Anda di halaman 1dari 22

Case Report Session

MORBUS HANSEN

Oleh:
Annisa Hidayati P

1210313021

Mitra Novembri

1210312096

Ridhatul Amalia C A1210313006

Preseptor:
Dr. dr. Satya Wydya Yenny, SpKK(K), FINSDV, FAADV

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2016
1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
leprae yang pertama kali menyerang saraf perifer selanjutnya menyerang kulit, mukosa
(mulut) saluran pernafasan bagian atas, dan dapat ke organ lain kecuali sistem saraf pusat.
Penyakit kusta dikenal juga dengan nama Morbus Hansen atau lepra. Istilah kusta berasal
dari bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara
umum.1,2
1.2 Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh M.leprae yang merupakan basil tahan asam dan
alkohol, gram positif, bentuk pleomorf lurus, batang ramping, dan sisanya berbentuk paralel
dengan kedua ujung-ujungnya bulat dengan ukuran 3 8 um x 0,5 um. Dengan pewarnaan
Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk batang yang utuh, berwarna merah terang,
dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang mati bentuknya terpecah-pecah (fragmented)
atau granular. Basil ini hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak
dapat dikultur dalam media buatan (in vitro).1,3
1.3 Epidemiologi
Kusta bukanlah penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang ditemukan di dalam urin. Sputum dapat banyak
mengandung M. Leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak
selalu menjadi tempat lesi yang petama. 1
Secara global, insiden kusta adalah 0,2 kejadian dari 10.000 masyarakat, dimana
prevalensi di Indonesia hampir lima kali lebih tinggi, berkisar antara 0,91 kejadian dari
10.000 masyarakat pada tahun 2008. WHO melaporkan pada tahun 2008 bahwa terdapat
17.441 kasus baru yang ditemukan di Indonesia yang merupakan negara ketiga dengan
insiden kusta di dunia. Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan
dibandingkan dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan
sekitar 11,39%, namun kusta jarang ditemukan pada anak usia kurang dari satu tahun.
Frekuensi tertinggi di dapatkan pada kelompok umur 25-35 tahun. 1,2

1.4 Klasifikasi
Jenis-jenis klasifikasi yang umum adalah1 :
a. Klasifikasi Internasional ( Madrid,1953 ) :
(1) Interdeterminate ( I )
(2) Tuberkuloid ( T )
(3) Bordeline ( B )
(4) Lepromatosa ( L )
b. Klasifikasi Ridley-Jopling ( 1962 ) :
(1) Tuberkuloid tuberkuloid ( TT )
(2) Bordeline tuberkuloid ( BT )
(3) Bordeline bordeline ( BB )
(4) Bordeline lepromatosa ( BL )
(5) Lepramatosa lepramatosa ( LL)
c. Klasifikasi WHO (1982) yang kemudian disempurnakan pada tahun 1997 : Dalam
klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillary
(PB) dan Multibacillary (MB). Dasar klasifikasi ini adalah negatif dan positifnya basil tahan
asam (BT) dalam skin smear. Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit
kusta menurut WHO adalah sebagai berikut :
Tanda Utama
Bercak Kusta
Penebalan saraf tepi yang

Pausibasiller
Jumlah 1 sampai dengan 5
Hanya satu saraf

Multibassiler
Jumlah lebih dari 5
Lebih dari satu saraf

Tidak dijumpai basil tahan

Dijumpai basil tahan asam

asam (BTA negatif)

(BTA positif)

disertai dengan gangguan


fungsi (gangguan fungsi bisa
berupa kurang/mati rasa atau
kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf yang
bersangkutan).
Pemeriksaan Bakteriologi

1.5 Patogenesis

Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae menderita kusta, Iklim
(cuaca panas dan lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik Juga ikut
berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di
keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada
setiap individu. Faktor ketidak cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.3
Penyakit kusta dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang
yang terinfeksi dengan orang sehat. Dalam penelitian terhadap insiden, tingkat infeksi untuk
kontak lepra lepramatosa beragam dari 6.2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8
per 1000 per tahun di India Selatan. Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh
manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung.3
Telah dibuktikan bahwa kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme
di dermis kulit. Bagaimana masih belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut dapat
berpindah ke permukaan kulit. Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme
tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat. Pintu masuk dari Mycobacterium leprae ke
tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan kulit dan pernafasan atas
menjadi gerbang masuknya bakteri.3
Masa inkubasi kusta belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti berusaha mengukur
masa inkubasi kusta, masa inkubasi kusta minimum dilaporkan beberapa minggu,
berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30
tahun. Hal ini dilaporkan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah
terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non endemik. Secara umum
telah ditetapkan masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.3
1.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Diagnosis

kusta

dapat

ditegakkan

melalui

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

bakterioskopis, histopatologis dan serologis. Diantara ketiganya, diagnosis secara klinis yang
paling penting dan sederhana. Kemudian penentuan klasifikasi kusta perlu ditentukan agar
terapi yang diberikan sesuai. 1
Untuk mendiagnosa penyakit kusta perlu dicari kelainan-kelainan yang berhubungan
dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit. Untuk itu dalam
menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu mencari tanda-tanda utama atau Cardinal Sign,
yaitu :
4

1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.


Kelainan kulit atau lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi) atau
kemerah-merahan (Eritematosus ) yang mati rasa (anestesi ).
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Ganggguan fungsi saraf
ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi
saraf ini bisa berupa :
a.Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasa.
b.Gangguan fungsi motoris :kelemahan(parese) atau kelumpuhan (paralise).
c.Gangguan fungsi saraf otonom: kulit kering dan retak-retak.
3. Adanya kuman tahan asam didalam kerokan jaringan kulit (BTA+), pemeriksaan ini hanya
dilakukan pada kasus yang meragukan.5
1.6.1

Anamnesis.

Pada anemnesis hal yang perlu diketahui oleh sang pemeriksa adalah sebagai berikut.
1). Keluhan yang ada/kapan timbul bercak .
2). Apakah ada riwayat kontak .
3). Riwayat pengobatan sebelumnya.
1.6.2 Pemeriksaan Fisik
1.6.2.1 Pemeriksaan kulit / rasa raba.
Untuk memeriksa rasa raba dengan memakai ujung kapas yang dilancipkan kemudian
disentuhkan secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai, sebaiknya penderita duduk
pada waktu pemeriksaan.Terlebih dulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa
disentuh bagian tubuh dengan kapas, ia harus menunjuk kulit yang disentuh dengan jari
telunjuknya,menghitung jumlah sentuhan atau dengan menunjukkan jari tangan keatas untuk
bagian yang sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka bilamana hal ini telah jelas,
maka ia diminta menutup matanya. Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian
untuk mengetahui ada tidaknya anestesi. pada telapak tangan dan kaki memakai bolpoin
karena pada tempat ini kulit lebih tebal.1
1.6.2.2 Pemeriksaan nervus perifer

Peroneus, dan tibialis posterior, namun pemeriksaan yang sering diutamakan pada
saraf ulnaris, peroneus, tibialis posterior, pada umumnya cacat kusta mengikuti kerusakan
pada saraf-saraf utama.Teknik pemeriksaan beberapa saraf adalah sebagai berikut.1,6
1. Nervus Ulnaris.

Anestesi pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis

Clawing kelinking dan jari manis

Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial

2. Nervus Medianus

Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah.

Tidak mampu adduksi ibu jari

Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah

Ibu jari kontraktur

Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

3. Nervus Radialis

Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal telunjuk

Wrist drop

Tidak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.

4. Nervus Poplitea Lateralis

Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis

Foot drop

Kelemahan otot peroneus

5. Nervus Tibialis Posterior

Anestesia telapak kaki

Claw toes

Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis

1.7 Pemeriksaan Penunjang


1.7.1

Pemeriksaan Bakterioskopik (kerokan jaringan kulit)


Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan

pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan
mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), yaitu

Ziehl-Neelsen. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut
tidak mengandung kuman M. leprae.1
Kepadatan M. leprae tanpa membedakan solid atau nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan
dengan Indek Bakteri (IB) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley.

0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang

1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP

2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP

3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 100LP

4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP

5+ bila 101-1000 BTA dalam 1 LP

6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

1.7.2

Pemeriksaan Histopatologik
Gambaran histopatologik tipe TT adalah tuberkel, dan kerusakan syaraf yang lebih

nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit, dan non solid. Tipe LL terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis
yang jaringannnya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe
borderline, terdapat campuran unsur-unsur tersebut.1
1.7.3

Pemeriksaan Serologik
Didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M leprae.

Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M. leprae yaitu antibodi anti
phenolic glycolipid (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.Sedangkan antibodi
yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM) yang juga dihasilkan
oleh kuman M. Tuberculosis.1
Kegunaan pemeriksaan serologik ini ialah dapat membantu diagnosis kusta yang
meragukan karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Disamping itu dapat membantu
menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit misalnya pada kontak serumah.
Macam-macam pemeriksaan serologik kusta lainnya adalah:
-

Uji MLPA (mycobacterium leprae particle aglutination)

Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent assay)

ML dipstick test (Mycobacterium leprae dipstick)

ML flow test (Mycobacterium leprae flow test)

1.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada kusta tergantung dari bentuk efloresensinya. Pada lesi berbentuk
makula, maka diagnosis bandingnya adalah sebagai berikut. 8
1. Vitiligo : lesi pada vitiligo mengalami depigmentasi, pada lepra depigmentasi yang
terjadi tidak pernah total seperti pada vitiligo.
2. Pityriasis Alba : pada pityriasis alba terdapat hipopigmentasi yang sulit dibedakan
dengan lepra, namun pada pityryasis alba permukaannya biasanya bersisik dan tidak
ada AFB (Acid Fast Bacillus).
3. Pityriasis Versikolor : pada PV tidak selalu bersisik, dan daerah distribusinya pada
punggung dan dada serta gambaran makulanya berbeda dengan lepra.
4. Tinea Korporis : pada tinea korporis lesi dirasakan sangat gatal dan bisa terdapat
vesikel pada pinggirannya dan pada kerokan kulit didapatkan jamur.
1.9 Pengobatan
Obat anti kusta yang dipakai saat ini adalah Diaminodifenil sulfon (DDS) kemudian
klofazimin, dan rifampisin. Pada tahun 1998 WHO menambahkan obat alternatif yang dapat
digunakan dalam terapi kusta antara lain adalah ofloksasin, minosiklin, dan klaritromisin.
Tujuan Pengobatan adalah memutus mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit
penderita dan mencegah terjadinya cacat. Pada saat ini Multi Drug Therapy (MDT)
digunakan untuk mencegah resistensi, memperpendek masa pengobatan, dan mempercepat
pemutusan mata rantai penularan.1,4
Setelah pengobatan dihentikan (Release from Treatment/RFT) penderita masuk dalam
masa pengamatan (control) yaitu: penderita dikontrol secara klinik dan bakterioskopik
minimal sekali setahun selama 5 tahun untuk penderita kusta multibasilerdan dikontrol secara
klinik sekali setahun selama 2 tahun untuk penderita kusta pausibasiler. Bila pada masa
tersebut tidak ada keaktifan, maka penderita dinyatakan bebas dari pengamatan (Release from
Control /RFC).4
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang
direkomendasikan oleh WHO Regimen tersebut adalah sebagai berikut.1
1.9.1

Tipe PB

Untuk kusta tipe PB, terdiri atas kombisnasi rifampisin dan dapson.
a. Jenis dan obat untuk orang dewasa:

Rifampicin 600 mg/bulan dan DDS 100 mg / hari dalam pengawasan

DDS 100 mg / hari diminum di rumah.

b. Jenis dan dosis obat untuk anak-anak :

DDS 1-2 mg / kg berat badan

Rifampisin 10-15 mg / kg barat badan

c. Lama pengobatan
Lama pengobatan untuk penderita tipe PB adalah selama 6-9 bulan.
1.9.2

Tipe MB

Untuk kusta tipe MB, terdiri atas kombinasi rifampisin, dapson, klofazimin(lamprene).
a. Jenis dan dosis obat untuk orang dewasa:

Lamprene 300 mg / bulan

Rifampisin 600 mg / bulan

DDS 100 mg / bulan

b. Dosis Lamprene untuk anak-anak:

Umur dibawah 10 tahun : Bulanan : 100 mg / bulan

Harian : 50 mg / 2 kali / minggu

Umur 11 14 tahun : Bulanan : 200 mg / bulan

Harian : 50 mg / 3 kali / minggu

Lama pengobatan 2 tahun

1.10

Prognosis
Tergantung pada luas lesi dan tingkat stadium penyakit. Kesembuhan bergantung pula

pada kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Terkadang pasien dapat mengalami


kelumpuhan, bahkan kematian, serta kualitas hidup pasien menurun.1,9

10

BAB 2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. SAI

Umur

: 28 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. Samudra No. 48, RT IV/RW I, Olo, Padang.

No Telepon

: 085263900789

Bangsa

: Indonesia

Suku

: Minang

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Tukang Parkir

Status

: Belum Menikah

Tanggal Pemeriksaan

: 6 September 2016

ANAMNESIS
Seorang pasien Laki-laki berusia 28 tahun datang ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk kontrol obat bulan ke 8 pada tanggal 6 September 2016
dengan:
Keluhan Utama:
Bercak-bercak kemerahan mati rasa di wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tangan,
kedua tungkai atas dan bawah dan kedua kaki sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan Tambahan:

Awalnya terdapat bercak kemerahan banyak yang timbul pada tangan sejak 1,5 tahun
yang lalu yang tidak nyeri dan tidak gatal. Namun pasien tidak berobat.

Bercak putih makin banyak mengenai muka, tangan dan kaki sejak 9 bulan yang lalu
yang tidak nyeri dan tidak gatal.

Jari kaki kelingking kiri pasien memendek sejak 8 bulan yang lalu.

Kelima jari kaki kanan dan kiri pasien kaku dan baal sejak 8 bulan yang lalu, pasien
masih bisa berjalan tanpa gangguan.

11

Jari tangan pasien kaku dan tidak baal sejak 8 bulan yang lalu.

Hidung pasien menjadi mendatar dan sering tersumbat kurang lebih sejak 1,5 tahun yang
lalu.

Penglihatan berkurang tidak ada.

Riwayat kelopak mata tidak dapat menutup sempurna tidak ada.

Riwayat pinggir alis mata rontok dan menipis namun pasien tidak ingat sejak kapan.

Pasien pertama kali berobat ke Puskesmas Mata Air Padang 9 bulan yang lalu diberikan
obat MDT setelah 5 kali minum obat muncul bercak baru yang kemerahan pada kulit,
demam, pegal linu, kemudian pasien dirujuk ke RSUP Dr. M . Djamil.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Penyakit diderita sejak tahun 2015

Telah diobati :
Dengan : DDS, Rifampisin, Klofasimin, Prednison
Berobat sejak : 8 bulan yang lalu
Berobat secara : Teratur
Berobat pengobatan : Membaik

Komplikasi yang sering timbul :


Benjol-benjol merah yang terasa nyeri
Nyeri sendi
Demam

Pasien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya

Riwayat kontak dan keluarga

Nenek pasien menderita penyakit dengan kelainan kulit yang sama hingga jari kaki dan
tangan puntung dan meninggal tahun 2006, tidak diobati. Pasien tinggal serumah dengan
neneknya.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat vaksinasi BCG tidak jelas

Pasien tidak pernah menderita bercak-bercak mati rasa sebelumnya.

12

Pasien tidak pernah menderita penyakit kulit lain sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga/Atopi :

Riwayat bersin-bersin pagi hari tidak ada.

Riwayat alergi makanan tidak ada.

Riwayat alergi obat tidak ada.

Riwayat mata merah, berair, dan gatal tidak ada.

Riwayat asma tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign :

Keadaan umum

: Tidak tampak sakit

Kesadaran

: Composmentis cooperatif

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 87 x/i

Nafas

: 20 x/i

Status Generalisata

Berat badan

: 60 kg

Tinggi badan

: 168 cm

IMT

: 21

Status gizi

: Gizi baik

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklerat tidak ikterik


Tertutup sempurna. Madarosis (-), ektropion (-), Entropion (-)

Pemeriksaan Thorak

Pemeriksaan Abdomen : Tidak diperiksa

: Tidak diperiksa

Status Dermatologikus 1
Lokasi

: wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tungkai atas dan bawah, kedua
kaki.

Distribusi

: Regional

13

Bentuk

: Bulat - Tidak khas

Susunan

: Tidak khas

Batas

: Tegas tidak tegas

Ukuran

: Numular-Plakat

Effloresensi

: makula eritema, nodul eritema, makula hiperpigmentasi, ekskoriasi

Jumlah lesi

: > 5 lesi

14

15

Gangguan Sensibilitas :
Rasa tusuk

: hipoestesi pada lesi di kedua tangan dan kaki

Rasa raba

: hipoestesi pada lesi di kedua tangan dan kaki

Rasa suhu

: tidak dilakukan

Pembesaran Saraf Perifer :

N. auricularis magnus sinistra

: Terdapat pembesaran , konsistensi kenyal


padat, nyeri.

N. auricularis magnus dextra

: Sukar dinillai.

N. ulnaris dextra dan sinistra

: Terdapat pembesaran konsistensi kenyal


padat, nyeri.

N. poplitea lateral dextra dan sinistra : Terdapat pembesaran konsistensi


kenyal padat, nyeri.

N. tibialis posterior dextra dan sinistra : Sukar dinilai

Tes Kekuatan Otot :

M. Orbiculais oculi

: Kuat/Kuat

M. Abductor digiti minimi

: Sedang/Sedang

M. Interoseous dorsalis

: Kuat/Kuat

M. Abductor pollicis brevis

: Kuat/Kuat

M. Tibialis anterior

: Kuat/Kuat

16

Kelainan lain-lain :

Kontraktur pada seluruh jari kaki, jari ke 4, 5 tangan kanan

Mutilasi tidak ada

Absorbsi pada jari ke 5 kaki kiri

Atrofi otot tidak ada.

Xerosis kutis ada di seluruh tungkai dan lengan.

Ulkus trofik ada pada telapak kaki kiri

Madarosis ada.

Legopthalmus tidak ada

Claw hand tidak ada.

Ape hand tidak ada.

Wrist drop tidak ada.

Dropped foot tidak ada.

Fasies Leonina ada.

Status Venerologikus
Tidak diperiksa
Kelainan Selaput
Tidak diperiksa
Kelainan Kuku
Tidak diperiksa
Kelainan Rambut
Tidak ditemukan kelainan.
RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 28 tahun dengan keluhan utama bercakbercak putih yang berasa baal di tangan dan kaki serta wajah sejak 1 bulan yang lalu, pasien
datang untuk kontrol obat bulan ke 8. Awalnya terdapat bercak putih banyak yang timbul
pada tangan sejak 1 tahun yang lalu yang tidak nyeri dan tidak gatal.Namun pasien tidak
berobat. Bercak putih makin banyak mengenai muka, seluruh tangan dan kaki sejak 9 bulan
yang lalu yang tidak nyeri namun tidak gatal. Pasien sudah berobat ke Puskesmas Mata Air
17

padang 9 bulan yang lalu diberikan obat MDT setelah meminum obat lima kali muncul
bercak baru kemerahan, dengan demam, malaesse, dan nyeri kemudian dirujuk ke RSUP Dr.
M. Djamil. Pasien sudah berobat ke Poliklinik DR. M. Djamil Padang sejak 8 bulan yang lalu
diberikan obat 1 bulan teratur selama 8 bulan. Tidak ada lesi baru, keluhan berkurang. Nenek
pasien menderita penyakit dengan kelainan kulit yang sama hingga jari kaki dan tangan
puntung dan meninggal tahun 2006, tidak diobati. Pasien tinggal serumah dengan neneknya.
Jari kaki ke lima kiri pasien memendek sejak 8 bulan yang lalu. Kelima jari kaki kanan dan
kiri pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan yang lalu, pasien masih bisa berjalan tanpa
gangguan. Jari tangan pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan yang lalu. Hidung pasien
menjadi mendatar kurang lebih sejak 1,5 tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik diperoleh status generalis dalam batas normal, status
dermtologikus tampak lesi pada wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tungkai atas
dan bawah, kedua kaki, leher kiri dan kanan, distribusi regional, bentuk bulat -tidak khas,
lonjong, susunan tidak khas, batas tegas tidak tegas, ukuran: numular-plakat, effloresensi
makula eritema, nodul eritema, makula hiperpigmentasi, ekskoriasi,ulkus ukuran 3 x 2 x 0,5
cm dan 2,5 x 1 x 0,25 cm dasar jaringan granulasi, isi pus, tepi tidak rata, dinding tidak
bergaung, jaringan sekitar berupa krusta kehitaman, dan jumlah lesi > 5 lesi. Terdapat
gangguan sensibilitas raba, dan nyeri berupa hipoestesi pada kedua tangan dan kaki, kekuatan
otot kuat, dan terdapat pembesaran saraf pada auricularis magnus, ulnaris dextra sinistra,
poplitea lateral dextra dan sinistra. Terdapat kelainan berupa absorbsi pada jari ke lima kaki
kiri,kontraktur di jari ke 4, 5 tangan kanan, xerosis kutis di seluruh tingkai dan lengan, dan
facies leonina.
Diagnosis Kerja
Morbus Hansen Tipe Multibasiler dalam terapi MDT MB bulan ke 8 dengan reaksi tipe ENL
Diagnosis Banding
Tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan Bakterioskopik
PemeriksaanAnjuran

18

Pemeriksaan BTA cuping telinga

Pemeriksaan Histopatologik.

Pemeriksaan Serologik.

Biopsi Kulit

Diagnosis
Morbus Hansen Tipe Multibasiler Morbus Hansen Tipe Multibasiler dalam terapi MDT MB
bulan ke 8 dengan reaksi tipe ENL
PENATALAKSANAAN
Umum :

Penjelasan mengenai penyakit pengobatan pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin
tiap bulan ke poliklinik Kulit dan Kelamin, berobat teratur sampai dinyatakan sembuh.

Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat yang berisiko
terjadinya luka, dan luka merupakan tempat masuknya kuman sehingga hindari luka
untuk mencegah timbulnya kecacatan.

Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan Rifampisin menyebabkan warna buang air
kecil berwarna merah sehingga pasien tidak perlu khawatir.

Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan obat MDT dapat menyebabkan kulit lebih
gelap, namun setelah pengobatan selesai maka kulit pasien akan kembali seperti semula.

Menerangkan kepada pasien, jika ada keluarga yang menderita keluhan yang sama segera
dibawa berobat.

Menjelaskan pada pasien bahwa obat DDS menyebabkan anemia sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan darah secara rutin dan pasien perlu mengkonsumsi makanan
bergizi.

Menjelaskan kepada pasien bahwa obat hari 1 dimakan 5 kapsul 1 tablet, yang ada paling
atas MDT MB, kemudian seterusnya 1 kapsul dan 1 tablet per hari.

Khusus :
Paket MDT multibasiler :

Rifampisin 600 mg/bulan

DDS 100 mg/hari

19

Klofazimin 200 mg/bulan diteruskan 50 mg/3 kali seminggu/bulan

Prednison 15-30 mg sehari


Neurodex 3 x 1 Tab (Vit B1 100mg, B6 200 mg, B12 200mcg)
Zink 1 x 20 mg
Kompres larutan PK 1/5000 pada ulkus
Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad kosmetikum : dubia ad malam


BAB 3
DISKUSI
Diagnosis kusta dapat ditegakkan berdasarkan tiga tanda kardinal. Lesi kulit yang mati
rasa, penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi saraf, dan BTA positif. Pada anamnesis
didapatkan keluhan utama bercak-bercak putih yang berasa baal di tangan dan kaki serta
wajah sejak 1 bulan yang lalu, pasien datang untuk kontrol obat bulan ke 8. Awalnya terdapat
bercak putih banyak yang timbul pada tangan sejak 1 tahun yang lalu yang tidak nyeri dan
tidak gatal.Namun pasien tidak berobat. Bercak putih makin banyak mengenai muka, seluruh
tangan dan kaki sejak 9 bulan yang lalu yang tidak nyeri namun tidak gatal. Pasien sudah
berobat ke Puskesmas Mata Air padang 9 bulan yang lalu diberikan obat MDT setelah
meminum obat lima kali muncul bercak baru kemerahan, dengan demam, malaesse, dan nyeri
kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil. Pasien sudah berobat ke Poliklinik DR. M. Djamil
Padang sejak 8 bulan yang lalu diberikan obat 1 bulan teratur selama 8 bulan. Tidak ada lesi
baru, keluhan berkurang. Nenek pasien menderita penyakit dengan kelainan kulit yang sama
hingga jari kaki dan tangan puntung dan meninggal tahun 2006, tidak diobati. Pasien tinggal
serumah dengan neneknya. Jari kaki ke lima kiri pasien memendek sejak 8 bulan yang lalu.
Kelima jari kaki kanan dan kiri pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan yang lalu, pasien
masih bisa berjalan tanpa gangguan. Jari tangan pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan
yang lalu. Hidung pasien menjadi mendatar kurang lebih sejak 1,5 tahun yang lalu.

20

Dari pemeriksaan fisik diperoleh status generalis dalam batas normal, status
dermtologikus tampak lesi pada wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tungkai atas
dan bawah, kedua kaki, leher kiri dan kanan, distribusi regional, bentuk bulat -tidak khas,
lonjong, susunan tidak khas, batas tegas tidak tegas, ukuran: numular-plakat, effloresensi
makula eritema, nodul eritema, makula hiperpigmentasi, ekskoriasi,ulkus ukuran 3 x 2 x 0,5
cm dan 2,5 x 1 x 0,25 cm dasar jaringan granulasi, isi pus, tepi tidak rata, dinding tidak
bergaung, jaringan sekitar berupa krusta kehitaman, dan jumlah lesi > 5 lesi. Terdapat
gangguan sensibilitas raba, dan nyeri berupa hipoestesi pada kedua tangan dan kaki, kekuatan
otot kuat, dan terdapat pembesaran saraf pada auricularis magnus, ulnaris dextra sinistra,
poplitea lateral dextra dan sinistra. Terdapat kelainan berupa absorbsi pada jari ke lima kaki
kiri,kontraktur di jari ke 4, 5 tangan kanan, xerosis kutis di seluruh tingkai dan lengan, dan
facies leonina. Pemeriksaan BTA 8 bulan yang lalu ditemukan BTA positif. Berdasarkan data
diatas, pasien didiagnosis Morbus hansen tipe multibasiler dalam pengobatan MDT MB
bulan ke 8 dengan reaksi tipe ENL derajat II.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi penjelasan mengenai penyakit, pengobatan
pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin tiap bulan ke poliklinik Kulit dan Kelamin,
berobat teratur sampai dinyatakan sembuh. Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati
rasa merupakan tempat yang berisiko terjadinya luka, dan luka merupakan tempat masuknya
kuman sehingga hindari luka untuk mencegah timbulnya kecacatan, menjelaskan pada pasien
bahwa penggunaan Rifampisin menyebabkan warna buang air kecil berwarna merah sehingga
pasien tidak perlu khawatir. Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan obat MDT dapat
menyebabkan kulit lebih gelap, namun setelah pengobatan selesai maka kulit pasien akan
kembali seperti semula. Menerangkan kepada pasien, jika ada keluarga yang menderita
keluhan yang sama segera dibawa berobat. Terapi khusus yang diberikan berupa MDT untuk
kusta tipe multibasiler. Prognosis pada pasien ini adalah dubia at bonam.

21

DAFTAR PUSTAKA
1.

Kosasih

A,

Wisnu

IM,

Daili

ES,

Menaldi

SL.

Kusta.

Dalam

IlmuPenyakitKulitdanKelaminEd 6. Jakarta: FKUI. 2013. Hal 73-88.


2.

Widodo AA., Menaldi SL. Characteristic of Leprosy Patients in Jakarta. Artikel


Penelitian. J Indon Med Assoc, 2012:62(11); 423 - 7

3.

Lockwood DNJ. Leprosy. In : Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editor.


Rooks texbook of dermatology. 8th ed. Uk : Wiley-Blackwell;2010.p. 32.1-32.20.

4.

Al-Qubati YA, de Oliveira MLW, Caldas MDP, et al. WHO Expert Committee on
Leprosy. Geneva : WHO; 2012.p. 1-3, 17-28.

5.

Buku pedoman nasional pengendalian penyakit kusta. Departemen Kesehatan RI


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2007: 37-46.

6.

Dacre, Jane dan Kopelman, Peter. Buku saku keterampilan klinis. Cetakan pertama.
Jakarta: EGC; 2005.h.258-59.

7.

WHO,

editor.

Diagnosis

of

Leprosy.

Available

at

http://www.who.int/lep/diagnosis/en/. Diakses tanggal 9 Agustus 2016.


8.

Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy in : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th
Ed. New York : McGraw-Hill : 2012. Hal 2253-62.

22

Anda mungkin juga menyukai