Anda di halaman 1dari 13

ASKEP AMPUTASI

Ditulis pada April 6, 2008 oleh harnawatiaj


A. Pengertian
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh.
B. Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti
klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury
seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease
dan kelainan kongenital.
C. Patofisiologi
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar
terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
diamputasi.
3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah
karena trauma amputasi.
D. Tingkatan Amputasi

1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang
menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua
letak amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic
limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler
perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif,
bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump
amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi
karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong
saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.

6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih


utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan
obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
E. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu
memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak
diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi
stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol.
Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,
mobilisasi setelah 7 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 3
minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan
rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan
penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta
kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program
perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 10 post operasi untuk
melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda
infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi
dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan
elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi
dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump
tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain
dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan
secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada
hari ke 10 - 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak

meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
kontraktur.
F. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,
maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan
kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan
terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi
hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan


sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental
dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai
pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah

pengaruh

adrenergik

denyut

jantung

meningkat,

hal

ini

mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi


sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih
panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di
ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah
ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan
tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat
bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan

adanya

immobilisasi

dan

gangguan

sistem

vaskuler

memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan,

demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu


sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi

penurunan

metabolisme

kalsium.

Hal

ini

menurunkan

persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan


tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu
makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat
dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air
besar.

7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya
kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
G. Diagnosa Keperawatan
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan otot.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan
kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
H. Perencanaan

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.


a. Tujuan :
Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.
Jangka Pendek :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
- Klien dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1.) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan
dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan
persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan
aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2.) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara
pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3.) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi
roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan
alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk
memenuhi aktivitas klien.
4.) Ganti posisi klien setiap 3 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 4 jam dapat mencegah terjadinya
kontraktur.
5.) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.

Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan


turun dari tempat tidur.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan fisiknya.
Jangka Pendek :
- Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.
- Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan otot.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang
Jangka Pendek :
- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan
- Klien menyatakan nyerinya berkurang
- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1.) Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena,
mengurangi edema dan nyeri.
2.) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat
perubahan tanda-tanda vital dan emosi.
Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan
mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.

3.) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau
massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena
perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan
mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang
nyeri pada saraf-saraf nyeri.
4.) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak
atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke
susunan saraf pusat.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan
kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
Jangka Pendek :
- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
- Kuku pendek dan bersih.
- Rambut bersih dan rapih
- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
- Klien mengatakan merasa nyaman.
b. Intervensi :
1.) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat
mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka
akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan
melakukan aktivitas.
2.) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.

Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku
maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3.) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya
setiap hari.
Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan
memberikan rasa nyaman klien.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
Jangka Pendek :
- Kulit bersih dan kelembaban cukup.
- Kulit tidak berwarna merah.
- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.
b. Intervensi :
1.) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan
kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.
2.) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit
dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3.) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 4 jam sekali
Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat
menyebabkan iritasi.
6. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.

Jangka Pendek :
- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.
- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.
- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1.) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 48 jam sesuai
pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah
sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan
puntung.
Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur
fleksi dari panggul.
2.) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 4 kali setiap hari
setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup
membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3.) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan tungkai
adduksi.
Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari
pada otot ekstensor.
4.) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 3 kali sehari mulai pada hari
pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan
tonus otot.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi
Jangka Pendek :
- Luka bersih dan kering

- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.


- Tanda-tanda vital normal
- Nilai leukosit normal (5000 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1.) Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat
ditanggulangi.
2.) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan
keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau
membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.
3.) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan
menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi
oleh kuman dari luar.
4.) Monitor LED
Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang
merupakan tanda-tanda infeksi.
5.) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan
tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi
Sumber:
1. Asep Setiawan, SKp, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal.
2. Schwartz Stures dan Spencer, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah

Anda mungkin juga menyukai