Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN ANTARA MEAN ARTERIAL PRESSURE (MAP) SAAT

MASUK RUMAH SAKIT DENGAN PERBURUKAN

ABSTRAK

Pendahuluan: Dalam dekade terakhir, tekanan denyut nadi / pulsatile pressure (PP)
dan mean arterial pressure (MAP) merupakan penanda risiko kardiovaskular yang
stabil pada berbagai klinis yang berbeda. Sphygmomanometer tekanan denyut nadi
adalah prediktor untuk kejadian koroner dan MAP adalah prediktor untuk stroke.
Objektif: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memastikan hubungan antara MAP
saat masuk rumah sakit dengan perburukan.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode observasional cross-sectional. Subjek
penelitian ini sebanyak 118 orang yang diambil dari pasien yang di rawat di Bangsal
Saraf RSUD Ulin Banjarmasin. MAP dihitung dengan menggunakan rumus ((dua kali
tekanan darah diastolik) + tekanan darah sistolik) dibagi tiga. Subjek dikatakan
masuk kriteria inklusi dan dibagi menjadi 3 kelompok pasien, yaitu < 109,94 mmHg,
109,94 161,42 mmHg, dan > 161,42 mmHg
Hasil: Total didapatkan 118 subjek penelitian yang dibagi menjadi tiga grup,
didapatkan 3 pasien yang memenuhi kriteria inklusi MAP < 109,94 mmHg , 15
pasien kriteria inklusi MAP 109,94 161,42 mmHg, dan 9 pasien MAP > 161,42
mmHg. Analisis data menggunakan Chi-square dan regresi logistik sederhana dengan
tingkat kepercayaan 95%, diperoleh hasil p = 0.047 dan p = 0.021 untuk MAP 109,94
161,42 mmHg dan MAP > 161,42 mmHg atau (p < 0,05) yang berarti terdapat
hubungan yang spesifik antara MAP saat masuk rumah sakit dengan perburukan
dengan RR sebesar 4,636 dan 3,436.
Kesimpulan: MAP dapat dijadikan sebagai prediktor kejadian perburukan stroke
pada pasien dengan stroke iskemik akut. Selain itu, MAP juga dapat dijadikan
prediktor yang baik dan akurat untuk diagnostik stroke iskemik.
Kata kunci: MAP, perburukan stroke, stroke iskemik, cross-sectional.
ABSTRACT

Background: In the past decade, PP and MAP are well-established markers of


cardiovascular risk in different clinical settings . Sphygmomanometric PP
was a predictor of coronary events and MAP was a better predictor
of stroke.
Objective: The aim of this study was to determine the relationship between MAP
when first admitted to hospital and insidens of worsening stroke.

Methods: The study used a observational cross-sectional. The subjects were taken
from patients treated in The Neurologic Ward RSUD Ulin Banjarmasin. MAP was
calculated as DBP plus one third times. Subject was entry for inclusion criteria and
divided into three groups, MAP < 109,94 mmHg, 109,94 161,42 mmHg, dan >
161,42 mmHg.
Results: A total of 118 subjects divided into three groups, the 3 patients who met the
inclusion criteria of MAP < 109,94 mmHg, 15 patients MAP 109,94 161,42 mmHg
and 9 patients of MAP > 161,42 mmHg. Chi square statistical and logictiis
regression test with 95% level of confidence obtained p = 0.047 and p = 0,021
(p<0,05) which indicate there was significant relationship between MAP when first
admitted to hospital and insidens of worsening stroke following by RR 4,636 and
3,436.
Conclusions: MAP may used as a predictor of worsening incidence of stroke in
patients with acute ischemic stroke. However, MAP can be used as a good predictors
and accurate for diagnostic ischemic stroke.
Keywords: MAP, worsening stroke, ischemic stroke, cross-sectional.
PENDAHULUAN
Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral adalah manifestasi yang paling
sering merusak dan menyebabkan penyakit serebrovaskular dan insidennya
meningkat seiring dengan usia.1 Setiap tahunnya ada sekitar 5,8 juta orang meninggal
karena stroke dan dua-sepertiga dari semua kematian akibat stroke terjadi di negaranegara berkembang. Didapatkan 700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang tiap
tahunnya di Amerika Serikat.1,2 Prevalensi stroke di Indonesia, mencapai angka 8,3 per
1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2008, stroke
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di Indonesia. 3

Dibandingkan dengan semua faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi dan
yang tidak dapat dimodifikasi, hipertensi lebih erat terkait dengan risiko dan tingkat
keparahan stroke.4 Diperkirakan > 25% stroke mungkin disebabkan oleh hipertensi. 5

Tingginya tekanan darah sistolik pada saat masuk ke rumah sakit terdapat pada 75%
dari pasien stroke iskemik. Temuan ini telah dikaitkan dengan beberapa faktor,
termasuk hipertensi, aktivasi sistem neuroendokrin (sistem saraf simpatik, aksis 5
renin-angiotensin dan sistem glukokortikoid), peningkatan output jantung dan faktor
emosional.6
Tekanan darah dikarakteristikkan dengan komponen dan denyutan yang stabil.
Komponen yang berdenyut, yang diukur dengan tekanan nadi (PP), mewakilkan
variasi tekanan darah dan dipengaruhi oleh fraksi ejeksi ventrikel kiri, kekakuan
arteri-arteri besar, pengurangan awal gelombang denyut dan detak jantung.
Komponen stabil, diukur oleh rata-rata tekanan arteri (MAP), merupakan fungsi
kontraktilitas ventrikel kiri, denyut jantung, serta resistensi dan elastisitas rata-rata
pembuluh darah overtime.7
Dalam dekade terakhir, merupakan penanda risiko kardiovaskular yang stabil
pada berbagai klinis yang berbeda. Dalam studi populasi, PP dapat memprediksi
penyakit kardiovaskular, tetapi tidak untuk mortalitas serebrovaskular. Dalam sebuah
analisis terbaru dari Mild Medical Research Council Hipertension Trial,
sphygmomanometric PP adalah prediktor untuk kejadian penyakit koroner dan MAP
adalah prediktor yang lebih baik untuk penyakit stroke dibadningkan PP. Sebuah
penelitian yang memantau tekanan darah selama 24 jam juga mendapatkan bukti
bahwa PP adalah prediktor yang dominan terhadap kejadian penyakit jantung dan
MAP adalah prediktor independen utama untuk penyakit serebrovaskular. Singkatnya,

masih ada kontroversi tentang peran PP pada stroke dan prediktor mana yang lebih
baik terkait dengan stroke. Hubungan antara MAP dan PP masih belum jelas.8
Mengingat pentingnya pengetahuan tentang hal tersebut maka penulis
mencoba memaparkan mengenai hubungan pola MAP saat masuk rumah sakit dengan
kejadian perburukan strok yang terjadi di RSUD Ulin Banjarmasin.
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan observasional cross-sectional. Subjek
penelitian adalah pasien yang dirawat di Bangsal Saraf RSUD Ulin Banjarmasin,
yang didiagnosis sebagai stroke berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan Computerized Tomography scan (CT-scan) kepala.
Kriteria inklusi subjek penelitian adalah semua pasien stroke iskemia akut
baik laki-laki maupun perempuan, masuk rumah sakit 72 jam setelah kejadian stroke
(onset). Kriteria eksklusi adalah pasien dengan gangguan kesadaran baik kuantitatif
maupun kualitatif, meninggal sebelum perawatan hari ke-7, didapatkan penyaki
tinfeksi sebelum stroke, stroke batang otak (karena kesulitan dalam penilaian CTscan dan risiko tinggi terjadi gangguan menelan), trauma kepala dan kejadian
cerebrovaskular 4 minggu sebelum stroke, penyakit inflamasi kronis dan keganasan,
dan mendapatkan pengobatan anti inflamasi (seperti kortikosteroid, anti inflamasi non
steroid kecuali aspirin).
Variabel tergantung penelitian ini adalah kejadia perburukan stroke. Istilah
memburuk, dalam penelitian ini sangat tergantung pada variabel awal waktu masuk

ke perawatan medis. Menurut American Stroke Association, ada 3 kategori besar yang
dimana stroke dikatakan meburuk, yaitu (1) komplikasi medis (terutama demam)
yang mempengaruhi pasien secara sistemik dan juga dapat menyebabkan peningkatan
iskemia otak, (2) edema otak merupakan komplikasi dari sebagian besar stroke,
terutama perdarahan, dan (3) Meningkatnya defisit fokal secara gradual atau
bertahap.9
Variabel bebas pada penelitian ini adalah mean arterial pressure (MAP) pada
saat pasien masuk rumah sakit. Tekanan darah sistolik dan diastolik pada saat
penerimaan di ruang gawat darurat yang dicatat menjadai data penelitian. Hipertensi
didefinisikan dengan adanya catatan medis, laporan diri atau penggunaan agen
penurun tekanan darah 1 minggu sebelum onset stroke. Mean arterial pressure
dihitung dengan menggunakan rumus ((dua kali tekanan darah sistolik) + tekanan
darah diastolik) dibagi tiga.1 Setelah didapatkan sejumlah data, peneliti mengambil
kisaran rata-rata MAP yaitu sebesar 135,68 25,74 mmHg sebagai kriteria inklusi.
MAP kemudian dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu < 109,94 mmHg, 109,94
161,42 mmHg, dan > 161,42 mmHg
Analisis dan perhitungan statistik dilakukan secara komputerisasi dengan
program statistik. Analisis statistik untuk mengetahui perbedaan dua proporsi variable
kategorikal digunakan Chi-Square test dan uji regresi logistik sederhana. Tingkat
kemaknaan dinyatakan dengan p <0,05.

HASIL.
Karakteristik dasar subjek diperoleh melalui analisis deskriptif subjek.
Penelitian ini melibatkan 118 subjek pasien stroke iskemia akut, terdiri dari 27 pasien
yang mengalami perburukan dan 91 pasien yang tidak mengalami perburukan.
Distribusi Pasien Stroke Iskemia Akut Berdasarkan Kriteria Perburukan Stroke.

100
80
60
40
20
0

YA

TIDAK
Subjek Penelitian

Gambar 1. Distribusi Pasien Stroke Iskemia Akut Berdasarkan Kriteria Perburukan.


Tabel 1. Karakteritik Dasar Subjek Penelitian.
Perburukan
Ya (n=27)
Tidak (n=91)
Usia (tahun).
Mean SD
60 tahun, n (%)
> 60 tahun, n (%)
Jenis kelamin.
Laki-laki, n (%)
Perempuan, n (%)

61,63 11,68
13 (48,2)
14 (51,8)

61,74 12,50
41 (45,1)
50 (54,9)

15 (55,6)
12 (44,4)

61 (67,0)
30 (33.0)

Nilai p*

RR

0,828

0,26

0,360

-0,101

TD Sistolik (mmHg).
Mean SD
140, n (%)
> 140, n (%)
TD Diastolik (mmHg).
Mean SD
90, n (%)
> 90, n (%)
Riwayat Hipertensi.
Ya, n (%)
Tidak, n (%)
Riwayat DM.
Ya, n (%)
Tidak, n (%)
Riwayat Stroke.
Ya, n (%)
Tidak, n (%)
Riwayat Jantung.
Ya, n (%)
Tidak, n (%)
Riwayat Kolesterol.
Ya, n (%)
Tidak, n (%)
Riwayat Merokok.
Ya, n (%)
Tidak, n (%)

170,70 33,79
6 (22,2)
21 (77,8)

152,75 29,83
36 (39,6)
55 (60,4)

93,19 16,21
14 (51,9)
13 (48,1)

93,36 18,39
55 (60,4)
36 (39,6)

25 (92,6)
2 (7,4)

0,114

-0,152

0.506

-0.073

75 (82,4)
16 (17,6)

0,240

0,119

7 (25,9)
20 (74,1)

38 (41,8)
53 (58,2)

0,177

-0,137

10 (37)
17 (63)

33 (36,3)
58 (63,7)

1,000

0,007

2 (7,4)
25 (92,6)

8 (8,8)
83 (91,2)

1,000

-0.021

7 (25,9)
20 (74,1)

13 (14,3)
78 (85,7)

0,240

0,130

5 (18,5)
22 (81,5)

20 (21,9)
71 (78,1)

0,794

-0,036

Sumber : Data Diolah.

Dari hasil karakteristik tabel di atas 118 pasien terdiri dari 68,3 % wanita dan
21,7 % laki-laki dengan usia rata-rata adalah 62 tahun (kisaran 50 73 tahun). Nilai
rata-rata untuk tekanan darah sistolik, diastolik, dan MAP untuk masing-masing
yaitu, 170,70 33,79 mmHg, 93,19 16,21 mmHg, dan 135,68 25,74 mmHg.
Dari semua riwayat faktor risiko stroke yang diteliti di atas (riwayat
hipertensi, penyakit jantung, stroke/TIA, dislipidemia dan merokok) tidak didapatkan
hubungan yang bermakna antara kelompok dengan perburukan dan kelompok tanpa

perburukan. Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian Arboix et al. yang
mendapatkan adanya hubungan riwayat faktor risiko hipertensi, penyakit jantung,
stroke/TIA, dislipidemia dan merokok secara independen berhubungan denga
berbagai subtipe stroke infark.10
Dari semua riwayat faktor risiko stroke yang diteliti di atas, untuk variabel
jenis kelamin, usia, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan tidak
didapatkan hubungan yang bermakna antara kelompok yang terjadi perburukan dan
kelompok tanpa perburukan. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian
Eizenberg et al. untuk variabel jenis kelamin yang tidak mendapatkan hubungan
faktor risiko jenis kelamin antara kelompok yang terjadi perburukan dan kelompok
tanpa perburukan.1 Namun, terdapat hasil yang berbeda pada penelitian Zheng et al
dimana terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan faktor risiko jenis
kelamin, usia, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan MAP antara
kelompok yang terjadi perburukan dan kelompok tanpa perburukan.8
Tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik lebih tinggi pada kelompok
yang tidak mengalami perburukan tetapi secara statistik kedua kelompok tidak
memiliki perbedaan yang bermakna (p=0,114 dan p=0,506).
Tabel 2. Hasil Analisis Tabel Silang Antara Faktor MAP dengan Perburukan.

Kategori < 109,94 mmHg


Jumlah
MAP
%
109,94 161,42 mmHg Jumlah
%
> 161,42 mmHg
Jumlah
%
Total
Jumlah
%

Kondisi Perburukan
Ya
Tidak
3
17
15,0%
85,0%
15
63
19,2%
80,8%
9
11
45,0%
55,0%
27
91
22,9%
77,1%

Total
20
100,0%
78
100,0%
20
100,0%
118
100,0%

Sumber : Data Diolah.

Hasil analisis tabel silang tersebut memperlihatkan bahwa dari 20 pasien


memiliki MAP < 109,94 mmHg terdapat 3 pasien yang mengalami perburukan. Pada
78 pasien

memiliki MAP 109,94 161,42 mmHg terdapat 15 pasien yang

mengalami perburukan. Serta, 20 pasien memiliki MAP > 161,42 mmHg terdapat 9
pasien yang mengalami perburukan. Artinya semakin tinggi MAP pasien akan
semakin besar proporsi terjadinya perburukan.
Walaupun secara proporsional terlihat ada hubungan antara mean arterial
pressure (MAP) pada saat awal masuk dengan perburukan pasien, yang mana MAP
yang tinggi (109,94-161,42 mmHg) cenderung mneyebabkan terjadinya perburukan,
namun untuk menguji apakah hubungan tersebut bermakna secara statistik, maka kita
lakukan uji chi-square dengan melihat hasil output sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Chi-Square untuk MAP Terhadap Perburukan Pasien.

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
Jumlah valid

Nilai
6,838a
6,126
5,057
118

df
2
2
1

Sig (p)
0,033
0,047
0,025

Sumber : Data Diolah.

Dalam tabel di atas, terlihat bahwa nilai chi-square baik Pearson maupun
Likelihood Ratio memperlihatkan hasil yang kurang lebih sama yaitu 6,838 dan 6,126
dengan p-value sebesar 0.033. Artinya secara statistik terdapat hubungan yang
bermakna antara tingginya mean arterial pressure (MAP) dengan kejadian
perburukan pasien dan kejadian tersebut sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi
secara kebetulan.
Tabel 4. Hasil Uji Regresi Logistik untuk MAP Terhadap Perburukan Pasien.
< 109,94 mmHg
109,94 161,42 mmHg
> 161,42 mmHg
Konstanta

S.E.

1,534
1,234
0,201

0,771
0,533
0,449

Wald
6,314
3,960
5,355
0,199

df
2
1
1
1

Sig.
0,043
0,047
0,021
0,655

Exp(B)
4,636
3,436
1,222

Sumber : Data Diolah.

Pada hasil analisis tabel di atas nilai RR atau Exp(B) dapat disimpulkan
bahwa pasien dengan MAP 109,94 161,42 mmHg mempunyai kecenderungan
untuk terjadi perburukan sebesar 4,636 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien
dengan MAP < 109,94 mmHg (p-value = 0,047). Sedangkan pasien dengan MAP >
161,42 mmHg mempunyai kecenderungan untuk terjadi perburukan sebesar 3,436
kali dibandingkan dengan pasien dengan MAP < 109,94 mmHg (p-value = 0,021).

10

Hubungan antara MAP pada saat awal masuk rumah sakit dengan kejadian
perburukan diketahui dengan menguji hipotesis tersebut menggunakan analisa
statistic chi-square dan uji regresi logistik sederhana dengan tingkat kepercayaan
95%. Berdasarkan hasil uji chi-square, didapatkan nilai (p > 0,05) yang berarti
terdapat hubungan yang bermakana antara MAP pada saat awal masuk rumah sakit
dengan kejadian perburukan.
DISKUSI
Hasil ini sesuai dengan dengan peneitian yang dilakukan Eizenberg et al
(2016) dan Zheng et al (2008) yang menyatakan bahwa MAP yang tinggi pada pasien
dengan stroke akut berhubungan dengan terjadinya stroke iskemik akut.1,8
Pada penelitian Eizenberg et al (2016) MAP saat masuk lebih tinggi pada
pasien dengan ICH ( rata-rata = 117,1 21,8 mmHg) dibandingkan mereka dengan
stroke iskemik (108,4 17,8 mmHg) dan TIA (105,2 16,2 mmHg) dengan nilai p <
0,0001. Pada pasien hipertensi, MAP secara signifikan lebih tinggi pada usia yang
lebih tua pada mereka dengan stroke iskemik, ICH atau TIA dengan nilai P < 0.0001.
Pada pasien non-hipertensi, MAP tidak berbeda di seluruh kategori usia pada mereka
dengan stroke iskemik dan lebih tinggi pada usia yang lebih tua pada mereka dengan
ICH dan TIA.1
Dalam penelitian Zheng et al (2008), menunjukkan bahwa PP dan MAP
keduanya berhubungan dengan terjadinya stroke iskemik pada individu dengan
hipertensi yang tidak terkendali. Stroke iskemik dapat diprediksi bergantung pada PP

11

dan MAP. Pada skala yang terus-menerus, MAP merupakan prediktor yang baik
untuk memprediksi stroke iskemik dibandingkan PP dalam akurasi diagnostik.8
Ada beberapa penjelasan yang mungkin untuk temuan dari kedua penelitian
tersebut. Pertama, peningkatan MAP mungkin menghasilkan dari peningkatan
cardiac output, gagalnya untuk meningkatkan MAP diikuti dengan terjadinya stroke
pada pasien hipertensi yang lebih tua mungkin akibat dari cadangan jantung
berkurang, yang lazim terjadi di popusi. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk
penyakit jantung dan asosiasi negatif dari atrium fibrilasi dan AMI, dengan MAP
pada saat awal masuk rumah sakit sangat mendukung teori ini. Dukungan lebih lanjut
untuk penjelasan ini berasal pengamatan Balci et al. yang menunjukkan MAP pada
saat awal masuk rumah sakit yang lebih rendah padad pasien ICH terkait pemebrian
warfarin dan aspirin.1
Beberapa keterbatasan juga harus dipertimbangkan dalam hasil riset ini.
Pertama, keterbatasan utama dari penelitian ini yang bersifat cross-sectional, dan
dengan demikian pasien dengan stroke iskemik diidentifikasi secara retrospektif.
Sejalan dengan itu, faktor-faktor risiko yang tidak terlepas dari hasil, yaitu, merokok
dan kebiasaan minum cenderung memiliki terjadinya perubahan patologi penyakit.
Faktor-faktor risiko ini harus dibedakan dalam beberapa studi prospektif. Pasien
dengan stroke iskemik kami amati adalah stroke yang tidak fatal atau tidak termasuk
stroke yang fatal, yang mungkin menjadi bias seleksi.
SIMPULAN

12

Terdapat hubungan yang bermakna antara MAP pada saat awal masuk rumah
sakit dengan kejadian perburukan pada pasien dengan stroke iskemik akut, sehingga
MAP tidaak bisa dijadikan prediktor kejadian perburukan. MAP pada saat masuk
rumah sakit secara bermakna menjadi faktor risiko independen untuk prediktor
diagnostik pasien stroke iskemia akut. Prediksi stroke iskemik tergantung pada MAP
dan PP. Pada skala yang terus-menerus, MAP memprediksi secara baik stroke
iskemik dibandingkan PP dalam akurasi diagnostik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Eizenberg Y, Koton S, Tanne D, dan Grossman E. Association of age and
admission mean arterial blood pressure in patients with strokedata from a
national stroke registry. Hypertens Res 2016;39:356-61.
2. Kabi GYCR, Tumewah R, dan Kembua MAHN. Gambaran faktor risiko pada
penderita stroke iskemik yang dirawat inap neurologi RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode Juli 2012 - Juni 2013. Jurnal e-Clinic (eCl)
2015;3(1):457-62.
3. Xu C. Minor Allele C of chromosome 1p32 single nucleotide polymorphism
rs11206510 confers risk of ischemic stroke in Chinese Han population. J Stroke
2010;41:1587-92.
4. Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan indonesia 2008. Dalam: Hasnawati,
Sugito, Purwanto H, Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2009.
5. Aiyagari V dan Gorrelick PB. Management blood pressure for acute and
recurrent stroke. Stroke 2009;40:2251-6.
6. Hisham NF dan Bayraktutan U. Epidemiology, pathophysiology, and treatment
of hypertension in ischaemic stroke patients. J Stroke Cerebrovasc
2013;22(7):e4-14.
7. Sesso HD, Stampfer MJ, Rosner B, Hennekens CH, Gaziano JM, Manson JE, et
al. Systolic and diastolic blood pressure, pulse pressure, and mean arterial

13

pressure as predictors of cardiovascular disease risk in men. Hypertens


2000;36:801-7.]
8. Zheng L, Sun Z, Li J, Zhang R, Zhang X, Liu S, et al. Pulse pressure and mean
arterial pressure in relation to ischemic stroke among patients with uncontrolled
hypertension in rural areas of China. Stroke 2008;39:1932-7.
9. Caplan LR. Worsening in ischemic stroke patients: is it time for a new strategy?.
Stroke 2002;33:1443-5.
10. Arboix A. Cardiovascular risk factors for acute stroke: Risk profiles in the different
subtypes of ischemic stroke. World J Clin Cases. 2015;3(5):41829.

14

Anda mungkin juga menyukai