Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS MASALAH D

1. Mengapa Ny. N terbangun karena sesak pada malam hari?


Ny. N mengalami bronkospasme pada malam hari. Etiologi dari bronkospasme malam
hari belum dapat dijelaskan secara pasti. Beberapa menyebutkan hal ini dikarenakan
peningkatan tonus vagus, pelepasan mediator2, dan kemungkinan penurunan suhu
tubuh yang semuanya menyebabkan bronkhospasme; penurunan beredarnya
epinephrine yang menurunkan efek bronkhodilatasi. Akan tetapi, hal ini masih belum
diteliti lebih lanjut.
2. Apa saja obat oral bronkodilator?

3. Apa indikasi dan kontraindikasi nebulisasi?

Tujuan pemberian nebulizer untuk mengurangi sesak, mengencerkan dahak


(meningkatkan

produksi

sekret)

dan

dapat

mengurangi

menghilangkan

bronkospasma. Terapi nebulizer diindikasikan untuk penderita gangguan saluran


napas. Kontraindikasi terapi nebulisasi adalah pada pasien dengan hipertensi,
takikardi, riwayat alergi, trakeotomi, fraktur di daerah hidung. Namun, hal yang tidak
boleh dilupakan adalah kontra indikasi dari obat yang kita gunakan untuk nebulisasi.
4. Bagaimana mekanisme alergi dengan keluhan sesak?
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alegen,
virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma 19 dapat terjadi
melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom. Jalur imunologis
didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi),
terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah
besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat
pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan
bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang menghirup alergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan
dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil dan bradikinin.
Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran nafas. Pada reaksi alergi fase cepat,
obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen.
Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama
histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi
terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel
inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan antigen precenting cell (APC)
merupakan sel-sel kunci fdalam patogenesis asma. Pada jalur syaraf otonom, inhalasi
alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus, dan
mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan reflek bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
menbuat epitel saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke

dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel


bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat
terjadi tanpa melibatkan sel mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin,
asap, kabut, dan SO2. Pada keadaan tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek
syaraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya
neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A, dan Calcitonin GenRelated Peptid
(CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema
bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktifasi sel-sel inflamasi.
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus
tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter
objektifberatnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur
hipereaktivitas bronkus tersebut antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi
udara dingin, inhalasi antigen, dan inhalasi zat nonspesifik.
5. Apa manifestasi klinis pada kasus?
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas.
Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma
alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa
disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan
sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien
asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough
variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan
spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan
metakolin.Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan
gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala
terhadap faktor pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang,
infeksi saluran napas maupun perubahan cuaca. Lain halnya dengan asma akibat
pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik menjelang
akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu,
gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya,
seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji
provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan
untuk menegakkan diagnosis.
6. Apa komplikasi pada kasus?
Komplikasi yang mungkin akibat penyakit asma bronkial adalah:

Pneumothorax
Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
Atelektasis
Gagal napas
Bronkitis
Fraktur iga

Anda mungkin juga menyukai