Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN ANGGREK BULAN (Phalaenopsis sp.) DI


BALAI PENELITIAN TANAMAN HIAS (BALITHI) CIANJUR, JAWA
BARAT

Oleh:
Dyah Estriana P
NIM A1L011099

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN


TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN ANGGREK BULAN (Phalaenopsis sp.) DI
BALAI PENELITIAN TANAMAN HIAS (BALITHI) CIANJUR, JAWA
BARAT

Oleh:
Dyah Estriana P
NIM A1L011099
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian/Teknologi Pertanian pada Fakultas
Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN


TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN ANGGREK BULAN (Phalaenopsis
sp.) DI BALAI PENELITIAN TANAMAN HIAS (BALITHI)
CIANJUR, JAWA BARAT

Oleh:
Dyah Estriana P
NIM A1L011099

Diterima dan disetujui


Tanggal:

Mengetahui:
Pembantu Dekan I,

Pembimbing

Dr. Ir. Heru Adi Djatmiko, M.P.

Ir. Agus Sarjito, M. Sc.

NIP. 19601108 198601 1 001

NIP. 19601013 198703 1 007

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karuniaNya, sehingga penulisan laporan praktik kerja lapangan ini yang berjudul
Teknik Budidaya Tanaman Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) di Balai Penelitian
Tanaman Hias (BALITHI) Cianjur, Jawa Barat berhasil diselesaikan. Penulisan
laporan praktik kerja lapangan ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh
karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada.
1. Dr. Ir. Heru Adi Djatmiko, M.P., selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto atas ijin praktik
kerja lapangan.
2. Ir. Agus Sarjito, M. Sc., selaku pembimbing praktik kerja lapangan, yang
telah banyak memberikan saran dan bimbingan dalam penulisan laporan
praktik kerja lapangan.
3. Dr. Ir. Suskandari Kartikaningrum., MP., selaku pembimbing di Balai
Penelitian Tanaman Hias, yang telah memberikan arahan dan bimbingan
dalam melaksanakan praktik kerja lapangan.
4. Kedua orang tua, yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam
pelaksanaan dan penulisan laporan praktik kerja lapangan.
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan maupun
penulisan laporan praktik kerja lapangan.

Penulis menyadari bahwa laporan praktik kerja lapangan ini masih


kurang sempurna. Meskipun demikian, penulis berharap agar laporan
praktik kerja lapangan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Purwokerto, 5 November 2014
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. ix
I.

II.

III.

IV.

V.

PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Tujuan............................................................................................... 4
C. Manfaat............................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 6
A. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Anggrek Bulan....................... 6
B. Syarat Tumbuh Anggrek Bulan........................................................11
C. Teknik Budidaya Anggrek Bulan.....................................................14
D. Hama dan Penyakit Tanaman Anggrek Bulan..................................20
METODE PRAKTIK KERJA LAPANG................................................23
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan................23
B. Materi Praktik Kerja Lapangan........................................................23
C. Metode Pelsaksanaan Praktik Kerja Lapangan................................23
HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................25
A. Gambaran Umum Lokasi PKL.........................................................25
B. Budidaya Tanaman Anggrek Phalaenopsis di BALITHI.................34
C. Permasalahan dan Evaluasi di Lokasi PKL......................................66
KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................67
A. Kesimpulan.......................................................................................67
B. Saran.................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................69
LAMPIRAN....................................................................................................72

DAFTAR TABEL

Tabel
1.
2.
3.
4.
5.

Halaman

Perbedaan Kebutuhan Pupuk Setiap Fase Pertumbuhan................................18


Struktur Organisasi BALITHI........................................................................29
Bahan Kimia untuk Larutan Stok Pembuatan Media Vacint and Went..........38
Bahan Kimia untuk Larutan Stok Pembuatan Media MS..............................39
Kategori Karakterisasi pada Bagian Bunga....................................................63

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Tanaman Anggrek Bulan................................................................................ 7


2. Bunga Anggrek Bulan.................................................................................... 8
3. Buah Anggrek Bulan...................................................................................... 9
4. Daun Anggrek Bulan......................................................................................10
5. Diagram Data Pendidikan Sumber Daya Manusia di BALITHI....................30
6. Persilangan Anggrek Phalaenopsis................................................................36
7. Bahan-bahan untuk Pembuatan Media dan Campuran Semua Bahan...........41
8. Botol Media dan Alat Autoclave....................................................................42
9. Pensterilan Alat dan Pembelahan Buah Anggrek Phalaenopsis....................44
10. Pensterilan Tangkai Bunga dan Pencarian Mata Tunas..................................46

11. Jamur pada Pakis dan Proses Pembersihan Pakis..........................................49


12. Pengeluaran Planlet dari Botol Media dan Perendaman dalam Dithane........50
13. Planlet Tanaman Anggrek Phalaenopsis dan Proses Pengompotan...............51
14. Proses Pengompotan yang Telah Selesai dan Penempatan Kompotan..........52
15. Proses Individu Tanaman Anggrek Phalaenopsis..........................................53
16. Proses Penyiraman Tanaman..........................................................................55
17. Jenis Pupuk, Pencampuran Pupuk dan Pemasukan Pupuk dalam Tangki......56
18. Jenis Pestisida, Pemasukan Larutan dalam Tangki dan Pengaplikasian........57
19. Hama dan Penyakit Tanaman Anggrek Phalaenopsis....................................60
20. Peralatan Karakterisasi...................................................................................61
21. Tanaman Anggrek Phalaenopsis yang Dikarakterisasi..................................64
22. Buah Anggrek Phalaenopsis belum siap Panen dan Sudah Panen...............65

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1.
2.
3.
4.
5.

Halaman

Foto Kegiatan PKL....................................................................................... 73


Tabel Karakterisasi....................................................................................... 76
Tabel Kegiatan Laporan Harian PKL........................................................... 80
Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan PKL................................... 84
Tabel Daftar Nilai......................................................................................... 85

10

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terkenal di seluruh dunia dengan kekayaan anggreknya yang
mempunyai lebih dari 4000 spesies anggrek yang tersebar di pulau-pulau
Indonesia. Hongkong, Singapura, dan Amerika Serikat merupakan negara yang
cukup banyak meminta anggrek dari Indonesia. Hal ini menimbulkan tingginya
minat masyarakat untuk memelihara dan mengelola tanaman anggrek sebagai
tanaman komersil, karena peluang pasar di dalam dan luar negeri yang masih
terbuka. Anggrek sebagai tanaman bunga potong yang mempunyai arti penting
dalam dunia perdagangan bunga, sehingga bunga anggrek merupakan sumber
devisa potensial bagi negara disamping dapat menjadi sumber penghasilan bagi
petani yang membudidayakannya (Sutater, 1996 dalam Kartikaningrum et al.,
2006).
Anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang
mempunyai peranan penting dalam pertanian, khususnya tanaman hias. Warna
bunganya yang beragam, bentuk dan ukurannya yang unik serta fase hidup yang
panjang membuat anggrek memiliki nilai estetika tinggi dan daya tarik tersendiri
dibandingkan tanaman hias lainnya sehingga banyak diminati oleh konsumen baik
dari dalam maupun luar negeri. Salah satu jenis anggrek yang paling banyak
digemari dan dikembangkan oleh banyak orang yaitu anggrek Phalaenopsis.
Anggrek Phalaenopsis secara alami tumbuh di Indonesia, Filipina, Thailand,

11

Taiwan, Malaysia dan lain sebagainya, dimana 65% diantaranya asli Indonesia
(Haryani dan Sayaka, 1993).

Sebagai tanaman hias, anggrek Phalaenopsis

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Harga tanaman per pot berkisar antara Rp.
22.000,00 sampai dengan Rp. 60.000,00 untuk tanaman yang belum berbunga
(Widyas, 2009).
Plasma nutfah anggrek bulan di Indonesia tersebar dan tumbuh alami di
Maluku, Sulawesi, Ambon, Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Phalaenopsis
sekarang sangat langka, jarang dijumpai karena plasma nutfahnya sudah banyak
yang diambil untuk dijadikan indukan persilangan dengan jenis anggrek alam
lainnya (Iswanto, 2001). Menurut Sutater dan Irawati dalam Muhit (2010) luas
panen, produksi dan produktivitas anggrek di Indonesia meningkat setiap
tahunnya. Pada kenyataannya Industri anggrek di Indonesia masih tertinggal jauh
dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Thailand, Taiwan, Singapura dan
Australia. Penyebabnya antara lain adalah skala usaha yang relatif kecil,
kurangnya ketersediaan bibit unggul yang relatif mahal, serta kurangnya informasi
pasar dan permodalan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas anggrek adalah memproduksi
tanaman anggrek sesuai dengan standar mutu internasional. Menurut Dirjen
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2005) kriteria mutu tanaman anggrek
Phalaenopsis dalam pot untuk ekspor dilihat dari diameter daun (10-12 cm, 16-18
cm, dan 25-30 cm), jumlah daun (3 helai, 3.5 helai, dan 4 helai), perakaran yang
sehat, bentuk tanaman proporsional dengan daun tegak dan bebas OPT
(Organisme Pengganggu Tanaman) baik hama, penyakit maupun gulma. Kriteria

12

yang tercantum pada mutu tanaman anggrek disesuaikan dengan permintaan


tanaman pot pada anggrek Phalaenopsis dari ukuran pot 15 cm, 25 cm, dan 35
cm. Usaha untuk mempersiapkan anggrek Phalaenopsis kualitas ekspor dilakukan
melalui pemeliharaan dan penanganan khusus.
Phalaenopsis dapat dibudidayakan dengan mudah dan sederhana, namun,
diperlukan kesabaran, ketelatenan dan fokus. Point terpenting pada penanaman
anggrek adalah perakarannya tidak rusak, tanaman tidak goyang dan drainase
lancar. Penanaman yang benar dengan ditunjang pemeliharaan serta perawatan
yang baik dan penempatan pada daerah yang sesuai dengan habitat hidup anggrek
dipastikan akan memberikan pertumbuhan tanaman yang bagus dan bunga yang
indah. Pemeliharaan dan perawatan yang baik dapat dilakukan dengan
memperhatikan banyak atau tidaknya penerimaan sinar matahari, sirkulasi udara,
penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama penyakit pada tanaman anggrek.
Penanaman dapat dilakukan dengan cara ditanam dalam pot atau ditempelkan
pada batang pohon, lempengan pakis, maupun kepingan kayu. Pot yang
digunakan bisa berupa pot tanah liat atau pot plastik dengan memodifikasi media
tumbuhnya. Pada prinsipnya, anggrek memerlukan kelembaban tinggi, namun
tidak menyukai kadar air yang berlebihan. Media yang digunakan dapat berupa
pecahan genting, arang, serabut kelapa, dan cacahan pakis. Media tersebut hanya
digunakan untuk tempat menempel dan membantu berdirinya tanaman (Purwanti,
2012).
Tujuan pembudidayaan bunga anggrek berorientasi untuk ekspor sebagai
sumber devisa negara, dan untuk memenuhi kebutuhan lokal. Selain itu, terdapat

13

pula penggemar-penggemar anggrek yang membudidayakannya sebagai hobi atau


kegemaran saja. Teknik budidaya yang baik pada anggrek akan memperbaiki
produktivitas dan hasil yang diperoleh bagi petani anggrek.
Balai penelitian tanaman hias (Balithi) adalah instansi untuk pengembangan
dan penelitian tanaman hias bermutu. Balai penelitian tanaman hias terletak di
Cianjur, Jawa Barat. Balai Penelitian Tanaman Hias dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai unit pelaksana teknis berlokasi di Pasarminggu
Jakarta, membawahi 2 (dua) instalasi yaitu Instalasi Tanaman Hias Cipanas dan
Instalasi Tanaman Hias Segunung. Penelitian dan pengembangan tanaman hias
didasarkan pada komoditas yang menjadi prioritas Balithi saat ini adalah anggrek,
mawar, melati, sedap malam, tanaman hias pot, dan tanaman taman. Teknik-teknik
bioteknologi dalam bidang pemuliaan dan pembibitan merupakan prioritas dalam
penelitian. Anggrek Phalaenopsis merupakan salah satu tanaman hias yang di
kembangkan dan diteliti di Balithi dan merupakan varietas unggul di Balithi.
B.

Tujuan

1. Mempelajari kondisi lingkungan, sejarah, organisasi dan kegiatan utama di


Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur,
2. Mempelajari teknik budidaya tanaman anggrek bulan di Balai Penelitian
Tanaman Hias (Balithi) Cianjur,
3. Mempelajari permasalahan teknik budidaya tanaman anggrek bulan di Balai
Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur.

14

C.

Manfaat

Manfaat dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan ini antara lain:


1. Mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknik budidaya tanaman
anggrek bulan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur, Jawa
Barat,
2. Mendapatkan permasalahan dalam pembudidayaan tanaman anggrek bulan,
agar dapat belajar untuk mengatasi permasalahan dalam pembudidayaan
tanaman anggrek bulan.

15

A.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Klasifikasi dan Morfologi Anggrek Bulan

Phalaenopsis adalah salah satu genus anggrek yang memiliki kurang lebih
2000 spesies dengan jumlah varietasnya sekitar 140 jenis dan 60 diantaranya
terdapat di Indonesia. Nama Phalaenopsis berasal dari Yunani, yaitu Phalaenos
yang berarti ngengat atau kupu-kupu dan opsis bentuk atau penampakan. Anggrek
bulan merupakan tanaman anggrek yang termasuk dalam genus Phalaenopsis
(Djaafarer, 2003). Kedudukan tanaman anggrek bulan dalam sistematika
(taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledonae

Bangsa

: Orchidales

Suku

: Orchidaceae

Marga

: Phalaenopsis

Jenis

: Phalaenopsis sp.

Susunan tubuh tanaman anggrek bulan terdiri dari bunga, buah, biji, daun,
batang, dan akar. Tanaman anggrek bulan secara keseluruhan dapat dilihat pada
Gambar 1.

16

Gambar 1. Tanaman Anggrek Bulan.


Sumber : Dokumen Pribadi
1. Bunga Anggrek Bulan
Bunga anggrek bulan tersusun dalam tandan dan kadang-kadang bercabang
dengan panjang karangan bunga mencapai 50 cm yang tumbuh menjuntai. Setiap
tangkai mendukung 10-12 kuntum bunga dengan daun penumpu 5 mm berbentuk
segitiga, bunganya cukup harum dan waktu mekarnya lama. Perhiasan bunga
tersusun membulat dengan diameter 6-10 cm atau lebih dan mahkotanya
bertumpang tindih dengan kelopak tersusun membundar (Puspitaningtyas, 2010).
Bentuk bunga anggrek Phalaenopsis ada dua, yaitu bulat (round shape) dan
bintang (star). Bunga anggrek terdiri dari kelopak (sepal), mahkota (petal), dan
lidah (labelum). Sepal yang dimiliki anggrek terdiri atas tiga helai dan tiga helai
petal yang salah satu petal berubah menjadi bibir bunga atau labelum. Selain itu,

17

terdapat bagian lain yang disebut tugu, yaitu perpanjangan gagang bunga (bakal
buah), dibentuk oleh penyatuan putik dan benang sari (Kencana, 2007).
Warna bunga putih bersih dengan sedikit variasi kuning dan bintik
kemerahan di bibir bunga. Bunga anggrek Phalaenopsis juga memiliki motif yang
beragam diantaranya motif titik-titik, garis-garis, blok dan sembur (splash).
Susunan bunganya sangat artistik, tersusun rapi, menjuntai ke bawah, dan
berselang-seling (Setiawan, 2005). Bibir kedua cuping samping tegak melebar dan
bagian tepi depannya berwarna kuning dengan garis kemerahan. Buah berbentuk
bulat lonjong, berukuran 7,5 x 1,3 cm (Puspitaningtyas, 2010). Bunga anggrek
bulan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bunga Anggrek Bulan.


Sumber : Dokumen Pribadi

18

2. Buah dan Biji Anggrek Bulan


Bentuk buah anggrek merupakan lentera atau capsular yang memiliki 6
rusuk. Tiga diantaranya merupakan rusuk sejati dan tiga rusuk yang lain
merupakan tempat melekatnya dua tepi daun buah yang berlainan. Buah anggrek
yang mencapai besarnya jari kelingking memiliki ratusan ribu bahkan jutaan biji
anggrek yang sangat lembut dalam ukuran yang sangat kecil di dalamnya. Biji-biji
anggrek tidak memiliki endosperm sebagai cadangan makanan, sehingga untuk
perkecambahannya dibutuhkan nutrisi yang berfungsi membantu pertumbuhan
biji. Buah anggrek dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Buah Anggrek Phalaenopsis


Sumber : dokumen pribadi
3. Daun dan Batang Anggrek Bulan
Anggrek bulan termasuk anggrek epifit monopodial yang tumbuh menjuntai.
Batangnya sangat pendek dan terbungkus oleh seludang daun. Daunnya berjumlah
kurang dari lima helai, berwarna hijau, tebal, berdaging, berbentuk lonjong bulat
telur sungsang atau jorong, melebar di bagian ujungnya, berujung tumpul, atau

19

sedikit meruncing, dengan panjang 20-30 cm dan lebar 5-8 cm. Daun anggrek
bulan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Daun Anggrek Bulan.


Sumber : Dokumen Pribadi
4. Akar Anggrek Bulan
Akar anggrek bulan berbentuk bulat memanjang serta berdaging, bercabang,
berwarna putih dan hijau di bagian ujungnya (Puspitaningtyas, 2010). Menurut
Rukmana (2008), akar tanaman anggrek bulan terdiri dari dua macam yaitu akar
lekat dan akar udara (aerial). Akar lekat berfungsi untuk melekat dan menahan
keseluruhan tanaman agar tetap berada pada posisinya. Bagian ujung akar
meruncing dan sedikit lengket, dalam keadaan kering, akar tampak berwarna putih
keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja berwarna hijau atau tampak
keunguan. Akar yang sudah tua akan berwarna coklat tua dan kering. Akar udara

20

atau akar aerial merupakan akar yang keluar dari batang atas. Akar udara atau akar
aerial yang tidak melekat pada batang pohon tidak ditumbuhi rambut akar. Akar
aerial yang masih aktif ujungnya berwarna hijau, hijau keputihan atau kuning
kecoklatan, licin dan mengkilat. Akar aerial ini mempunyai lapisan sel atau
jaringan yang disebut velamen yang bersifat spongy (berongga). Jaringan tersebut
berfungsi untuk memudahkan akar menyerap air hujan yang jatuh pada kulit
pohon inang dan membasahi akar udara. Akar udara berperan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena berkemampuan menyerap unsur
hara dan sebagai alat pernafasan anggrek (Utami dkk, 2007).
Anggrek bulan memiliki karakter tumbuh monopodial, sehingga tidak
menghasilkan anakan ke samping. Dalam hal ini, perbanyakan Phalaenopsis akan
lebih efektif dilakukan secara generatif daripada vegetatif. Proses perkecambahan
biji dilakukan di laboratorium, yaitu dalam medium agar buatan yang dilakukan
secara steril (Puspitaningtyas, 2010).
B.
Syarat Tumbuh Anggrek Bulan
1. Ketinggian Tempat dan Curah Hujan
Anggrek bulan dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan dan
umumnya hidup pada ketinggian 50-600 m dpl, juga dapat berkembang dengan
baik pada ketinggian 700-1.100 m dpl. Anggrek ini tumbuh epifit atau menempel
di pohon yang cukup rindang dan menyukai tempat yang teduh serta lembab,
terutama di hutan basah dengan curah hujan 1.500-2.000 mm/tahun.

2. Intensitas Cahaya

21

Cahaya optimum yang diperlukan oleh tiap tanaman berbeda-beda


tergantung kebutuhan tiap tanaman, namun hal ini harus dipertahankan untuk
menghasilkan tanaman yang mempunyai masa penampilan yang lebih baik,
jumlah bunga maksimum, pembentukan daun yang sempurna, warna bunga indah,
dan tinggi tanaman yang memadai. Umumnya tanaman pot berbunga indah akan
membentuk bunga dalam jumlah maksimum dengan warna yang indah pada
kondisi ruang bercahaya tinggi, meskipun cahaya matahari langsung dihindari.
Cahaya berperan penting dalam proses metabolisme tubuh tumbuhan.
Menurut Fitter dan Hay (1981), secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh
terhadap anggrek baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara
langsung yaitu pada proses fotosintesis dan pengaruh secara tidak langsung yaitu
pada proses respirasi. Cahaya matahari secara tidak langsung mempengaruhi
proses respirasi karena tinggi rendahnya jumlah cahaya sangat berpengaruh
terhadap suhu lingkungan tumbuh anggrek. Hal ini berpengaruh terhadap
pertumbuhan, perkecambahan dan pembungaan anggrek. Walau tumbuh di daerah
tropis, anggrek ini membutuhkan sedikit cahaya matahari (12.000-20.000 lux)
sebagai penunjang hidupnya karena tidak tahan terhadap sengatan matahari
langsung. Kebutuhan cahaya untuk genus anggrek Phalaenopsis adalah cahaya
teduh sampai sedang antara 20-25%. Apabila cahaya yang didapat anggrek lebih
besar 25%, akan timbul kerusakan pada sebagian atau seluruh jaringan tanaman.

3. Suhu dan Kelembaban Udara

22

Tanaman anggrek umumnya membutuhkan kelembaban udara yang tinggi


yang disertai dengan kelancaran sirkulasi udara. Kelembaban nisbi (RH) yang
dibutuhkan tanaman anggrek rata-rata 70-80% dengan suhu udara hangat di
bawah 29oC. Fungsi kelembaban yang tinggi antara lain untuk menghindari proses
transpirasi atau penguapan yang berlebihan (Puspitaningtyas, 2010).
Sirkulasi udara harus baik, yakni udara yang berhembus lembut secara terus
menerus sepanjang kehidupan anggrek. Sirkulasi atau aliran udara yang terusmenerus ini berguna untuk pergantian udara di permukaan daun dan akar.
Ketidakadaan hembusan udara dapat membuat anggrek mudah terserang berbagai
jenis penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri (Siregar, 2009). Pot yang
digunakan untuk penanaman anggrek harus diberi lubang pada bagian bawah dan
samping agar tidak ada air yang tersimpan.
4. pH
Menurut Gunawan (2007), penyebaran anggrek pada umumnya terdapat
pada kisaran pH 4-7, dimana idealnya adalah 5,5 5,6. Angka kemasaman tanah
kadang-kadang di pengaruhi oleh kelembaban tanah. Tanah yang basah cenderung
menunjukkan pH yang rendah, sedangkan tanah yang kering pHnya agak tinggi.
Kemasaman tanah juga dipengaruhi oleh kadar bahan organik, mineral, dan kapur
yang terkandung di dalamnya.

C.

Teknik Budidaya Anggrek Bulan

23

Teknik budidaya anggrek bulan menurut Gunawan (2008) meliputi


pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen anggrek.
1. Pembibitan
Phalaenopsis sp. tidak dikembangbiakkan menggunakan biji secara alamiah
tetapi harus menggunakan mikoriza karena biji anggrek tidak mempunyai
cadangan makanan. Perbanyakan anggrek secara alami menghasilkan persentase
perkecambahan yang kurang memenuhi permintaan petani anggrek, hal tersebut
dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode kultur jaringan. Metode ini dapat
menghasilkan perkecambahan anggrek dalam jumlah dan waktu yang relatif
singkat (Khasanah, 2011; Gunawan, 2007). Kutur jaringan adalah suatu teknik
isolasi bagian-bagian tanaman seperti jaringan, organ, embrio yang dipelihara dan
ditumbuhkan pada medium buatan yang steril, agar mempu beregenerasi dan
berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Zulkarnaen, 2009). Teknik kultur
jaringan dilakukan untuk menghasilkan bibit tanaman yang steril, seragam, dan
sehat.
Menurut Kuswandi (2012), alasan untuk mengecambahkan biji anggrek
dengan cara in vitro yaitu :
1) Biji anggrek sangat kecil dan mengandung cadangan makanan yang sangat
sedikit atau bahkan tidak ada. Jika dikecambahkan secara in vivo
kemungkinan besar bisa hilang atau cadangan makanan yang terkandung
tidak mencukupi.
2) Perkecambahan dan perkembangan bibit sangat tergantung pada simbiosis
dengan fungi. Jika ditumbuhkan tanpa fungi maka disebut perkecambahan
asimbiotik.

24

3) Jika biji dihasilkan dari persilangan tertentu, maka perkecambhan secara


invitro akan meningkatkan persentase keberhasilannya.
4) Perkecambahan secara in vitro dapat membantu perkecambahan embrio
anggrek

yang

belum

berkembang

atau

belum

matang

sehingga

memperpendek siklus pemuliannya atau budidayanya.


Pembibitan dilakukan dengan menanam bibit dari botol ke dalam kompot.
Proses ini dikenal sebagai aklimatisasi yaitu proses adaptasi tanaman dari
lingkungan aseptik ke lingkungan non aseptik. Pertumbuhan akar didalam kompot
terus berkembang, hal ini membuat tanaman berkompetisi dalam penyerapan air
dan hara selama masih di dalam kompot sehingga pertumbuhan menjadi
terhambat. Pamungkas (2006) menyatakan bahwa tanaman yang sudah agak
dewasa atau tanaman remaja selama masih dalam kompot, harus segera
dipindahkan ke dalam pot individu. Hal ini bertujuan agar tanaman memiliki
ruang tumbuh yang lebih baik.
Pertumbuhan dan perkembangan anggrek sangat dipengaruhi oleh media
tanamnya mulai dari pembibitan hingga ke pembungaan tanaman. Secara umum,
media tumbuh harus dapat menjaga kelembaban di sekitar akar, menyediakan
cukup udara dan dapat menahan hara yang diberikan. Jenis media yang digunakan
tidaklah sama di setiap daerah. Di Asia Tenggara, misalnya, sejak tahun 1940
menggunakan media tumbuh berupa pecahan batu bata, moss, arang, sabut kelapa,
atau batang pakis. Selain itu ada juga yang menggunakan serutan kayu (Purwanti,
2012). Media tanam anggrek yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan
yaitu tidak lekas melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi dan

25

drainase baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara, mudah didapat dalam jumlah
yang diinginkan, mudah ditangani dan relative murah harganya (Kencana, 2007).
2. Penanaman
Sarana penanaman untuk menanam anggrek berupa pot dan penopang.
Penopang sangat diperlukan agar anggrek tidak mudah rebah. Pot yang digunakan
adalah pot tanah, pot plastik atau kotak kayu, sedangkan untuk penopang yang
digunakan biasanya kawat atau bambu.
Penanaman anggrek pada umumnya menggunakan pot yang berbahan dasar
tanah liat. Pot tanah memiliki keunggulan yakni tidak panas dan dapat
merembeskan air siraman anggrek, sedangkan pot plastik mudah panas jika hawa
udara sedang panas, tidak bisa merembeskan air siraman kecuali diberi lubang.
Dalam melakukan penanaman anggrek, media tanamnya bisa menggunakan arang
kayu, pakis ataupun pecahan bata dan genting. Untuk penanaman bibit anggrek
yang baru keluar dari botol, maka harus menggunakan pakis lembut dan arang
kayu yang terlebih dulu dipanaskan biar steril dari bakteri dan hewan lainnya.
Bibit anggrek botolan yang telah berusia 1 tahun atau daunnya sudah
mencapai 1 cm dan sudah muncul 2-3 buah akar dikeluarkan secara perlahan dari
botol menggunakan kawat yang dibengkokkan ujungnya. Anggrek yang baru
dikeluarkan di tanam dalam kompot dengan menggunakan media tanam bagian
bawah arang kayu dan bagian atas pakis lembut. Tiga bulan kemudian, tanaman
dipindahkan ke single pot yang lebih kecil yaitu ukuran 8 cm atau 10 cm dan
ditanami 3-5 tanaman. Pot diisi media 2/3 bagian, kemudian dimasukkan larutan
fungisida 2 ml/l dan larutan pupuk organik 2 ml/l. Setelah 3 bulan dilakukan

26

pemindahan tanaman (repotting), ke dalam pot yang lebih besar yaitu ukuran 18
cm dan ditanami 1 tanaman saja. Setiap 6-8 bulan sekali media diganti dengan
yang baru (Risa, 2007).
3. Pemeliharan
Pemeliharaan meliputi pemupukan, penyiraman dan pengendalian hama
penyakit. Selain itu, agar anggrek dapat tumbuh dan berbunga memuaskan,
cahaya dan lingkungannya juga harus diperhatikan.
a. Pemupukan
Pemupukan yang banyak dilakukan pada tanaman anggrek yaitu pemupukan
lewat daun, karena lebih efektif dibandingkan cara lain. Alasan logisnya adalah
daun mampu menyerap pupuk sekitar 90%, sedangkan akar hanya mampu
menyerap 10% (Iswanto, 2001). Pemupukan yang dilakukan melalui daun,
kandungan unsure hara dalam pupuk akan masuk ke dalam jaringan tubuh
tanaman melalui pembuluh daun atau kutikula. Alat yang biasa digunakan untuk
pemupukan melalui daun yaitu alat semprot. Umumnya konsentrasi larutan pupuk
daun yang digunakan untuk tanaman anggrek sebanyak 2 g/liter air, namun
keadaan tersebut bisa berubah tergantung kondisi tanaman (Fatmawati dan
Susiyanti, 2004). Pemupukan dilakukan satu kali per minggu, waktu yang baik
untuk menyemprotkan pupuk adalah antara pukul 07.00-09.00 atau pukul 15.0017.00, sebab pada jam-jam tersebut penguapan yang terjadi sangatlah sedikit
sehingga bahan makanan dapat lebih banyak diserap oleh daun (Iswanto, 2001).
Jenis pupuk yang dipakai untuk anggrek umumnya berupa pupuk majemuk,
yaitu pupuk yang mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur

27

hara makro adalah unsur hara yang banyak dibutuhkan tanaman contohnya C, H,
K, N, P, S, Mg, dan Ca. Unsur hara mikro adalah unsur hara yang sedikit
dibutuhkan tanaman contohnya Cu, Zn, Mo, Cl, dan Fe. Aplikasi pemberian
pupuk harus menyesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman. Untuk
membedakan kebutuhan pupuk dari setiap fase pertumbuhan, dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 1. Perbedaan Kebutuhan Pupuk Setiap Fase Pertumbuhan.
Fase Pertumbuhan

Dosis Per Minggu

Seedling

60%

30%

10%

1 g/liter air

Tanaman muda

30%

30%

30%

2 g/liter air

Tanaman dewasa

10%

10%

10%

2 g/liter air

Sumber : Sandra, 2001


b. Penyiraman
Penyiraman merupakan hal yang sangat penting untuk segala jenis tanaman
termasuk anggrek. Kebutuhan air sangat tergantung pada jenis tanaman, ukuran
tanaman, jenis media, jenis pot, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan
angin. Pemberian air yang berlebihan sering merugikan anggrek terutama di
daerah yang lembab, kelebihan air adalah faktor utama penyebab kematian. Cara
pemberian yang baik adalah melalui nozzle penyemprot. Penyiraman dengan alat
ini dapat mempermudah pengaturan butiran air, sehingga tidak menghanyutkan
media tumbuh atau merusak batang dan bunga. Penyiraman anggrek
Phalaenopsis dilakukan sesuai dengan kondisi cuaca, jika matahari sedang terik
sekali, maka penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari, tetapi
jika musim hujan, anggrek tidak perlu disiram.

28

c. Pengendalian Hama Penyakit


Kerusakan tanaman anggrek yang disebabkan oleh serangan hama dan
penyakit dapat menimbulkan kerugian yang besar. Pengendalian yang tidak
optimal, dapat menyebabkan kerusakan akar, batang, daun dan bunga tidak dapat
dihindari lagi. Tindakan pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit dapat
ditempuh dengan menjaga kebersihan area dan tanamannya, serta memeriksa
tanaman setiap hari untuk mengetahui secara dini adanya tanda-tanda serangan
hama atau penyakit (Deptan, 2005).
4. Panen Anggrek
a. Ciri dan Umur Tanaman Berbunga,
Umur tanaman anggrek berbunga, tergantung jenisnya. Umumnya
tanaman anggrek dewasa berbunga setelah 1-2 bulan ditanam. Tangkai
bunga yang dihasilkan kira-kira 2 tangkai dengan jumlah kuntum
sebanyak 20-25 kuntum pertangkai.
b. Cara Pemetikan Bunga,
Panen bunga anggrek perlu diperhatikan cara pemotongan. Pemotongan
dilakukan pada jarak 2 cm dari pangkal tangkai bunga dengan
menggunakan alat potong yang bersih.
D.

Hama dan Penyakit Tanaman Anggrek Bulan

Budidaya tanaman anggrek bulan tidak terlepas dari adanya


kemungkinan serangan hama dan penyakit. Beberapa hama dan penyakit
yang sering menyerang tanaman anggrek, khususnya anggrek bulan,
adalah kutu wol, keong atau bekicot, kumbang penggerek bunga, kumbang
penggerek akar, tungau merah, dan kumbang penggerek batang.

29

1. Kutu Wol (Pseudococcus sp.) sering disebut pula sebagai kutu sisik. Tubuh
kutu ditutupi bahan semacam lilin yang berwarna putih. Stadium nimfa
biasanya hidup secara bergerombol dan mampu bergerak dengan cepat.
Kutu wol biasanya hidup di ketiak daun dan ujung akar tanaman anggrek
bulan. Serangan hama ini menyebabkan tanaman menjadi kurus dan kering,
karena hama ini mengisap cairan tanaman dan mengganggu proses
fotosintesis tanaman. Gejala visual yang dapat diamati akibat serangan kutu
wol adalah tanaman menguning, kemudian berubah menjadi cokelat dan
akhirnya mati.
2. Keong atau bekicot (Achantina fulica F.). Hama ini menyerang tanaman
anggrek bulan dengan cara memakan tunas atau daunnya sehingga
menyebabkan bagian tanaman menjadi rusak tidak beraturan. Misalnya,
daun menjadi bolong-bolong atau tunasnya habis dimangsa.
3. Kumbang penggerek bunga (Lema sp.). Stadium hama yang merusak
tanaman adalah larva. Larva bersembunyi pada daun atau kuntum bunga.
Hama ini biasanya menyerang kuntum bunga, sehingga menyebabkan
kuntum bunga menjadi rusak berlubang-lubang dan ditutupi dangan kotoran
hama.
4. Kumbang penggerek akar (Diaxenes phalaenopsidis). Stadium hama yang
merusak tanaman anggrek bulan adalah larva dan kumbang. Larva dan
kumbang menyerang tanaman dengan membuat lorong pada akar udara,
atau kadang-kadang dengan menggerek daun. Gejala serangan yang dapat

30

diamati secara visual adalah adanya bekas gerekan tidak merata pada akar
atau daun tanaman anggrek bulan.
5. Tungau merah (Tenuipalpus orchidarum). Tungau menyerang tanaman
dengan cara mengisap cairan permukaan daun bagian bawah. pada awal
serangan, timbul bercak-bercak kecil, yang kemudian berubah menjadi
kemerah-merahan dan akhirnya kering.
6. Kumbang

penggerek

batang

(Orchidophilus

aterrimus). Kumbang

penggerek batang yang memiliki panjang 3,5 mm 7 mm, pada umumnya


hidup bersembunyi di ketiak daun. Pada stadium larva, biasanya membuat
lubang-lubang atau gerekan. Hama ini pada umumnya mengerek batang
tanaman, walaupun kadang-kadang menggerek daun dan tangkai bunganya
juga. Serangan hama ini menyebabkan batang atau tangkai bunga rusak,
yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian tanaman.
Penyakit yang banyak menyerang tanaman anggrek bulan (Phalaenopsis
sp.) yaitu bercak daun dan busuk daun.
1. Penyakit Bercak Daun. Kecambah tanaman anggrek Phalaenopsis sangat
peka terhadap bakteri penyebab bercak daun, terutama pada cuaca sangat
lembab. Gejala yang ditimbulkan yaitu terdapat bercak kecil bening pada
pucuk daun. Bercak ini dalam beberapa hari dapat meluas ke seluruh
kompot, kemudian daun kecambah anggrek menjadi rusak dan mati.
2. Penyakit Busuk Daun. Gejala penyakit busuk daun ini ditandai dengan
timbulnya bercak yang berwarna lebih gelap dibandingkan dengan daun

31

yang sehat. Daun menjadi lunak dan berair, turgornya hilang, dan
mengeluarkan bau yang khas. Penyakit ini akan menjalar ke bagian pucuk
tanaman (titik tumbuh) sehingga dalam waktu singkat tanaman akan mati.

III.METODE PRAKTIK KERJA LAPANG


A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Praktik kerja lapangan dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias
(Balithi) Cianjur Jawa Barat dimulai pada tanggal 4 Agustus 2014 sampai dengan
tanggal 4 September 2014.
B.

Materi Praktik Kerja Lapangan

32

Materi dalam praktik kerja lapangan adalah teknik budidaya tanaman


anggrek bulan.
C.

Metode Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Metode yang digunakan adalah observasi partisipatif, yakni wawancara langsung,


pengamatan dan pencatatan, serta partisipasi aktif.
1. Wawancara Langsung
Informasi diperoleh secara langsung dari karyawan dan petugas lapangan
Balai Penelitian Tanaman Hias, khususnya informasi tanaman anggrek
bulan.
2. Pengamatan dan Pencatatan
Memperoleh data primer dan data sekunder yang berhubungan dengan
kajian praktik kerja lapangan. Data primer adalah data yang diambil melalui
pengamatan langsung di lapangan tentang budidaya tanaman anggrek bulan,
sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen Balai
Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur mengenai struktur organisasi,
serta mengenai informasi atau data dari Balai setempat.
3. Partisipasi Aktif
Ikut serta secara aktif dalam kegiatan budidaya tanaman anggrek bulan di
lokasi budidaya tanaman anggrek Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi)
Cianjur.

33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Lokasi Praktik Kerja Lapangan
1. Sejarah Balai Penelitian Tanaman Hias
Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) merupakan lembaga yang dibentuk
dan difungsikan oleh pemerintah pada tahun 1939 dengan aspek penelitian di
bidang tanaman hias, umbi-umbian, obat-obatan dan tanaman industri. Pada masa
pendudukan Jepang (1942-1945) terjadi pengalihan hak milik, dengan tetap
melanjutkan aspek penelitian yang sebelumnya dilakukan pada jaman
pemerintahan Hindia-Belanda.
Pada tahun 1950-1960 didirikan Instansi Penelitian Tanaman Hias Cipanas
di bawah pengawasan Perkebunan Rakyat Pasar Minggu. Mulai tahun 1963
sampai 1980 status tersebut diganti menjadi Kebun Percobaan Cipanas di bawah

34

koordinasi Balai Penelitian Tanaman Pangan. Pada tanggal 16 Agustus 1984


terjadi perubahan menjadi Sub Balai Penelitian Hortikultura (Sub Balithor)
Cipanas

berdasarkan

Surat

Keputusan

menteri

Pertanian

Nomor

613/Kpts/OT.210/81/1984. Sub Balithor berfungsi sebagai unit pelaksana teknis


Bidang Penelitian dan Pengembangan Khusus Tanaman Hias. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 796/Kpts/OT/210/12/1994 tanggal 13
Desember 1994, Sub Balithor Cipanas, Segunung, dan Pasar Minggu bergabung
menjadi Balai Penelitian Tanaman Hias.
Balai Penelitian Tanaman Hias merupakan unit pelaksana teknis bidang
penelitian tanaman hias di bawah koordinasi Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian
Tanaman Hias sebagai unit pelaksana teknis berlokasi di Pasar Minggu, Jakarta
dan membawahi dua instansi kebun percobaan yaitu Instasi Kebun Percobaan
Tanaman Hias Cipanas dan Instansi Kebun Percobaan Tanaman Hias Segunung.
Kurun waktu tujuh tahun terhitung pada tahun 1995 sampai dengan 2001,
Balai Penelitian Tanaman Hias telah menghasilkan varietas unggul tanaman hias
antara lain krisan, mawar, dan gladiol. Tahun 2001 Balai Penelitian Tanaman Hias
berpindah tempat dari Pasarminggu Jakarta ke Segunung, yaitu Jalan Raya
Ciherang Pacet, Cianjur. Pada bulan Januari 2002 sesuai Surat Keputusan Menteri
Pertanian Nomor : 63/Kpts/OT.210/2002 tanggal 22 Januari 2002 ditetapkan
kembali tugas pokok dan fungsi Balai Penelitian Tanaman Hias yaitu sebagai unit
pelaksana teknis di bidang penelitian dan pengembangan di bawah tanggung
jawab langsung Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.

35

2. Lokasi Balai Penelitian Tanaman Hias


Balai Penelitian dibagi menjadi 2 bagian yaitu Balai Penelitian Tanaman
Hias Segunung dan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas. Sejak 2 tahun yang
lalu, telah dibentuk pembagian kerja pada kedua balai ini. Balai Penelitian
Tanaman Hias Segunung lebih di khususkan pada kegiatan administrasi, jasa
penelitian serta kegiatan agronomi dan koleksi plasma nutfah. Kegiatan pemuliaan
tanaman dan penelitian difokuskan di kebun percobaan Cipanas.
Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung terletak di desa Ciherang
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Balai Penelitian Tanaman Hias
berada sekitar 600 meter dari jalur propinsi yang menghubungkan Bogor dengan
Cianjur tepatnya berjarak 15 kilometer dari kota Cianjur dan 3 kilometer dari
Cipanas. Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung memiliki luas areal 10,6 ha
yang meliputi areal perkantoran, perumahan dinas, laboratorium, guest house dan
kebun percobaan. Luas kebun Balai Penelitian Tanaman Hias yaitu sekitar 7 ha.
Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas berlokasi di desa Sindanglaya,
Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang terletak 18 km dari kota
Cianjur. Batas Wilayah Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas yaitu :
Sebelah Utara

: Kampung Landbow

Sebelah Selatan

: Kampung Sindanglaya

Sebelah Barat

: Kampung Pasir Haur

Sebalah Timur

: Kampung Sukasari.

3. Keadaan Tanah dan Iklim

36

Tinggi tempat

: 1100 m dpl (sebelum proyek cirata)


900 m dpl (setelah proyek cirata)

Jenis tanah

: Andosol

pH

: 5,5 6

Suhu tanah

: 21oC sampai 23oC

Struktur tanah

: Remah dan gembur

Warna tanah

: Hitam kelabu kecoklatan

Tekstur tanah

: Debu atau lempung berdebu

Topografi

: Berbukit

Tipe iklim

: A C Alfa (Schmidt dan Ferguson)

Curah hujan rata-rata

: 3042 mm/tahun

Suhu udara harian minimum

: 16,2oC

Suhu udara harian maksimum : 24,9oC


Kelengasan udara

: 88%

Penguapan

: 3,2 mm/hari

Radiasi matahari

: 246 kal/cm/hari

Keadaan iklim dan tanah diatas diambil dari dokumen-dokumen yang


berada pada perpustakaan di Balai Penelitian Tanaman Hias.
4. Visi, Misi dan Struktur Organisasi Balai Penelitian Tanaman Hias
Visi
Balithi tahun 2010-2014 adalah Menjadi lembaga penelitian tanaman hias
berkelas dunia (2014) dalam menghasilkan teknologi inovatif mendukung industri
florikultura yang berdaya saing, berkelanjutan, dan berbasis sumberdaya lokal.

37

Misi
Dalam upaya pencapaian Visi dan pelaksanaan tupoksi, Balithi menetapkan
Misi sebagai berikut :
a. Menghasilkan,

mendiseminasikan,

dan

merekomendasikan

pengembangan teknologi inovatif yang berwawasan lingkungan dan


berbasis sumberdaya lokal guna mendukung terwujudnya industri
florikultura berkelas dunia,
b. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya penelitian serta
memanfaatkannya secara efisien dan efektif,
c. Mengembangkan jaringan kerjasama nasional dan internasional melalui
pola kemitraan menuju kemandirian IPTEK florikultura.
Struktur Organisasi
Berdasarkan

surat

Keputusan

Menteri

Pertanian

Nomor

63/Kpts/OT.210/1/2002 tanggal 29 Januari 2002 Struktur Organisasi Balai


Penelitian Tanaman Hias yaitu :
Tabel 2. Struktur Organisasi BALITHI

38

39

Berdasarkan data Sub Bag Tata Usaha Balithi, data pendidikan sumber daya
manusia yang ada di Balai Penelitian Tanaman Hias per tanggal 31 Desember
2013 dapat dilihat pada Gambar 5.

40

Gambar 5. Diagram data pendidikan sumber daya manusia di BALITHI


Sumber : Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI)
Sumber daya manusia di BALITHI terbagi dalam beberapa tugas fungsional,
diantaranya sebagai berikut :
Fungsional Peneliti

Peneliti Utama
Peneliti Madya
Peneliti Muda
Peneliti Pertama
Peneliti non Klas

: 04 orang
: 11 orang
: 8 orang
: 13 orang
: 1 orang

Fungsional Teknisi Litkayasa

Teknisi Litkayasa Penyelia


: 9 orang
Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan : 8 orang
Teknisi Litkayasa Pelaksana
: 8 orang
Teknisi Litkayasa Pemula
: 1 orang
Teknisi Litkayasa non Klas
: 12 orang
5. Tugas Pokok, Fungsi, Program dan Fasilitas Balai Penelitian Tanaman Hias
a. Tugas Pokok
Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No.63/Kptc/OT.210/1/2002, Balai

Penelitian Tanaman Hias merupakan unit pelaksana teknis bidang penelitian dan
pengembangan tanaman hias, di bawah koordinasi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian.
b. Fungsi Balai Penelitian Tanaman Hias

41

1) Penelitian tanaman hias di bidang pemuliaan, fisiologi, agronomi,


proteksi, agroekosistem, agroekonomi, pascapanen, mekanisasi
untuk pengembangan produksi, lingkungan pola tanam, analisis
komoditas, analisis residu pestisida dan pupuk
2) Penelitian komponen teknologi sistem usahatani tanaman hias.
3) Penelitian eksplorasi, evaluasi, pelestarian dan pemanfaatan plasma
nutfah tanaman hias.
4) Pelayanan teknik, kerjasama dan penyebaran hasil penelitian.
5) Penelitian dan Pengembangan Tanaman Hias didasarkan pada
komoditas yang menjadi prioritas Balithi saat ini adalah Anggrek,
Mawar, Melati, Sedap Malam, Tanaman Hias Pot, dan Tanaman
Taman. Komoditas penting lainnya adalah Gladiol dan Krisan.
Program penelitian diarahkan untuk memecahkan berbagai masalah
terutama peningkatan produktivitas, pengendalian hama dan penyakit,
pembibitan, tata niaga dan faktor-faktor lain yang turut menentukan
pencapaian sistem produksi yang berkelanjut.
Penelitian dan pengembangan teknik-teknik bioteknologi dalam
bidang pemuliaan dan pembibitan merupakan prioritas dalam penelitian.
Hasil-hasil

penelitian

disalurkan

42

melalui

seminar-seminar

ilmiah,

simposium, jurnal hortikultura, forum komunikasi penelitian dan lain-lain.


(sumber informasi Sub Bagian Tata Usaha Balithi)
c. Program Utama dan Prioritas Penelitian
1) Pengelolaan Plasma Nutfah
2) Perbaikan Potensi Genetik
3) Perbaikan Sistem Produksi Tanaman
4) Perbaikan Teknologi Benih Bebas Penyakit dan Konsep Standarisasi
5)
6)
7)
8)

Mutu
Perbaikan Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit
Fisiologi Hasil dan Biokimia
Aplikasi Bioteknologi dalam Perbaikan Genetik dan Kualitas Benih
Analisis Komoditas dan Identifikasi Masalah Pelaku Bisnis Tanaman

Hias
d. Fasilitas
Balai Penelitian Tanaman Hias mempunyai tiga Kebun Percobaan (KP)
yaitu :
1) Kebun Percobaan Segunung, berlokasi di Balai Penelitian Tanaman
Hias, Segunung Pacet.
Kegiatan penelitian yang dilakukan di KP Segunung lebih
diutamakan untuk koleksi plasma nutfah, hama dan penyakit
tanaman serta pengembangan teknologi agronomi. Fasilitas yang
tersedia yaitu rumah kaca, rumah sere, rumah paranet, dan rumah
plastik.
2) Kebun Percobaan Cipanas, berlokasi di Cipanas sekitar 3 km dari
kantor utama BALITHI.
Kegiatan penelitian yang dilakukan di KP Cipanas lebih diutamakan
untuk

pengembangan

teknologi

benih

(perbenihan)

dan

pengembangan teknologi pemuliaan. KP Cipanas dilengkapi dengan


fasilitas rumah kaca, rumah sere, laboratorium kultur jaringan.

43

3) Kebun Percobaan Pasarminggu, berlokasi di Pasarminggu, Jakarta.


Kegiatan yang dilakukan di KP Pasarminggu diutamakan untuk
penelitian teknologi pascapanen dan tanaman hias dataran rendah.
KP Pasarminggu dilengkapi dengan fasilitas rumah kaca, rumah sere,
laboratorium kultur jaringan dan laboratorium pasca panen.
Fasilitas untuk kegiatan penelitian di BALITHI yaitu rumah kaca, rumah
sere, laboratorium Ekofisiologi, Entomologi, Virologi, Biokontrol, Micologi,
Nematologi dan Kultur Jaringan. Fasilitas pendukung yang ada di BALITHI yaitu
ruang pertemuan (aula), guest house, mushola, dan perpustakaan. Fasilitas
pendukung yang ada telah direnovasi dan diperbaharui pada tahun 2001.

B. Budidaya Tanaman Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) di Balai


Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Cianjur, Jawa Barat
Kegiatan

budidaya

anggrek

Phalaenopsis

di

BALITHI

meliputi

perbanyakan anggrek Phalaenopsis, penanaman, pemeliharaan, dan panen.


1. Perbanyakan Anggrek Phalaenopsis
Cara perbanyakan anggrek Phalaenopsis di BALITHI terbagi menjadi dua
yaitu secara in vivo dan in vitro.
a. Perbanyakan secara in vivo
In vivo menurut Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan (2013)
merupakan suatu percobaan-percobaan yang mengetahui proses-proses biologi
yang dilakukan di dalam organisme hidup. Perbanyakan secara in vivo dengan
berpedoman pengertian menurut Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan

44

(2013) merupakan suatu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan oleh tanaman
itu sendiri atau dengan bantuan manusia.
Perbanyakan tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI dilakukan dengan
menggunakan

biji.

Biji

Phalaenopsis

didapat

dengan

cara

melakukan

penyerbukan dua induk tanaman anggrek Phalaenopsis yang berbeda.


Penyerbukan dilakukan dengan bantuan manusia melalui teknik persilangan.
Teknik persilangan anggrek Phalaenopsis yaitu dengan memindahkan pollinaria
(tepung sari / pejantan) ke dalam kepala putik (stigma / betina). Dua induk
tanaman anggrek Phalaenopsis yang disilangkan pada saat praktik kerja lapangan
yaitu Phal. violacea x celebensis dan R903 yang berperan sebagai induk jantan
atau yang diambil pollinarianya dan yang berperan sebagai induk betina atau
stigma yaitu KHM 2230, KHM 2234, KHM 2157, KH42182, Phal. I. Hsin Gold
Fancy, dan Phal. I. Hsin Venice. Persilangan yang dilakukan ini menggunakan
tanaman anggrek Phalaenopsis dengan tipe bunga standar sebagai induk betina
dan tipe premier sebagai induk jantan. Tujuan penyilangan kedua tetua anggrek
Phalaenopsis bunga standar dengan bunga premier yaitu untuk mendapatkan
varietas tanaman anggrek Phalaenopsis yang bunganya tidak terlalu besar dan
memiliki corak warna yang bagus.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan persilangan anggrek
menurut Wagiman dan Maloedyn Sitanggang yaitu :
1) Mengetahui sifat induk kedua tanaman yang akan disilangkan, agar
memberikan hasil yang diharapkan.
2) Sebagai induk betina dipilih yang mempunyai bunga yang kuat dan tidak
cepat layu.

45

3) Untuk induk jantan, pilih anggrek yang benang sarinya berwarna kuning
tua, bunganya tebal dan berwarna cerah.
4) Pilih kuntum bunga yang masih segar dan telah membuka penuh.
5) Penyilangan sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah penyiraman.
Teknik

yang

dilakukan

dalam

menyilangkan

dua

tetua

anggrek

Phalaenopsis dengan tipe bunga yang berbeda di BALITHI adalah sebagai


berikut:
1) Tetua tanaman anggrek Phalaenopsis disiapkan.
2) Dilakukan pengecekan reprensif atau tidaknya pada putik, dengan
menggunakan pinset atau pakis kecil disentuhkan ke dalam putik, bila
didalam putik masih terdapat cairan dan terasa lengket maka artinya
induk betina tersebut masih reprensif.
3) Pollen pada bunga jantan dipilih dan diambil secara hati-hati seperti
yang terlihat pada Gambar 6a.
4) Pollen dimasukkan kedalam putik secara hati-hati (Gambar 6b),
kemudian bunga yang telah disilangkan diberi tanda atau kode untuk
mempermudah pengenalan penyilang.
5) Tetua-tetua yang telah disilangkan dicatat dan diberi tanggal persilangan,
untuk mempermudah pengamatan dan pengecekan hasil.

(a)
(b)
Gambar 6. (a) Pengambilan pollen pada indukan anggrek Phalaenopsis jantan.

46

(b) Pemasukkan pollen dalam putik indukan Phalaenopsis betina.


Sumber : Dokumen pribadi
Kendala yang dihadapi disaat melakukan persilangan tersebut yaitu
beberapa pollen yang diambil dari bunga jantan hilang karena terjatuh dan tidak
banyaknya bunga premier yang tersedia sebagai induk jantan.

b. Perbanyakan secara in vitro


In vitro menurut Kamus Pemuliaan Pohon (2013) adalah suatu percobaan
untuk mengetahui proses-proses biologi yang dilakukan di laboratorium atau biasa
dilakukan dengan cara kultur jaringan. Perbanyakan secara in vitro merupakan
suatu pengembangan teori yang menyatakan bahwa sel atau jaringan tanaman
pada dasarnya dapat ditanam secara terpisah dalam suatu kultur.
Kegiatan yang dilakukan pada perbanyakan in vitro di BALITHI yaitu
pembuatan media untuk kultur, kultur biji, kultur tangkai bunga, transfer
protocorm, dan transfer planlet.
a) Pembuatan Media
Media yang digunakan pada kultur biji dan kultur tangkai bunga di Balai
Penelitian Tanaman Hias adalah media VW (Vacint and Went) dan media MS
(Murashige and Skoog). Menurut ibu Suskandari, penggunaan media VW dipilih
sebagai media kultur biji di BALITHI karena media VW sesuai dengan standar
perbanyakan tanaman anggrek dan tidak memerlukan bahan tambahan lagi untuk
setiap perubahan fase perkembangan tanaman pada saat in vitro.

47

Sebelum media dibuat, kegiatan awal yang dilakukan adalah membuat


larutan stok. Larutan stok merupakan larutan yang berisi satu atau lebih
komponen media yang konsentrasinya lebih tinggi atau lebih pekat daripada
konsentrasi komponen tersebut dalam formulasi media yang akan dibuat (Yusnita,
2003). Larutan stok terdiri dari larutan stok A, B, C, dan D. Tujuan dibuatnya
larutan stok yaitu untuk memudahkan dalam pengambilan dan pengukuran
pembuatan media dengan jumlah tertentu, serta untuk mencampurkan seluruh
bahan-bahan yang dibutuhkan dalam suatu kandungan media tanam secara in
vitro. Kandungan nutrisi atau bahan kimia yang ada didalam larutan stok berbedabeda tergantung jenis media yang akan digunakan.
Tabel 3. Bahan kimia untuk larutan stok pembuatan media Vacint and Went.
Stok untuk 20 liter (gram)
Stok

Nama Bahan

mg/l

dilarutkan dalam 200 ml

akuades
KNO3
525
10.5
KH2 PO4
250
5
(NH4)2 SO4
500
10
MnSO4 4 H2O
15.0
0.15
B
Mg SO4 7 H2O
250
5
C
Na2EDTA
37.5
0.75
FeSO4 7 H2O
27.8
0.556
D
Ca3(PO4)2
200
Keterangan : Larutan stok D dibuat mendadak bila media akan dibuat, karena stok
D bersifat tidak tahan lama jika sudah dilarutkan.
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI)
A

Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat larutan stok yaitu:


1) Masing-masing bahan yang tercantum didalam tabel ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik,

48

2) Disiapkan 200 ml akuades didalam erlemeyer, kemudian diletakkan diatas


magnetic stirrer,
3) Masing-masing bahan sesuai dengan jenis stok yang telah ditimbang,
dilarutkan didalam akuades 200 ml, kemudian kecepatan berputar magnetic
dipercepat agar larutan homogen,
4) Larutan yang mengandung bahan Fe, disiapkan 100 ml akuades panas,
kemudian Fe yang telah ditimbang dilarutkan dalam akuades panas tersebut,
hal ini bertujuan untuk memunculkan warna kuning pada Fe. Setelah warna
tersebut muncul, ditambahkan lagi 100 ml akuades dingin,
5) Larutan stok yang telah dibuat disimpan didalam lemari pendingin (kulkas),
dan untuk erlemeyer yang mengandung Fe, sebelum disimpan dalam kulkas
erlemeyer dibungkus dengan menggunakan kertas alumunium foil.
Tabel 4. Bahan kimia untuk larutan stok pembuatan media MS.
Stok
Bahan

1 liter

Pengambilan
Keterangan

2000 ml
Stok

Macro elements
NH4NO3
KNO3
CaCl2.2H2O
MgSO4.7H2O
KH2PO4
Micro elements
H3BO3
MnSO4.7H2O
ZnSO4.7H2O
Kl
Na2MoO4.7H2O
CuSO4.5H2O
CoCl2.6H2O
Fe-Chellate
Na2EDTA.2H2O
FeSo4.7H2O

1.65 g
1.9 g
0.44 g
0.37 g
0.17 g

33 g
38 g
8.8 g
7.4 g
3.4 g

6.2 mg
16.8 mg
10.6 mg
0.83 mg
0.25 mg
0.025 mg
0.025 mg

124 mg
338 mg
212 mg
16.6 mg
5.0 mg
0.5 mg
0.5 mg

37.3 mg
27.5 mg

746 mg
550 mg

Stok disimpan
10 ml/l

pada suhu 4oC

Stok disimpan
pada suhu 4oC
10 ml/l

10 ml/l

Untuk
melarutkan
bahan

49

yang

mengandung
Fe diperlukan
air

panas.

Simpan pada
suhu

4oC

dalam kondisi
gelap
Vitamin
Nicotinic Acid
0.5 mg
10 mg
Pyridoxine HCl
0.5 mg
10 mg
Thiamine HCl
0.1 mg
2.0 mg
10 ml/l
Glycine
2.0 mg
40 mg
Myo-inositol
100 mg
2000 mg
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI)

Stok disimpan
pada suhu 4oC

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan media VW adalah larutan


stok A, B, C, D, pisang, agar, air kelapa, dan gula pasir. Arditti dan Ernst (1992)
dalam Kasutjianingati (2013) menyatakan bahwa dalam buah pisang terdapat
hormon auksin dan giberelin. Takaran untuk masing-masing bahan pada
pembuatan media VW 1 liter yaitu :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Larutan stok A
Larutan stok B
Larutan stok C
Larutan stok D
Pisang
Agar
Air kelapa
Gula pasir

: 10 ml/liter
: 10 ml/liter
: 10 ml/liter
: 0.2 gram dicampur dengan HCl 25% secukupnya
: 100 gram
: 7.5 gram
: 150 ml
: 20 gram

Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat media Vacint and Went yaitu :
1) Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan media Vacint and Went
disiapkan (Gambar 7a),
2) Pisang, gula pasir dan akuades secukupnya diblender sampai halus,

50

3) Disiapkan baskom sedang, sebagai tempat pencampuran agar, air kelapa,


larutan stok A, B, dan C,
4) Pisang, gula pasir dan akuades yang sudah diblender, dimasukkan dalam
baskom yang berisi bahan lainnya,
5) Larutan stok D dimasukkan ketika seluruh bahan telah tercampur dalam
baskom,

(a)
(b)
Gambar 7. (a) Larutan stock, Gula, Agar, HCl, dan NaOH untuk pembuatan media
tanam VW. (b) Campuran semua bahan untuk pembuatan media
tanam VW.
Sumber : Dokumen Pribadi
6) Campuran bahan yang ada dibaskom (Gambar 7b), dimasak dan diaduk
merata hingga mendidih,
7) Kompor dimatikan setelah campuran bahan mendidih, kemudian baskom
berisi campuran bahan diangkat dan diletakkan kembali dimeja kerja,
8) Campuran bahan kemudian diberi NaOH secukupnya, tujuannya untuk
menyesuaikan pH media VW. pH optimal yang dibutuhkan yaitu 6,

51

9) Disiapkan botol-botol untuk media. Bahan media dimasukkan dalam botolbotol dengan ukuran 1/6 botol atau setara dengan batas garis lingkar bawah
pada botol,
10) Botol-botol yang telah diisi media, kemudian ditutup dengan penutup yang
terbuat dari karet. Penutup sedikit ditekan agar kencang, kemudian botol
ditutup kembali dengan kertas koran sebanyak 2 lapis dan diikat kencang
dengan menggunakan karet gelang (Gambar 8a). Tujuannya adalah agar
penutup botol yang terbuat dari karet tidak meleleh saat disterilkan dengan
menggunakan autoclave (Gambar 8b),

(a)
(b)
Gambar 8. (a) Botol media tanam yang telah terisi media dan siap untuk
disterilkan. (b) Autoclave yang digunakan untuk mensterilkan botolbotol media.
Sumber : Dokumen pribadi
11) Autoclave dipanaskan terlebih dahulu, agar udara atau uap kotor yang
tertinggal pada pemanasan sebelumnya hilang. Setelah itu, botol-botol yang
telah ditutup dimasukkan dalam autoclave, disusun dengan rapi agar

52

pensterilan botol merata, kemudian autoclave ditutup dan dikencangkan


kunci penutupnya. Pensterilan botol media ditunggu hingga terdengar bunyi
hembusan uap dari autoclave,
12) Ketika hembusan uap pertama berbunyi, ditunggu selama 20 menit, setelah
itu kompor dimatikan,
13) Autoclave didiamkan hingga jarum tekanan autoclave turun ke angka 0,
14) Setelah jarum tekanan autoclave berada di angka 0, buka saluran keluar uap
pada autoclave, tujuannya agar uap yang tersisa keluar dan tidak
menimbulkan ledakan pada saat tutup autoclave dibuka,
15) Kunci penutup autoclave dibuka, botol-botol yang berada didalam autoclave
diambil dengan hati-hati,
16) Botol-botol yang telah diterilkan kemudian disusun rapi pada rak-rak
penyimpan botol media (Gambar 23a). Botol diletakkan dalam posisi tidur.
b) Kultur Biji
Media yang digunakan untuk kultur biji anggrek Phalaenopsis di BALITHI
adalah media VW. Biji yang akan dikulturkan berasal dari buah anggrek
Phalaenopsis yang sudah tua, matang dan masih berwarna hijau.
Penyebaran biji pada media VW dimulai dengan menyalakan lampu dan
blower Laminar Air Flow (LAF), kemudian buah anggrek Phalaenopsis direndam
dalam alkohol 100% selama 3 menit, setelah itu buah dilap dengan kapas bersih
agar buah steril. Buah yang sudah steril dimasukkan dalam cawan petri atau
petridish dan dimasukkan dalam Laminar Air Flow (LAF) agar tidak terjadi
kontaminasi. Alat-alat yang ada di LAF disterilkan dengan menyemprotkan
alkohol 70% dan mengelapnya dengan kapas yang juga telah disemprot dengan
alkohol (Gambar 9a). Alkohol 100% dimasukkan dalam botol, yang fungsinya
untuk mencuci skalpel, pinset, penjepit panjang, dan pengaduk atau sendok

53

panjang. Botol media VW yang sudah disiapkan dibuka penutup korannya,


kemudian disemprot alkohol 70% dan dilap dengan menggunakan kapas sebelum
dimasukkan kedalam LAF. Setelah itu dimasukkan dalam LAF, kemudian botol
diflamir diatas api bunsen, tutup botol dibuka dan botol diletakkan dirak botol
kecil yang tersedia di LAF. Alat-alat yang telah dicuci dengan menggunakan
alkohol 100% diflamir diatas api bunsen dan diletakkan diatas petridish besar.
Buah anggrek dalam cawan petri dipotong secara melintang dibagian ujungujungnya, kemudian dipotong membujur untuk membuka buah Phalaenopsis
(Gambar 9b). Testa didalam buah diambil, dan diletakkan pada cawan petri steril
lain. Botol media VW diambil dan mulut botol diflamir kembali, untuk
memastikan tidak adanya kontaminasi. Pinset panjang dicelupkan lagi pada
larutan alkohol 100% kemudian diflamir pada api bunsen, testa pada cawan petri
diambil dan disebarkan diatas media VW. Botol diflamir kembali, kemudian tutup
botol diambil dengan menggunakan penjepit dan diflamir sebentar. Botol ditutup
kencang dan dilapisi dengan plastik skrep dengan rapat. Botol yang digunakan
untuk menyemai biji anggrek diberi label sesuai dengan kode buah Phalaenopsis.
Setelah penyemaian selesai, botol-botol semai diletakkan pada rak-rak khusus
diruang suhu dingin dan steril (Gambar 25a).

54

(a)
(b)
Gambar 9. (a) Pensterilan alat dengan mengelap alat menggunakan kapas.
(b) Pembelahan buah anggrek Phalaenopsis.
Sumber : Dokumen pribadi
c) Kultur Tangkai Bunga
Kultur tangkai bunga pada tanaman anggrek di BALITHI dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1) Tangkai bunga anggrek Phalaenopsis dicelupkan pada alkohol 100%,
2) Semua alat-alat di LAF disterilkan dengan disemprot alkohol 75% kemudian
dilap dengan menggunakan kapas bersih (Gambar 24),
3) Api bunsen dinyalakan dan alat-alat yang digunakan untuk kultur disterilkan
kembali dengan dicelupkan alkohol 100%, kemudian di flamir pada api
bunsen,
4) Botol media MS untuk kultur disterilkan dan dimasukkan dalam LAF,
5) Dua petridish diberi sedikit alkohol dan dibakar sebentar agar steril, setelah
itu tangkai yang direndam alkohol diambil dan diflamir sebentar (Gambar
10a),
6) Tangkai diletakkan pada petridish, kemudian seludang dibuka pada tiap
ruas-ruas tangkai secara perlahan agar tunas didalam seludang tidak rusak,
7) Dicari tunas yang masih hijau dan belum kering (Gambar 10b), setelah
ditemukan, bagian atas dan bawah mata tunas tangkainya dipotong dengan

55

sedikit meruncing di bagian potongan bawah mata tunas, tujuannya agar


dalam penanaman dalam media MS mudah,
8) Potongan tunas ditanam dalam media MS,
9) Botol media tempat penanaman tangkai bunga ditutup plastik skrep, dan
rekatkan hingga kencang, kemudian botol diberi tanda untuk mempermudah
pengamatan.

Gambar 10. (a) Tangkai bunga Phalaenopsis diflamir pada api bunsen. (b) Proses
pencarian mata tunas yang masih layak untuk ditanam.
Sumber : Dokumen Pribadi
Berdasarkan hasil pengamatan selama satu minggu, kultur tangkai bunga
anggrek Phalaenopsis yang dilakukan gagal. 6 botol media kultur tangkai
terkontaminasi oleh jamur. Penyebab gagalnya kultur yaitu tangkai bunga yang
digunakan dari awal pengambilan tangkai tidak langsung digunakan dan
didiamkan terlalu lama, umur tangkai bunga yang terlalu tua sehingga banyak
tunas yang sudah kering dan rentan akan serangan jamur. Perbanyakan tanaman
anggrek Phalaenopsis dengan menggunakan kultur tangkai bunga memang jarang

56

dilakukan karena faktor keberhasilannya sangat kecil, selain itu untuk


mendapatkan tangkai bunga yang masih segar dan tidak terlalu tua itu sangat sulit.
d) Transfer Protocorm
Protocorm merupakan suatu jaringan yang terdapat pada biji anggrek,
dimana akar, tunas, dan batang tidak dapat dibedakan. Menurut Kasutjianingati
(2013) protocorm adalah bentukan bulat yang siap membentuk pucuk dan akar
sebagai awal perkecambahan anggrek. Transfer protocorm adalah suatu proses
pemindahan protocorm atau calon tanaman ke media baru agar kebutuhan
nutrisinya tercukupi dan agar tidak saling berebut nutrisi bila sudah tumbuh
menjadi tanaman muda atau planlet.
Proses transfer protocorm diawali dengan memilih botol protocorm yang
sudah padat dan masih berwarna hijau. Botol media VW yang baru disiapkan,
kemudian UV pada LAF dinyalakan dan didiamkan kurang lebih satu jam, untuk
mensterilkan ruang LAF. UV dimatikan, kemudian blower dan lampu LAF
dinyalakan dan buka penutup LAF. Sebelum melakukan transfer, semua alat
didalam LAF disterilkan dengan cara menyemprotkan alkohol 70% dan
mengelapnya dengan kapas bersih, selanjutnya botol media dan botol protocorm
juga disterilkan. Botol protocorm diflamirkan diatas api bunsen, buka penutup
botol kemudian botol diletakkan pada meja botol, dilakukan hal yang sama pada
botol media VW. Pinset panjang disterilkan dengan alkohol 100% kemudian
diflamir diatas api bunsen, dinginkan sebentar kemudian protocorm dipindahkan
secara perlahan ke botol media VW yang baru. Satu botol media diisi 20
protocorm, hal ini untuk menghindari pertumbuhan planlet yang padat sehingga

57

planlet tidak tumbuh dengan optimal dan tidak sama besar. Setiap satu protocorm
yang dipindah bisa menjadi beberapa planlet. Botol diflamir kembali diatas api
bunsen, tutup botol diambil dan diflamir, kemudian botol ditutup. Botol yang
sudah ditutup dilapisi dengan plastik skrep agar tutup botol tidak mudah terbuka
dan mengantisipasi kontaminasi. Botol diberi tanda dengan menuliskan tanggal
transfer dan kode anggrek Phalaenopsis (Gambar 25b). Botol diletakkan kembali
dirak penyimpanan pada suhu dingin dan steril.
e) Transfer Planlet
Tujuan dari transfer planlet sama halnya dengan transfer protocorm yaitu
memindahkan tanaman pada media baru agar tanaman dapat berkembang lebih
optimal dan tidak saling berdesakan. Cara kerja transfer planlet sama seperti
transfer protocorm. Setiap botol diisi 20 planlet agar pertumbuhan dan
perkembangannya optimal.
2. Penanaman Anggrek Phalaenopsis
Tahapan dalam penanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI meliputi
penyiapan media tanam, aklimatisasi, individu, dan repotting.
a. Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang akan dipakai pada penanaman dipersiapkan dan di cek
ketersediaannya di greenhouse. Media tanam yang digunakan di BALITHI untuk
penanaman yaitu pakis dan sterofoam. Sebelum pakis digunakan untuk
penanaman, pakis disterilkan terlebih dahulu dari kotoran dan jamur-jamur yang
ada di pakis (Gambar 11a). Pakis yang tidak disterilkan terlebih dahulu cenderung
tidak tahan lama, menurut bapak Ace selaku pengelola kebun anggrek untuk

58

pemakaian pakis yang tidak disterilkan terlebih dahulu hanya bertahan selama 2-3
bulan, kemudian didalam media pakis yang digunakan ditemukan banyak jamur
pada akar tanaman atau dibawah tanaman. Pensterilan pakis dilakukan dengan
cara merendam pakis menggunakan air bersih selama 15 menit. Pembersihan
pakis dilakukan 4 kali dengan tujuan agar jamur-jamur pada pakis hilang (Gambar
11b). Setelah bersih pakis ditiriskan, kemudian pakis direndam kembali dalam
fungisida dithane. Tujuannya agar pakis benar-benar bersih dari jamur. Pakis yang
direndam dalam dithane didiamkan selama 24 jam, setelah itu pakis ditiriskan dan
dikering anginkan. Pakis yang siap digunakan untuk penanaman adalah pakis
yang steril dan sudah kering.

(a)
(b)
Gambar 11. (a) Butir-butir jamur yang terdapat dipakis. (b) Proses pembersihan
pakis agar jamur yang terdapat di pakis hilang.
Sumber : Dokumen Pribadi
b. Aklimatisasi

59

Proses aklimatisasi anggrek Phalaenopsis di BALITHI diawali dengan


proses hardening. Hardening merupakan tahap pemindahan bibit embrio somatik
dari ruang dengan kondisi in vitro (aseptik) ke ruang dengan kondisi non aseptik
dalam keadaan bibit masih berada dalam botol kultur. Langkah selanjutnya yaitu
dilakukan pemilihan planlet yang siap diaklim, planlet dikeluarkan dari dalam
botol secara hati-hati agar tidak rusak (Gambar 12a), kemudian planlet dicuci
bersih agar tidak ada sisa media agar VW yang menempel. Sebelum planlet
dikompot, planlet direndam fungisida dithane kurang lebih 5 menit (Gambar 12b),
setelah itu planlet dikering anginkan. Hal ini bertujuan agar saat pengompotan
tidak mudah terserang jamur.

(a)

(b)
Gambar 12. (a) Proses pengeluaran planlet dari dalam botol media. (b) Proses
perendaman planlet dalam dithane selama 5 menit.
Sumber : Dokumen pribadi
Pengompotan tanaman merupakan suatu proses penanaman dimana
beberapa tanaman sejenis ditanam dalam satu pot yang sama. Pengompotan

60

dilakukan di greenhouse khusus yang digunakan untuk penanaman, hal yang


dilakukan pertama kali yaitu menyiapkan pot-pot ukuran sedang yang berasal dari
tanah liat. Pot-pot tersebut kemudian diisi media sterofoam dan pakis.
Penggunaan sterofoam bertujuan untuk mengurangi penggunaan pakis terlalu
banyak dan membantu untuk menyimpan cadangan air. Tanaman yang sudah
direndam fungisida dan sudah dikering anginkan (Gambar 13a), disusun pada potpot yang telah diisi media. Penyusunan yang dilakukan harus bisa serapat
mungkin agar penggunaan satu pot dapat maksimal (Gambar 13b).

(a)
(b)
Gambar 13. (a) Planlet tanaman anggrek Phalaenopsis yang siap untuk di kompot.
(b) Proses pengompotan tanaman anggrek Phalaenopsis.
Sumber : Dokumen pribadi
Kompotan tanaman anggrek Phalaenopsis yang telah selesai disusun,
diletakkan dibawah meja agar tidak terkena sinar matahari (Gambar 14). Tujuan
peletakkan dibawah meja yaitu untuk menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam

61

greenhouse dan agar tanaman tidak cepat layu karena terkena sinar matahari
langsung. Pot diletakkan dibawah meja selama satu minggu, setelah itu pot
diambil dan diletakkan pada meja yang sudah dibuat untuk meletakkan pot-pot
kompot.

(a)
(b)
Gambar 14. (a) Tanaman anggrek Phalaenopsis yang telah selesai dikompot.
(b) Penempatan tanaman anggrek Phalaenopsis di bawah meja.
Sumber : Dokumen pribadi
c. Individu
Individu merupakan penanaman yang dilakukan dengan cara memisahkan
tanaman pada kompotan, dengan menanam satu tanaman pada satu pot. Tujuan
dilakukannya individu yaitu untuk menyediakan ruang tumbuh tanaman agar tidak
saling bersaing seperti pada kompotan.
Pot yang digunakan untuk individu anggrek Phalaenopsis di BALITHI
adalah pot ukuran kecil dengan berbahan plastik. Pot individu ukurannya lebih
kecil dibandingkan dengan pot yang digunakan untuk pengompotan karena

62

tanaman yang ditanam pada individu anggrek Phalaenopsis hanyalah satu


tanaman, sedangkan pada pengompotan beberapa tanaman di tanam pada satu pot
sehingga membutuhkan pot dengan ukuran yang lebih besar dari pot individu.
Langkah-langkah pada individu anggrek Phalaenopsis, sama seperti
langkah-langkah yang dilakukan pada pengompotan. Perbedaannya pada individu
satu pot ditanam satu tanaman anggrek Phalaenopsis. Hasil satu pot kompot bisa
menjadi beberapa pot individu (Gambar 15). Pot-pot individu diletakkan di
greenhouse yang berbeda, atau greenhouse khusus untuk tanaman-tanaman
anggrek yang sudah di individu.

(b)
(a)
Gambar 15. (a) Proses individu tanaman anggrek Phalaenopsis. (b) Tanaman
anggrek Phalaenopsis yang sudah di individu.
Sumber : Dokumen Pribadi
d. Repotting
Repotting adalah proses penggantian media tanam sekaligus potnya dengan
tujuan untuk memperbaiki kondisi media tanam. Penggantian pot dan media

63

tanam yang baru bertujuan untuk memberikan ruang yang lebih besar sesuai
dengan perkembangan tanaman anggrek Phalaenopsis. Ciri tanaman anggrek
Phalaenopsis yang harus di repotting yaitu :
1) Pot tanaman sudah tertutup dengan lumut dan rusak,
2) Pot terlalu kecil dibandingkan dengan tanaman anggrek,
3) Akar anggrek Phalaenopsis yang sudah memenuhi pot (perakaran padat),
sehingga media dalam pot habis,
4) Adanya jamur pada media tanam dalam pot.
Langkah repotting yang dilakukan di BALITHI yaitu membongkar media
tanaman anggrek Phalaenopsis secara hati-hati, agar akar tanaman tidak rusak
atau patah, akar tanaman dibersihkan dari media tanam (pakis) yang masih
menempel dan terselip di sela-sela akar tanaman, pot dan bahan media tanam baru
disiapkan seperti sterofoam dan pakis. Sterofoam dimasukkan dalam pot dengan
ketentuan mengisi tinggi pot, akar tanaman anggrek ditata rapi diatas sterofoam,
kemudian ditutup dengan pakis hingga penuh agar tanaman tidak tanaman kokoh.
3. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan merupakan kegiatan penting dalam budidaya.
Kegiatan pemeliharaan pada budidaya anggrek Phalaenopsis di BALITHI
mencakup penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit.
a. Penyiraman
Penyiraman tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI dilakukan di pagi
hari dengan rentan waktu 2 hari sekali yaitu pada hari Senin, Rabu dan Jumat.
Penyiraman dilakukan dengan menggunakan selang panjang yang dialiri air dari
tempat penampung air (Gambar 16). Air yang digunakan untuk penyiraman

64

merupakan air yang berasal dari sumur bor. Idealnya penyiraman tanaman
anggrek dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore. Menurut bapak Ace
selaku pengelola greenhouse tanaman anggrek, penyiraman tidak dilakukan pada
sore hari karena akibatnya tanaman mudah terserang penyakit, sehingga untuk
penyiraman cukup dilakukan di pagi hari.

(a)
Gambar 16. (a) Proses Penyiraman Tanaman.
Sumber : Dokumen pribadi
b. Pemupukan
Kegiatan pemupukan di BALITHI dilakukan satu kali dalam satu minggu
yaitu pada hari Kamis di pagi hari. Pupuk yang digunakan yaitu Grow more untuk
daun, Grow more untuk bunga dan pupuk organik cair yang digunakan untuk
memperbaiki media tanam pada anggrek (Gambar 17a). Dosis yang digunakan
pada ketiga pupuk tersebut untuk setiap liternya yaitu 0,8 gram : 0,8 gram : 0,8
gram. Pemberian pupuk di BALITHI dilakukan dengan cara mencampurkan
ketiga pupuk tersebut menjadi satu larutan yang kemudian diaplikasikan pada
semua tanaman anggrek Phalaenopsis yang ada di seluruh greenhouse anggrek

65

(Gambar 17b dan c). Menurut bapak Ace selaku pengelola greenhouse tanaman
anggrek Phalaenopsis hal tersebut dilakukan karena untuk mengefektifkan waktu,
bila perlakuan pupuk dilakukan satu per satu, maka akan cukup memakan banyak
waktu untuk pengaplikasiannya. Pemberian pupuk yang dilakukan di BALITHI
juga tidak menyesuaikan dengan kebutuhan unsur hara pada tiap fase
pertumbuhannya. Hal tersebut, berbeda dengan pernyataan Sandra (2001) yang
menyebutkan bahwa aplikasi pemberian pupuk harus menyesuaikan dengan fase
pertumbuhan tanaman.

(a)
(b)
Gambar 17. (a) Jenis pupuk yang digunakan untuk pemupukan anggrek
Phalaenopsis. (b) Pencampuran ketiga pupuk dan pemasukan
larutan dalam tangki knapsack.
Sumber : Dokumen pribadi
c. Pengendalian Hama Penyakit
Pengendalian hama penyakit di BALITHI dilakukan dengan cara teknis dan
pestisida. Pengendalian secara teknis dilakukan dengan cara membunuh secara
langsung hama-hama yang ditemukan di tanaman anggrek, membuang daun

66

tanaman yang terkena busuk daun serta warna daun telah menguning, dan
membuang tangkai bunga anggrek yang telah kering dengan cara dipotong
memakai gunting tanaman. Pengendalian dengan menggunakan pestisida
dilakukan setiap satu minggu sekali yaitu pada hari Selasa. Pestisida yang
digunakan yaitu DursbanTM 200 dan Agrept 20 WP (Gambar 18a).
Kegunaan DursbanTM 200 adalah sebagai pengendalian insekta dan Agrept
20 WP digunakan untuk mencegah terjadinya serangan bakteri yang merugikan
tanaman. Dosis yang digunakan pada kedua jenis pestisida per satuan liternya
yaitu 0,8 gram. Kedua jenis pestisida diaplikasikan dengan cara dicampur,
kemudian disemprotkan ke tanaman anggrek (Gambar 18b). Menurut bapak Ace,
penggunaan pestisida yang dicampur menjadi satu yaitu agar tidak memakan
banyak waktu. Efektifnya penyemprotan pestisida dilakukan secara terpisah untuk
setiap jenis pestisida yang digunakan, agar setiap kandungan dan fungsi yang
terdapat pada masing-masing pestisida dapat bekerja secara optimal.

(a)

(b)

67

Gambar 18. (a) Jenis pestisida yang digunakan dalam pengendalian hama dan
penyakit tanaman anggrek. (b) Penuangan larutan pestisida dalam
tangki knapsack dan penyemprotan pestisida pada tanaman anggrek.
Sumber : Dokumen pribadi
Hama dan penyakit yang ditemukan pada greenhouse anggrek Phalaenopsis
di BALITHI yaitu siput tanpa cangkang, kutu putih dan busuk daun.
1) Siput tanpa cangkang
Siput tanpa cangkang merupakan hama utama yang menyerang tanaman
anggrek Phalaenopsis di BALITHI. Siput tanpa cangkang aktif menyerang pada
malam hari. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan siput tanpa cangkang
yaitu daun tanaman anggrek menjadi berlubang dan sobek. Pengendalian
dilakukan dengan membuat perangkap siput menggunakan minuman beralkohol
bermerek Bintang. Hal ini dilakukan untuk mengalihkan siput agar tidak
menyerang tanaman, dan siput tertarik dengan aroma dari minuman tersebut.
Perangkap diletakkan di sela-sela pot tanaman anggrek, kemudian didiamkan satu
malam, dan dilihat hasilnya pada keesokan paginya. Hasil yang didapat cukup
memuaskan, siput banyak yang terperangkap dan mati (Gambar 19a), namun cara
ini masih menjadi perdebatan antara pihak budidaya dan pihak hama penyakit.
Alasannya bila menggunakan perangkap minuman beralkohol siput yang
terperangkap akan mati dan hal ini akan merusak keseimbangan ekosistem, namun
pihak budidaya pun tidak mau rugi dengan membiarkan siput merusak tanaman
anggrek. Menurut ibu Susi selaku peneliti tanaman anggrek, pengendalian siput
pernah dilakukan dengan menggunakan mentimun dengan tujuan agar tidak

68

membunuh siput secara langsung. Hasilnya kurang memuaskan, karena siput yang
memakan mentimun tidak dapat ditangkap secara langsung dan masih dapat lolos
dari perangkap, sehingga siput masih menjadi ancaman untuk tanaman anggrek
Phalaenopsis di BALITHI.
2) Kutu putih
Hama kutu putih juga merupakan hama yang merugikan bagi tanaman
anggrek Phalaenopsis di BALITHI. Kutu putih banyak ditemukan bersarang di
bunga anggrek yang telah kering (Gambar 19b). Serangan kutu putih membuat
tanaman layu, kering dan mati, karena kutu putih menghisap nutrisi pada tanaman
anggrek Phalaenopsis. Menurut bapak Ace selaku pengelola greenhouse tempat
budidaya anggrek Phalaenopsis, pengendalian yang bagus untuk kutu putih yaitu
dengan repotting, pembersihan tanaman dan membunuh secara langsung agar kutu
putih hilang.
3) Busuk daun
Menurut bapak Ace, penyakit busuk daun pada tanaman anggrek
Phalaenopsis di BALITHI disebabkan oleh bakteri. Penyakit busuk daun bisa
menyerang tanaman anggrek Phalaenopsis karena kondisi tanaman yang terlalu
lembab. Gejala yang ditimbulkan penyakit busuk daun yaitu munculnya bercakbercak hitam kecoklatan dan busuk pada daun (Gambar 19c). Pengendalian yang
dilakukan di BALITHI untuk penyakit busuk daun pada tanaman anggrek
Phalaenopsis yaitu dengan cara menyobek dan membuang daun yang terkena
busuk daun secara langsung. Pencegahan yang dilakukan agar tanaman anggrek
Phalaenopsis lain tidak terkena penyakit busuk daun yaitu dengan mengurangi

69

kelembaban pada tanaman anggrek, dan tidak menyentuh daun tanaman anggrek
yang sehat setelah tangan memegang daun tanaman anggrek yang terkena
penyakit busuk daun.

(a)
(c)
(b)
Gambar 19. (a) Siput tanpa cangkang yang telah mati terperangkap pada minuman
beralkohol. (b) Kutu putih pada sela-sela bunga. (c) Busuk daun
yang disebabkan oleh bakteri.
Sumber : Dokumen pribadi
4. Karakterisasi Tanaman
Karakterisasi tanaman di BALITHI dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi seluruh bagian tanaman secara detail dengan pendataan sesuai
dengan kebutuhan informasi dari keperluan pengidentifikasian sebelum akhirnya
tanaman tersebut dirilis. Kegiatan karakterisasi yang dilakukan di BALITHI
meliputi pengukuran, pencocokan warna dan pencocokan karakter dari setiap
bentuk bagian tanaman yang disesuaikan dengan buku panduan karakterisasi
untuk tanaman khususnya tanaman anggrek.

70

Syarat tanaman anggrek yang akan dikarakterisasi yaitu bunganya harus


sudah mekar, agar keseluruhan bagian tanaman dapat didata. Alat-alat yang
digunakan untuk karakterisasi tanaman anggrek di BALITHI yaitu jangka sorong,
color chart, penggaris, alat tulis, dan meteran yang digunakan untuk mengukur
baju (Gambar 20). Pencatatan informasi yang diperlukan untuk kebutuhan
karakterisasi beracuan pada lembar data tabel karakterisasi tanaman anggrek yang
telah ditentukan oleh pihak BALITHI. Sikap yang perlu diperhatikan dalam
melakukan kegiatan karakterisasi yaitu kecermatan, ketelitian dan kesabaran
dalam mengidentifikasi tanaman.

(a)
(b)
Gambar 20. Gambar a dan b merupakan peralatan yang digunakan untuk kegiatan
karakterisasi.
Sumber : Dokumen pribadi
Tanaman yang dikarakterisasi saat praktik kerja lapangan di Balai Penelitian
Tanaman Hias yaitu tanaman anggrek Phalaenopsis bunga berwarna kuning lidah

71

merah (Gambar 21a) dan tanaman anggrek Phalaenopsis bunga berwarna ungu
(Gambar 21b). Kedua tanaman anggrek Phalaenopsis yang dikarakterisasi
mempunyai beberapa kesamaan diantaranya tinggi tanaman yang sama yaitu 7 cm
dengan tipe pertumbuhan monopodial, bentuk penampang melintang daun yaitu
bilaterarly compressed atau tipe simetri ditekan, pada kedua bunga phalaenopsis
yang dikarakterisasi tidak memiliki spur atau taji, bentuk tonjolan/callus pada
bibir komplek dengan jumlah polinia dua, posisi pembungaan kedua tanaman
anggrek Phalaenopsis yaitu diantara dua ketiak daun, dan mempunyai bentuk
buah menyerupai kapsul.
Perbedaan dari kedua tanaman anggrek Phalaenopsis yang dikarakterisasi
yaitu pada daun, tangkai bunga, bunga, dan akarnya.
a. Daun
Karakterisasi yang dilakukan pada bagian daun meliputi ukuran panjang dan
lebar daun, bentuk daun, bentuk ujung daun, tekstur permukaan daun, susunan
daun, simetri daun dan warna daun. Ukuran panjang dan lebar daun pada tanaman
anggrek Phalaenopsis bunga berwarna ungu yaitu 11 cm dan 7,4 cm; bentuk daun
ovate atau bulat telur, bentuk ujung daun acuminate (meruncing dengan sisi-sisi
yang tajam), tekstur permukaan daun glabrous (gundul), susunan daun rangkap,
mempunyai ujung yang simetri dengan warna daun sesuai dengan nomor pada
color chart yaitu 61B.
Ukuran panjang dan lebar daun pada tanaman anggrek Phalaenopsis bunga
berwarna kuning lidah merah yaitu 34 cm dan 14 cm. bentuk daun lanceolate
(berbentuk lanset), bentuk ujung daun truncate (memotong), tekstur permukaan

72

daun glabrous (gundul), susunan daun rangkap, mempunyai ujung yang simetri
dengan warna daun sesuai dengan nomor pada color chart yaitu 137A.
b. Tangkai Bunga
Karakterisasi yang dilakukan pada tangkai bunga meliputi ukuran panjang
tangkai, panjang rangkaian bunga dan diameter tangkai. Panjang tangkai, panjang
rangkaian bunga dan diameter tangkai pada tanaman anggrek Phalaenopsis
berbunga ungu yaitu 28,5 cm, 18 cm dan 0,215 cm. Pada tanaman anggrek
Phalaenopsis berbunga kuning lidah merah ukuran panjang tangkai, panjang
rangkaian bunga dan diameternya yaitu 55, 3 cm, 24,4 cm dan 0,45 cm.
c. Bunga
Tabel 5. Kategori Karakterisasi pada Bagian Bunga.
Kategori

Bunga Berwarna Ungu

Bunga Berwarna Kuning

Tipe Pembungaan
Jumlah Kuntum
Lebar Bunga
Panjang Bunga
Bentuk Braktea
Panjang Braktea
Bentuk Sepal
Panjang Sepal
Lebar Sepal
Bentuk Ujung Sepal
Penampang Sepal
Corak
Warna
Sepal

racemose
4
9,8 cm
7,2 cm
V
0,4 cm
Elliptic (bujur telur)
4,8 cm
3,3 cm
Obtuse (tumpul)
Cembung
Bercorak, Bergaris

Lidah Merah
Racemose
7
9,7 cm
8 cm
V
0,4 cm
Ovale (bulat telur)
4,7 cm
4 cm
Obtuse (tumpul)
Cekung
Bergaris

N132C

2B

73A

51A

Bercorak, Bergaris

Bercorak, Bergaris

Dorsal
Warna

Dasar

Sepal

Dorsal
Warna Sekunder Dorsal
Sepal
Corak

Warna

Sepal

73

Lateral
Bentuk Petal
Panjang Petal
Lebar Petal
Bentuk Ujung Petal
Penampang
Melintang

Semi-circular
5,3 cm
4,1 cm
Obtuse
Cembung

Semi-circular
5,4 cm
4,5 cm
Obtuse
Cekung

Petal
Jumlah Warna Petal
Susunan Petal
Letak Lekuk Bibir
Bentuk Keping Tengah
Ada / Tidaknya Callus
Warna Dasar Keping Sisi
Warna Sekunder Keping

Lebih dari tiga


Terbuka
Tengah
Rhombic (Belah Ketupat)
Tidak Ada
N39C
-

Dua
Bersentuhan
Tengah
Rhombic (Belah Ketupat)
Tidak Ada
60A
77A

Sisi
d. Akar
Karakterisasi yang dilakukan pada bagian akar yaitu warna akar, warna
ujung akar dan tipe akar. Pada tanaman anggrek Phalaenopsis bunga berwarna
ungu warna akar menurut RHS color chart yaitu 152 B, warna ujung akar 161 D
dan tipe akar pada tanaman ini yaitu akar udara. Karakterisasi akar pada tanaman
anggrek Phalaenopsis bunga berwarna kuning lidah merah yaitu warna akar N 137
B, warna ujung akar 142 B dan termasuk tipe akar udara.
Kendala yang ditemui dalam kegiatan karakterisasi saat praktik kerja
lapangan yaitu tidak mengetahui maksud dari isi tabel informasi karena
menggunakan istilah-istilah ilmiah, dan ragu dalam menentukan nilai warna pada
bagian-bagian tanaman yang diamati.

74

(a)
(b)
Gambar 21. (a) Tanaman anggrek Phalaenopsis kuning lidah merah. (b) Tanaman
anggrek Phalaenopsis ungu dengan kode EXO 45.
Sumber : Dokumen pribadi

5. Panen
Panen yang dilakukan pada budidaya anggrek Phalaenopsis di BALITHI
yaitu memanen buah anggrek Phalaenopsis yang sudah masak atau memenuhi
kriteria untuk persebaran biji anggrek secara in vitro. Perbedaan buah anggrek
Phalaenopsis yang belum siap dipanen dengan yang siap dipanen dapat dilihat
pada Gambar 22. Kriteria buah anggrek yang sudah dapat dipanen yaitu kulit buah
berwarna hijau-kekuningan, ukuran buah besar, dan empuk seperti terlihat pada
Gambar 22b. Buah yang telah dipanen kemudian dibawa ke laboratorium untuk
ditanam secara in vitro.

75

(a)
(b)
Gambar 22. (a) Buah anggrek yang belum siap untuk dipanen. (b) Buah anggrek
matang yang telah dipanen.
Sumber : Dokumen pribadi

C. Permasalahan dan Evaluasi di Lokasi Praktik Kerja Lapangan


Permasalahan yang didapat ketika melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di
BALITHI yaitu minimnya tempat untuk penempatan anggrek Phalaenopsis,
karena greenhouse untuk anggrek Phalaenopsis sudah penuh. Kurangnya tenaga
kerja menjadi faktor utama pada permasalahan ini, karena tenaga kerja yang ada
banyak diperkerjakan untuk merawat kebun bukan greenhouse atau rumah kaca.
Hal ini menyebabkan tanaman anggrek khususnya anggrek Phalaenopsis kurang

76

terawat dan tidak terkontrol. Fasilitas untuk budidaya masih kurang memadai,
seperti alat untuk penyiraman yang mengandalkan aliran air dari sumur bor yang
dikendalikan melalui salah satu greenhouse dari 3 greenhouse untuk penempatan
tanaman anggrek dan tidak bekerja secara otomatis, kemudian kurang tersedianya
tempat untuk pengoleksian tanaman hias. Hal ini kurang sesuai dengan isi SOP
yang ada di BALITHI.
Solusi yang dapat diajukan untuk permasalahan yang ada diatas yaitu
dilakukannya pendataan secara rutin untuk setiap fasilitas yang dibutuhkan dan
digunakan untuk keperluan budidaya tanaman, khususnya tanaman anggrek agar
tanaman yang dikembangkan di BALITHI tidak rusak dan terbengkalai. Adanya
penambahan tenaga kerja atau pemanfaatan tenaga kerja yang ada untuk
mengelola tanaman yang ada di greenhouse khususnya tanaman anggrek.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
1. Kegiatan utama yang dilakukan pada Balai Penelitian Tanaman Hias yaitu
para peneliti berusaha untuk meneliti, mengembangkan dan mempertahankan
plasma nutfah berbagai jenis tanaman hias untuk mencapai visi dan misi
BALITHI. Dilihat dari kondisi instansi, struktur organisasi, sistem budidaya
dan pemasarannya cukup baik dan terorganisir. Produk-produk tanaman hias
yang dihasilkan memiliki kualitas baik.
2. Teknik budidaya tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI meliputi:

77

a. Perbanyakan anggrek Phalaenopsis


b. Penanaman anggrek Phalaenopsis
c. Pemeliharaan
d. Karakterisasi
e. Panen
3. Permasalahan yang dihadapi di BALITHI yaitu kurangnya tenaga kerja yang
mengelola greenhouse, fasilitas yang ada masih kurang memadai kegiatan
pengembangan tanaman hias di BALITHI, dan kurangnya tempat untuk
penyimpanan atau pengoleksian tanaman hias.

B. SARAN
Mengingat pentingnya hasil budidaya tanaman anggrek Phalaenopsis, maka
perlu adanya pelatihan khusus untuk para pengelola kebun dan greenhouse,
dengan tujuan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai teknik budidaya
anggrek Phalaenopsis.

78

DAFTAR PUSTAKA

Arditti, J. and R. Ernst. 1992. Micropropagation of Orchids. Departemen of


Horticulture. Second Edition. Butterworth-Heinemann Ltd. Jordan Hill.
P.38. dalam Kasutjianingati. 2013. Media Alternative Perbanyakan In-Vitro
Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis). Jurnal Agroteknos. Departemen
Produksi Pertanian, Politeknik Negeri Jember, Jember. Vol. 3 No 3. Hal 184189.
Damayanti, E. 2006. Budidaya Tanaman Anggrek. Penerbit Araska. Yogyakarta.
Hal 24.
Departemen Pertanian. 2005. Budidaya Tanaman
http://www.deptan.go.id diakses 1 Juni 2014.

Anggrek

(On-line).

Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2005. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis Anggrek. Direktorat Jendral Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian, Jakarta. 27 hal.
Djaafarer, Rizal. 2003. Phalaenopsis Spesies: Jenis dan Potensi untuk Silangan.
Penebar Swadaya. Jakarta.

79

Fatmawati, A.A., dan Susiyanti. 2004. Aklimatisasi tanaman anggrek Dendribium


dengan pemberian beberapa konsentrasi larutan pupuk Hyponex dan
beberapa media tanam. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Serang.
Fitter , A. H dan Hay, R. K. M. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Diterjemahkan oleh Sri Andani dan E. D. Purbayanti. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Gunawan, Livy Wirata. 2007. Budidaya Anggrek. Edisi Revisi. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Haryani dan B. Sayaka. 1993. Anggrek Phalaenopsis. Penebar Swadaya, Jakarta.
187 hal.
Iswanto , H. 2001. Anggrek Phalaenopsis. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Kasutjianingati. 2013. Media Alternative Perbanyakan In-Vitro Anggrek Bulan
(Phalaenopsis amabilis). Jurnal Agroteknos. Departemen Produksi
Pertanian, Politeknik Negeri Jember, Jember. Vol. 3 No 3. Hal 184-189.
Kartikaningrum, S, Dyah Widastoety & Kusumah. 2006. Panduan Karakterisasi
Tanaman Anggrek (On-line). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Komisi Nasional Platma. Jurnal Ilmiah dari pertanian, 10(2):
http://indoplasma.or.id/publikasi/pdf/guidebook_hs.pdf diakses 1 Juni 2014.
Kementerian Kehutanan. 2013. Kamus Pemuliaan Pohon. Direktorat Jenderal
Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Direktorat Bina Perbenihan
Tanaman Hutan, Kementerian Kehutanan, Jakarta.
Kencana, I. P. 2007. Cara cepat Membungakan Anggrek. Gramedia, Jakarta. 64
hal.
Khasanah U. 2011. Pemanfaatan Pupuk Daun, Air Kelapa, dan Bubur Pisang
sebagai Kombinasi Medium Kultur Jaringan untuk Mengoptimalkan Planlet
Anggrek Dendrobium kelemense. Skripsi. Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
Kuswandi, Paramita C. 2012. Menumbuhkan Semangat Berwirausaha dengan
Memanfaatkan Bioteknologi melalui Pengenalan Aklimatisasi Anggrek
Hasil Kultur Jaringan. Makalah PPM. Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.
Muhit, A. 2010. Teknik Penggunaan Beberapa Jenis Media Tanam Alternatif dan
Zat Pengatur Tumbuh pada Kompot Anggrek Bulan. Buletin Teknik
Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Hias, Cianjur. Vol. 15, No 2. 60-62

80

Pamungkas,
H.
2006.
Anggrek
Bulan
(Phalaenopsis)
http://www.kebonkembang.com diakses 18 Juni 2014.

(On-line).

Poehlman. J.W. and J.S. Quick. 1983. Crop Breeding In Hungry World, In K.M.
Rawal and M.N. Wood (Eds.) Crop Breeding. The American Society of
Agronomy, Inc. and The Crop Science of Society, Inc. Madison Wisconsin.
USA.
Purwanti, P. 2012. Pengaruh Macam Media dalam Keberhasilan Aklimatisasi
Anggrek Phalaenopsis amabilis (Anggrek Bulan). Laporan Penelitian.
Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik
Negeri Lampung, Lampung.
Puspitaningtyas, D.M. 2010. Phalaenopsis amabilis, Bunga Nasional Indonesia
(On-line). http://pai.or.id/artikel/6-spesies/6-phalaenopsis-amabilis-bunganasional-indonesia.html diakses 30 Mei 2014.
Risa.

2007.
Budidaya
Anggrek
Bulan
(On-line).
http://www2.bbpplembang.info/index.php?
option=com_content&view=article&id=157&Itemid=304 diakses 1 Juni
2014.

Rukmana, H. R. 2008. Budi Daya Anggrek Bulan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.


Sandra,E. 2001. Membuat anggrek rajin berbunga. Agro Media Pestaka, Jakarta.
Setiawan, H. 2005. Usaha Pembesaran Anggrek. Penebar Swadaya, Jakarta. 88
hal.
Siregar, Emma F. T. 2009. Analisis Usahatani Tanaman Hias Anggrek dan
Anthurium. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sutater, T. 1996. Pengembangan Teknologi Budidaya Menuju Usaha Anggrek
Berciri Indonesia. Rangkuman hasil seminar anggrek PAI. Yayasan Anggrek
Indonesia. P53-66.
Utami, E. S. W. I, Sumardi. Taryono. E, Semiarti. 2007. Pengaruh Napthaleneacetic Acid (NAA) Terhadap Embriogenesis Somatik Anggrek
Bulan (Phalaenopsis amabilis) BI. Biodiversitas. Vol 8, No 4 hal 295-299.
Wagiman dan Maloedyn Sitanggang. Menanam dan Membungakan Anggrek di
Pekarangan Rumah (On-line). Agromedia. http://books.google.co.id/books?
id=Uj1lhZENcK4C&pg=PA42&dq=hal+yang+perlu+diperhatikan+sebelum
+menyilangkan+anggrek&hl=id&sa=X&ei=Fq6EVP3GF5WVuAS1joI4&v
ed=0CCEQ6AEwAQ#v=onepage&q=hal%20yang%20perlu
%20diperhatikan%20sebelum%20menyilangkan%20anggrek&f=false
diakses 5 Desember 2014.

81

Widyas, S. 2009. Analisis Risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha


Flora di Cikampek, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Zulkarnaen. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.

82

Anda mungkin juga menyukai