Anda di halaman 1dari 21

KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM

KEHIDUPAN BERPOLITIK

DOSEN PEMBIMBING :

Sholih Khudin Anam, S.Pd.,M.Si


DISUSUN
O
L
E
H
RITHA HATDIANTI ARIS
VUNNY SARAS KINANTI
SHERLY AIRUNISA
UNIVERSITAS BALIKPAPAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
BALIKPAPAN

2015
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...2
Daftar Isi.3
BAB I 4
BAB II ...6
BAB III.19
Daftar Pustaka..20

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-aturan syariat
tertentu1. Dapat dikatakan bahwa agama adalah sebuah kepercayaan. Agama
merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan adanya agama
membuat hidup manusia menjadi teratur dan terarah. Agama dalam hal ini agama Islam
mengatur kehidupan umatnya di berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, bidaya, politik,
pendidikan, akhlak, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk
mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Nabi Muhammad
SAW dalam menyebarkan agama Islam di kalangan umatnya tidak menggunakan cara
yang sembarang. Tapi dengan menggunakan startegi-strategi yang disesuaikan dengan
masyarakat di zaman itu. Startegi-strategi dakwah tersebut tanpa disadari berupa
sesuatu yang bersifat politik.
Politik adalah hal-hal yang berkenaan dengan tata Negara, urusan yang
mencakup siasat dalam pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain 2. Dengan
menilik ke pengertian politik tersebut startegi-startegi dakwah yang digunakan
Rasulullah SAW adalah politik Islam. Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah
siysah, artinya: mengurusi urusan, melarang, memerintah (Kamus al-Muhth, dalam
kata kunci ssa). Nabi Muhammad SAW. menggunakan istilah politik (siysah) dalam
salah satu hadisnya:


Bani Israil itu diurusi urusannya oleh para nabi (tassu hum al-anbiy). Ketika seorang
nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun
akan ada banyak khalifah. (HR Muslim).

Politik artinya adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia politik
berarti memperhatikan kondisi kaum Muslim dengan cara menghilangkan kezaliman
penguasa dan melenyapkan kejahatan kaum kafir atas mereka.

Politik Islam berarti mengurusi urusan masyarakat melalui kekuasaan, melarang


dan memerintah, dengan landasan hukum/syariah Islam
tersebut adalah Al-quran.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam makalah ini adalah
1.
Apakah kontribusi agama dalam kehidupan politik
2.
Bagaimana politik yang dilakukan Rasulullah SAW
3. Bagaimanana penjelasan Q.s an-Nisa ayat 59
4. Apa saja Hadits tentang politik
5. Apa saja norma politik dalam Islam
C.
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
Mengetahui kontribusi agama dalam kehdupan politik
Mengetahui politik yang dugunakan oleh Rasulullah SAW
Mengetahui penjelasan Q.s an-Nisa ayat 59
Mengetahui hadits tentang politik
Mengetahui norma politik dalam Islam

BAB II
ISI

3.Landasan

hokum Islam

A. Kontribusi Agama Dalam Bidang Politik.


Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu
agama juga agama berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama yg kita
yakini hidup akan lebih baik dan indah. Dengan agama kita akan lebih bijak menyikapi
sesuatu. Oleh karena itu agama itu dibutuhkan oleh setiap umat manusia.
Islam adalah solusi. Solusi segala permasalahan di dunia ini dengan
kesempurnaan ajarannya (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam dapat ditelaah dari
sumber aslinya, yaitu Alquran dan Sunnah yang mengatur pola kehidupan manusia,
mulai dari hal terkecil hingga terbesar baik ekonomi, sosial, politik, hukum,
ketatanegaraan, budaya, seni, akhlak/etika, keluarga, dan lain-lain. Bahkan, bagaimana
cara membersihkan najis pun diatur oleh Islam.
Ajaran Islam merupakan rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi semesta alam),
artinya Islam selalu membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan keadilan bagi
seluruh makhluk hidup yang berada diatas dunia. Islam tidak memandang bentuk atau
rupa seseorang dan membedakan derajat atau martabat manusia dalam level
apapapun. Islam menghormati dan memberikan kebebasan kepada seseorang untuk
menganut suatu keyakinan atau agama tanpa memaksakan ajaran Islam tersebut
dijalankan (laa ikrahaa fiddiin).
Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik
(a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori
perundang-undangan dan politik. Islam merupakan sistem peradaban yang lengkap,
yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan (M.Dhiaduddin Rais, 2001:5).
Dalam hal politik Islam mengatur bagaimana seorang pemimpin harus bersikap
terhadap rakyatnya. Dan bagi seorang pemimpin ada pertanggung jawaban atas apa
yang telah dilakukan terhadap rakyatnya di akirat nanti. Ada batas-batasan yang
diberikan terhadap seorang pemimpin.
B. Politik yang Dilakukan Rasulullah SAW
Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di Madinah
beliau membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama
undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi kepala agama
dan kepala Negara.

Pertama, sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul. Nabi Muhammad SAW bertahanuts di Gua Hira. Namun, setelah dipilih sebagai utusan Allah, Beliau langsung
diperintahkan untuk memberikan peringatan di tengah-tengah masyarakat mulai dari
keluarga terdekat dan kawan-kawannya. Nabi Muhammad SAW pun menyebarkan
dakwah di tengah-tengah mereka.
Kedua, Rasulullah SAW melakukan pemantapan akidah. Sejak awal, Nabi
Muhammad SAW memproklamirkan: L ilha ill Allh, Muhammad Raslullh. Dengan
syahadat tersebut berarti tidak ada yang wajib disembah, diibadahi dan dipatuhi selain
Allah SWT. Menaati Allah SWT haruslah dengan mengikuti utusan-Nya, Muhammad
SAW. Jadi, syahadat merupakan pengingkaran terhadap thght serta keimanan
kepada Allah dan Rasul. Ini merupakan deklarasi politik. Karenanya, dapat dipahami
mengapa Abu Jahal dan Abu Lahab, misalnya, tidak mau mengucapkannya. Bukan
tidak bisa, melainkan mereka tahu apa isi kandungan dan konsekuensinya: kekuasaan
mereka untuk menetapkan hukum hilang; hak mereka menetapkan baik-buruk, benarsalah, dan terpuji-tercela yang selama ini mereka miliki pun tidak ada lagi. Semuanya
harus ditetapkan oleh wahyu.
Ketiga, dakwah Nabi Muhammad SAW menyerukan pengurusan masyarakat
(riyah syun al-ummah). Ayat-ayat Makiyyah banyak mengajari akidah seperti takdir,
hidayah dan dhallah (kesesatan), rezeki, tawakal kepada Allah, dll. Ratusan ayat
berbicara tentang Hari Kiamat (kebangkitan manusia dari kubur, pengumpulan manusia
di padang mahsyar, pahala dan dosa, surga dan neraka, dll); tentang pengaturan terkait
akhirat seperti nasihat dan bimbingan, membangkitkan rasa takut terhadap azab Allah,
serta memberikan semangat untuk terus beramal demi menggapai ridla-Nya.
Selain itu, ratusan ayat al-Quran dan hadits di Makkah dan Madinah diturunkan
kepada Nabi tentang pengaturan masyarakat di dunia. Misal: jual-beli, sewa-menyewa,
wasiat, waris, nikah dan talak, taat pada ulil amri, mengoreksi penguasa sebagai
seutama-utama jihad, makanan dan minuman, pencurian, hibah dan hadiah kepada
penguasa, pembunuhan, pidana, hijrah, jihad, dll. Semua ini menegaskan bahwa apa
yang didakwahkan Nabi Muhammad SAW bukan hanya persoalan ritual, spiritual dan
moral. Dakwah Nabi Muhammad SAW berisi juga tentang hal-hal pengurusan
masyarakat. Artinya, dilihat dari isinya dakwah Rasulullah SAW juga bersifat politik.

Keempat,

Rasulullah

melakukan

pergulatan

pemikiran.

Pemikiran

dan

pemahaman batil masyarakat Arab kala itu dikritisi. Terjadilah pergulatan pemikiran.
Akhirnya, pemikiran dan pemahaman Islam dapat menggantikan pemikiran dan
pemahaman lama. Konsekuensinya, hukum-hukum yang diterapkan di masyarakat pun
berubah. Rasulullah SAW dengan al-Quran menyerang kekufuran, syirik, kepercayaan
terhadap berhala, ketidakpercayaan akan Hari Kebangkitan, anggapan Nabi Isa as.
sebagai anak Tuhan, dll. Hikmah, nasihat, dan debat secara baik terus dilakukan oleh
Nabi saw. Al-Quran mengabadikan hal ini:



Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (argumentasi yang kuat) dan
nasihat yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah Yang mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia
pula yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS an-Nahl
[16]:125).
Jelas, ini merupakan aktivitas politik karena merupakan aktivitas riyah syun
al-ummah, mengurusi urusan rakyat.
Kelima, para pembesar Quraisy banyak menzalimi rakyat, kasar, menghambur
fitnah, dan banyak bersumpah tanpa ditepati. Rasulullah SAW

dengan tegas

menyerang mereka karena kesombongan dan penentangan mereka. Di antara


pembesar yang diserang langsung oleh Beliau adalah Abu Lahab dan istrinya (Ummu
Jamil). Sementara itu, Walid bin Mughirah diserang dengan menyebutkan ciri, perilaku,
dan tindakannya terhadap masyarakat. Misalnya, Nabi Muhammad SAW menyerang
Walid dengan ayat:



Janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang
banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat
baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku (kasar), selain dari itu yang
tidak diketahui siapa bapaknya karena dia mempunyai banyak harta dan anak. Apabila
dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami (Allah), ia berkata, Ini adalah dongengan orang-

orang terdahulu. Kelak akan Kami beri tanda di belalainya (hidungnya). (QS al-Qalam
[68]: 10-16).
Selain itu, Nabi Muhammad SAW menyampaikan wahyu dari Allah yang berisi
pembongkaran terhadap tipudaya para penguasa Quraisy itu (QS ath-Thariq [86]: 1517; al-Anfal [8]: 30). Semua ini merupakan perjuangan politik. Arahnya adalah
menghentikan kezaliman pembesar terhadap rakyatnya, seraya menyerukan Islam
sebagai keadilan yang menggantikannya.
Keenam, Nabi saw. menentang hubungan-hubungan rusak di masyarakat dan
menyerukan Islam sebagai gantinya. Pada saat itu, kecurangan dalam takaran dan
timbangan sudah merupakan hal lumrah dalam jual-beli. Rasulullah menentang keras
sistem masyarakat seperti ini (QS al-Muthaffifin [83]: 1-6).
Sistem masyarakat yang diterapkan penguasa/pembesar kala itu membiarkan
pembunuhan terhadap anak-anak karena takut miskin, khawatir tidak terjamin makan
dan kehidupannya. Rasul saw. justru berteriak lantang bahwa tindakan tersebut adalah
dosa besar. Beliau menyerukan: tidak perlu takut dan khawatir miskin karena Allahlah
yang mengatur rezeki. Perzinaan pun merajalela.
Di tengah masyarakat yang mengagungkan pergaulan bebas itu, Nabi saw.
mencela perzinaan. Beliau juga menentang keras pembunuhan yang ketika itu
merupakan kebiasaan masyarakat yang dilegalkan oleh hukum penguasa. Perilaku
para pembesar yang biasa mengambil harta anak yatim ditentang habis-habisan.
Kebiasaan rakyat dan penguasa yang sering tidak memenuhi janji pun dilawannya;
diluruskan. Lalu diserukan perubahan semua itu dengan syariah Islam (QS al-Isra [17]:
31-34). Jelas, Rasul SAW bergerak di tengah masyarakat, membela kepentingan
mereka, menentang aturan dan sistem yang rusak, serta mendakwahkan ajaran Islam
sebagai gantinya. Semua ini merupakan aktivitas politik.
Ketujuh, setelah berhijrah dari Makkah ke Madinah, Beliau mendirikan institusi
politik berupa negara Madinah. Beliau langsung mengurusi urusan masyarakat. Misal:
dalam bidang pendidikan Beliau menetapkan tebusan tawanan Perang Badar dengan
mengajari baca-tulis kepada sepuluh orang kaum Muslim pertawanan. Dalam masalah
pekerjaan

Nabi

saw.

mengeluarkan

kebijakan

dengan

memberi

modal

dan

menyediakan lapangan pekerjaan berupa pencarian kayu bakar untuk dijual (HR

Muslim dan Ahmad). Nabi Muhammad SAW. pernah menetapkan kebijakan tentang
lebar jalan selebar tujuh hasta (HR al-Bukhari). Beliau juga mengeluarkan kebijakan
tentang pembagian saluran air bagi pertanian (HR al-Bukhari dan Muslim). Begitulah,
Nabi saw. sebagai kepala pemerintahan telah memberikan arahan dalam mengurusi
masalah rakyat.
Secara langsung, Rasulullah saw. menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penulis
(ktib) setiap perjanjian dan kesepakatan, Harits bin Auf sebagai pemegang stempel
kepala negara (berupa cincin) Nabi saw., Muaiqib bin Abi Fatimah sebagai pendata
rampasan perang (ghanmah), Hudzaifah bin Yaman sebagai kepala pusat statistik hasil
buah-buahan di Yaman, dll.
Berdasarkan perilaku dakwah Nabi saw. dan para Sahabatnya di atas, jelaslah,
dakwah Beliau tidak sekadar mencakup ritual, spiritual dan moral. Dakwah Beliau juga
bersifat politik, yakni mengurusi urusan umat dengan syariah. Karenanya, dakwah Islam
haruslah diarahkan seperti yang dilakukan Beliau. Politik tidak dapat dan tidak boleh
dipisahkan dari Islam. Politik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah politik
yang membawa rakyat ke arah yang lebih baik.
C. Penjelasan Qs. An-Nisa ayat 59


Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil
Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata tentang firman-Nya,
Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kamu. Ayat ini turun
berkenaan dengan Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin Adi, ketika diutus oleh
Rasulullah di dalam satu pasukan khusus. Demikianlah yang dikeluarkan oleh seluruh
jamaah kecuali Ibnu Majah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ali, ia berkata: Rasulullah SAW mengutus satu
pasukan khusus dan mengangkat salah seorang Anshar menjadi komandan mereka.

Tatkala mereka telah keluar, maka ia marah kepada mereka dalam suatu masalah, lalu
ia berkata, Bukanlah Rasulullah SAW memerintahkan kalian untuk mentaatiku?
Mereka menjawab, Betul. Dia berkata lagi, Kumpulkanlah untukku kayu bakar oleh
kalian. Kemudian ia meminta api, lalu ia membakrnya, dan ia berkata, Aku
berkeinginan keras agar kalian masuk ke dalamnya. Maka seorang pemuda diantara
mereka berkata. Sebaiknya kalian lari menuju Rasulullah SAW dari api ini. Maka
jangan terburu-buru (mengambil keputusan) sampai kalian bertemu dengan Rasullah
SAW. Jika beliau perintahkan kalian untuk masuk ke dalamnya, maka masuklah. Lalu
mereka kembali kepada Rasulullah SAW dan mengabarkan tentang hal itu. Maka
Rasulullah pun bersabda kepada mereka, Seandainya kalian masuk ke dalam api itu,
niscaya kalian tidak akan keluar lagi selama-lamanya. Ketaatan itu hanya pada yang
maruf. (HR. Bukhari-Muslim dari hadits Al-Amasy)
Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW sudah memberi batasan kepada kita,
bahwasannya ketaatan hanya pada yang maruf, dan bukannya pada yang tidak maruf.
Ayat juga ini disebutkan oleh ulama sebagai hak para pemimpin yang menjadi
kewajiban rakyat. Sedangkan pada ayat sebelumnya QS. An-Nisa': 58, sebagai hak
rakyat yang menjadi kewajiban para pemimpin. Yaitu agar para pemimpin menunaikan
amanat kepemimpinan dengan sebaik-baiknya. Memberikan hak kepada yang berhak
menerimanya, dan memutuskan hukum di antara rakyatnya dengan seadil-adilnya.
Menurut Ustadz Ihsan Tanjung, ayat ini begitu populer dikumandangkan para
jurkam di musim kampanye. Dan oleh para pemimpin negeri ini ayat ini juga sering
disitir ketika mereka berpidato dihadapan alim ulama, ustadz, santri dan aktifis islam.
tidak ketinggalan juga, para pendukung thaghut (pemimpin yang tidak memberlakukan
hukum Islam) menjadikannya sebagai dalil untuk melegitimasi loyalitas dan ketaatan
pada mereka. Kenapa bisa demikian? karena di dalamnya terkandung perintah Allah
agar ummat taat kepada Ulil Amri Minkum (para pemimpin di antara kalian atau para
pemimpin di antara orang-orang beriman).

"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu." (QS. An-Nisa: 59)
Mereka biasanya hanya membacakan ayat tersebut hingga kata-kata Ulil Amri
Minkum. Bagian sesudahnya jarang dikutip. Padahal justru bagian selanjutnya yang
sangat penting. Mengapa? Karena justru bagian itulah yang menjelaskan ciri-ciri utama
Ulil Amri Minkum. Bagian itulah yang menjadikan kita memahami siapa yang
sebenarnya Ulil Amri Minkum dan siapa yang bukan. Bagian itulah yang akan
menentukan apakah fulan-fulan yang berkampanye tersebut pantas atau tidak
memperoleh ketaatan ummat.

Dalam bagian selanjutnya Allah berfirman:



"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah


ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." (QS. An-Nisa: 59)
Allah SWT menjelaskan bahwa ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang sebenarnya
ialah komitmen untuk selalu mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan
kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Para pemimpin sejati di antara orangorang beriman tidak mungkin akan rela menyelesaikan berbagai urusan kepada selain
Al-Quran dan Sunnah Ar-Rasul. Sebab mereka sangat faham dan meyakini pesan
Allah:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (QS. Al-Hujuraat: 1)

Sehingga kita jumpai dalam catatan sejarah bagaimana seorang Khalifah Umar
bin Khattab radhiyallahu anhu di masa paceklik mengeluarkan sebuah kebijakan ijtihadi
berupa larangan bagi kaum wanita beriman untuk meminta mahar yang memberatkan
kaum pria beriman yang mau menikah. Tiba-tiba seorang wanita beriman mengangkat
suaranya mengkritik kebijakan Khalifah seraya mengutip firman Allah yang mengizinkan
kaum muminat untuk menentukan mahar sesuka hati mereka. Maka Amirul Muminin
langsung ber-istighfar dan berkata: "Wanita itu benar dan Umar salah. Maka dengan ini
kebijakan tersebut saya cabut kembali...!"
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas bahwa, Wa uulil amri
minkum (Dan Ulil Amri di antara kamu), maknanya adalah ahli fiqh dan ahli agama.
Sedangkan menurut Mujahid, Atha, Al-Hasan Bashri dan Abul Aliyah-begitu pula Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah-, bermakna ulama. Ibnu Katsir menambahkan, Yang jelas bahwa
Ulil Amri itu umum mencakup setiap pemegang urusan, baik umara maupun
ulama.Ibnu Qayyim dalam Ilamul Muwaqiin mengatakan, Allah SWT memerintahkan
manusia agar taat kepada Ulil Amri, dan Ulil Amri itu tidak lain adalah ulama, akan tetapi
diartikan juga sebagai umara (pemerintah/tokoh formal masyarakat).
Jadi, tidaklah benar Ulil Amri bermakna satu-satunya pemimimpin dalam satu
jamaah tertentu. Ibnu Katsir berkata, Ayat di atas (QS. An-Nisa: 59) adalah perintah
untuk mentaati ulama dan umara. Untuk itu Allah berfirman, Taatlah kepada Allah, yaitu
ikutilah Kitab-Nya (Al-Quran), Dan taatlah kepada Rasul, yaitu peganglah Sunnahnya,
Dan Ulil Amri di antara kamu, yaitu pada apa yang mereka perintahkan kepada kalian
dalam rangka taat kepada Allah, bukan dalam maksiat kepada-Nya. Karena, tidak
berlaku ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah. Artinya taat
kepada Ulil Amri ada batasannya, berbeda dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya
yang merupakan sesuatu yang mutlak.
Ibnu Qayyim meneruskan dalam kitabnya tersebut, bahwasannya makna taat
kepada Ulil Amri adalah bertaqlid kepada apa yang mereka fatwakan. Akan tetapi hal
yang tidak dimengerti oleh orang-orang yang taqlid adalah bahwa Ulil Amri-seharusnyahanya ditaati apabila tidak keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Para
ulama dalam hal ini hanya berfungsi sebagai mediator (penyampai perintah dari Allah
dan Rasul-Nya kepada umat), sementara Umara memegang peranan sebagai fasilitator

demi kelancarannya. oleh karena itu, ketaatan kepada mereka merupakan bagian dari
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Di bagian mana dalam ayat ini yang
menunjukkan prioritas pendapat para ulama atas Sunnah Rasulullah SAW, dan anjuran
untuk bertaqlid kepada pendapat-pendapat itu?
Ibnu Qayyim meneruskan, bahwa sesungguhnya ayat yang membicarakan
tentang ketaatan kepada Ulil Amri adalah alasan yang paling kuat untuk membantah
dan memperjelas kekeliruan taqlid. Kekeliruan tersebut dapat dilihat dari beberapa sisi:
Pertama, perintah taat kepada Allah adalah perintah untuk melakukan segala
apa yang diperintahkannya, dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.
Kedua, Ketaatan kepada Rasul SAW. Dua bentuk ketaatan ini tidak akan dapat
ditunaikan oleh seorang hamba kecuali dengan mengenal dan tahu persis apa yang
diperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mengetahui perintah-perintah Allah dan
hanya bertaqlid kepada Ulil Amri, niscaya ia tidak mungkin mewujudkan ketaatannya
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ketiga, Di dalam sebuah riwayat ditemukan larangan untuk bertaqlid kepada Ulil
Amri, sebagaimana terdapat dalam riwayat yang bersumber dari Muadz bin Jabal,
Abdullah bin Masud, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas dan lain-lain dari kalangan
sahabat. Teks riwayat itu telah kita ketahui dari 4 Imam besar Al-Matbu (yang diikuti).
Keempat, Allah SWT berfirman, Apabila kalian berselisih dalam sebuah urusan,
maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul-Nya (Sunnahnya),
sekiranya kalian beriman kepada-Nya dan kepada hari kiamat. (QS. An-Nisa: 59)
Ayat ini dengan tegas menyalahkan taqlid dan melarang untuk mengembalikan
perselisihan pada pendapat seseorang atau pandangan satu madzhab tertentu.
D. Hadits Tentang Politik
Hal mengenai politik tidak hanya diatur dalam Al-quran saja tapi ada beberapa
hadits yang mengaturnya yaitu:
1. Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. (HR. Abu Na'im)
2. Tidak akan sukses suatu kaum yang mengangkat seorang wanita sebagai pemimpin.
(HR. Bukhari)

3. Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman bin
Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena
ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan
tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpinpemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka
menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda ditangan orang-orang
yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia
menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah.
DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta
berada di tangan orang-orang kikir. (HR. Ad-Dailami)
5. Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR. Muslim)
6. Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang membinasakan, yaitu:
a. Seorang penguasa bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak mensyukurimu dan
bila kamu berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.
b. Tetangga apabila melihat kebaikanmu dia pendam (dirahasiakan atau diam saja) tapi
bila melihat keburukanmu dia sebarluaskan.
c. Isteri bila berkumpul dia mengganggumu (diantaranya dengan ucapan dan perbuatan
yang menyakiti) dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan mengkhianatimu. (HR.
Ath-Thabrani)
7. Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang bagi mereka.
(HR. Ahmad)
8. Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar
mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila telah turun mimbar
mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai.
(HR. Ath-Thabrani)
9. Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya
kesengsaraan (kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat. (HR. AthThabrani)
Keterangan: Hal tersebut karena dia menyalah-gunakan jabatannya dengan berbuat
yang zhalim dan menipu (korupsi dll).
10. Aku mendengar Rasulullah Saw memprihatinkan umatnya dalam enam perkara:
a. Diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin (penguasa).
b. Terlampau banyak petugas keamanan.
c. Main suap dalam urusan hokum.
d. Pemutusan silaturahmi dan meremehkan pembunuhan.

e. Generasi baru yang menjadikan Al Qur'an sebagai nyanyian.


f. Mereka mendahulukan atau mengutamakan seorang yang bukan paling mengerti fiqih
dan bukan pula yang paling besar berjasa tapi hanya orang yang berseni sastra lah.
(HR. Ahmad)
11. Barangsiapa diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak)
melayani kaum lemah dan orang yang membutuhkannya maka Allah tidak akan
mengindahkannya pada hari kiamat. (HR. Ahmad)
12. Khianat paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya.
(HR. Ath-Thabrani)
13. Menyuap dalam urusan hukum adalah kufur. (HR. Ath-Thabrani dan Ar-Rabii')
14. Barangsiapa tidak menyukai sesuatu dari tindakan penguasa maka hendaklah
bersabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan (membelot) jamaah walaupun
hanya sejengkal maka wafatnya tergolong jahiliyah. (HR. Bukhari dan Muslim)
15. Jangan bersilang sengketa. Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu bersilang
sengketa (cekcok, bermusuh-musuhan) lalu mereka binasah. (HR. Ahmad)
16. Ka'ab bin 'Iyadh Ra bertanya, "Ya Rasulullah, apabila seorang mencintai kaumnya,
apakah itu tergolong fanatisme?" Nabi Saw menjawab, "Tidak, fanatisme (Ashabiyah)
ialah bila seorang mendukung (membantu) kaumnya atas suatu kezaliman." (HR.
Ahmad)
17. Kaum muslimin kompak bersatu menghadapi yang lain. (HR. Asysyihaab)
18. Kekuatan Allah beserta jama'ah (seluruh umat). Barangsiapa membelot maka dia
membelot ke neraka. (HR. Tirmidzi)
19. Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami
pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang
isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang
pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak
bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
20. Barangsiapa membaiat seorang imam (pemimpin) dan telah memberinya buah
hatinya dan jabatan tangannya maka hendaklah dia taat sepenuhnya sedapat mungkin.
(HR. Muslim)
21. Akan terlepas (kelak) ikatan (kekuatan) Islam, ikatan demi ikatan. Setiap kali
terlepas satu ikatan maka orang-orang akan berpegangan kepada yang lainnya. Yang
pertama kali terlepas ialah hukum dan yang terakhir adalah shalat. (HR. Ahmad dan Al
Hakim)

22. Hendaklah kamu mendengar, patuh dan taat (kepada pemimpinmu), dalam masa
kesenangan (kemudahan dan kelapangan), dalam kesulitan dan kesempitan, dalam
kegiatanmu dan di saat mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan sekalipun
keadaan itu merugikan kepentinganmu. (HR. Muslim dan An-Nasaa'i)
23. Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika terjadi
perselisihan maka ikutilah suara terbanyak. (HR. Anas bin Malik)
24. Dua orang lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua orang, dan
empat orang lebih baik dari tiga orang. Tetaplah kamu dalam jamaah. Sesungguhnya
Allah Azza wajalla tidak akan mempersatukan umatku kecuali dalam petunjuk (hidayah)
(HR. Abu Dawud)
E. Norma Politik dalam Islam
Dalam pelaksanaan politik, Islam juga memiliki norma-norma yang harus
diperhatikan. Norma-norma ini merupakan karakteristik pembeda politik Islam dari
system poltik lainnya. Diantara norma-norma itu ialah :
1.

Poltik merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan

sebagai tujuan akhir atau satu-satunya.


2. Politik Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.
3. Kekuasaan mutlak adalah milik Allah.
4.

Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur ala mini secara

baik.
5. Pengangkatan pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
6.

Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan

Rasul .
7. Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.
Prinsip-Pinsip Politik dalam Pandangan Islam
1. Prinsip-prinsip dasar politik Islam
System politik berdasarkan atas tiga (3) prinsip yaitu :
a.

Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi.

Pandangan Islam terhadap kekuasaan tidak terlepas dari ajaran tauhid bahwa
penguasa tertinggi dalam kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan politik dan
bernegara adalah Allah SWT (QS.5:18)

b.

Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum-

hukum ALLah SWT.


Manusia baik dia pejabat pemerintah atau rakyat jelata adalah Khalifah-Nya,
mandataris atau pelaksana amanah-Nya dalam kehidupan ini (QS.2:30).
c.

Khalifah berarti pemimpin atau wakil Allah di bumi.

Pemerintahan baru wajib di patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada
Al-Quran dan hadist atau tidak bertentangan dengan keduanya.
Prinsip-prinsip dasar siasyah dalam Islam meliputi antara lain :
1. Musyawarah.
2. Pembahasan Bersama.
3. Tujuan bersama, yakni untuk mencapai suatu keputusan.
4.

Keputusan itu merupakan penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi

bersama.
5. Keadilan.
6. Al-Musaawah atau persamaan.
7. Al-hurriyyah (kemerdekaan/kebebasan).
8. Perlindungan jiwa raga dan harta masyarakat .
2. Prinsip-prinsip politik luar negeri dalam Islam (Siasah Dauliyyah)
Dalam Al-Quran, ditemui beberapa prinsippolitik luar negeri dalam Islam, yaitu :
a.

Saling menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat, QS.8:58, QS.9:4, QS.16:91,

QS.17:34.
b. Kehormatan dan Integrasi Nasional, QS.16:92
c.

Keadilan Universal (Internasional), QS. 5:8.

d. Menjaga perdamaian abadi, QS.5:61.


e.

Menjaga kenetralan negara-negara lain, QS.4:89,90.

f.

Larangan terhadap eksploitasi para imperialis, QS.6:92.

g.

Memberikan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di

negara lain, QS.8:72.


h.

Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral, QS.60:8,9.

i.

Kehormatan dalam hubungan Internasional, QS.55:60.

j.

Persamaan keadilan untuk para penyerang, QS.2:195, QS.16:126, dan QS.42:40.

Syarat Kepemimpinan Politik dalam Islam


Kepemimpinan politik dalam Islam harus memenuhi syarat-syarat yang telah
digariskan oleh ajaran agama. Penjelasan itu terdapat dalam surat An-Nisa,(4):58-59.
Pada ayat itu disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat kepemimpinan politik dalam
Islam antara lain;
1.

Amanah yaitu bertanggung jawab dengan tugas dan kewenangan yang

diemban
2. Adil yaitu mampu menempatkan segala sesuatu secara tepat dan proporsional
3. Taat kepada Allah dan Rasul
4. Menjadikan quran dan sunnah sebagai referensi utama.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan pada makalah ini yaitu :
Manusia diciptakan Allah dengan sifat bawaan ketergantungan kepada-Nya di samping
sifat-sifat keutamaan, kemampuan jasmani dan rohani yang memungkinkan ia melaksanakan
fungsinya sebagai khalifah untuk memakmuran bumi. Namun demikian, perlu dikemukakan
bahwa dalam keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau kelemahannya. Karena
kelemahanya itu, manusia tidak mampu mempertahankan dirinya kecuali dengan bantuan Allah.
Bentuk bantuan Allah itu terutama berupa agama sebagai pedoman hidup di dunia dalam
rangka mencapai kebahagiaan di akhirat nanti. Dengan bantuan-Nya Allah menunjukkan jalan
yang harus di tempuh manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia hanya
dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai
makhluk utama yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum Tuhan dalam pembangunan
kemakmuran di bumi untuk itu Al-Qur'an yang memuat wahyu Allah, menunjukkan jalan dan
harapan yakni (1) agar manusia mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan fitrah (sifat asal atau
kesucian)nya, (2) mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakkan hukum, (3)
memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi, dan pada saat yang sama
memelihara diri atau membebaskan diri dari kekejian, kemunkaran dan kesewenang-wenangan.
Untuk itu di perlukan sebuah system politik sebagain sarana dan wahana (alat untuk mencapai
tujuan) yaitu Politik Islam.
Dari hasil kajian diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu
agama juga berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Salah satunya adalah dalam
hal politik. Contoh dari politik yang berdasarkan agama adalah politik yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW. Politik yang digunakan oleh Rasulullah SAW adalah poltik yang
membawa kebahagiaan bagi umat yang dipimpinnya. Jika seseorang pemimpin politik

berlandaskan agama dalam hal ini agama Islam dan yang menjadi landasan dalam
memimpin rakyatnya adalah Al-quran dan hadist maka pemimpin tersebut tidak akan
menindas rakyatnya. Dikarenakan ia telah mengetahui norma-norma berpolitik dalam
Islam dan aturan-aturan berpolitik dalam Islam
B. Saran
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki
peran utama dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke arah integrasi
kehidupan masyarakat, negara dan Islam diperlukan ijtihad yang akan memberikan pedoman
bagi anggota parlemen atau politisi dalam menjelaskan hujahnya dalam berpolitik. Dan interaksi
umat Islam yang hidup dalam alam modern ini dengan politik akan memberikan pengalaman
dan tantangan baru menuju masyarakat yang adil dan makmur. Berpolitik yang bersih dan sehat
akan menambah kepercayaan masyarakat khususnya di Indonesia bahwa memang Islam
mengatur seluruh aspek mulai ekonomi, sosial, militer, budaya sampai dengan politik.

Berkenaan dengan pentingnya penguasaan memahami kontribusi agama dalam


kehidupan politik. Khususnya pendidik harus mampu :
a. Menjelaskan pentingnya Agama dalam kehidupan berpolitik
b. Memberikan contoh pemimpin yang sesuai dengan kaidah Agama.
c. Menerapkan Suri Tauladan yang dicantumkan Dalam Hadits.
d. Berpolitik sesuai dengan norma-norma berpolitik dalam Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Alquranonline.com

1. Anonym. 2012. Memahami Kontribusi Agama Dalam Kehidupan Politik,


Berbangsa dan Bernegara. http://pgs.nul.is.
2. Meutia.2010. Makalah Agama Tentang Politik Islam. http://meutzolkin.blogspot.com
3. Muda, Ahmad A.K. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Jakarta: Reality
Publisher
4. MR Kurnia. 2002 Al-Jamaah, Tafarruq dan Ikhtilaf. Bogor: Al Azhar Press
5. Nurcholish Madjid. 1999. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta:
Paramadina
6. Tim Dosen PAI UNP.2006.Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan TinggiUmum, hal
148-151
7. M.Dhianddin Rais.2001.Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani. Hal 4-6
8. Rustam, Rusyja, Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Andalas Padang.
Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, hal 189-193
9. Nurcholish Madjid, 1999. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, Jakarta: Paramadina,
1999.
10. Anwar, Fuadi, dkk. Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, Padang : 2008
11. Lopa, Baharuddin, 1989, Al-Quran dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta,

Anda mungkin juga menyukai