Anda di halaman 1dari 10

GEOLOGI PANAS BUMI DAERAH LOMPIO,

KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH


Oleh: Herry Sundhoro
Subdit Panas Bumi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
Jl. Soekarno Hatta 444, Bandung 40254. Tel. 022 5222085, Fax 022 5211085
Juli 2005
ABSTRAK
Di Lompio, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah terdapat 2 kelompok manifestasi panas
bumi berupa mata air panas. Manifestasi ini dinamakan Lompio dan Ombo, muncul pada batuan
malihan/ metamorfik berumur Kapur dan gamping terumbu serta aluvium berumur Kuarter.
Mata air panas Lompio muncul pada struktur patahan berarah Utara baratlaut - selatan tenggara
(N150-160 E), sedangkan mata air panas Ombo muncul di pinggir pantai pada struktur berarah
timurlaut - baratdaya (N 40-60 E). Kehadiran kedua mata air panas tersebut mengindikasikan bahwa
di keda;aman daerah Lompio terdapat potensi sumberdaya/ cadangan panas bumi.
PENDAHULUAN
Berdasarkan kajian literatur menunjukkan
terdapat pemunculan mata air panas di
Lampio, Kabupaten Donggala, Sulawesi
Tengah yang muncul pada batuan malihan/
metamorfik, gamping dan aluvium. Mata air
panas itu mengindikasikan terdapatnya potensi
energi panas bumi di kedalaman.
Dalam rangka pengupayaan dan pemanfaatan
energi panas bumi di daerah ini perlu
dilakukan survei panas bumi terpadu dengan
metoda geologi, geokimia dan geofisika untuk
mengetahui besarnya potensi cadangan panas
bumi di Lampio yang mungkin bisa
dikembangkan untuk pemanfaatan energi
alternatif bersifat ramah lingkungan, dapat
diperbaharui dan relatif murah, serta
sumbernya berasal dari kedalaman bumi
Kabupaten Donggala.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud
penyelidikan
adalah
untuk
melokalisir pemunculan manifestasi panas
bumi dan karasteristik geologi yang berkaitan
dengan pemunculan manifestasi panas di
permukan.
Tujuannya adalah untuk mengetahui luas
perangkap daerah prospek dari struktur
geologi, sistim panas bumi ( batuan penudung/
cap-rock/clay-cap,
batuan
reservoar/
reservoir-rock, batuan konduksi panas/
conductive-rock dan sumber panas/ heatsource) dan model panas bumi tentative
daerah Lompio.
LOKASI
Secara administratif daerah selidikan berada di
Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala,
Provinsi Sulawesi Tengah. Luas daerah survei
18 x 15 km2 yang berada diantara koordinat
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

UTM 9965.000 - 9983.000 mS dan 808.000


826.000 mT(Gambar 1).
METODA PENYELIDIKAN
Penyelidikan lapangan dilakukan dengan cara
lintasan peta,
memakai kompas dan
mendiskripsi batuan secara megaskopis.
Gejala geologi dan manifestasi panas
dirangkum dalam buku catatan lapangan dan
diplotkan ke peta kerja. Pengamatan dan
pengukuran data di setiap titik di ikatkan pada
GPS (Global Positioning System).
Interpretasi citra (image) Landsat dilakukan
untuk memberi dukungan di dalam
percepatan, kemudahan dan ketelitian pada
saat pemetaan objek geologi di lapangan.
Interpretasi tersebut meliputi lokasi, pola
aliran sungai, distribusi batuan dan struktur
geologi.
Data-data geologi sebagai data olahan berupa
keadaan
singkapan,
kondisi
batuan,
sebarannya, struktur sesar/kekar, bentang
alam, lokasi dan jenis pemunculan manifestasi
panas bumi dan suhu air panas. Pengambilan
batuan yang selektif untuk analisis petrografi
dilakukan sesuai jumlah satuan batuan yang
ada di daerah penyelidikan. Analisis umur
batuan melihan/metamorfik, granit - granit
biotit dan retas diorit diambil dari referensi
yang telah dipublikasikan, sedangkan analisis
umur batuan kubah granit (granit biotitmuskovit) dilakukan dengan metoda fisiontrack.
MANIFESTASI PANAS BUMI
Manifestasi panas bumi di Lompio,
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah berada
di 2 tempat, Lompio dan Ombo (Tabel 1).
Mata air dan kolam air panas Lompio muncul
pada skis (malihan/ metamorfik) dan aluvium
dengan suhu 45-780 C. Di mata air panas yang
22-1

bersuhu tertinggi terdapat juga alterasi ringan


bertipe argilit (kaolin dan monmorilonit).
Mata air panas Ombo muncul pada pasir
pantai (aluvium) dan batu gamping terumbu
dengan suhu antara 52- 60 0 C.
GEOLOGI REGIONAL
Geologi regional daerah penyelidikan diambil
dari beberapa referensi diantaranya:
Menurut Bemmelen (1949) bahwa di daerah
Sulawesi bagian tengah dijumpai 3 buah
struktur utama berarah utara-selatan. Daerah
ini dapat dipisahkan kedalam 3 zona.
Zona timur dikenal Kolonodale zone ditandai
oleh batuan beku basa dan ultrabasa (ophiolit),
batu gamping berumur Mesozoikum dan
rijang yang kaya radiolaria.
Zona Poso dicirikan oleh batuan malihan
(metamorfik) jenis skis kaya mineral
muskovit.
Zona barat tersingkap batuan granodiorit
masif, skis kristalin yang kaya mineral biotit,
batuan vulkanik berumur Tersier, tufa
berumur Plio-Plistosen dan endapan aluvium.
Menurut T.O. Simanjuntak dkk (1973),
fisiografi daerah Palu terdiri dari pematang
timur dan pematang barat. Keduanya berarah
utara - selatan dan dipisahkan oleh Lembah
Palu (Fossa Sarasina). Pematang barat di
dekat Palu hingga lebih dari 2000 m
tingginya, tetapi di Donggala menurun hingga
mukalaut. Pematang timur dengan tinggi
puncak dari 400 - 1900 m dan
menghubungkan pegunungan di Sulawesi
Tengah dengan lengan utara.
Struktur daerah ini didominasi oleh lajur sesar
Palu yang berarah utara baratlaut. Bentuknya
sekarang menyerupai terban yang dibatasi
oleh sesar-sesar aktif, diantaranya bermataair
panas di sepanjang kenampakannya pada
permukaan. Sesar-sesar dan kelurusan lainnya
yang setengah sejajar dengan arah lajur Palu
terdapat di pematang timur. Banyak sesar dan
kelurusan lainnya yang kurang penting lebih
kurang tegak lurus pada arah ini, sebagaimana
terlihat di seluruh daerah. Sesar naik
berkemiringan ke timur dalam kompleks
batuan metamorf dan dalam Formasi Tinombo
menunjukkan akan sifat pemampatan pada
beberapa sesar yang lebih tua. Sesar termuda
yang tercatat terjadi pada tahun 1968 di dekat
Tambo, timbul setelah ada gempabumi,
berupa sesar normal berarah baratlaut yang
permukaan tanahnya turun 5 m. Pada bagian
yang menurun, daerah pantai seluas kira-kira 5
km2 masuk ke dalam laut.
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

Batuan tertua di daerah yang dipetakan adalah


metamorf (Kompleks Batuan Metamorf) dan
tersingkap hanya pada pematang timur yang
merupakan intinya. Kompleks itu terdiri dan
sekis amfibiolit, sekis, genes dan pualam.
Sekis terdapat banyak di sisi barat, sedangkan
genes dan pualam terdapat banyak di sisi
timur. Tubuh-tubuh intrusi tak terpetakan,
umumnya selebar kurang dan 50 m,
menerobos kompleks batuan metamorf dengan
batuan diorit hingga granodiorit. Umur
metamorfisme tak diketahui tetapi boleh jadi
pra - Tersier. Bouwer (1947, h.9) berpendapat,
bahwa sekis yang tersingkap di seantero
Sulawesi sebagian berumur Paleozoikum.
Rangkaian Formasi Tinombo Ahlburg (1913)
seperti yang dipakai oleh Brouwer (1934)
tersingkap luas baik di pematang timur
maupun barat. Batuan ini menindih Kompleks
Batuan Metamorf secara tidak selaras. Di
dalamnya terkandung rombakan yang berasal
dan batuan metamorf. Endapan ini terutama
terdiri dari serpih, batupasir, konglomerat,
batugamping radiolaria dan batuan gunungapi
yang diendapkan di dalam lingkungan laut.
Di dekat intrusi terdapat sabak dan batuan
terkersikkan dan lebih dekat pada persentuhan
terbentuk filit dan kuarsit. Bagian barat
pematang barat mengandung lebih banyak
batupasir rijang dari padadi tempat lain.
Diabas, spilit dan andesit di selatan Donggala
dan di selatan Kasimbar dipetakan dengan
endapan itu. Rombakan batuan gunungapi
biasa terdapat di dalam batupasirnya.
Batugamping diamati hanya sebagai lapis lapis tipis dalam rangkaian sedimen tersebut.
Kadar (Dit. Geol) mengenali Discocyclina sp.,
Nummulites sp., Alveolina sp., Miliolidae,
Asterocyclina sp., Assilina sp., Operculina sp.,
Globorotaloid, Globigerin
dan ganggang
gampingan yang menunjukkan umur Eosen.
Pekerjaan oleh Socal (Standard Oil Company
of California) sebagai tambahan mengenali
Pellastipira ?, cf ? P. inflata, cf Pararotalia
sp., Eofabiania, Pellatispira crassicolumnata
?, Sphaerogypsina sp, Orbitolites sp., Rotalia
sp dan Carpenteria hamiltonensis. Umur fosil
- fosil terakhir mi adalah Eosen Tengah
hingga Atas. Calciphaerula innominata yang
ditemukan di dalam kkastika batugamping
diinterpretasikan oleh Socal sebagai suatu
fosil rombakan dari formasi Kapur. Batuanbatuan itu serupa dengan Formasi Tinombo
yang menyerupai flysch yang telah diperikan
oleh Bouwer (1934), kira - kira 55 km sebelah
timur laut Labuanbajo. Intrusi-intrusi kecil
22-2

yang diuraikan di atas juga menerobos


endapan ini.
Batuan Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin
(1901) terdapat pada ketinggian lebih rendah
pada sisi - sisi kedua pematang, menindih
secara tidak selaras Formasi Tinombo dan
Kompleks Batuan Metamorf. Molasa ini
mengandung rombakan yang berasal dari
formasi-formasi lebih tua dan terdiri dari
konglomerat,
batupasir,
batulumpur,
batugamping-koral serta napal yang semuanya
hanya mengeras lemah. Didekat Kompleks
Batuan Metamorf pada bagian barat pematang
timur endapan itu terutama terdiri dari
bongkah - bongkah kasar dan agaknya
diendapkan didekat sesar. Batuan-batuan itu
ke arah laut beralih - alih jadi batuan klastika
berbutir lebih halus. Di dekat Donggala
sebelah utara Enu dan sebelah barat Labea
batuannya terutama terdiri dari batugamping
dan napal dan mengandung Operculina sp.,
Cycloclypeus sp., Rotalia sp., Orbulina
universa, Amphistegina sp., Miliolidae,
Globigerina, foraminifera pasiran, ganggang
gampingan, pelesipoda dan gastoproda.
Sebuah contoh dari tenggara Laebago selain
fosil - fosil tersebut juga mengandung
Miogypsina sp. dan Lepidocyclina sp, yang
menunjukkan umur Miosen (Kadar, Dit.
Geol). Foram tambahan yang dikenali oleh
Socal meliputi Planorbulina sp., Solenomeris
sp.,
Textularia
sp.,
Acervulina
sp.,
Spiroclypeus? sp., Reussella sp., Lethoporella,
Lithophyllum
dan
Amphiroa.
Socal
mengirakan bahwa fauna - fauna tersebut
menunjukkan umur Miosen Tengah dan
pengendapan di dalam laut dangkal. Pada
kedua sisi Teluk Palu dan kemungkinan juga
di tempat lain endapan sungai Kuarter juga
dimasukkan ke dalam satuan ini.
Aluvium dan Endapan pantai terdiri dari
kerikil, pasir, lumpur dan batugamping koral
terbentuk dalam lingkungan sungai, delta dan
laut dangkal merupakan sedimen termuda di
daerah ini. Endapan itu boleh jadi seluruhnya
berumur Holosen. Di daerah dekat Labean dan
Ombo terumbu koral membentuk bukit-bukit
rendah.
Telah diamati telah terjadi beberapa generasi
intrusi. Yang tertua ialah intrusi andesit dan
basalt kecil-kecil di semenanjung Donggala.
Intrusi-intrusi mi mungkin adalah saluran saluran batuan vulkanik di dalam Formasi
Tinombo. Formasi Tinombo sendiri menindih
kompleks batuan metamorf secara tidak
selaras. Di dalamnya terkandung rombakan
yang berasal dari batuan metamorf. Endapan
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

itu terutama terdiri dari serpih, batupasir,


konglomerat, batugamping radiolaria dan
batuan gunungapi yang diendapkan di
lingkungan laut.
Intrusi-intrusi kecil selebar kurang dari 50 m
yang umumnya terdiri dari diorit, porfiri
diorit, mikrodiorit dan granodiorit menerobos
Formasi Tinombo, yakni sebelum endapan
molasa dan tersebar luas di seluruh daerah.
Semuanya tak terpetakan. Granit dan
granodionit yang telah dipetakan tercirikan
oleh fenokris felspar kalium sepanjang hingga
8 cm. Penanggalan Kalium/Argon telah
dilakukan oleh Gulf Oil Company terhadap
dua contoh granodiorit di daerah ini. Intrusi
yang tersingkap di antara Palu dan Donggala
memberikan penanggalan 31 juta tahun pada
analisis K/An dari felspar. Yang lainnya
adalah suatu intrusi yang tidak dipetakan,
terletak kira-kira 15 km timurlaut dari
Donggala, tersingkap di bawah koral Kuanter,
memberikan penanggalan 8,6 juta tahun pada
analisa K dari biotit (Gambar 2).
GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN
Geomorfologi
Berdasarkan bentuk bentang alam, pola aliran
sungai, tingkat/stadium erosi, jenis batuan
dan kemiringan lereng di daerah penyelidikan
dapat dikelompokkan menjadi 4 satuan
morfologi. yaitu: satuan pedataran (SP),
satuan perbukitan bergelombang lemah (SL),
satuan perbukitan bergelombang sedang (SS)
dan satuan perbukitan terjal (ST) (Gambar 3).
Pola aliran sungai menunjukkan semi sejajar
(sub-pararel) dan setengah membulat (semiradial) di hulunya dan menjadi setengah
menangga (sub-trellis) hingga menangga
(trellis) di
sungai induk S. Bintanaga,
Binanga Wale, Kuala Silia, Kuala Wakoe,
Kuala Sisumul, Kuala Werei dan Sungai
Binanga Tompe serta Kuala Maleloro.
Lembah sungai di arah hulu dominan
berbenntuk V yang mencirikan stadium erosi
vertikal lebih kuat dibandingkan dengan
stadium erosi horizontal, sedang di sungai
utama berbentuk agak melebar. Pola aliran
sungai di sini sangat dipengaruhi oleh pola
struktur patahan yang mengimbas pada bentuk
pola aliran sungainya.
Stratigrafi/urutan batuan
Pengamatan batuan dilakukan di 65 lokasi
titik amat, 27 lokasi dilakukan pengambilan
sampel batuan dengan 13 sampel diantaranya
di analisis petrografi dan 1 sampel dianalisis
umur batuan dengan metoda jejak belah/ fision
track.
22-3

Stratigrafi daerah di susun berdasar hubungan


relatif antara masing-masing unit batuan yang
penamaannya di dasarkan pada pusat erupsi
dan genesa pembentukan batuan tersebut.
Dari hasil pemetaan lapangan, urutan batuan
di daerah Lampio, Kecamatan Sirenja,
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi
Tengah terdiri dari 6 satuan batuan dengan
urutan tua ke muda sebagai berikut: Satuan
Malihan (Km), Satuan granit Tinjuawo
(Tmgt), Satuan granit Sitiau (Tmgs), Satuan
diorit (Opd), Satuan Gamping terumbu/koral
(Qgt) dan Satuan aluvium (Qa) (Gambar 4).
Struktur Geologi di daerah penyelidikan
dicerminkan bentuk kelurusan tofografi
(pantai, sungai dan bukit), paset segi tiga,
dinding patahan (gawir sesar), kekar, off-set
batuan, zona hancuran batuan/breksiasi
(fractures), cermin sesar (slicen-side), seretan
(drag-fault), kontak intrusi (backing-effect),
retas-retas/ intrusi kecil, bentuk batolit, bentuk
kubah (dome) dan pemunculan mata air panas.
Berdasarkan data lapangan di atas dan citra
landsat (www.landsat.org, 2001) terdapat 3
arah sesar utama dari tua ke muda adalah:
Sesar
berarah
utara
timurlaut-selatan
baratdaya (N 30-40 E). Sesar normal tertua
ini di namakan sesar Sibera dengan
kemiringan > 70 barat.
Sesar berarah utara baratlaut-selatan tenggara
(N 345-350 E). Sesar normal generasi kedua
dinamakan sesar Mapane, berkemiringan >
80 ke timur. Awalnya sesar ini hanya 1 buah,
namun menjadi 3 sesar yang terpisah-pisah
akibat tergeserkan (off-set) oleh sesar
mendatar yang lebih muda. Ke 3 sesar itu
dinamakan sesar Mapane, sesar Sitiau dan
sesar Maleloro.
Sesar termuda sedikitnya ada 7 sesar geser
jurus (strict-sleep fault) berarah baratlauttenggara (N 320-330 E) berkemiringan >
80.
Sesar itu antara lain Salapane, Lampio,
Tompe, Sipi, Boya, Bulu Tinjuawo.
Selain sesar-sesar diatas terdapat juga
kelurusan-kelurusan diduga merupakan sesar
lebih kecil berarah utara baratlaut-selatan
tenggara dan sesar baratlaut-tenggara (Lende 1
dan Lende 2) (Gambar 4).
TATA GUNA LAHAN
Untuk eksplorasi dan eksploitasi panasbumi
sangat diperlukan data Wilayah Tata Guna
Lahan berupa wilayah status penggunaan dan
pemanfaatan lahan yang diterbitkan instansi
Departem Kehutanan, tahun 1976.
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

Tata guna lahan di daerah Lompio, Kabupaten


Donggala, Provinsi Sultengah terdiri dari 3
wilayah tata guna, yaitu: Hutan Produksi
Konversi (HPK), Hutan Produksi Terbatas
(HPT) dan Lahan Untuk Pemanfaatan lain/
lahan Bebas (Gambar 5).
Pengetahuan status Tata Guna Lahan ini
sangat penting untuk mengantisipasi resiko di
dalam pemanfaatan lahan yang berpotensi
menimbulkan kerawanan materil atau
immateril.
Pengantisipasian
diantaranya
dengan cara pengurusan perijinan dalam
pemanfaatannya dan sosialisasi kepada
masyarakat lokal.
Hutan Produksi Konversi (HPK), yaitu: Hutan
yang dirancang dengan izin (IPK) untuk
pembukaan lahan dan konversi permanen
menjadi bentuk tata guna lainnya, khususnya
industri kayu atau perkebunan. IPK adalah
izin untuk membuka lahan guna kepentingan.
Hutan Produksi Terbatas (HPT), yaitu: Hutan
yang dialokasikan untuk produksi kayu
dengan intensitas rendah. Hutan produksi
terbatas ini umumnya berada di wilayah
pegunungan lereng - lereng yang curam
mempersulit kegiatan pembalakan.
Lahan Bebas (LB), yaitu lahan diluar wilayah
lahan HPK dan HPT. Lahan Bebas merupakan
wilayah tata guna lahan yang secara bebas
bisa dimanfaatkan untuk segala bentuk
kepentingan masyarakat.
GEOHIDROLOGI
Secara garis besar wilayah air tanah di daerah
penyelidikan di bagi menjadi 3 (Gambar 6).
Daerah tangkapan air tanah (re-charge) yang
berada pada satuan morfologi perbukitan
terjal, perbukitan bergelombang sedang dan
perbukitan bergelombang lemah memanjang
arah utara-selatan dan terletak di timur dan
tengah daerah dengan ketinggian mencapai
hingga 1000 m dpl. Daerah tersebut mencapai
luas 65 % dari luas daerah penyelidikan. Air
hujan sebagian meresap di daerah itu,
selanjutnya air yang meresap tadi akan
muncul di dataran Sibera-Lompio-Ombo
berupa mata air dingin dan mata air panas,
sedangkan sebagian lagi mengalir di
permukaan sungai- sungai besar dan kecil di
daerah penyelidikan.
Daerah munculan air tanah (dis-charge) di
Lampio berada di satuan morfologi pedataran
yang mencakup 25 % luas daerah selidikan.
Air hujan (meteoric-water) yang ada di satuan
morfologi perbukitan terjal, perbukitan
bergelombang
sedang
dan
perbukitan
bergelombang lemah sebagian besar akan
22-4

meresap kebawah permukaan melalui struktur


permeabilitas, rekahan (fracture) dan porositas
batuan dan terkumpul menjadi air tanah di
daerah
pedataran
Sibera-Lompio-Ombo.
Daerah ini menjadi daerah kantong air
(catchment area) sedangkan daerah akumulasi
air tanah terletak di bawahnya.
Daerah aliran air permukaan (run-off water),
Sistim air tanah daerah selidikan sebagian
berupa aliran air permukaan yaitu air hujan
yang mengalir di permukaan sungai-sungai
besar dan kecil. Aliran air permukaan itu
mengalir secara gravitasi dari ketinggian
menuju daerah lebih rendah hingga pedataran.
Sungai-sungai itu diantaranya S. Maleloro, S.
Binanga Tompr, S. Alugasa, S. Lente, Kuala
Bintanago, Kuala Wela, Kuala Silla, Kuala
Wakoe, Kuala Sisumul, Kuala Wesa, Kuala
Tondo, Kuala Ombo dan Kuala Binanga
Laode.
Air permukaan di daerah penyelidikan
selanjutnya mengalir ke laut Makasar di
bagian barat daerah selidikan.
MODEL PANAS BUMI
Penampang model panas bumi tentatif daerah
Lompio terlihat dalam Gambar 7.
Sumber panas (heat source) diduga berupa
poket-poket magma di bawah dike/ intrusi G.
Sitiau (Tmgs). dan retas-retas batuan andesitdiorit (Tmd).
Zone reservoar diperkirakan berada pada
batuan Tersier (Miosen Tengah-Atas) dan
Kapur yang telah terkena tektonik. Daerah ini
merupakan daerah berpermeabilitas tinggi
dengan tingkat kesarangan yang bagus,
kedalamannya di duga antara 600-2000 m.
Batuan penudung diduga berupa lempung
penudung yang hanya ada di sekitar daerah
patahan/ fraktur.
Batuan konduktif berup batuan metamorfik
berumur Kapur (Km) dan batuan granit
Tinjuawo (Tmgt) serta granit Sitiau (Tmgs).
Aliran panas dirambatkan secara konduksi dan
konveksi melalui batuan maupun fluida panas.
DISKUSI
Potensi energi panas bumi di daerah Lompio
terdapat di sekitar pemunculan mata air panas
Lompio dan Ombo.
Sistim panas bumi di kedua daerah itu diduga
merupakan pemunculan up-flow melalui
patahan atau fraktur pada batuan dengan
intrusi batolit granit dan retas-retas granit
biotit-muskovit serta andesit-diorit.
Mata air panas di Lompio dan Ombo dapat
dimanfaatkan untuk parawisata dan juga untuk
listrik. Namun di daerah tersebut potensi
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

fluidanya dominan berpase air panas, sehingga


pemanfaatan untuk energi listrik perlu
dilakukan ekstrasi
yang mengakibatkan
budget yang diperlukan akan lebih besar.
KESIMPULAN
Di daerah Lompio hadirnya akumulasi fluida
panas di kedalaman terindikasikan oleh batuan
ubahan dan mata air panas Lompio dan Ombo.
Indikasi menunjukkan bahwa fluida itu
keasamannya netral dengan entalphy sedang.
Perkiraan adanya lempung penudung/clay-cap
di sini diduga berada di atas daerah reservoar
di sepanjang patahan dan daerah fraktur di
patahan Lompio dan Ombo.
Fluida panas bumi di zona reservoar diduga
bersistim 2 fase, yaitu fase air dan fase uap
panas ber pH relatif netral. Jumlah fluida fase
air panas relatif dominan dibandingkan fluida
berfase uap.
Di daerah Lompio terdapat 2 daerah yang
berpotensi mengandung sumberdaya energi
panas bumi, yaitu daerah Lompio dan Ombo.
PUSTAKA
Badan Meteorologi Dan Geofisika (BMG,
2004); Data curah hujan Indonesia tahun
2004.
Bemmelen, van R.W., 1949. The Geology of
Indonesia. Vol. I A. General Geology Of
Indonesia And Adjacent Archipelagoes.
Government Printing Office. The Hague.
Netherlands.
BPS (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Donggala, 2004); Donggala dalam
Angka 2004. Kerjasama BPS dan
Bappeda Kabupaten Donggala.
Fournier, R.O., 1981. Application of Water
Geochemistry Geothermal Exploration
and
Reservoir
Engineering,
Geothermal System: Principles and
Case Histories. John Willey & Sons.
New York.
Giggenbach, W.F., 1988. Geothermal Solute
Equilibria Deviation of Na-K-Mg Ca
Geo- Indicators. Geochemica Acta 52.
pp. 2749-2765.
Lawless, J., 1995. Guidebook: An Introduction
to Geothermal System. Short course.
Unocal Ltd. Jakarta.
Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry and
Geothermal System. Academic Press Inc.
Orlando.
Simanjuntak, dkk., 1973. Peta Geologi
Lembar Palu, Sulawesi, Skala 1:
250.000.
Pusat
Penelitian
Dan
Pengembangan Geologi. Bandung.
22-5

Telford, W.M.
Geophysics.

et al, 1982. Applied


Cambridge
University

Press. Cambridge.

Tabel 1. Karakteristik Mata air panas Daerah Lompio, Kab. Donggala-Sulteng


No

Lokasi

Jenis

T ud & T ap
(C )

pH

Debit
(L /
detik)

Keterangan

1.

Lompio 1,
X: 0728325 mT
Y: 9098223 mU
Tj. Manamoni, Desa
Mausamang, Kec.
Alor Timur
Lompio 2,
X= 0815076 mT dan
Y=9977306mU.

Mata air panas


dengan
bualan
gas
tidak
kontinyu

30 & 78

7,1

50

Mata air panas

30 & 62

7,1

48

Kolam air panas

30 & 56

7,0

Mata air panas


Kolam air panas

30 & 45
30 & 68

7,1

Lampio 5,
X= 0815125 mT,
Y=9977339 mU

Mata air panas

30 & 68

7,0

Lampio 6,
X= 0815158 mT,
Y= 9977 mU

Mata air panas

30 & 77

7,1

<1

Muncul pada skis,


jernih, beruap, asin,
berbau sedang, ada
sinter silika/ sulfat
(?), bualan gas
tidak kontinu.
Jarak 15 m di
barat Lampio 1,
muncul
pada
aluvium,
jernih,
beruap, asin, bau
belerang
lemah,
tidak ada sinter, ber
gelembung
gas
tidak kontinu.
Di utara Lampio 2,
pada
aluvium,
berwarna
keruh,
bau
belerang
lemah, beruap tipis,
berasa agak asin.
Muncul
pada
aluvium, berwarna
keruh,
tidak
beruap, berasa asin.
Air keruh, tidak
beruap, asin, tidak
berbau dan ada
bualan gas.
Muncul
pada
aluvium, air keruh,
tidak
beruap,
berasa asin.

Ombo
1,
Desa
Ombo-Kec. Sindue.
X= 0809070 mT dan
Y=9967454 mU.

Pasir panas

30 & 52-54

Ombo
2,
Desa
Ombo-Kec. Sindue.
X= 0809145 mT dan
Y=9967554 mU

Mata air panas

30 & 60

Uap panas

30 & 60

Lompio 3,
X= 0815037 mT,
Y= 9977515 mU

Lampio 4,
X= 0814906 mT dan
Y=9977616 mU

2.

Ombo

3,

Desa

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

Muncul
berupa
pasir panas pada
aluvium di daerah
pasang surut. Rasa
asin, keruh, tidak
berbau, tak beruap.
Muncul di gamping
terumbu, warna air
putih
keruh,
berbau,
beruap
tipis, agak asin.
Ada di lubang
gamping (dolina)
22-6

Ombo-Kec.Sirenja
X=0809279
mT,
Y=9968352 mU

Warna
tidak
terlihat,
berbau,
beruap, rasa tidak
diketahui,
debit
susah diukur.

PETA GEOLOGI REGI


LEMBAR PALU, SULA
(Simanjuntak dkk, 1973)


0

10

Lokasi penyelidikan

Gambar 1. Peta daerah penyelidikan

Daerah

Gambar 2. Peta geologi regional daerah penyelidikan (T.O Simanjuntak, dkk, 1973)

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-7

Gambar 3. Kenampakan 3 - D satuan morfologi daerah penyelidikan

Gambar 4. Peta geologi daerah Lompio, Kabupaten Donggala, Sulteng


Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-8

Gambar 5. Wilayah Tata guna lahan daerah Lompio, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah

Gambar 6. Peta 3-D sistim hidrogeologi daerah Lompio, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-9

Gambar 7. Model tentatif sistem panas bumi daerah Lompio, Kabupaten Donggala, Sulteng

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-10

Anda mungkin juga menyukai