Laporan PKL
Laporan PKL
Lokasi
Deskripsi
1. Telaga Beton
Telaga beton merupakan telaga buatan yang dimanfaatkan untuk menampung air yang keluar
dari goa-goa kecil didaerah karst yang berada disekitar telaga yang luas. Air yang keluar dari
system karst memiliki potensi air yang sangat tinggi karena air yang berada pada zona
vanduse yang berada dipermukaan akan turun ke zona base level secara perlahan (system
karst autogenic) oleh karena itu meskipun pada musim kemarau, air akan tetap mengalir ke
telaga beton. Vegetasi disekitar daerah telaga beton ini tertutup oleh vegetasi yang lebat.
Pemanfaatan telaga beton ini untuk pengembangan kepariwisataan, perikanan, pertanian.
Fenomena yang terlihat didaerah ini yaitu kegiatan kepariwisataan yang tidak berjalan
dengan baik. Factor yang dapat mempengaruhi berupa kurangnya promosi, tempat yang
masih terpelosok, kurangnya atraksi pendukung, jarak yang jauh dari obyek wisata yang lain.
Akibat dari berhentinya kegiatan kepariwisataan dan kurangnya pengelolaan maka terjadi
pendangkalan di telaga beton.
Keberadaan telaga karst sangat penting bagi penduduk di sekelilingnya. Jika diamati dengan
seksama, pemukiman penduduk di wilayah karst khususnya di Gunungsewu selalu dekat
dengan telaga-telaga karst tersebut. Air yang tersisa di telaga tersebut benar-benar menjadi
tumpuan kehidupan.
Namun sangatlah disayangkan, cara pemanfaatan air telaga karst yang dilakukan oleh
penduduk banyak tidak memperhatikan kelestariannya. Aktifitas mandi, mencuci dan
memandikan ternak sering dilakukan ditempat itu pula. Akibatnya air tercemar deterjen dan
berbagai kotoran hewan yang menjadikan air telaga "kaya" akan bakteri coli. Kualitas air
sering tidak layak karena akumulasi bahan pencemar tersebut.
Peran pemerhati dan aktifis lingkungan dan juga pemerintah sangat dibutuhkan oleh
masyarakat ini. Mereka memerlukan penyadaran atas pentingnya kualitas lingkungan.
Mereka memerlukan pengetahuan tentang sifat dan tabiat lingkungan fisik karst dimana
mereka tinggal. Tutunan yang tidak menggurui akan sangat membantu meningkatkan kualitas
hidup penduduk sekaligus menjaga kelestarian air telaga karst tersebut.
2. Goa Gremeng
Gua gremeng adalah titik lorong sungai bawah tanah yang biasa terjadi di pegunungan kapur.
Gua Gremeng terletak di blimbing, umbulreja, ponjong, gunungkidul. Gua horizontal itu
dibuka sejak 2003. Nama Gremeng sendiri diambil dari bahasa Jawa grenengan yang berarti
menggerutu. gua gremeng ini memiliki panjang 3000 meter yang mengalirkan air sungai.
Didalam gua jika kita masuk akan disuguhi dengan pemandangan sangat indah. seperti,
staklakmit dan staklaktit yang memiliki cerita tradisional, kita juga akan menemukan jenis
kelelawar Hipposideros sp yang tinggal di dalam gua. didalam gua tersimpan bebatuan yang
unik, contoh saja batu masjid yang tidak pernah terendam air saat hujan dan batu tiban yang
kabarnya jatuh dari atap. juga ornamen ornamen yang membentuk garis garis cantik seperti
goresan pasir pantai. gua gremeng juga masih terawat.
Gunung kidul yang terkenal kering tetapi bukti lain menghapus pernyataan tersebut, daerah
ponjong melimpah akan sumber daya air dan penghasil beras utama di daerah gunung kidul
(panen 3x dalam setahun)
Mengapa daerah ponjong melimpah sumber daya air?
Hal ini tidak terlepas dari karakteristik karst pojong sendiri. Karst pojong berperan sebagai
resurgen sungai bawah tanah (system goa keluar kepermukaan) tipe mata air karst yang
sungai terbentuk pada lahan datar.
Hal ini tidak terlepas dari system geologi yang membentuk daerah ponjong ini, dibawah
lapisan kapur merupakan lapisan batuan massif yang kedap air yang mengakibatkan air
tanahnya dangkal karena tidak tembus pada batuan massif (terjadi karena proses
subduction/tabrakan dua lempeng yang mengakibatkan terumbu karang mengalami
pengangkatan dan kemudian mati mengalami proses karstifikasi). Dalam atau tidaknya air
tanah tergantung pada formasi batuan yang ada pada daerah tersebut. Pemanfaatan air di goa
gremeng ini untuk system irigasi pertanian masyarakat daerah ponjong.
demikian kebutuhan air masyarakat cukup terpenuhi sehingga tidak perlu membeli air
bersih.
Kebiasaan lain masyarakat di sekitar sumber mata air Gedaren adalah penduduk biasanya
mandi dan mencuci baju di sana. Pemerintah desa telah membangun sarana untuk
masyarakat yaitu dengan membendung sumber mata air dan menyekat aliran air tempat
mandi dan mencuci baju menjadi 2 yaitu untuk laki-laki dan perempuan.
Pada musim penghujan, kualitas air dari sumber mata air Gedaren menurun.
Hal ini ditandai dengan warna air yang awalnya jernih (pada musim kemarau) menjadi
kuning keruh karena pengaruh resapan air hujan yang mengandung tanin pada kayu dan
humus. Untuk mengatasi masalah ini, masyarakat biasanya menampung air yang tersalur ke
rumahnya untuk sementara agar zat yang terangkut air mengendap sehingga air menjadi
jernih sehingga dapat digunakan. Masyarakat dan pemerintah desa tidak menggunakan
bahan kimia untuk menjernihkan air.
Air di daerah GunungKidul banyak mengandung zat kapur yang dapat berdampak pada
kesehatan terutama pada organ tubuh yaitu ginjal. Oleh karena itu khusus untuk air minum,
masyarakat biasanya menyaring air rebusan menggunakan kain putih sebelum dimasukkan
ke dalam termos. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir zat kapur yang terdapat dalam air
minum dan mengendap pada alat penangas, sehingga air minum layak untuk dikonsumsi.
Usaha yang di lakukan untuk ikut serta dalam mengatasi masalah mengenai kualitas dan
kuantitas air diantaranya :
a. Ikut menjaga kelestarian lingkungan, memperluas jumlah serapan air dengan cara tidak
menebang pohon di daerah serapan air
b. Mengurangi pencemaran air, yaitu dengan tidak mencuci pakaian di aliran sungai
c. Melakukan proses sedimentasi terhadap air yang keruh (mengandung humus) pada bak
penampungan sebelum digunakan
d. Meminimalisir kadar zat kapur pada air minum dengan cara meminum air mineral (galon)
e. Menggunakan air seperlunya saja (tidak boros air)