Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

CASE REPORT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MARET 2014

APPENDISITIS AKUT

OLEH
AZILA BT ABD AZIZ
C11109828
PEMBIMBING
dr. Andi Irwansyah Achmad
SUPERVISOR
dr. Sulaihi, Sp.B - KBD
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA
BAGIAN ILMU BEDAH KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
1

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama

: Azila binti Abd Aziz

Stambuk

: C111-09-828

Judul kasus

: Appendisitis Akut

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Maret 2014
Mengetahui,
Pembimbing

Co-Ass

dr. A. Irwansyah Achmad

Azila bt Abd Aziz


Supervisor

dr. Sulaihi, Sp.B KBD

LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama

: Ny. W

Jenis Kelamin: Perempuan


Tanggal lahir : 31-12-97
MRS

: 20- 2 - 14

Ruangan

: L2 K2 B2

Rekam Medis :651827


B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya, nyeri dirasakan
pada ulu hati lalu, berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri bersifat terus-menerus dan
terasa seperti ditusuk-tusuk.
Riwayat demam ada, 2 hari yang lalu.
Riwayat mual dan muntah ada, frekuensi 2 kali.
Riwayat nyeri pada perut kanan bawah ketika batuk ada.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat Hipertensi dan DM tidak ada.
C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Sakit sedang / gizi cukup / composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah: 120 / 80 mmHg

Nadi

: 80 x / menit

Pernafasan

: 20 x / menit

Suhu

: 37.9oC

Kepala
Konjungtiva

: anemis (-)
3

Sklera

: ikterus (-)

Bibir

: tidak ada sianosis

Gusi

: perdarahan (-)

Rambut
: Rambut hitam, lurus, sukar dicabut.
Telinga: Otore (-), perdarahan (-)
Hidung
: Rinorhea (-), epistaksis (-)
Lidah
:Kotor (-),candidiasis (-)
Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
DVS

: R-2 cmH20

Deviasi trakea

: tidak ada

Tidak didapatkan massa tumor


Tidak ada nyeri tekan.
Paru
Inspeksi

: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan

Perkusi

: sonor R=L

Auskultasi

: Bunyi pernapasan vesikuler Kiri = Kanan


Bunyi tambahan: ronkhi - / -, Wheezing - / -

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi

: S1 / S2 reguler,murmur (-)

Abdomen (Status Lokalis) :


Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas, warna kulit sama dengan sekitar. Darm
Contour (-), Darm Steifung (-)

Auskultasi

: Peristaltik (+) kesan menurun


4

Palpasi

: Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) pada titik Mc Burney (+),
Rovsing Sign (+), Blumberg Sign (+), Psoas sign (+) Obturator
Sign (+)
Hepar / Lien tidak teraba.

Perkusi

: Timpani, Nyeri Ketok pada titik Mc Burney(+).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Darah rutin tanggal (11/2/2014)
Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

WBC

10,4

4,00-10,0

RBC

4,77

4,00-6,00

HGB

14,6

12,0-16,0

HCT

43,3

37,0-48,0

PLT

166

150-400

NEU

7.56

2.00-7.5

LYM

1.6

1.00-4.00

Hasil kimia klinik (11/02/2014)

Hasil hemostasis (11/2/2014)


Pemeriksaan

Hasil Nilai normal

Pemeriksaan

Hasil

nilai normal

GOT

16

< 38

CT

600

4-10

GPT

< 41

BT

200

1-7

GDS

78

140

PT

11.6

10-14

APTT

24.8

22,0-30,0

Urinalisa (11/2/2014)
Urin
Warna

: Kuning , agak keruh


5

pH

: 6.0

Berat Jenis: 1.030


Protein (-), Glukosa (-) Bilirubin (-)
Lekosit

: 1, eritrosit : 1,

KESAN

: dalam batas normal

Pemeriksaan USG (11/2/2014)

GB

: dinding tidak menebal dan regular

Pankrease

: ukuran dalam batas normal

Spleen

: Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal

Area Mc Burney : tampak lesi tubular buntu, uncompressible


Kedua ginjal

: ukuran dan echo parenkim dalam batas normal

VU

: Mukosa reguler dan tidak menebal, tidak tampak echo batu


6

maupun SOL
KESAN

: sesuai gambaran Appendisitis Akut

Skor Labeda, Kalesaran dan Alvarado


SKOR KALESARAN
Mual
Muntah
Demam
Nyeri ketuk
Nyeri batuk
Defans local
Leukositosis
TOTAL

+7
+11
+7
+15
+5
+10
+15
70
SKOR LABEDA

Mual
Muntah
Demam
Nyeri batuk
Nyeri ketuk
Defans local
Leukositosis
Gender
TOTAL

+4
+2
+7
+4
+10
+11
+6
-6
38

Skor Alvarado
Gejala Klinik

Value

Adanya migrasi nyeri

Anoreksia

Mual/muntah

Nyeri RLQ

Nyeri lepas

Febris

Leukositosis

Shift to the left

TOTAL

E. RESUME
Seorang perempuan, 17 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah, dialami sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan pada ulu hati lalu
berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri bersifat terus-menerus dan terasa seperti
ditusuk-tusuk. Riwayat demam ada, 2 hari yang lalu. Riwayat mual ada. Riwayat
muntah ada, frekuensi 2 kali Riwayat nyeri ketika batuk ada.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan, nyeri tekan ada pada titik Mc Burney,
Rovsing Sign dan Blumberg Sign ada, Psoas sign dan Obturator sign ada. Nyeri
ketok pada titik Mc Burney ada.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, menunjukkan tanda-tanda leukositosis.
Hasil pemeriksaan USG, menunjukkan gambaran appendisitis akut. Berdasarkan skor
Kalesaran, Labeda dan Alvarado, pasien ini harus dilakukan tindakan operasi.
F. DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis Akut
G. RENCANA TINDAKAN
Appendectomy

PENDAHULUAN
Apendisitis akut adalah salah satu masalah kegawatdaruratan bedah yang umum
didapatkan dimayarakat. Insiden berikisar 1,5-1,9/1.000 poplulasi perempuan dan
laki-laki umumnya muncul muncul pada dewasa muda., usia 20-30 tahun.
Appendisitis terjadi karena proses obstruksi di lumen apendiks, penyebab yang
tersering adalah akibat hiperplasia jaringan limfoid. Gejala dan tanda appendisitis
umumnya sakit pada perut kuadaran kanana bawahdisertai mual, muntah dan
tidak nafsu makan. Operasi pada kasus appendisisits akut menduduki salah satu
8

operasi terrsering yang dilakukan dalam kasus kegawatdaruratan abdomen(10%


dari semua kasus mkegawatdaruratan abdomen). Di Amerika serikat, sebanyak
20.000 apendiktomi dilakukan pada kasusu appendisitis akut setiap tahunnya.
Middiagnostik dan penundaan operasi pada appendisitis akut dapat meningkatkan
risiko perforasi dan akhirnya menimbulakn peritonitis.1
Diagnosis banding dan penatalaksanaan terhadap pasien dengan sakit regioliaka
dekstra merupakan tantangan dalam bedah. Diagnosis pasti apendisitis didapatkan
dari hasil patologi anatomi setelah operasi. Beberapa literatur mengatakan
apendiktomi yang dilakukan pada pasien suspek apendisitis akut memberikan hasil
negatif sekitar 20-40%. Kesulitan dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut
muncul terutama pada pasien yang sangat muda, pasien tua, dan wanita usia
reproduktif, karena mereka memiliki gejala yang tidak pasti dan kondisi lain yang
meneyrupai apendisitis. Penelitian menunjukkan sebanyak 2-7% dari semua
dewasa yang dilakukan lapratomi menunjukkan penyakit diluar apendisitis.1
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2001). Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian
cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007).
Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Apendisitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Apendisitis acuta mengalami perforasi
setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi
cairan dan antibiotik yang lebih baik, apendisitis pada anak-anak, terutama pada anak
usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis
Apendisitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa
didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada

pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Apendisitis2.
Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak
dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan
karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang
menjelaskan bahwa Apendisitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
akut abdomen di seluruh dunia 3.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Apendisitis acuta yang terjadi bila
Apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh omentum
dan/atau lekuk usus halus4.

ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX


Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial
dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi.
Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan
Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,
Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis
Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia
15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya
mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,

10

Gambar 1. Vaskularisasi appendix vermiformis


Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar
di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi
apabila Appendix mengalami peradangan. 1,

Gambar 2. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

11

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,


Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama

Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan

komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak
penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.2
ETIOLOGI
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limf, fecalit, tumor apendiks
dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.histolytica.
Penelilitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatkan pertumbuhan flora kolon biasa. Semua ini akan
mempermudah timbulnya appendisitis akut.2
PATOLOGI
Patologi appendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan
tubuh adalahmembatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikuler
yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat appendiks. Di dalamnya dapat
terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, appendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan
menjadi tenang untuk selanjutnyaakan mengurai diri secara lambat.2

12

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang , menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang ldiperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
sebagai mengalami eksarserbasi akut.2
Obstruksi lumen apendiks oleh fekalit, kalkulus, tumor atau cacing atau cacing
kremi menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal dengan diikuti oleh iskemik
(yang bertambah berat dengan terjadinya edema serta terbentuk nya eksudat) dan
invasi bakteri.3

13

14

MANIFESTASI KLINIS
Gejala Klinis
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik appendisitis ialah nyeri samarsamar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigartrium disekitar
umbilikus.2,6
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc
Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat.kadang tidak ada nyeri nyeri epigastrium,
tetapi tedapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien menegluh sakit
perut bila berjalan atau batuk.2,6
Pada beberapa keadaaan appendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak
ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang yang
berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separugh
penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.2,6
Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadaran kanan bawah dan mungkin
terdapat nyeri tekan sekitar titik Mc Burney. Kemudian dapat timbul spasme otot
dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukositosis moderat. Bila
ruptura appendiks terjadi, nyeri seringkali hilang secara dramatis untuk
sementara.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika
meradang.Berikut gejala yang timbul tersebut.2
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal
Yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan
bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri
lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti
berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan.Nyeri ini timbul karena adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
15

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis


Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala
dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga
biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.Berikut beberapa keadaan dimana
gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.Seringkali anak
tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi
muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan
gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.Begitupun pada bayi, 80-90
% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya
serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi),
radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia
kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah,
dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini.
Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral,
sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio
lumbal kanan.
Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.1
Gejala
Tanda
Lab

Gejala Klinik
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
16

Value
1
1
1
2
1
1
2

Shift to the left

1
10

Total poin

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya
dilakukan.2

Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Apendisitis. Jika tanda-tanda Apendisitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:

Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Apendisitis namun tidak spesifik.

Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan
dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan
musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari
peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.

Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi
kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Apendisitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif
bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahls sign
17

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.

Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.

Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi


Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi
atau Apendisitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. laboratorium darah perifer lengkap
a. pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil alboratorium nilai
leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun bukan pertanda utama.
b.
Laboratorium5
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya didapatkan pada
keadaan

akut, Apendisitis

tanpa

komplikasi

dan

sering

disertai

predominan

polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift
to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Apendisitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang
hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Apendisitis tanpa komplikasi.
Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan
terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess.5
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 612 jam inflamasi jaringan. 5
18

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000,
dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau
Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Apendisitis acuta
dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
Ultrasonografi1,2,6,7
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Apendisitis. Appendix
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran
anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan
ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan
menyingkirkan diagnosis Apendisitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix
tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis
Apendisitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam
rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia
reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal
maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Apendisitis acuta dengan USG telah
dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG
sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada
kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periapendisitis dari peradangan
sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai
appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses
inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu
dapat terjadi bila Apendisitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal,
19

Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix
mengalami perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Apendisitis 6


2.5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Apendisitis acuta, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Apendisitis acuta,
kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan
yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan
sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan
adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi
jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama
saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara
tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang
tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi
dari pasien suspek Apendisitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya

20

diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada
indikasi klinis.

Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Apendisitis perforata


dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1

Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix


(panah) dengan appendicolith1
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari Apendisitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari
akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu
penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi
pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses

21

akut di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan


yang sama seperti Apendisitis acuta. 2
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada
umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh
Apendisitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
menjadi lebih buruk dengan pembedahan. Diagnosis banding Apendisitis
tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan
dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin
pasien. 2
1. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan Apendisitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi
akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya
diare, mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului
terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
2. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Apendisitis
acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti
Apendisitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
3. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk
membedakan Intususseption dari Apendisitis acuta karena terapinya sangat
berbeda. Umur pasien sangat penting, Apendisitis sangat jarang dibawah umur
2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah
umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan
berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada
intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium enema,
sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Apendisitis acuta
sangat berbahaya.
4. Infeksi saluran kencing
22

Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai


Apendisitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan
terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.

KOMPLIKASI
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses.Insidens perforasi adalah 10%30%.Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum
terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7C
atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan yang kontinyu.2
Apabila apendiktomi tidak mengalami komplikasi, pasien dapat
dipulangkan pada hari itu juga bila suhu dalam batas normal dan area operati
terasa nyaman.Penyuluhan saat pulang untuk pasien dan keluarga sangat penting.
Pasien diinstruksikan untuk membuat janji untuk menemui ahli bedah yang akan
mengangkat jahitan antara ahli kelima dan ketujuh. Perawatan insisi dan pedoman
aktifitas didiskusikan.Aktifitas normal biasanya dapat dilakukan dalam 2-4
minggu.2
Apabila terdapat peritonitis, drain dibiarkan di tempat insisi.Pasien yang
berisiko terhadap komplikasi dipertahankan di rumah sakit selama beberapa hari
dan dipantau dengan ketat terhadap adanya tanda-tanda obstruksi usus atau
hemoragi sekunder.Abses sekunder dapat terbentuk di pelvis, di bawah diafragma,
atau di hati yang menyebabkan peningkatan suhu dan frekuensi nadi, dan
peningkatan pada jumlah leukosit.2
Apabila pasien siap untuk pulang, pasien dan keluarga dapat diajarkan
untuk merawat luka dan melakukan pergantian balutan dan irigasi sesuai program.
Perawat kesehatan di rumah mungkin diperlukan untuk membantu perawatan ini
dan memantau pasien terhadap adanya komplikasi dan penyembuhan luka.
Komplikasi yang paling sering dari appendicitis adalah perforasi (pelubangan).
Perforasi dari appendix dapat menjurus pada bisul nanah periappendiceal (koleksi dari
nanah yang terinfeksi) atau diffuse peritonitis (infeksi dari seluruh lapisan perut dan
pelvis). Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah penundaan dalam diagnosis dan
perawatan. Pada umumnya, lebih lama penundaan antara diagnosis dan operasi, lebih
23

mungkin perforasinya. Risiko perforasi 36 jam setelah timbulnya gejala adalah paling
sedikit 15%. Oleh karenanya, sekali appendicitis didiagnosa, operasi harus dilakukan
tanpa penundaan yang tidak perlu.
Komplikasi yang kurang umum dari appendicitis adalah rintangan dari usus.
Rintangan terjadi ketika peradangan yang mengelilingi appendix menyebabkan otot usus
untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah dikeluarkannya isi-isi usus. Jika usus diatas
rintangan mulai terisi dengan cairan dan gas, perut menggelembung dan mual dan
muntah mungkin terjadi. Maka kemudian mungkin diperlukan untuk mengalirkan isi-isi
dari usus melalui tabung yang dimasukan melaui hidung dan esophagus dan kedalam
lambung dan usus.
Komplikasi yang ditakutkan dari appendicitis adalah sepsis, kondisi dimana bakteri
yang menginfeksi memasuki darah dan berjalan ke bagian-bagian lain tubuh. Ini adalah
komplikasi yang serius bahkan mengancam nyawa . Untungnya, itu jarang terjadi.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Apendisitis acuta yaitu 1,2,3,6,7
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Teknik operasi Appendectomy 1
a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit horizontal dan oblik
24

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan
ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis
karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang
terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke
medial bawah.

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral
bawah.

Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
25

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus
dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara
M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan
merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah
pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada
sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi
sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.

26

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk


mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem
Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan
sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium
seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas
mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak
diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih
kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).

27

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke
dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh,
dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

28

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan
dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Apendisitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan
menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari
Apendisitis acuta.1
2.9 KOMPLIKASI POST OPERASI 1
1. Fistel berfaeces Apendisitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena
benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis.
2. Hernia cicatricalis.
3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelah
Appendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah echymosis
dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari
sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.
2.10 PROGNOSIS 2
Mortalitas dari Apendisitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun
1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan
penurunan secara signifikan insidensi Apendisitis adalah sarana diagnosis dan terapi,
antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.

KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan
derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu.
29

Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Faktorfaktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya Apendisitis meliputi faktor
obstruksi, bakteriologi, dan diet.

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada

Apendisitis acuta.
Gejala klinis Apendisitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri
berpindah,

dan

gejala

sisa

klasik

berupa

nyeri

periumbilikal

kemudian

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak


terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik pada kasus
Apendisitis adalah Rovsings sign, Psoas sign, Obturator sign, Blumbergs sign, Wahls
sign, Baldwin test, Dunphys sign, Defence musculare, nyeri pada daerah cavum Douglas
bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan
rectal toucher.
Pemeriksaan

penunjang

dalam

diagnosis

Apendisitis

adalah

pemeriksaan

laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding


Apendisitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut, penyakit
urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chrons enteritis,
perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing, batu urethra,
peritonitis primer, Purpura HenochSchonlein, Yersiniosis, serta kelainankelainan
ginekologi.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Apendisitis adalah perforasi, peritonitis,
Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial pyemia dengan
Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien Apendisitis acuta meliputi;
pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia,
puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotika
i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Apendisitis acuta. Appendicular
infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(Appendiceal mass) yang lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih
karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
30

Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya Apendisitis


acuta. Dimulai dari acute focal Apendisitis acute suppurative Apendisitis
gangrenous Apendisitis (tahap pertama dari Apendisitis yang mengalami komplikasi)
dapat terjadi 3 kemungkinan:
o

perforated Apendisitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau


rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.

terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama


kelamaan akan mengecil dan menghilang)

Apendisitis kronis, merupakan serangan ulang Apendisitis yang telah


sembuh.

Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya riwayat


Apendisitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan di RLQ.
Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor Caecum,
limfoma maligna intra abdomen, Apendisitis tuberkulosa, amoeboma, Crohns disease,
dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun torsi kista ovarium.
Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif (konservatif)
yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian), tetapi apabila massa
tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus segera
dibuka dan dilakukan drainase.

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
2. edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery Volume 2.
8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way
LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Apendisitis1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7

Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson
RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

32

Anda mungkin juga menyukai