Sumber:
(http:/ / hyper. ahajournals. org/ cgi/ content/ full/ 33/ 6/ 1385?maxtoshow=&
HITS=10& hits=10& RESULTFORMAT=& fulltext=arterial& searchid=1&
FIRSTINDEX=60& resourcetype=HWFIG)
Setelah penilaian prabedah selesai dengan menghasilkan antara lain penentuan status
fisik pasien, langkah berikutnya ialah menentukan macam obat premedikasi yang
akan digunakan. Untuk penentuan ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan
yaitu :
Macam operasi
Posisi pasien waktu dilakukan operasi
Perkiraan lama operasi dan sebagainya
Tujuan utama dari pemberian obat premedikasi ialah untuk memberikan sedasi psikis,
mengurangi rasa cemas dan melindungi keadaan basal fisiologis dalam melawan
bahaya stress mental atau faktor-faktor yang tidak ada hubungannya dengan anestesi
yang spesifik. Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian premedikasi yaitu induksi
anestesi yang lancar.
Sehingga dapat disimpulkan secara singkat, bahwa tujuan dari premedikasi dan
anestesi ialah untuk melindungi pasien terhadap akibat segera dari trauma
pembedahan (misalnya rasa takut, sakit, aktivitas saraf simpatis, ketegangan
otot).Oleh karena itu premedikasi ini harus memenuhi kebutuhan masing-masing
pasien yang untuk setiap pasien dapat berbeda-beda.
Mengapa masalah takut dan nyeri ini harus diperhatikan betul pada prabedah, dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Reaksi fisiologis terhadap nyeri dan rasa takut terdiri atas 2 bagian :
Somatik (voluntary)
Simpatetik (involuntary)
Efek somatik ini timbul dalam kecerdasan dan menumbuhkan dorongan untuk
bertahan atau menghindari kejadian tsb. Kebanyakan pasien akan melakukan
modifikasi terhadap menifestasi efek somatik tersebut dan menerima keadaan yaitu
dengan tampak tenang.
Reaksi saraf simpatis terhadap rasa takut atau nyeri tidak dapat disembunyikan oleh
pasien. Rasa takut dan nyeri mengaktifkan saraf simpatis untuk menimbulkan
perubahan dalam berbagai derajat yang mengenai setiap sistem dalam tubuh. Banyak
dari perubahan ini yang disebabkan oleh suplai darah ke jaringan, sebagian karena
stimulasi eferen simpatis yang ke pembuluh darah, dan sebagian karena naiknya
katekolamin dalam sirkulasi.
Impuls adrenergik dari rasa takut timbul di korteks serebri dan dapat ditekan dengan
tidur atau dengan sedatif yang mencegah kemampuan untuk menjadi takut bila ada
penyebab takut yang sesuai.
Reaksi kardiovaskuler terhadap nyeri secara neurologis berbeda dengan rasa takut,
karena arkus refleks yang tersangkut seluruhnya ada di batang otak di bawah level
sensoris thalamus. Ini berarti bahwa pendekatan klinis untuk menghilangkan kedua
hal tersebut harus berbeda.
Tanda akhir dari reaksi adrenergik terhadap rasa takut ialah meningkatnya detak
jantung dan tekanan darah. Maka tujuan pemberian obat premedikasi dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Menghilangkan kecemasan
2. Mendapatkan sedasi
3. Mendapatkan analgesi
4. Mendapatkan amnesi
5. Mendapatkan efek antisialogoque
Disamping itu pada keadaan tertentu juga :
1. Menaikkan pH cairan lambung
2. Mengurangi volume cairan lambung
3. Mencegah terjadinya reaksi alergi
Premedikasi ini tidak boleh diberikan secara otomatis/rutin, tetapi harus berdasar pada
keadaan psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan setelah kunjungan prabedah
dilakukan. Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan
harus selalu dengan memperhitungkan :
1. Umur pasien
2. Berat badan
3. Status fisik
4. Derajat kecemasan
5. Riwayat hospitalisasi sebelumnya (terutama pada anak)
6. Riwayat reaksi terhadap obat premedikasi sebelumnya (bila pasien pernah
diberi anestesi sebelumnya)
7. Riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang kemungkinan dapat berpengaruh
pada jalannya anestesi (misalnya MAO inhibitor, kortikosteroid, antibiotik
tertentu)
8. Perkiraan lamanya operasi
9. Macamnya operasi (misalnya terencana, darurat pasien rawat inap atau rawat
jalan)
10. Rencana obat anestesi yang akan digunakan
Barbiturat
Kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk menjalani operasi akan lebih baik
bila diberikan hipnotik malam sebelum hari operasi, karena rasa cemas, hospitalisasi
atau keadaan sekitar yang tidak biasa dapat menyebabkan insomnia. Untuk itu dapat
digunakan golongan barbiturat per oral sebelum waktu tidur
Selain itu barbiturat juga digunakan untuk obat premedikasi. Keuntungan penggunaan
obat ini ialah dapat menimbulkan sedasi, efek terhadap depresi respirasi minimal (ini
dibuktikan dengan tidak berubahnya respon ventilasi terhadap CO2), depresi sirkulasi
minimal dan tidak menimbulkan efek mual dan muntah. Obat ini efektif bila diberikan
per oral.
Sayang untuk bangsa Indonesia, premedikasi per oral belum dapat dibudayakan
(terutama bagi golongan menengah/bawah) karena masih ditakutkan bila disamping
minum obat, pasien tidak dapat menahan diri untuk tidak minum lebih banyak.
Kerugian penggunaan barbiturat termasuk tidak adanya efek analgesi, terjadinya
disorientasi terutama pada pasien yang kesakitan, serta tidak ada antagonisnya.
Narkotik
Morfin dan petidin merupakan narkotik yang paling sering digunakan untuk
premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini ialah memudahkan induksi,
mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca-bedah,
memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan, dapat diantagonisir dengan
naloxon.
Benzodiazepin
Golongan ini sangat spesifik untuk menghilangkan rasa cemas. Diazepam bekerja
pada reseptor otak yang spesifik, menghasilkan efek antiansietas yang selektif pada
dosis yang tidak menimbulkan sedasi yang berlebihan, deperesi napas, mual atau
muntah.
Kerugian penggunaan diazepam untuk premedikasi ini ialah kadang-kadang pada
orang tertentu dapat menyebabkan sedasi yang berkepan-jangan. Selain itu juga rasa
sakit pada penyuntikan intramuskular. Serta absorbsi sistemik yang jelek setelah
pemberian IM. Sekarang sudah ada obat baru dari golongan Benzodiazepin IM, yaitu
Midazolam. Keuntungan obat ini tidak menimbulkan rasa nyeri pada penyuntikan
baik secara IM maupun IV.
Diazepam dapat diberikan pada orang dewasa dengan dosis 10 mg, sedang pada anak
kecil 0,2 – 0,5 mg/kg BB. Midazolam dapat diberikan dengan dosis 0,1 mg/kg BB.
Penggunaan midazolam ini harus dengan pengawasan yang ketat, karena
kemungkinan terjadi depresi respirasi.
Butyrophenon
Dari golongan ini Droperidol dengan dosis 2,5 – 5 mg IM digunakan sebagai obat
premedikasi dengan kombinasi narkotik. Keuntungan yang sangat besar dari
penggunaan obat ini ialah efek antiemetik yang sangat kuat, dan bekerja secara sentral
pada pusat muntah di medulla. Obat ini ideal digunakan untuk pasien-pasien dengan
resiko tinggi, misalnya pada operasi mata, pasien dengan riwayat sering muntah dan
obesitas. Dapat juga diberikan secara intravena dengan dosis 1 – 1,25 mg.
Antihistamin
Dari golongan ini yang sering digunakan sebagai obat premedikasi ialah Promethazin
(phenergan) dengan dosis 12,5 – 25 mg intramuskular pada orang dewasa. Digunakan
pada pasien dengan riwayat asma bronchiale.
Antikolinergik
Atropin mempunyai efek kompetitif inhibitor terhadap efek muskarinik dari
asetilkolin. Atropin ini dapat menembus barier lemak misalnya Blood-Brain Barrier,
Placenta Barrier, dan Gastrointestinal tract.
Antasida
Pemberian antasida 15-30 menit pra induksi hampir 100% efektif untuk menaikkan
pH asam lambung di atas 2,5. Seperti diketahui, aspirasi cairan asam lambung dengan
pH yang rendah dapat menimbulkan apa yang dinamakan Acid Aspiration Syndrome
atau disebut juga Mendelson Syndrome . Yang dianjurkan adalah preparat yang
mengandung Mg-trisilikat.
Dari kepustakaan disebutkan bahwa pemberian cimetidin oral 300 mg 1 – 1,5 jam pra
induksi dapat menaikkan pH cairan lambung di atas 2,5 sebanyak lebih dari 80%
pasien. Dapat pula diberikan secara intravena dengan dosis yang sama 2 jam sebelum
induksi dimulai.
Sumber: http://www.medicinestuffs.com/2014/02/persiapan-anestesi-dan-
premedikasi.html
Sumber:
Departemen Kesehatan RI . 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil
Dan Menyusui.
3) Premedikasi anestesi
Jawab:
Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk
melancarkani induksi, pemeliharaan dan pemulihan anestesia.
Tujuan:
a. Meredakan/menghilangkan ketakutan dan kecemasan (ansietas)
b. Memperlancar induksi anesthesia
c. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan bronkus
d. Meminimalkan jumlah obat anestetik
e. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah
f. Untuk menimbulkan amnesia
g. Mengurangi isi cairan lambung dan meningkatkan pH asam lambung.
h. Mengurangi refleks yang tidak diinginkan
Cara pemberian:
Cara Mulai Kerja Masa Kerja
Antiemetik
• mengurangi insidensi mual muntah pasca operasi
• Keadaan ini tidak menjadi kronik dan tidak menyebabkan kematian, namun dapat
sangat mengganggu.
• Namun, sampai saat ini memang belum ada obat yang paling efektif untuk
mengatasi keadaan ini dengan
• Angka kejadian 20-30% pada pasien yang mengalami anestesia umum
• Benzodiazepin.
Contoh: midazolam. Cara:penghambatan dopamin; efek ansiolisis berperan dalam
antiemetik. Angka kejadian mual muntah pada pasien pasca-operasi THT dan
strabismus menurun dengan diberikannya midazolam.
• Antagonis dopamin (metoklopramid)
– Dosis: 10 mg per IV.
– Cara kerja: penghambatan dopamin pada Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ)
medula (meningkatkan ambang rangsang CTZ dan menurunkan sensitivitas)
– Onset kerja: IV: 1-3 menit, IM: 10-15 menit, Oral: 30-60 menit. Ekskresi oleh
ginjal dengan waktu paruh 5-6 jam.
– Mempercepat pengosongan lambung
• Antagonis serotonin 5-Hidroksitriptamin (5-HT3)
– Ondansetron
– Serotonin 5-HT3 merangsang saraf vagus, menyampaikan rangsangan ke CTZ
dan pusat muntah sehingga terjadi mual dan muntah.
– mengatasi mual dan muntah yang hebat dan relatif aman
– Dosis obat 4-8 mg per IV
– Onset kerja: kurang dari 30 menit, biasa digunakan 1 jam sebelum operasi.
Efek puncak muncul bervariasi
– Durasi kerja obat 12-24 jam
– Dapat menyebabkan hipotensi, bradikardia, bronkospasme dan sesak napas,
konstipasi.
Mengurangi pH lambung
• Ranitidin
Absorbsi obat diperlambat dengan makanan
Metabolisme di hati, diekskresi di ginjal dengan waktu paruh sekitar 1,7-3
jam
Dosis 150 mg per oral, 2 jam sebelum operasi.
menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan
terhadap reseptor tersebut akan merangsang sekresi asam lambung.
• Omeprazol
Golongan Proton Pump Inhibitor (PPI), lebih kuat dari AH2.
Dosis 40 mg, 3-4 jam sebelum operasi, 30 menit sebelum makan
Dalam bentuk salut enterik
la diberikan bersamaan dengan makanan sehingga sebaiknya diberikan 30
menit sebelum makan.
Obat berdifusi ke serl parietal lambung terkumpul di kanalikuli sekretoar
aktivasi berikatan dengan gugus sulfihidril penghambatan enzim
menurunkan produksi asam lambung 80-90%.
Antikolinergik
Atropin dan Hyoscine
Pada sistem respirasi menghambat kelenjar liur dan bronkial dan relaksasi
otot bronkial.
• Beta-bloker.
Analgesia
memiliki efek depresi terutama pada sistem susunan saraf pusat, respirasi dan
gastrointestinal.