Anda di halaman 1dari 29

Tugas Teknologi Batu Bara

IGCC

BAB I
PENDAHULUAN
Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan
dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun
dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak
bumi, cadangan gas alam yang mencukupi serta cadangan batubara yang melimpah.
Sumber daya energi batubara diperkirakan sebesar 36.5 milyar ton, dengan sekitar 5.1
milyar ton dikategorikan sebagai cadangan terukur. Sumber daya ini sebagian besar
berada di Kalimantan yaitu sebesar 61 %, di Sumatera sebesar 38 % dan sisanya
tersebar di wilayah lain. Menurut jenisnya dapat dibagi menjadi lignite sebesar 58.6
%, sub-bituminous sebesar 26.6 %, bituminous sebesar 14.4 % dan sisanya sebesar
0.4 % adalah anthracite.
Batubara akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas
sintetis atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang
dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi atau pencairan dan gasifikasi atau
penyubliman batubara.
Likuifikasi batu bara adalah pengubah batubara padat menjadi bahan
bakar cair. Bergius (1913) yang pertama kali mengembangkan teknologi
ini. Sejak disempurnakan Mathias Pier (1920) hingga kini, para peneliti
dari berbagai negara telah melanjutkannya dengan aneka penyempurnaan dan
pengembangan.
Teknik likuifikasi batubara :
Pertama, proses pemutusan molekul-molekul berinti banyak ke bentuk yang
lebih kecil dan sederhana seperti nafta dan parafin kemudian menjenuhkannya
dengan proses substitusi hidrogen.

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Kedua, proses hidrogenasi Bergius. Teknik ini pada prinsipnya dilakukan


dengan cara ekstraksi menggunakan gugus hodrogen. Batubara mula-mula
dihidrogenasi ke bentuk synthetic crude atau syncruder. selanjutnya susunan batubara
dibongkar atau diputuskan.
Gasifikasi adalah proses yang dilakukan pada suhu dan tekanan yang tinggi
untuk menghasilkan campuran gas (sintesis gas) dengan mereaksikan steam, oksigen
dan material yang mengandung karbon.
Teknologi ini merupakan inovasi terbaru dalam memperbaiki metoda
pembakaran batubara. Batubara diubah bentuk dari padat menjadi gas. Perubahan
bentuk ini meningkatkan efisiensi, yaitu dengan memperlakuan gas hasil gasifikasi
seperti penggunaan gas alam. Gas tersebut bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan
turbin gas. Gas buang dari turbin gas yang masih mempunyai suhu yang cukup tinggi
dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin uap dengan menggunakan HRSG. Siklus
kombinasi ini sering dinamakan IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle)
Gasifikasi dilakukan pada tahap awal proses, yaitu setelah proses
menghalusan atau pembentukan slurry. Gasifikasi dilakukan pada suhu yang cukup
tinggi yaitu sekitar 1400-1500 oC. Abu sisa pembakaran akan meleleh pada suhu
tersebut. Gas hasil gasifikasi sebelum masuk turbin gas dibersihkan dengan
menggunakan ESP dan desulfurisasi. Proses desulfurisasi ini akan menghasilkan
belerang murni yang mempunyai nilai jual tinggi. Denitrifikasi dilakukan setelah
HRSG.
Teknologi IGCC masih dalam tahap pengembangan dan diperkirakan dalam
2-5 tahun mendatang dapat beroperasi secara komersial. Efisiensi IGCC dapat
mencapai 43-47 %. Emisi SO2 dan NOx dapat dikurangi masing-masing sekitar 9599 % dan 40-95 %.

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

PENGERTIAN BATUBARA
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan

organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk


dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan
kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat
penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses
perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga
bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya
kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisasisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta
tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat
pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu
cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena
tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang
mempengaruhi kematangan suatu batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi
tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya
terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun
terbentuknya peat merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses
pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu
perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan peat
(peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit.


Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang
berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung
pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan
tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari
sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon,
alterasi,

pengurangan

kandungan

air,

dalam

tahap

awal

pengaruh

dari

mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.

II.2 PENYUSUN BATUBARA


Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan
ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya
batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara
lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi
tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya.
Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam
merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul
umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui
dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin
yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks.
Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.
Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin
merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung
antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai
kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal.
Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis
polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis
inilah yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang
kemudian terurai dan membentuk batubara.
Protein
Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu
hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada
umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein
pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
Material Organik Lain
Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka
pada batangnya.
Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian
batangnya.
Alkaloida
Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun
batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam
bentuk rantai.

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole.
Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin
pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam
batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi
perkembangan dari proses coalifikasi.
Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen
kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem
aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material steranetype dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh
selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan struktur
rangka yang baru.
Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya
material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur
mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang
menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur
mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara,
pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan
batubara.

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

II.3 PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA


Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa
material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami
peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia
dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus
ditandai dengan terbentuknya peat.
Pembentukan Lapisan Source
Teori Rawa Peat (Gambut) - Autocthon
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi
sisa-sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area
yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang
cukup, yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan
terbentuknya peat yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit.
Kelemahan dari teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi yang bisa
menyebabkan banyaknya kandungan mineral dalam batubara.
Teori Transportasi - Allotocton
Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari
degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa
peat, melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam
lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan
bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.
Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam
proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses
pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu
sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam
tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan
oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi
oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan.
Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan
mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan
menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini
terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena
pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.

II.4

KUALITAS DAN KLASIFIKASI BATUBARA


Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang

mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan


mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada
batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis
proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile
matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat
dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.
Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium,
diantaranya adalah analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat
dilakukan untuk menentukan jumlah air, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu,
sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan
juga unsur jarang.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut
menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di
daerah penelitian.
Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for
Testing and Material (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) Klasifikasi ini dibuat
berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral matter free
(dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb) menjadi dry, mineral matter free
(dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) :

II. 5

JENIS BATUBARA YANG ADA DI INDONESIA

1. Hardcoal
Hardcoal adalah batubara yang mempunyai nilai kalori diatas 5700 kcal/kg (23,26
MJ/kg). Hardcoal terdiri dari batubara steam, batubara coking, bituminous dan
antrasit.
2. Batubara Steam
Batubara Steam adalah batubara yang dipakai di ketel uap (boiler/steam
generator) dan tungku pemanas.

Yang termasuk dalam kategori ini adalah

batubara antrasit dan bituminous. Nilai kalor bruto (Gross Calorific value) nya
lebih besar dari 23.865,0 kJ/kg (5700 kcal/kg) dan dibawah batubara cooking.
3. Batubara Coking
Batubara coking adalah batubara yang bisa dipakai untuk membuat kokas untuk
bahan reduktor di tungku peleburan baja (blast furnace). Nilai kalor bruto (Gross

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Calorific value) nya lebih besar dari 23.865,0 kJ/kg (5700 kcal/kg) yang bebas
debu.
4. Batubara Subbituminous
Batubara Subbituminous adalah batubara yang mempunyai nilai kalor bruto
(Gross Calorific value) antara 17.435,0 kJ/kg (4165 kcal/kg) dan 23.860,0 kJ/kg
(5700 kcal/kg).
5. Batubara Anthrasit
Batubara Antrasit adalah batubara yang mempunyai sifat-sifat seperti batubara
steam.
6. Batubara Lignit
Batubara Lignit adalah batubara yang mempunyai nilai kalor bruto (Gross
Calorific value) dibawah 4.165 kcal/kg (17,44 MJ/kg) yang mempunyai abu
terbang (volatile matter) diatas 31% dalam keadaan kering. Batubara lignit sering
disebut sebagai batubara kelas rendah (Low Rank Coal), batubara jenis ini sering
juga disebut sebagai Brown Coal.
7. Kokas
Kokas adalah hasil karbonisasi dari batubara steam pada temperatur tinggi.
Produk ini dipakai sebagai reduktor pada peleburan baja.
8. Briket
Briket adalah komposisi bahan bakar yang dibuat dengan briketisasi batubara subbitumious, lignit atau gambut melalui karbonisasi atau bubuk. Briket lebih mudah
digunakan dan mempunyai kualitas yang lebih baik daripada bahan bakunya.

10

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

II.6

SIFAT-SIFAT BATUBARA

Gambar Proses Pembentukan Bahan Bakar Fosil, Contoh : Batu bara

Sifat-sifat bahan bakar padat yang berupa batu bara, antara lain:
1. Mengandung zat-zat yang mudah menguap.
2. Temperatur panas reaksi yang dihasilkan sama dengan jumlah panas yang
dibuang.
3. Semakin sederhana susunan bahan bakar, temperatur penyalaannya makin
tinggi.
4. Kecepatan pembakarannya tergantung kandungan uap air di dalamnya.
5. Makin kecil butirannya, makin cepat pembakarannya.
6. Mempunyai kecenderungan untuk menggumpal.
7. Untuk memperkecil kadar abunya, dapat dilakukan pencucian.

11

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

8. Kadar air di dalam batu bara cenderung bertambah pada saat proses pencucian
batu bara sehabis penambangannya.
9. Sifat membara sendiri dan merusak sendiri.
10. Penggerusan batu bara atau Grindability dilakukan untuk mendapatkan
pembakaran yang seefektif mungkin

12

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

BAB III
DESKRIPSI PROSES

Gasifikasi adalah proses yang dilakukan pada suhu dan tekanan yang tinggi
untuk menghasilkan campuran gas (sintesis gas) dengan mereaksikan steam, oksigen
dan material yang mengandung karbon Gasifikasi dapat dilakukan dengan berbagai
macam reactor, yaitu Fix Bed gasifier, Entrained Flow Gasifier, Fluidized Bed
Gasifier dan Molten Iron Bath.

Teknologi ini merupakan inovasi terbaru dalam memperbaiki metoda


pembakaran batubara. Batubara diubah bentuk dari padat menjadi gas. Perubahan
bentuk ini meningkatkan efisiensi, yaitu dengan memperlakuan gas hasil gasifikasi
seperti penggunaan gas alam. Gas tersebut bias dimanfaatkan untuk menggerakkan

13

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

turbin gas. Gas buang dari turbin gas yang masih mempunyai suhu yang cukup tinggi
dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin uap dengan menggunakan HRSG. Siklus
kombinasi ini sering dinamakan IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle)

III.1

INTERGRATED GASIFICATION COMBINED CYCLE (IGCC)


Teknologi IGCC merupakan merupakan salah satu teknologi batubara bersih

yang sekarang dalam tahap pengembangan. Istilah IGCC ini merupakan istilah yang
paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara
terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu
ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal
Gasification Combined Cycle) yang sama artinya. Dalam makalah ini untuk
selanjutnya akan digunakan istilah IGCC.

Skema Teknologi IGCC

14

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Komponen utama dalam riset IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara.
Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan batubara menjadi
gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor
gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis
diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pemanasan sampai
temperatur reaksi serta mengalami proses pirolisa (menjadi bara api). Kecuali bahan
pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen,
karbon monoksida dan methana. Proses gasifikasi batubara berdasarkan system
reaksinya dapat dibagi menjadi empat macam yaitu : fixed bed, fluidized bed,
entrained flow dan molten iron bath .

Tipe Reaktor Gasifikasi

15

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Fixed Bed Gasifier


Pada proses gasifikasi dengan fix bed gasifier terdapat 4 zona reaksi, yaitu :
1.

Zona Devolatilisasi
Pada zona ini terjadi proses penguapan air dan zat-zat volatile yang
terkandung dalam batu bara.

2.

Zona Gasifikasi
Pada zona ini steam yang dialirkan dalam CO 2 dan CO2 yang terbentuk
dari pembakaran yang sempurna, akan bereaksi dengan batu bara pada
suhu yang tinggi membentuk gas sintesia yang terdiri dari CO2, H2, dan N2.

3.

Zona Pembakaran
Pada zona ini oksigen yang masuk akan bereaksi dengan sebagian batu
bara membentuk CO2 dan H2O yang berfungsi pada suatu proses
gasifikasi.

4.

Zona Abu
Zona ini merupakan tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik
hasil dari suatu reaksi pembakaran maupun hasil dari proses gasifikasi

Dalam fixed bed, serbuk batubara yang berukuran antara 3 - 30 mm


diumpankan dari atas reaktor dan akan menumpuk karena gaya beratnya. Uap dan
udara (O2) dihembuskan dari bawah berlawanan dengan masukan serbuk batubara
akan bereaksi membentuk gas. Reaktor tipe ini dalam prakteknya mempunyai
beberapa modifikasi diantaranya adalah proses Lurgi, British Gas dan KILnGas.

16

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Fluidized Bed Gasifier

fluidized bed Gasifier


Sedangkan proses yang menggunakan prinsip fluidized bed adalah HighTemperature Winkler, Kellog Rust Westinghouse dan U-gas. Dalam fluidized bed
gaya dorong dari uap dan O2 akan setimbang dengan gaya gravitasi sehingga serbuk
batubara dalam keadaan mengambang pada saat terjadi proses gasifikasi. Serbuk
batubara yang digunakan lebih halus dan berukuran antara 1 - 5 mm. Pada gasifier
ini, batubara dihembuskan kedalam reactor dengan kecepatan tertentu sehingga
membentuk fluid bed. Udara (oksigen) dialirkan melalui bagian bawah reactor, gas
keluar melalui bagian bawah reactor, sedangkan abu keluar melalui bagian samping
bawah reactor.

Entrained Flow
Pada gsifier ini, udara dan steam bercampur dengan kecepatan tertentu dan
diumpankan bersama dengan batubara melalui bagian atas reactor. Gas yang

17

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

dihasilkan dialirkan melalui bagian samping bawah reactor, sementara abu akan
dialirkan menuju dasar reactor
Dalam entrained flow serbuk batubara yang berukuran 0.1 mm dicampur dengan
uap dan O2 sebelum diumpankan ke dalam reaktor. Proses ini telah digunakan untuk
memproduksi gas sintetis dengan nama proses Koppers-Totzek. Proses yang sejenis
kemudian muncul seperti proses PRENFLO, Shell, Texaco dan DOW..
Molten Iron Bath
Proses molten iron bath merupakan pengembangan dalam proses industri baja.
Serbuk batubara diumpankan ke dalam reaktor bersama-sama dengan kapur dan O2.
Kecuali proses molten iron bath semua proses telah digunakan untuk keperluan
pembangkit listrik.
Saat ini teknologi IGCC sedang dikembangkan di seluruh dunia, seperti :
Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Spanyol.Di samping proses gasifikasi yang
terus mengalami perbaikan, gas turbin jenis baru juga terus dikembangkan.
Temperatur masukan gas turbin yang tinggi akan dapat menaikkan efisiensi dan ini
dapat dicapai dengan penggunaan material baru dan perbaikan sistem pendinginnya.
Prinsip kerja dari IGCC ditunjukkan pada Gambar di bawah ini, IGCC
merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap.
Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen.
Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah
dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas buang.
Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang sudah bersih ini
dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam
turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan
dengan

menggunakan

HRSG

(Heat

Recovery

Steam

Generator)

untuk

membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan uap

18

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap
yang akan menggerakkan generator.

Prinsip Kerja Pembangkit Listrik IGCC

IGCC merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses


pembangkitan uap. Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan
sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk

19

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida
dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang
sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran
disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin
gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator)
untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan
uap dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap
yang akan menggerakkan generator.
Secara ekonomi, pembangkit listrik IGCC saat ini mempunyai biaya investasi
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Tetapi
peneliti pada perusahaan gasifier Texaco memperkirakan bahwa biaya investasi
pembangkit listrik IGCC dapat bersaing dengan PLTU batubara konvensional karena
factor efisiensi. Untuk IGCC yang mempunyai unit lebih besar dari 400 MW dapat
bersaing, sedangkan yang lebih kecil dari 200 MW akan lebih mahal bila
dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Faktor lain yang menjadi
pertimbangan penggunaan teknologi IGCC adalah ramah terhadap lingkungan yang
akan dibahas di bawah ini.
Teknologi IGCC ini mempunyai kelebihan yaitu dalam hal bahan bakar : tidak
ada pembatas untuk tipe, ukuran dan kandungan abu dari batubara yang digunakan.
Dalam hal lingkungan : emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi tanpa
penambahan peralatan tambahan seperti de-SOX dan de-NOX dan juga limbah cair
serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang. Disamping itu pembangkit listrik
IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi yang mempunyai
nilai jual seperti : sulfur, asam sulfat dan gypsum. Efisiensi pembangkit listrik ICGG
berkisar antara 38 - 45 % yang lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara
konvensional. Hal ini dimungkinkan dengan adanya proses gasifikasi sehingga energi
yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif dan digunakannya
HRSG untuk membentuk suatu daur kombinasi antara turbin gas dan turbin uap.

20

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Dalam sistem IGCC, sekitar 95 - 99 % dari kandungan sulfur dalam batubara


dapat dihilangkan sebelum pembakaran. NOX dapat dikurangi sebesar 70 - 93 % dan
CO2 dapat dikurangi sebesar 20 - 35 % (emisinya berkisar antara 0.75 - 0.85 kg
CO2/kWh) dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Dengan tingkat emisi
yang rendah maka dapat untuk mencegah terjadi hujan asam karena emisi polutan
SO2 dan NOX serta mencegah terjadinya pemanasan global karena emisi CO2. Salah
satu hal yang menarik dalam sistem IGCC adalah pembangunannya dapat dilakukan
secara bertahap yaitu :
- tahap pertama

: pembangunan turbin gas dan perlengkapan pembangkit listrik

- tahap kedua

: pembangunan sistem daur kombinasi, dan

- tahap ketiga

: pembangunan unit gasifikasi.

Pembangunan dua tahap yang pertama memerlukan biaya investasi yang


relatif kecil dan sudah dapat menghasilkan tenaga listrik. Investasi yang besar hanya
dibutuhkan pada saat pembangunan tahap ketiga dan dilaksanakan bila sudah dinilai
ekonomis untuk mengganti bahan bakar dari gas alam dengan batubara. Disamping
itu sistem IGCC didesain secara modular sehingga mudah untuk dikembangkan
menjadi unit yang lebih besar kapasitasnya pada saat kebutuhan tenaga listrik sudah
meningkat.
Meskipun saat ini teknologi IGCC ini masih dalam taraf demonstrasi
diharapkan sekitar tahun 2000 sudah dapat beroperasi secara komersial. Bahkan
Wabash River IGCC Project sudah membuat pernyataan dapat beroperasi secara
komersial mulai tahun 1995. Untuk Indonesia sekitar tahun 2015 PLTU batubara
konvensional yang digunakan saat ini sudah habis masa gunanya (life time) sehingga
penggunaan pembangkit listrik IGCC merupakan teknologi alternatif yang patut
dipertimbangkan.
Teknologi ini merupakan inovasi terbaru dalam memperbaiki metoda
pembakaran batubara. Batubara diubah bentuk dari padat menjadi gas. Perubahan
bentuk ini meningkatkan efisiensi, yaitu dengan memperlakuan gas hasil gasifikasi
seperti penggunaan gas alam. Gas tersebut bias dimanfaatkan untuk menggerakkan

21

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

turbin gas. Gas buang dari turbin gas yang masih mempunyai suhu yang cukup tinggi
dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin uap dengan menggunakan HRSG. Siklus
kombinasi ini sering dinamakan IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle).
Gasifikasi dilakukan pada tahap awal proses, yaitu setelah proses menghalusan atau
pembentukan slurry. Gasifikasi dilakukan pada suhu yang cukup tinggi yaitu sekitar
1400-1500 oC. Abu sisa pembakaran akan meleleh pada suhu tersebut. Gas hasil
gasifikasi sebelum masuk turbin gas dibersihkan dengan menggunakan ESP dan
desulfurisasi. Proses desulfurisasi ini akan menghasilkan belerang murni yang
mempunyai nilai jual tinggi. Denitrifikasi dilakukan setelah HRSG.
Teknologi IGCC masih dalam tahap pengembangan dan diperkirakan dalam
2-5 tahun mendatang dapat beroperasi secara komersial. Efisiensi IGCC dapat
mencapai 43-47 %. Emisi SO2 dan NOx dapat dikurangi masing-masing sekitar 9599 % dan 40-95 %.

III.2

PROSES PENGERINGAN TEH


SEBAGAI PENGGANTI BURNER

MENGGUNAKAN

GASIFIER

Prinsip kerja gasifier identik dengan proses gasifikasi batu bara dalam
reaktor dimana gas yang dihasilkan langsung dibakar dalam burner sehingga
dihasilkan pembakaran sempurna. Kapasitas gasifier yang digunakan adalah 40 kg
batu bara/jam dan temperatur gas panas 800 - 1200C. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara teknis unit gasifikasi batu bara sistem unggun tetap
dapat diterapkan untuk menggantikan burner BBM pada alat heat exchanger sistem
shell yang digunakan untuk pengering tipe ECP
Penelitian pengeringan teh hijau menggunakan batu bara TBI-10
menghasilkan suhu pengering ECP cukup tinggi mencapai 151C sehingga dapat
digunakan untuk mengeringkan teh hijau tanpa mengganggu kualitas produk teh
maupun polusi asap yang berbau.

22

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Kualitas teh hasil percobaan, terutama hasil uji organoleptik menunjukkan


warna air seduhan cukup cerah, rasa yang kuat, cukup wangi dan ampas seduhan
cukup cerah. Biaya operasional pengunaan batu bara relatif lebih murah
dibandingkan dengan menggunakan BBM.
Keunggulan
-

Dapat mengganti BBM

Lebih ekonomis

Bersih/ramah lingkungan

Pengoperasiannya sederhana dan mudah

23

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

BAB IV
PEMBAHASAN
Teknologi IGCC merupakan salah satu teknologi batubara bersih yang
sekarang dalam tahap pengembangan. Istilah IGCC ini merupakan istilah yang
paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara
terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu
ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal
Gasification Combined Cycle) yang sama artinya. Komponen utama dalam riset
IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara.
Saat ini teknologi IGCC sedang dikembangkan di seluruh dunia, seperti :
Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Spanyol. IGCC merupakan perpaduan
teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan steam.
Secara ekonomi, pembangkit listrik IGCC saat ini mempunyai biaya
investasi yang lebih tingggi bila dibandingkan dengan PLTU batubara konvesial.
Tetapi peniliti pada gasifier Texaco memperkirakan bahwa

biaya investasi

pembangkit listrik IGCC dapat bersaing dengan PLTU batubara konvesional karena
factor efisiensi. Faktor lain yang menjadi pertimbangan penggunaan teknologi
IGCC adalah ramah terhadap lingkungan yang akan dibahas di bawah ini.
Teknologi IGCC mempunyai kelebihan dalam hal bahan bakar :
-

tidak ada pembatas untuk tipe ukuran dan kandungan abu dari
batubara yang digunakan.

Dalam hal lingkungan :

24

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi tanpa


penambahan peralatan tambahan, seperti : de-SOX dan de-NOX, dan
juga limbah cair serta luas tanah yang dibutukan juga berkurang.

Pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang


merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual seperti : sulfur,
asam sulfat, dan gypsum.

Meskipun saat ini teknologi IGCC masih dalam taraf demonstrasi


diharapakan sekitar tahun 2000 sudah dapat beroperasi secara komersial. Bahkan
Wabash River IGCC Project sudah membuat pernyataan dapat beroperasi
secarakomersial mulai tahun 1995. untuk Indonesia sekitar tahun 2015 PLTU
batubara konvensional yang digunakan saat ini sudah habis masa gunanya (life
time) sehingga penggunaan pembangkit listrik IGCC merupakan teknologi
alternative yang patut dipertimbangkan.
Teknologi IGCC masih dalam tahap pengembangan dan diperkirakan dalam
2 sampai 5 tahun mendatang dapat beroperasi secara komersial. Efisiensi IGCC
dapat mencapai 43 47 %. Emisi SO2 dan NOX dapat dikurangi masing-masing
sekitar 95 99 % dan 40 95 %.

25

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

BAB V
KESIMPULAN
Batubara diperkirakan paling dominant digunakan sebagai bahan bakar
untuk pembangkit listrik di Indonesia di masa datang. Penggunaan batubara dalam
jumlah yang besar akan meningkatkan emisi seperti emisi partikel, SO2, NOx, dan
CO2. Salah satu cara untuk mengurangi emisi adalah dengan menggunakan
teknologi bersih.
IGCC atau Intergrated Coal Gasification Combined Cycle adalah salah satu
aplikasi dari gasifikasi batu bara. IGCC pada umumnya digunakan untuk
menjadikan campuran gas sintesis sebagai suatu tenaga listrik. IGCC biasanya
digunakan untuk menggerakkan generator listrik dan untuk menggerakkan turbin
uap air. Pada proses gasifikasi, kita memerlukan reactor. Untuk proses IGCC kita
menggunakan reactor jenis Pilot Plant Gasifier, adapula jenis IGCC yang dengan
tambahan Fuel Cell dan menggunakan reactor biomassa gasification plant.
Pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan
komoditi yang mempunyai nilai jual seperti : Sulfur, Asam Sulfat dan Gyspsum.
Efisiensi pembangkit listrik IGCC berkisar antara 38 45 % yang lebih tinggi 5
10 % dibandingkan PLTU batu bara konvensional. Secara ekonomi, pembnagkit
listrik IGCC saat ini mempunyai biaya investasi yang lenih tinggi bila dibandingkan

26

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

dengan PLTU batu bara konvensional. Tetapi peneliti pada perusahaan gasifier
Texaco memperkirakan bahwa biaya investasi pembangkit listrik IGCC dapat
bersaing dengan PLTU batu bara konvensional karena factor efisiensi.

DAFTAR PUSTAKA
http://images.google.co.id/imgres?imgurl
http://www.advantica.biz/default.aspx?page=1168
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-02-09-Mengenal-Batubara(1).shtml
http://www.elektroindonesia.com/elektro/khu27.html
http://www.energy.iastate.edu/becon/tour/tourimages/06-gasifier.jpg&imgrefurl
http://www.fe.doe.gov/images/programs/powersystems/combustion_testrig200px.jp
g&imgrefurl
http://www.fe.doe.gov/images/programs/powersystems/gasification_schematic.jpg
&imgrefurl
http://www.mfix.org/pictures/gallery/gasifier.jpg&imgrefurl
http://www.nedo.go.jp/itd/grant-e/energy/gif/ee002002.jpg&imgrefurl
http://www.ouc.com/news/images/gas1-final.jpg&imgrefurl

27

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/Batubara/images/pengembangangasifikasi550.jp
g&imgrefurl
http://www.worldenergy.org/wecgeis/images/pubs/tech_papers/17th_congress/2_3_
1300.gif&imgrefurl
Riza, Abrar. Bindar, Yazid. Susanto, Herri dan Sasongko, Dwiwahdju. 2006.
Pengaruh Tipe Batubara Terhadap Unjuk Kerja Proses Gasifikasi. Bandung :
Universitas Tarumanagara

28

Tugas Teknologi Batu Bara


IGCC

Reaktor IGCC

29

Anda mungkin juga menyukai