwa pendidik
yang mengajar bukan dari lulusan geografi tentu akan sangat kesulitan untuk
mengaplikasikan semua aspek dasar geografi tersebut. Penulis juga masih
meragukan apakah semua lulusan geografi sudah menguasai secara keseluruhan
aspek tersebut, dikarenakan kita ketahui bersama bahwa seorang geograf sendiri
tentu tidak menguasai seluruh aspek tersebut.

Kesulitan guru selanjutnya ditunjukkan dari hasil penelitian Susanti (2013),


menunjukkan SMP Negeri 1 Malang telah menerapkan guru tunggal untuk mata
pelajaran IPS. Guru bidang studi ekonomi harus mengajar bidang studi geografi,
sejarah dan sosiologi. Begitu juga dengan guru bidang studi geografi, sejarah dan
sosiologi harus mengajar semua bidang studi IPS. Hal tersebut membuat guru
mengalami kesulitan dalam pembelajaran IPS terpadu khususnya dalam
menguasai materi IPS Terpadu karena latar belakang disiplin ilmu yang berbeda.
Dari penelitian ditemukan bahwa kesulitan guru dalam menguasai materi IPS
pada umumnya sama yakni guru kesulitan dalam materi yang bukan dari latar
belakang disiplin ilmu yang dimiliki. Beberapa kesulitan yang dialami guru dalam
menguasai materi IPS yakni:
1. Kesulitan menggunakan kata-kata yang menarik karena guru menyampaikan
materi menggunakan kata-kata yang sama dengan di buku.
2. Kesulitan mengingat materi baru karena faktor usia.
3. Kesulitan menggambar peta karena tidak bisa sama persis.
4. Kesulitan membayangkan contoh nyata barang karena belum pernah melihat
contoh tersebut secara langsung
5. Kesulitan memotivasi karena motivasi untuk menguasai materi di luar
bidangnya belum optimal.
6. Kesulitan menerima makna dengan cepat suatu istilah karena materi yang
dipelajari masih baru.
Upaya yang dilakukan oleh para guru untuk mengatasi kesulitan menguasaan
materi IPS sebagian besar Informan melakukan berbagai upaya baik melalui
forum MGMP maupun upaya yang dilakukan oleh Informan sendiri. Upaya yang
dilakukan oleh para guru untuk mengatasi kesulitan dalam penyampaian materi
sudah dilakukan, namun perlu untuk dimaksimalkan.
Berdasarkan pernyataan informan tersebut, guru diharuskan tidak terpaku
pada kata-kata di buku dalam penyampaian materi, meningkatkan intensitas
belajar materi baru, mencari dan menampilkan video, melakukan pengalaman
langsung dalam memahami materi baru, meningkatkan motivasi untuk belajar
materi IPS yang bukan dari bidang disiplinya dengan terus belajar untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman materi baru, dan membuat peta konsep
pada istilah-istilah ekonomi.

Kesulitan lainnya yang kurang menjadi sorotan yaitu, tenaga pendidik hanya
terpaku pada silabus yang ada tanpa ada niat untuk mengembangkan KD pada
silabus tersebut. Seharusnya sekolah yang memiliki kemampuan akademik tinggi,
tenaga pendidik yang profesional, dan infrastruktur pembelajaran yang baik dapat
mengembangkan kompetensi dasar. Sebab, kompetensi dasar yang terumuskan
dalam standar isi merupakan standar minimum.
Bagi sekolah yang ingin mengembangkan kompetensi merupakan tindakan
terpuji dan tidak dilarang. Dengan kebijakan KTSP, sekolah berpeluang untuk
melakukan pengembangan kompetensi dasar. Dengan begitu lulusan yang
dihasilkan akan memiliki kompetensi yang lebih baik lagi. Namun, perlu juga
dipahami, kendati KD yang terumuskan secara nasional merupakan standar
minimum, secara substansial sudah cukup tinggi kompetensi yang ingin
dicapainya.
B. Kesulitan Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Geografi Oleh Guru
yang Tidak Linier
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan delapan standar
penyelenggaraan pendidikan nasional. Salah satu dari kedelapan standar itu adalah
standar Isi yang berisikan Standar kompetensi dan Kompetensi dasar bagi mata
pelajaran pendidikan dasar dan mengenah, termasuk mata pelajaran Geografi. Ada
beberapa gagasan dasar sebagai latar keberadaan mata pelajaran geografi jenjang
SMA.
1. Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang membentuknya,
hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi
manusia dengan tempat.
2. Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan pemahaman
peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan
lingkungan pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek
dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan
persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik
dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan
pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.

3. Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata


pelajaran Geografi diharuskan dapat membangun kemampuan peserta didik
untuk bersikap, bertindak cerdas, arif, dan bertanggungjawab dalam
menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan ekologis.
Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bebankan
terhadap pendidik untuk disampaikan ke peserta didik, tentu pendidik harus
berkompeten di bidang tersebut. Standar ini sungguh sangat sulit dikuasai dan
diaplikasikan oleh peserta didik apabila pendidiknya bukan berasal dari bidang
studi yang sama. Walaupun pelajaran geografi kelihatannya gampang untuk
dipelajari, namun belum tentu lulusan geografi sendiri memahami hakekat
kedudukan geografi dalam dunia pendidikan itu sendiri seperti apa.
Pada umumnya pembelajaran yang diterapkan oleh guru geografi yang tidak
linier masih bersifat umum. Pembahasan luas namun tidak dikupas secara
mendalam. Keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh pendidik, tentu akan membuat
peserta didik mendapatkan ilmu yang setengah-setengah tidak seutuhnya.
Implikasinya peserta didik tidak mendapatkan roh dari geografi yang sebenarnya
harus dimilikinya.
Berdasarkan hasil observasi penulis selama ini di sekolah-sekolah maupun di
tempat mengajar penulis pada saat SM3T. Terdapat guru geografi yang bukan
berasal dari jurusan geografi melain kan guru matematika yang diberikan jam
tambahan untuk mengajar geografi. Gambaran pembelajaran geografi di sekolah
tersebut, yaitu 1) Pembelajaran masih kurang menggunakan paradigma baru dan
bermakna bagi siswa, 2) Pembelajaran masih menitikberatkan pada aspek
pengetahuan untuk menyiapkan ujian, bukan membelajarkan siswa membangun
kompetensi, dan 3) Masih banyak dasar-dasar ilmu geografi yang tidak dikuasai
oleh peserta didik. Alhasil ketika penulis melanjutkan pembelajaran di kelas,
maka penulis harus mengulangnya dari awal.
Ada sejumlah faktor penyebab mengapa kinerja pembelajaran geografi belum
dapat memenuhi standar ideal tersebut, yaitu 1) Kompetensi guru geografi yang
masih perlu peningkatan, apalagi yang tidak linier, 2) Infrastruktur sekolah yang
perlu penambahan, 3) Budaya inovasi dalam pembelajaran perlu peningkatan, dan
4) Komitmen yang sungguh-sunguh untuk melakukan pembelajaran yang efektif

Seidaknya terdapat lima nilai yang terkandung dari latar keberadaan mata
pelajaran Geografi. Kelima nilai tersebut adalah kreatif, kritis, cerdas, arif, dan
tanggung jawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi dan ekologis. Cerdas
berarti peserta didik dapat memecahkan masalah-masalah di lingkungannya. Arif
berarti peserta didik dapat menggunakan nilai-nilai universal maupun lokal untuk
menyelesaikan permasalahan. Tanggung jawab berarti ada keberanian untuk
mengambil keputusan dan siap menanggung resiko yang yang terjadi atas
keputusannya. Dengan demikian pembelajaran geografi yang ideal dapat
mengembangkan pemahaman peserta didik tentang kegeografian dan memupuk
sikap aktif, kretif, kritis, cerdas, arif dan tanggung jawab terhadap masalahmasalah kegeografian.
C. Nasib Lulusan Geografi
Berdasarkan berita dari Harian Aceh Rabu 21 Maret 2012 yang bertajuk
Ribuan Honorer Kab. Bireuen abu-abu. Menurut pernyataan Kabid Dikmenjur
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bireuen, Drs T. Syukri kepada The Globe
Journal, Rabu (13/3/2013) diruang kerjanya mengatakan, pihaknya masih
kekurangan guru 101 pada tujuh mata pelajaran. T. Syukri merincikan, untuk mata
pelajaran PPKN minim 2 guru, bahasa Indonesia 6 guru, Geografi 10 guru,
sosiologi 10 guru, seni budaya 21 guru, bahasa arab 19, mata pelajaran BK 33
guru. Dia juga mengakui kekurangan bukan hanya di SMA saja, tapi kekurangan
guru di SMK dalam Kabupaten Bireuen juga minim.
Melihat pernyataan dari Kabid Dinas PK tersebut, seharusnya ada 10 orang
yang berpeluang bagi lulusan geografi untuk berkompetisi memperebutkan status
PNS sebagai tenaga pendidik geografi Pada kenyataannya di lapangan pada tahun
2013 sampai dengan 2015 Kab. Bireuen sama sekali tidak membuka kesempatan
bagi peserta yang mengikuti tes CPNS untuk formasi guru geografi.
Nasib lulusan sarjana geografi di Aceh saat ini sangat memprihatinkan.
Banyak lulusan yang bekerja tidak sinkron dengan gelar yang mereka peroleh.
Hasil wawancara saya dengan teman-teman saya, baik dari yang satu angkatan
dengan saya maupun yang di bawah dan di atas angkatan saya, umumnya mereka
merasa kesulitan untuk mencari tempat mengajar. Hal ini dikarenakan tidak
adanya lagi jalur untuk honorer bagi guru.

Keadaan ini diperparah oleh jam belajar geografi baik di SMA maupun di
SMP masih sedikit, sehingga dalam satu sekolah tidak memerlukan banyak guru
untuk mengajar geografi. Faktor lainnya yaitu banyaknya guru yang mengajar
geografi bukan dari jurusan geografi. Akhirnya lulusan geografi harus menunggu
lama untuk menunggu posisi guru yang tidak linier tersebut pensiun.
Praktek KKN di sekolah juga sangat menyudutkan lulusan geografi. Fakta
yang saya temui dilapangan jika ada famili yang berada di dinas PK atau
mempunyai ikatan keluarga dengan kepala sekolah, maka lowongan honor masih
terbuka untuknya. Artinya tenaga pengajar tidak lagi didasarkan atas uji
kompetensi, melainkan melalui system kekerabatan.
Dampak yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut, banyak lulusan
geografi yang melupakan jati dirinya sebagai pendidik, bahkan sampai lupa
dengan materi dengan materi pelajaran geografi. Berdasarkan pengamatan saya
saat ini lulusan geografi ada yang menjadi petani kentang, pengrajin, tukang
pangkas, penjual pulsa, honorer dan banyak juga yang hanya duduk di rumah
sebagai IRT.
Dari beberapa item pekerjaan yang ditempuh oleh lulusan geografi tersebut,
ada yang tidak harus menempuh dunia pendidikan sampai setingkat sarjana. Apa
daya inilah hidup, dimana kita harus mengikuti perkembangan zaman. Saat ini
persaingan kerja sangat ketat. Tidak cukup hanya sekedar menjadi seorang
sarjana. Terkadang kualitas juga tidak menjamin kita untuk mendapatkan
pekerjaan. Keberuntunganlah yang menuntun kita menjadi orang yang sukses.
Menurut ketua umum Ikatan Geograf Indonesia (IGI) Prof Dr Suratman
Worosuprojo, M. Sc mengungkapkan, saat ini Ilmu Geografi semakin
termarjinalkan karena hanya diajarkan kepada siswa IPS saja. Kebutuhan Guru
Geografi semakin sedikit, sehingga banyak mahasiswa lulusan Ilmu Geografi
yang menganggur, ujarnya dalam seminar nasional dengan tema Geospasial
untuk kajian kebencanaan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dan
pengembangan kecerdasan spasial (Spatial Thinking) Masyarakat, di FKIP UNS,
Kampus Kentingan, Jebres, Solo, Kamis (22/3).
Dilanjutkan oleh Worosuprojo yang juga Dekan Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut, dulu pelajaran Geografi

juga diajarkan kepada para siswa IPA. Dulu pernah Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) Geografi se-Jawa Tengah menandatangani surat permohonan
agar Geografi kembali diajarkan untuk anak IPA dan IPS, tapi permintaan itu tidak
ditanggapi, tambahnya.
Ditambahkan, perhatian pemerintah terhadap pengembangan Ilmu Geografi
di Indoensia juga masih sangat kurang. Hingga kini belum pernah pemerintah
memberikan bantuan untuk pengadaan laboratorium geografi di setiap sekolahsekolah. Padahal idealnya laboratorium geografi ada di setiap sekolah, jelasnya.
Sementara itu Pembantu Dekan II FKIP UNS, Drs Sugiyanto, M. Si, pihaknya
(FKIP UNS) pernah mendorong SMAN 1 Solo dan SMAN 3 Solo agar
membangun laboratorium geografi.
Ikatan Geograf Indonesia juga mendesak pemerintah mengembalikan
kurikulum geografi di SMA pada kurikulum 1994. Kurikulum SMA saat ini tidak
sinkron dengan pembelajaran di perguruan tinggi. Di tingkat SMA, pelajaran
Geografi hanya diajarkan di Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. Padahal, Geografi
di perguruan tinggi memuat materi Ilmu Pengetahuan Alam. Mahasiswa Fakultas
Geografi UGM, Yulia Fedhi Astuti Hartoyo, mengatakan, sebagian besar materi
kuliah merupakan campuran Matematika, Fisika, Statistik, dan Ilmu Komputer.
Kondisi ini membuat sejumlah mahasiswa Fakultas Geografi dari jurusan IPS
kesulitan mengikuti pelajaran. (IRE).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Merujuk pada standar isi mata pelajaran geografi yang telah ditetapkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006),

tujuan mata pelajaran

geografi adalah:
1. Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang
berkaitan.
2. Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi,
mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi.
3. Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan
sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman
budaya masyarakat.
Tujuan tersebut tidak hanya mencakup aspek kognitif berupa pengetahuan
peserta didik tentang pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang
berkaitan, tetapi juga mencakup aspek psikomotorik yang berupa keterampilan
untuk memperoleh, mengkomunikasikan, dan menerapkan pengetahuan yang
diperolehnya, serta

cakupan aspek afektif yang berupa kepedulian pada

lingkungan dan toleransi terhadap keragaman budaya tempat siswa berada.


Jika dielaborasi, tujuan mata pelajaran geografi tersebut terkandung sejumlah
nilai karakter yang baik untuk ditumbuhkembangkan pada diri siswa. Nilai-nilai
karakter tersebut antara lain:
1. Berpengatahuan luas (Knowledgable)
2. Rasa ingin tahu yang tinggi (Coriousity)
3. Peduli lingkungan (Environmental Care)
4. Peduli sosial (Social care)
5. Peduli budaya (Cultural care)
6. Pro Aktif perubahan data, fakta, dan informasi (pro active)
7. Toleran keragaman budaya (tolerance)
8. Berkumunikasi baik (Well Communication)
9. Reflektif (Reflective)

B. Saran
Bagi

guru geografi

dalam implementasinya, pembelajaran geografi

diharuskan dapat menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi


sosok dengan berkualifikasi:
1. Berpengetahuan luas dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap pola spasial,
lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan.
2. Memiliki kepedulian yang tinggi pada masalah-masalah lingkungan hidup,
sosial, dan budaya.
3. Memiliki sikap dan perilaku pro aktif terhadap perubahan informasi
geografis.
4. Memiliki sikap yang toleran terhadap keragaman budaya.
5. Mampu mengkomunikasikan informasi geografis dengan baik.
6. Memiliki kesadaran untuk perbaikan secara terus menerus atas kekurangan
yang dimilikinya.

KAJIAN PUSTAKA
Daniel, W. (n.d.). Retrieved Mei Rabu, 2013, from 360.000 Sarjana di Indonesia
Masih Menganggur.
Handoyo Budi. 2012. Kompetensi Mata Pelajaran Geografi SMA Masalah dan
Pengembanganya.
http://finance.detik.com/read/2013/05/29/161124/2259348/4/360000-sarjana-diindonesia-masih-menganggur
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/12/14034860/Indonesia.Kekurangan.S
arjana.Geografi, tanggal 14 Februari 2010 |di unduh pukul 10:58 WIB
Susanti. 2013. Kesulitan Guru Tunggal Dalam Mengajar IPS Terpadu di SMP
Negeri 1 Malang.

Anda mungkin juga menyukai