Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Jalur Biosintesis
Senyawa Isoflavon tepat pada waktu yang telah ditentukan. Ucapan terima kasih tak
lupa pula kepada Ibu Maria Dewi Astuti S.Si., M.Si. selaku dosen pengasuh Kimia
Bahan Alam. Saya sadar makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhirnya besar harapan saya makalah ini dapat membantu teman-teman dalam
memahami materi Jalur Biosintesis Senyawa Isoflavon yang terdapat di golongan
flavonoida.

Banjarbaru, Oktober 2014


Penyusun,

Kelompok

DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR..................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 . Latar Belakang ......................................................................................... 3
1 2 Tujuan ...................................................................................................... 4

1 3 Rumusan Masalah .................................................................................... 4


1. 4 Metode Penulisan ..................................................................................... 4
BAB II ISI
2

1 Pengertian Flavonoid ............................................................................... 5

2. 2 Klasifikasi Flavonoid ............................................................................... 6


2. 3 Pengertian Isoflavon ................................................................................ 8
2. 4 Bioaktivitas Senyawa Isoflavon ............................................................. 10
2. 5 Jalur Biosintesis Isoflavon ..................................................................... 11
2.6

Potensi Senyawa Isoflavon untuk Kesehatan ......................................... 14

BAB III PENUTUP


3.1

Kesimpulan ............................................................................................ 18

3.2

Saran ...................................................................................................... 18

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sejak abad ke-17 orang telah memisahkan berbagai jenis senyawa dari
sumber-sumber organik, baik tumbuhan, hewan maupun mikroorganisme.
Senyawa-senyawa tersebut mislanya asam laktat, morfin, kuinin, mentol,
kolesterol, penisilin dan sebagainya. Tidaklah berlebihan bila dinyatakan disini

bahwa ilmukimia senyawa-senyawa organik yang berasal darin organisme


disebut dengan kimia bahan alam, yang merupakan bagian terpenting dari ilmu
organik.
Perkembangan ilmu kimia organik, pada hakikatnya, seiring dengan
usaha pemisahan dan penyelidikan bahan alam. Hal ini disebabkan karena
struktur molekul dari senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh organisme
mempunyai variasi yang sangat luas. Kenyataan ini dapat digunakan untuk
mendalami pengetahuan mengenai reaksi-reaksi organik dan juga digunakan
untuk menguji hipotesa atau penataan ulang molekul, dan spektroskopi serapan
elektron. Disamping itu, bahan alam juga merupakan tantangan dalam penetapan
struktur molekul yang kadang sangatrumit, seperti vitamin B12 dan sintesis
molekul tersebut in vitro. Oleh karena itu ilmu kimia bahan alam adalah salah
satu bidang dimana banyak reaksi kimia dapat dipelajari.
Hutan tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan merupakan
sumber daya hayati dan sekaligus sebagai gudang senyawa kimia baik berupa
senyawa hasil metabolisme primer yang disebut dengan metabolit primer seperti
protein, karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri oleh tumbuhan tersebut untuk
pertumbuhannya, maupun sebagai sumber senyawa metabolit sekunder seperti
terpenoid, steroid,kumarin, flavonoid, dan alkaloid. Senyawa metabolit sekunder
merupakan senyawa kimia yaang mempunyai kemampuan bioaktifitas dan
berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit
untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Senyawa kimia sebagai hasil
metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma
makanan, obat-obatan.
I.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :


Apa yang dimaksud dengan flavonoid ?
Bagaimana Klasifikasi flavonoid ?
Apayang dimaksud isoflavon ?
Bagaimana bioaktivitas dari isoflavon ?
Bagaimana jalur biosintesis dari isoflavon ?

6. Apa saja potensi kegunaan dari senyawa isoflavon ?


I.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :


Mahasiswa dapat mengetahui apa itu flavonoid.
Mahasiswa dapat mengetahui penggolongan/klasifikasi flavonoid.
Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud isoflavon.
Mahasiswa dapat mengetahui bioaktivitas dari senyawa isoflavon.
Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana jalur biosintesis dari isoflavon.
Mahasiswa dapat mengetahui potensi kegunaan dari senyawa isoflavon.

BAB II
ISI
II.1 Pengertian Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar
yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah,
ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhan.
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman
hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat
tinggi (Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida,
isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan Cdan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-

glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol,


flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk
aglikonnya (Markham, 1988).
Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning
jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang,
bunga, herba, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan
seperti minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid
juga dikenal sebagai vitamin P dan citrin, dan merupakan pigmen yang
diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai warna pada bunga yang dihasilkan.
Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi flavonoid adalah bagian
akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk menjaga dan
memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.
Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta
kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa
flavonoid tertentu. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam
pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan
mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal
pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas
jantan.
II.2 Klasifikasi Flavonoid
Flavonoid mempunyai kerangka dasar dengan 15 atom karbon, dimana
dua cincin benzen (C6) terikat pada satu rantai propan (C3) sehingga membentuk
suatu susunan (C6-C3-C6) dengan struktur 1,3-diarilpropan. Senyawa-senyawa
flavonoid terdiri dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat oksidasi rantai
propan dari sistem 1,3-diarilpropan. Flavonoid adalah senyawa yang tersusun
dari 15 atom karbon dan terdiri dari 2 cincin benzen yang dihubungkan oleh 3
atom karbon yang dapat membentuk cincin ketiga.

Kerangka Flavonoid
Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoid
yaitu:

Flavonoida
(1,3-Diarilpropana)

Isoflavonoida
(1,2-Diarilpropana)

Neoflavonoida
(1,1-Diarilpropana)

Flavonoid dibagi menjadi 3 macam, yaitu :


1. Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini
disebut flavan atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan
sebagai astringen (turunan tanin).
2. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini
disebut flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid
yang paling banyak memiliki aktivitas farmakologi.
3. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid
ini disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan
sebagai pewarna alami.
Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara
jalur sikhimat dan jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama
biosintesis cincin aromatik. Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur
poliketida (jalur asetat-malonat), yaitu kondensasi tiga unit asetat atau malonat,
sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur
fenilpropanoid (jalur sikhimat).

Modifikasi flavonoid lebih lanjut, dapat mungkin terjadi pada berbagai tahap
dan menghasilkan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi gugus
hidroksil atau inti flavonoid, isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid,
metilenasi

gugus

orto-dihidroksil,

dimerisasi

(pembentukan

biflavonoid),

pembentukan bisulfat, dan yang terpenting adalah glikosilasi gugus hidroksil


(pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan flavonoid Cglikosida) (Markham, 1988).
Klasifikasi flavonoid sangat beragam, di antaranya ada yang
mengklasifikasikan flavonoid menjadi flavon, flavonon, isoflavon, flavanol,
flavanon, antosianin, dan calkon. Lebih dari 6467 senyawa flavonoid telah
diidentifikasi dan jumlahnya terus meningkat. Kebanyakan flavonoid berbentuk
monomer, tetapi terdapat pula bentuk dimer (biflavonoid), trimer, tetramer, dan
polimer. Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal
dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoida yang terbesar jumlahnya
dalam tumbuhan. Beberapa senyawa flavonoida yang ditemukan di alam adalah
sebagai berikut :
1. Flavonoid
a) Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling
tersebar luas dalam tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan
turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya
terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau
pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi. Antosianidin
terdapat enam jenis secara umum, yaitu : sianidin, pelargonidin,
peonidin, petunidin, malvidin dan delfinidin.
b) Flavonol
Flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan
terdapat dalam berbagai bentuk terhidroksilasi. Flavonol alami yang
paling sederhana adalah galangin, 3,5,7tri-hidroksiflavon; sedangkan

yang

paling

rumit,

hibissetin

adalah

3,5,7,8,3,4,5

heptahidroksiflavon.
c) Calkon
Polihidroksi calkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun
terdistribusinya di alam tidak lazim. Beberapa khalkon misalnya
merein, koreopsin, stillopsin, lanseolin yang terdapat dalam tanaman,
terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna kuning, kebanyakan
terdapat dalam tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae subtribe, dan
family Compositea.
d) Dihidrocalkon
Meskipun dihidrokhalkon jarang terdapat di alam, namun satu
senyawa yang penting yaitu phlorizin merupakan konstituen umum
family Rosaceae juga terdapat dalam jenis buah-buahan seperti apel
dan pear.
e) Flavon
Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan
atau tergantung pada kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan
dari cincin A.
2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa
oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau
tirosin. Biosintesa tersebut berlangsung secara bertahap dan melalui
sederetan senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon,
flavon dan isoflavon. Jenis senyawa isoflavon di alam sangat bevariasi.
Diantaranya telah berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan diketahui
fungsi fisiologisnya, misalnya isoflavon, rotenoid dan kumestan, serta telah
dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan.
3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Neoflavonoid meliputi jenis-jenis

4-arilkumarin

dan

berbagai

dalbergoin.
Markham (1988) menyatakan bahwa flavonoid pertama yang dihasilkan
pada alur biosintesis flavonoid ialah khalkon, dan semua turunan flavon

diturunkan darinya melalui berbagai jalur. Semua golongan flavonoid saling


berkaitan, karena berasal dari jalur biosintesis yang sama. Cincin A terbentuk
karena kondensasi ekor-kepala dari tiga unit asam asetat-malonat atau berasal
dari jalur poliketida. Cincin B serta satuan tiga atom karbon dari rantai propan
yang merupakan kerangka dasar C6 C3 berasal dari jalurasam sikimat (Manitto,
1981).
II.3 Pengertian Isoflavon

Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh
tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau tirosin.
Biosintesa tersebut berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa
antara yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon, flavon dan isoflavon.
Berdasarkan biosintesa tersebut maka isoflavon digolongkan sebagai senyawa
metabolit sekunder.
Isoflavon termasuk dalam kelompok flavonoid (1,2-diarilpropan) dan
merupakan kelompok yang terbesar dalam kelompok tersebut. Meskipun
isoflavon merupakan salah satu metabolit sekunder, tetapi ternyata pada
mikroba seperti bakteri, algae, jamur dan lumut tidak mengandung isoflavon,
karena mikroba tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk mensintesanya.
Senyawa isoflavon merupakan salah satu komponen yang mengalami proses
metabolisme.
Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid yang merupakan senyawa
polifenolik. Stuktur kimia dasar dari isoflavon hampir sama seperti flavon,
yaitu terdiri dari 2 cincin benzen (A dan B) dan terikat pada cincin C piran
heterosiklik, tetapi orientasi cincin B nya berbeda. Pada flavon, cincin B diikat
oleh karbon nomor 2 cincin tengah C, sedangkan isoflavon diikat oleh karbon
nomor 3. Pada umumnya, senyawa isoflavon banyak ditemukan pada tanaman
kacang-kacangan atau leguminosa. Isoflavon pada kedelai terdapat dalam
empat bentuk, yaitu :
1. Bentuk aglikon (non gula) : genistein, daidzein, dan glycitein;
2. Bentuk glikosida: daidzin, genistin dan glisitin;
3. Bentuk asetilglikosida : 6-O-asetil daidzin, 6-O-asetil genistin, 6-O-asetil
glisitin; dan
4. Bentuk malonilglikosida : 6-O-malonil daidzin, 6-O-malonil genistin, 6-Omalonil glisitin.

Gambar 1. Struktur Isoflavon


II.4 Bioaktivitas Senyawa Isoflavon
Bioaktivitas fisiologis senyawa isoflavon telah banyak diteliti dan
ternyata menunjukkan berbagai aktivitas berkaitan dengan struktur senyawanya.
Aktivitas suatu senyawa ditentukan pula oleh gugus-gugus yang terdapat 5
dalam struktur tersebut. Dengan demikian, dengan cara derivatisasi secara
kimia dan biologis, isoflavon dapat dibentuk menjadi senyawa-senyawa aktif
yang diinginkan.
Murakami

(1984)

mengemukakan

bahwa

aktivitas

antioksidan

ditentukan oleh bentuk struktur bebas (aglikon) dari suatu senyawa. Menurut
Hudson (Ahmad, 1990), aktvitas suatu senyawa ditentukan pula oleh gugus
OH ganda, terutama dengan gugus C=O pada posisi C-3 dengan gugus OH
pada posisi C-2 atau pada posisi C-5. Hasil tranformasi isoflavon selama
fermentasi tempe, yaitu daidzein, genistein, glisitein dan Fakor-II, memenuhi
kriteria sebagai senyawa aktif. Sistem gugus fungsi demikian memungkinkan
terbentuknya kompleks dengan logam. Aktivitas estrogenik isoflavon terkait
dengan struktur kimianya yang mirip dengan stilbestrol, yang biasa digunakan
sebagai obat estrogenik. Bahkan, isoflavon mempunyai aktivitas yang lebih
tinggi dari stilbestrol. Menurut Oilis (Pawiroharsono, 2007) menunjukkan
bahwa daidzein merupakan senyawa isoflavon yang aktivitas estrogeniknya
lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa isoflavon lainnya. Aktivitas
estrogenik

tersebut

terkait

dengan

struktur

isoflavon

yang

dapat

ditransformasikan menjadi equol, dimana equol mempunyai struktur fenolik


yang mirip dengan hormon estrogen.
Isoflavon pada kedelai berbentuk senyawa konjugat dengan senyawa
gula melalui ikatan -O- glikosidik. Selama proses fermentasi, ikatan -Oglikosidik terhidrolisa, sehingga dibebaskan senyawa gula dan isoflavon

aglikon yang bebas. Senyawa isoflavon aglikon tersebut dapat mengalami


transformasi

lebih

lanjut

dengan

membentuk

senyawa-senyawa

yang

mempunyai aktivitas biologi tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh Murata


(1985) yang membuktikan bahwa faktor-II (6,7, 4-trihidroksi isoflavon)
mempunyai aktivitas antioksidan dan antihemolisis lebih baik dari daidzein dan
genistein. Faktor-II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) merupakan senyawa yang
terbentuk akibat proses fermentasi oleh aktivitas mikroorganisme. Selain itu,
Jha (1985) menemukan bahwa senyawa isoflavon lebih aktif 10 kali lipat dari
senyawa karboksi kroman (vitamin A). Menurut penelitian Barz, et al. (1993)
biosintesa Faktor-II dihasilkan melalui demetilasi glisitein oleh bakteri
Brevibacterium epidermis dan Micrococcus luteus atau melalui reaksi
hidroksilasi daidzein.
Isoflavon

utama

pada

kedelai

terdiri

dari

genistein

(4,5,7-

tryhydroxyisoflavone) dan daidzein (4,7-dihydroxyisoflavone), serta turunan glikosida, gensitin dan daidzin. Ditemukan juga sejumlah kecil senyawa
isoflavon lainnya seperti glycitein (7,4-dihydroxy-6-methoxy-isoflavone) dan
glikosidanya. Secara alami, isoflavon pada kedelai hampir seluruhnya terdapat
dalam bentuk -glikosida (glikon). Bentuk glikosida dipertahankan oleh
tanaman sebagai bentuk inaktif sehingga dibutuhkan sebagai antioksidan.
II.5 Jalur Biosintesis Isoflavon
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mensintesis isoflavon di
antaranya melalui zat antara kalkon (Al-Maharik & Botting 2010), kromon
(Selepe et al. 2010;Chen et al. 2008) dan deoksibenzoin (Faria et al.
2005;Thoruwa et al. 2003). Jalur sintesis isoflavon yang paling banyak
digunakan adalah melalui zat antara deoksibenzoin. Pembentukan zat antara
deoksibenzoin berdasarkan reaksi Hoeben-Hoesch antara senyawa fenol dan
benzil sianida. Oleh karena itu, bahan dasar yang penting untuk sintesis
isoflavon berdasarkan jalur deoksibenzoin adalah senyawa benzil sianida.

Gambar 2. Skema tahapan reaksi sintesis 3,4-dimetoksibenail sianida dari


eugenol
Flavanon merupakan prekursor langsung pada kebanyakan flavonoid,
disintesis dari asam amino fenilalanin atau tirosin. Proses dimulai dengan
enzyme

phenylalanine/tyrosine

ammonia

lyase

(PAL/TAL),

mengubah

buillding block asam amino menjadi phenyl-propanoic acid. Jalur biosintetik


flavanon juga melibatkan enzim cytochrome-P450, cinnamate 4-hydroxylase
(C4H), dengan cara menambahkan gugus 4-hydroxyl cincin aromatik
phenylalanine. Esters CoA selanjutnya disintesis dari phenylpropanoic acids
dengan bantuan enzim phenylpropanoyl-CoA ligases, seperti 4- coumaryl: CoA
ligase (4CL). Type III polyketide synthase chalcone synthase (CHS) kemudian
mengkatalisis kondensasi berurutan 3 malonyl-CoA demgam 1 CoA-ester
membentuk

chalcones. Ini adalah langkah biosintesis yang menghasilkan

flavonoid pertama, ada juga jalur alternatif yaitu enzim type III polyketide
synthases yang memiliki homologi yang tinggi dengan CHS (>70%)
menggunakan prekursor yang sama membentuk stilbenes (menggunakan 3 unit
malonyl-CoA), benzylacetolactone (hanya menggunakan 1 unit malonyl-CoA),
dan molekul aromatik yang lain.
Struktur akhir flavanon terbentuk hanya jika chalcones diisomerisasi
menjadi (2S)-flavanone oleh chalcone isomerase (CHI), reaksi ini terjadi secara
spontan pada suasana basa. Setelah terbentuk flavanon, banyak sekali senyawa
enzim yang bisa mengubah gugus fungsi atau mengubah konformasi dari inti 3cincin fenilpropan ini menghasilkan hingga 8000 struktur senyawa berbeda.

Fungsionalisasi bisa berupa hidroksilasi, reduksi, alkilasi, oksidasi, dan


glukosilasi, sendirian masing-masing atau kombinasi. Secara alami, enzimenzim tersebut ada di tumbuhan, namun menurut laporan Ueda et al. (1995)
bahwa terdapat type III polyketide synthases yang berasal dari mikroorganisme.
Informasi ini sangat berarti dalam produksi senyawa flavanon dalam skala
bioreaktor. Penambahan secara berturut-turut atom karbon dari malonyl-CoA
oleh CHS ditunjukkan dengan warna hijau, merah, dan biru. Gugus R
menunjukkan pola hydroxylation pada natural flavonoid walaupun substitusi
unnatural dapat terjadi pada posisi ini. Isoflavon sukar dicirikan karena
reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon
(misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV
bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak
lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

Gambar 3. Tahapan mendetail biosintesis flavanon dan diversifikasi flavonoid

II.6 Potensi Senyawa Isoflavon untuk Kesehatan


Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang
Amerika bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan
ekstrak vitamin C (asam askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati
penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata dapat disembuhkan.
Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang
diekstrak

dari

Capsicum

anunuum

serta

Citrus

limon

juga

dapat

menyembuhkan pendarahan kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa


tersebut dapat dipandang sebagai fungsi alat komunikasi (molecular messenger)
dalam proses interaksi antar sel, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap
proses metabolisme sel atau mahluk hidup yang bersangkutan, baik bersifat
negatif (menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi). Jenis senyawa
isoflavon di alam sangat bevariasi. Diantaranya telah berhasil diidentifikasi
struktur kimianya dan diketahui fungsi fisiologisnya, serta telah dapat
dimanfaatkan untuk obat-obatan.
Berbagai potensi senyawa isoflavon untuk keperluan kesehatan antara
lain :
a. Anti-inflamasi
Mekanisme anti-inflamasi menurut Loggia et al. (1986), terjadi
melalui efek penghambatan jalur metabolisme asam arachidonat,
pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin, atau aktivitas radical

scavenging suatu molekul. Melalui mekanisme tersebut, sel lebih


terlindung dari pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan viabilitas
sel. Senyawa flavonoid yang dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi adalah
toksifolin, biazilin, haematoksilin, gosipin, prosianidin, nepritin, dan lainlain.
b. Anti-tumor/kanker
Isoflavon yang berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah
genistein yang merupakan isoflavon aglikon (bebas). Genistein merupakan
salah satu komponen yang banyak terdapat pada kedelai dan tempe.
Penghambatan sel kanker oleh genistein diterangkan oleh Peterson et al.
(1997), melalui mekanisme sebagai berikut :
1) Penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel yang
terinduksi oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel kanker
payudara yang terinduksi dengan nonil-fenol atau bi-fenol A) yang
diakibatkan oleh penghambatan pembentukan membran sel, khususnya
penghambatan pembentukan protein yang mengandung tirosin;
2) Penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II;
3) Penghambatan regulasi siklus sel;
4) Sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang disebabkan oleh sifat
reaktif terhadap senyawa radikal bebas;
5) Sifat mutagenik pada gen endoglin (gen transforman faktor
pertumbuhan betha atau TGF).
Mekanisme

tersebut dapat berlangsung apabila konsentrasi

genestein lebih besar dari 5M.


c. Anti-virus
Mekanisme penghambatan senyawa flavonoida padavirus diduga
terjadi melalui penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan
pada translasi virion atau pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara
klinis menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tersebut berpotensi untuk

penyembuhan pada penyakit demam yang disebabkan oleh rhinovirus,


yaitu dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap penyakit hepatitis
B. Berbagai percobaan lain untuk pengobatan penyakit liver masih terus
berlangsung (Pawiroharsono, 2007).
d. Anti-alergi
Aktivitas anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut :
1) Penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel mast, yaitu sel yang
mengandung granula, histamin, serotonin, dan heparin ;
2) Penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3,5 siklik monofast
fosfodiesterase, fosfatase, alkalin, dan penyerapan Ca ;
3) Berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein.
e. Anti kolesterol
Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol terbukti tidak saja pada
hewan percobaan seperti tikus dan kelinci, tetapi juga manusia. Pada
penelitian dengan menggunakan tepung kedelai sebagai perlakuan,
menunjukkan bahwa tidak saja kolesterol yang menurun, tetapi juga
trigliserida VLDL (very low density lipoprotein) dan LDL (low density
lipoprotein). Di sisi lain, tepung kedelai dapat meningkatkan HDL (high
density lipoprotein) (Amirthaveni dan Vijayalakshmi, 2000). Mekanisme
lain penurunan kolesterol oleh isoflavon dijelaskan melalui pengaruh
peningkatan katabolisme sel lemak untuk pembentukan energi yang
berakibat pada penurunan kandungan kolesterol (Sekiya 2000 dalam
Pawiroharsono, 2007).
f. Penyakit kardiovaskuler
Berbagai pengaruh positif isoflavon terhadap sistem peredaran darah
dan penyakit jantung banyak ditunjukkan oleh para peneliti pada aspek
berlainan. Khususnya isoflavon pada tempe yang aktif sebagai antioksidan,
yaitu 6,7,4- trihidroksi isoflavon (Faktor-II), terbukti berpotensi sebagai
anti kotriksi pembuluh darah (konsentrasi 5g/ml) dan juga berpotensi

menghambat pembentukan LDL (low density lipoprotein). Dengan


demikian isoflavon dapat mengurangi terjadinya arterosclerosis pada
pembuluh darah (Jha, 1997). Pengaruh isoflavon terhadap penurunan
tekanan darah dan resiko CVD (cardio vascular deseases) banyak
dihubungkan dengan sifat hipolipidemik dan hipokholesteremik senyawa
isoflavon (Teramoto, et al. 2000).

g. Estrogen dan Osteoporosis


Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun
sehingga menimbulkan berbagai gangguan. Estrogen tidak saja berfungsi
dalam sistem reproduksi, tetapi juga berfungsi untuk tulang, jantung, dan
mungkin juga otak. Dalam melakukan kerjanya, estrogen membutuhkan
reseptor estrogen (ERs) yang dapat on/off di bawah kendali gen pada
kromosom yang disebut -ER. Beberapa target organ seperti pertumbuhan
dada, tulang, dan empedu responsif terhadap -ER tersebut.

Isoflavon,

khususnya genistein, dapat terikat dengan -ER. Walaupun ikatannya lemah,


tetapi

dengan

-ER

mempunyai

ikatan

sama

dengan

estrogen

(Pawiroharsono, 2007).
Senyawa isoflavon terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya
efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang
dapat ditransformasikan menjadi equol. Dimana equol mempunyai struktur
fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Mengingat hormon estrogen
berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses kalsifikasi,
maka adanya isoflavon yang bersifat estrogenik dapat berpengaruh
terhadap berlangsungnya proses 10 kalsifikasi. Dengan kata lain, isoflavon
dapat melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap
padat dan masif (Pawiroharsono, 2007).

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari isi makalah ini adalah :
1

Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri
dari 2 cincin benzen yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat
membentuk cincin ketiga.

Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh
tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau
tirosin.

Isoflavon pada kedelai terdapat dalam empat bentuk, yaitu bentuk aglikon
(non

gula),

bentuk

glikosida,

bentuk

asetilglikosida,

bentuk

malonilglikosida.
4

Biosintesa isoflavon berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan


senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon, flavon dan
isoflavon.

Beberapa potensi senyawa isoflavon untuk kesehatan yaitu sebagai antiinflamasi, anti-alergi, anti-tumor/kanker, anti-virus, anti-kolestrol, penyakit
kardiovaskuler, estrogen dan osteoporosis.

III.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A. S. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Karunika, Jakarta.
Alimuddin, A. H., dkk. 2013. Pemanfaatan Minyak Daun Cengkeh untuk Sintesis 3,4dimetoksibenzil Sianida sebagai Bahan Dasar Sintesis Isoflavon. Jurnal Natur
Indonesia 15(1), Februari 2013: 6874, ISSN 1410-9379
Asih, Asiti. I. A. R. 2009. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang
Kedelai (Glycine max). Jurnal Kimia 3 (1), Januari 2009 : 33-40, ISSN 1907-98
Astuti, Sussi. 2008. Isoflavon Kedelai dan Potensinya sebagai Penangkap Radikal
Bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, Septemer 2008: Volume
13, No. 2
Pawiroharsono, S. 1998. Benarkah tempe sebagai anti kanker. Jurnal Kedokteran dan
Framasi MEDIKA, No.12 Tahun ke-XXIV, Desember 1998. pp.815-817

Anda mungkin juga menyukai