IGCC
BAB I
PENDAHULUAN
Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan
dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun
dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak
bumi, cadangan gas alam yang mencukupi serta cadangan batubara yang melimpah.
Sumber daya energi batubara diperkirakan sebesar 36.5 milyar ton, dengan sekitar 5.1
milyar ton dikategorikan sebagai cadangan terukur. Sumber daya ini sebagian besar
berada di Kalimantan yaitu sebesar 61 %, di Sumatera sebesar 38 % dan sisanya
tersebar di wilayah lain. Menurut jenisnya dapat dibagi menjadi lignite sebesar 58.6
%, sub-bituminous sebesar 26.6 %, bituminous sebesar 14.4 % dan sisanya sebesar
0.4 % adalah anthracite.
Batubara akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas
sintetis atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang
dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi atau pencairan dan gasifikasi atau
penyubliman batubara.
Likuifikasi batu bara adalah pengubah batubara padat menjadi bahan
bakar cair. Bergius (1913) yang pertama kali mengembangkan teknologi
ini. Sejak disempurnakan Mathias Pier (1920) hingga kini, para peneliti
dari berbagai negara telah melanjutkannya dengan aneka penyempurnaan dan
pengembangan.
Teknik likuifikasi batubara :
Pertama, proses pemutusan molekul-molekul berinti banyak ke bentuk yang
lebih kecil dan sederhana seperti nafta dan parafin kemudian menjenuhkannya
dengan proses substitusi hidrogen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
PENGERTIAN BATUBARA
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan
pengurangan
kandungan
air,
dalam
tahap
awal
pengaruh
dari
Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung
antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai
kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal.
Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis
polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis
inilah yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang
kemudian terurai dan membentuk batubara.
Protein
Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu
hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada
umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein
pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
Material Organik Lain
Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka
pada batangnya.
Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian
batangnya.
Alkaloida
Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun
batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam
bentuk rantai.
Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole.
Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin
pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam
batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi
perkembangan dari proses coalifikasi.
Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen
kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem
aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material steranetype dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh
selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan struktur
rangka yang baru.
Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya
material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur
mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang
menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur
mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara,
pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan
batubara.
tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses
pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu
sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam
tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan
oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi
oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan.
Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan
mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan
menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini
terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena
pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
II.4
batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan
juga unsur jarang.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut
menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di
daerah penelitian.
Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for
Testing and Material (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) Klasifikasi ini dibuat
berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral matter free
(dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb) menjadi dry, mineral matter free
(dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) :
II. 5
1. Hardcoal
Hardcoal adalah batubara yang mempunyai nilai kalori diatas 5700 kcal/kg (23,26
MJ/kg). Hardcoal terdiri dari batubara steam, batubara coking, bituminous dan
antrasit.
2. Batubara Steam
Batubara Steam adalah batubara yang dipakai di ketel uap (boiler/steam
generator) dan tungku pemanas.
batubara antrasit dan bituminous. Nilai kalor bruto (Gross Calorific value) nya
lebih besar dari 23.865,0 kJ/kg (5700 kcal/kg) dan dibawah batubara cooking.
3. Batubara Coking
Batubara coking adalah batubara yang bisa dipakai untuk membuat kokas untuk
bahan reduktor di tungku peleburan baja (blast furnace). Nilai kalor bruto (Gross
Calorific value) nya lebih besar dari 23.865,0 kJ/kg (5700 kcal/kg) yang bebas
debu.
4. Batubara Subbituminous
Batubara Subbituminous adalah batubara yang mempunyai nilai kalor bruto
(Gross Calorific value) antara 17.435,0 kJ/kg (4165 kcal/kg) dan 23.860,0 kJ/kg
(5700 kcal/kg).
5. Batubara Anthrasit
Batubara Antrasit adalah batubara yang mempunyai sifat-sifat seperti batubara
steam.
6. Batubara Lignit
Batubara Lignit adalah batubara yang mempunyai nilai kalor bruto (Gross
Calorific value) dibawah 4.165 kcal/kg (17,44 MJ/kg) yang mempunyai abu
terbang (volatile matter) diatas 31% dalam keadaan kering. Batubara lignit sering
disebut sebagai batubara kelas rendah (Low Rank Coal), batubara jenis ini sering
juga disebut sebagai Brown Coal.
7. Kokas
Kokas adalah hasil karbonisasi dari batubara steam pada temperatur tinggi.
Produk ini dipakai sebagai reduktor pada peleburan baja.
8. Briket
Briket adalah komposisi bahan bakar yang dibuat dengan briketisasi batubara subbitumious, lignit atau gambut melalui karbonisasi atau bubuk. Briket lebih mudah
digunakan dan mempunyai kualitas yang lebih baik daripada bahan bakunya.
10
II.6
SIFAT-SIFAT BATUBARA
Sifat-sifat bahan bakar padat yang berupa batu bara, antara lain:
1. Mengandung zat-zat yang mudah menguap.
2. Temperatur panas reaksi yang dihasilkan sama dengan jumlah panas yang
dibuang.
3. Semakin sederhana susunan bahan bakar, temperatur penyalaannya makin
tinggi.
4. Kecepatan pembakarannya tergantung kandungan uap air di dalamnya.
5. Makin kecil butirannya, makin cepat pembakarannya.
6. Mempunyai kecenderungan untuk menggumpal.
7. Untuk memperkecil kadar abunya, dapat dilakukan pencucian.
11
8. Kadar air di dalam batu bara cenderung bertambah pada saat proses pencucian
batu bara sehabis penambangannya.
9. Sifat membara sendiri dan merusak sendiri.
10. Penggerusan batu bara atau Grindability dilakukan untuk mendapatkan
pembakaran yang seefektif mungkin
12
BAB III
DESKRIPSI PROSES
Gasifikasi adalah proses yang dilakukan pada suhu dan tekanan yang tinggi
untuk menghasilkan campuran gas (sintesis gas) dengan mereaksikan steam, oksigen
dan material yang mengandung karbon Gasifikasi dapat dilakukan dengan berbagai
macam reactor, yaitu Fix Bed gasifier, Entrained Flow Gasifier, Fluidized Bed
Gasifier dan Molten Iron Bath.
13
turbin gas. Gas buang dari turbin gas yang masih mempunyai suhu yang cukup tinggi
dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin uap dengan menggunakan HRSG. Siklus
kombinasi ini sering dinamakan IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle)
III.1
yang sekarang dalam tahap pengembangan. Istilah IGCC ini merupakan istilah yang
paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara
terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu
ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal
Gasification Combined Cycle) yang sama artinya. Dalam makalah ini untuk
selanjutnya akan digunakan istilah IGCC.
14
Komponen utama dalam riset IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara.
Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan batubara menjadi
gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor
gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis
diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pemanasan sampai
temperatur reaksi serta mengalami proses pirolisa (menjadi bara api). Kecuali bahan
pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen,
karbon monoksida dan methana. Proses gasifikasi batubara berdasarkan system
reaksinya dapat dibagi menjadi empat macam yaitu : fixed bed, fluidized bed,
entrained flow dan molten iron bath .
15
Zona Devolatilisasi
Pada zona ini terjadi proses penguapan air dan zat-zat volatile yang
terkandung dalam batu bara.
2.
Zona Gasifikasi
Pada zona ini steam yang dialirkan dalam CO 2 dan CO2 yang terbentuk
dari pembakaran yang sempurna, akan bereaksi dengan batu bara pada
suhu yang tinggi membentuk gas sintesia yang terdiri dari CO2, H2, dan N2.
3.
Zona Pembakaran
Pada zona ini oksigen yang masuk akan bereaksi dengan sebagian batu
bara membentuk CO2 dan H2O yang berfungsi pada suatu proses
gasifikasi.
4.
Zona Abu
Zona ini merupakan tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik
hasil dari suatu reaksi pembakaran maupun hasil dari proses gasifikasi
16
Entrained Flow
Pada gsifier ini, udara dan steam bercampur dengan kecepatan tertentu dan
diumpankan bersama dengan batubara melalui bagian atas reactor. Gas yang
17
dihasilkan dialirkan melalui bagian samping bawah reactor, sementara abu akan
dialirkan menuju dasar reactor
Dalam entrained flow serbuk batubara yang berukuran 0.1 mm dicampur dengan
uap dan O2 sebelum diumpankan ke dalam reaktor. Proses ini telah digunakan untuk
memproduksi gas sintetis dengan nama proses Koppers-Totzek. Proses yang sejenis
kemudian muncul seperti proses PRENFLO, Shell, Texaco dan DOW..
Molten Iron Bath
Proses molten iron bath merupakan pengembangan dalam proses industri baja.
Serbuk batubara diumpankan ke dalam reaktor bersama-sama dengan kapur dan O2.
Kecuali proses molten iron bath semua proses telah digunakan untuk keperluan
pembangkit listrik.
Saat ini teknologi IGCC sedang dikembangkan di seluruh dunia, seperti :
Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Spanyol.Di samping proses gasifikasi yang
terus mengalami perbaikan, gas turbin jenis baru juga terus dikembangkan.
Temperatur masukan gas turbin yang tinggi akan dapat menaikkan efisiensi dan ini
dapat dicapai dengan penggunaan material baru dan perbaikan sistem pendinginnya.
Prinsip kerja dari IGCC ditunjukkan pada Gambar di bawah ini, IGCC
merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap.
Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen.
Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah
dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas buang.
Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang sudah bersih ini
dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam
turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan
dengan
menggunakan
HRSG
(Heat
Recovery
Steam
Generator)
untuk
membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan uap
18
dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap
yang akan menggerakkan generator.
19
NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida
dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang
sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran
disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin
gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator)
untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan
uap dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap
yang akan menggerakkan generator.
Secara ekonomi, pembangkit listrik IGCC saat ini mempunyai biaya investasi
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Tetapi
peneliti pada perusahaan gasifier Texaco memperkirakan bahwa biaya investasi
pembangkit listrik IGCC dapat bersaing dengan PLTU batubara konvensional karena
factor efisiensi. Untuk IGCC yang mempunyai unit lebih besar dari 400 MW dapat
bersaing, sedangkan yang lebih kecil dari 200 MW akan lebih mahal bila
dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Faktor lain yang menjadi
pertimbangan penggunaan teknologi IGCC adalah ramah terhadap lingkungan yang
akan dibahas di bawah ini.
Teknologi IGCC ini mempunyai kelebihan yaitu dalam hal bahan bakar : tidak
ada pembatas untuk tipe, ukuran dan kandungan abu dari batubara yang digunakan.
Dalam hal lingkungan : emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi tanpa
penambahan peralatan tambahan seperti de-SOX dan de-NOX dan juga limbah cair
serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang. Disamping itu pembangkit listrik
IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi yang mempunyai
nilai jual seperti : sulfur, asam sulfat dan gypsum. Efisiensi pembangkit listrik ICGG
berkisar antara 38 - 45 % yang lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara
konvensional. Hal ini dimungkinkan dengan adanya proses gasifikasi sehingga energi
yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif dan digunakannya
HRSG untuk membentuk suatu daur kombinasi antara turbin gas dan turbin uap.
20
- tahap kedua
- tahap ketiga
21
turbin gas. Gas buang dari turbin gas yang masih mempunyai suhu yang cukup tinggi
dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin uap dengan menggunakan HRSG. Siklus
kombinasi ini sering dinamakan IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle).
Gasifikasi dilakukan pada tahap awal proses, yaitu setelah proses menghalusan atau
pembentukan slurry. Gasifikasi dilakukan pada suhu yang cukup tinggi yaitu sekitar
1400-1500 oC. Abu sisa pembakaran akan meleleh pada suhu tersebut. Gas hasil
gasifikasi sebelum masuk turbin gas dibersihkan dengan menggunakan ESP dan
desulfurisasi. Proses desulfurisasi ini akan menghasilkan belerang murni yang
mempunyai nilai jual tinggi. Denitrifikasi dilakukan setelah HRSG.
Teknologi IGCC masih dalam tahap pengembangan dan diperkirakan dalam
2-5 tahun mendatang dapat beroperasi secara komersial. Efisiensi IGCC dapat
mencapai 43-47 %. Emisi SO2 dan NOx dapat dikurangi masing-masing sekitar 9599 % dan 40-95 %.
III.2
MENGGUNAKAN
GASIFIER
Prinsip kerja gasifier identik dengan proses gasifikasi batu bara dalam
reaktor dimana gas yang dihasilkan langsung dibakar dalam burner sehingga
dihasilkan pembakaran sempurna. Kapasitas gasifier yang digunakan adalah 40 kg
batu bara/jam dan temperatur gas panas 800 - 1200C. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara teknis unit gasifikasi batu bara sistem unggun tetap
dapat diterapkan untuk menggantikan burner BBM pada alat heat exchanger sistem
shell yang digunakan untuk pengering tipe ECP
Penelitian pengeringan teh hijau menggunakan batu bara TBI-10
menghasilkan suhu pengering ECP cukup tinggi mencapai 151C sehingga dapat
digunakan untuk mengeringkan teh hijau tanpa mengganggu kualitas produk teh
maupun polusi asap yang berbau.
22
Lebih ekonomis
Bersih/ramah lingkungan
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Teknologi IGCC merupakan salah satu teknologi batubara bersih yang
sekarang dalam tahap pengembangan. Istilah IGCC ini merupakan istilah yang
paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara
terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu
ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal
Gasification Combined Cycle) yang sama artinya. Komponen utama dalam riset
IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara.
Saat ini teknologi IGCC sedang dikembangkan di seluruh dunia, seperti :
Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Spanyol. IGCC merupakan perpaduan
teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan steam.
Secara ekonomi, pembangkit listrik IGCC saat ini mempunyai biaya
investasi yang lebih tingggi bila dibandingkan dengan PLTU batubara konvesial.
Tetapi peniliti pada gasifier Texaco memperkirakan bahwa
biaya investasi
pembangkit listrik IGCC dapat bersaing dengan PLTU batubara konvesional karena
factor efisiensi. Faktor lain yang menjadi pertimbangan penggunaan teknologi
IGCC adalah ramah terhadap lingkungan yang akan dibahas di bawah ini.
Teknologi IGCC mempunyai kelebihan dalam hal bahan bakar :
-
tidak ada pembatas untuk tipe ukuran dan kandungan abu dari
batubara yang digunakan.
24
25
BAB V
KESIMPULAN
Batubara diperkirakan paling dominant digunakan sebagai bahan bakar
untuk pembangkit listrik di Indonesia di masa datang. Penggunaan batubara dalam
jumlah yang besar akan meningkatkan emisi seperti emisi partikel, SO2, NOx, dan
CO2. Salah satu cara untuk mengurangi emisi adalah dengan menggunakan
teknologi bersih.
IGCC atau Intergrated Coal Gasification Combined Cycle adalah salah satu
aplikasi dari gasifikasi batu bara. IGCC pada umumnya digunakan untuk
menjadikan campuran gas sintesis sebagai suatu tenaga listrik. IGCC biasanya
digunakan untuk menggerakkan generator listrik dan untuk menggerakkan turbin
uap air. Pada proses gasifikasi, kita memerlukan reactor. Untuk proses IGCC kita
menggunakan reactor jenis Pilot Plant Gasifier, adapula jenis IGCC yang dengan
tambahan Fuel Cell dan menggunakan reactor biomassa gasification plant.
Pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan
komoditi yang mempunyai nilai jual seperti : Sulfur, Asam Sulfat dan Gyspsum.
Efisiensi pembangkit listrik IGCC berkisar antara 38 45 % yang lebih tinggi 5
10 % dibandingkan PLTU batu bara konvensional. Secara ekonomi, pembnagkit
listrik IGCC saat ini mempunyai biaya investasi yang lenih tinggi bila dibandingkan
26
dengan PLTU batu bara konvensional. Tetapi peneliti pada perusahaan gasifier
Texaco memperkirakan bahwa biaya investasi pembangkit listrik IGCC dapat
bersaing dengan PLTU batu bara konvensional karena factor efisiensi.
DAFTAR PUSTAKA
http://images.google.co.id/imgres?imgurl
http://www.advantica.biz/default.aspx?page=1168
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-02-09-Mengenal-Batubara(1).shtml
http://www.elektroindonesia.com/elektro/khu27.html
http://www.energy.iastate.edu/becon/tour/tourimages/06-gasifier.jpg&imgrefurl
http://www.fe.doe.gov/images/programs/powersystems/combustion_testrig200px.jp
g&imgrefurl
http://www.fe.doe.gov/images/programs/powersystems/gasification_schematic.jpg
&imgrefurl
http://www.mfix.org/pictures/gallery/gasifier.jpg&imgrefurl
http://www.nedo.go.jp/itd/grant-e/energy/gif/ee002002.jpg&imgrefurl
http://www.ouc.com/news/images/gas1-final.jpg&imgrefurl
27
http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/Batubara/images/pengembangangasifikasi550.jp
g&imgrefurl
http://www.worldenergy.org/wecgeis/images/pubs/tech_papers/17th_congress/2_3_
1300.gif&imgrefurl
Riza, Abrar. Bindar, Yazid. Susanto, Herri dan Sasongko, Dwiwahdju. 2006.
Pengaruh Tipe Batubara Terhadap Unjuk Kerja Proses Gasifikasi. Bandung :
Universitas Tarumanagara
28
Reaktor IGCC
29