MORBUS HANSEN
Oleh:
Annisa Hidayati P
1210313021
Mitra Novembri
1210312096
Preseptor:
Dr. dr. Satya Wydya Yenny, SpKK(K), FINSDV, FAADV
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
leprae yang pertama kali menyerang saraf perifer selanjutnya menyerang kulit, mukosa
(mulut) saluran pernafasan bagian atas, dan dapat ke organ lain kecuali sistem saraf pusat.
Penyakit kusta dikenal juga dengan nama Morbus Hansen atau lepra. Istilah kusta berasal
dari bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara
umum.1,2
1.2 Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh M.leprae yang merupakan basil tahan asam dan
alkohol, gram positif, bentuk pleomorf lurus, batang ramping, dan sisanya berbentuk paralel
dengan kedua ujung-ujungnya bulat dengan ukuran 3 8 um x 0,5 um. Dengan pewarnaan
Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk batang yang utuh, berwarna merah terang,
dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang mati bentuknya terpecah-pecah (fragmented)
atau granular. Basil ini hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak
dapat dikultur dalam media buatan (in vitro).1,3
1.3 Epidemiologi
Kusta bukanlah penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang ditemukan di dalam urin. Sputum dapat banyak
mengandung M. Leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak
selalu menjadi tempat lesi yang petama. 1
Secara global, insiden kusta adalah 0,2 kejadian dari 10.000 masyarakat, dimana
prevalensi di Indonesia hampir lima kali lebih tinggi, berkisar antara 0,91 kejadian dari
10.000 masyarakat pada tahun 2008. WHO melaporkan pada tahun 2008 bahwa terdapat
17.441 kasus baru yang ditemukan di Indonesia yang merupakan negara ketiga dengan
insiden kusta di dunia. Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan
dibandingkan dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan
sekitar 11,39%, namun kusta jarang ditemukan pada anak usia kurang dari satu tahun.
Frekuensi tertinggi di dapatkan pada kelompok umur 25-35 tahun. 1,2
1.4 Klasifikasi
Jenis-jenis klasifikasi yang umum adalah1 :
a. Klasifikasi Internasional ( Madrid,1953 ) :
(1) Interdeterminate ( I )
(2) Tuberkuloid ( T )
(3) Bordeline ( B )
(4) Lepromatosa ( L )
b. Klasifikasi Ridley-Jopling ( 1962 ) :
(1) Tuberkuloid tuberkuloid ( TT )
(2) Bordeline tuberkuloid ( BT )
(3) Bordeline bordeline ( BB )
(4) Bordeline lepromatosa ( BL )
(5) Lepramatosa lepramatosa ( LL)
c. Klasifikasi WHO (1982) yang kemudian disempurnakan pada tahun 1997 : Dalam
klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillary
(PB) dan Multibacillary (MB). Dasar klasifikasi ini adalah negatif dan positifnya basil tahan
asam (BT) dalam skin smear. Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit
kusta menurut WHO adalah sebagai berikut :
Tanda Utama
Bercak Kusta
Penebalan saraf tepi yang
Pausibasiller
Jumlah 1 sampai dengan 5
Hanya satu saraf
Multibassiler
Jumlah lebih dari 5
Lebih dari satu saraf
(BTA positif)
1.5 Patogenesis
Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae menderita kusta, Iklim
(cuaca panas dan lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik Juga ikut
berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di
keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada
setiap individu. Faktor ketidak cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.3
Penyakit kusta dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang
yang terinfeksi dengan orang sehat. Dalam penelitian terhadap insiden, tingkat infeksi untuk
kontak lepra lepramatosa beragam dari 6.2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8
per 1000 per tahun di India Selatan. Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh
manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung.3
Telah dibuktikan bahwa kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme
di dermis kulit. Bagaimana masih belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut dapat
berpindah ke permukaan kulit. Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme
tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat. Pintu masuk dari Mycobacterium leprae ke
tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan kulit dan pernafasan atas
menjadi gerbang masuknya bakteri.3
Masa inkubasi kusta belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti berusaha mengukur
masa inkubasi kusta, masa inkubasi kusta minimum dilaporkan beberapa minggu,
berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30
tahun. Hal ini dilaporkan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah
terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non endemik. Secara umum
telah ditetapkan masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.3
1.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Diagnosis
kusta
dapat
ditegakkan
melalui
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
bakterioskopis, histopatologis dan serologis. Diantara ketiganya, diagnosis secara klinis yang
paling penting dan sederhana. Kemudian penentuan klasifikasi kusta perlu ditentukan agar
terapi yang diberikan sesuai. 1
Untuk mendiagnosa penyakit kusta perlu dicari kelainan-kelainan yang berhubungan
dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit. Untuk itu dalam
menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu mencari tanda-tanda utama atau Cardinal Sign,
yaitu :
4
Anamnesis.
Pada anemnesis hal yang perlu diketahui oleh sang pemeriksa adalah sebagai berikut.
1). Keluhan yang ada/kapan timbul bercak .
2). Apakah ada riwayat kontak .
3). Riwayat pengobatan sebelumnya.
1.6.2 Pemeriksaan Fisik
1.6.2.1 Pemeriksaan kulit / rasa raba.
Untuk memeriksa rasa raba dengan memakai ujung kapas yang dilancipkan kemudian
disentuhkan secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai, sebaiknya penderita duduk
pada waktu pemeriksaan.Terlebih dulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa
disentuh bagian tubuh dengan kapas, ia harus menunjuk kulit yang disentuh dengan jari
telunjuknya,menghitung jumlah sentuhan atau dengan menunjukkan jari tangan keatas untuk
bagian yang sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka bilamana hal ini telah jelas,
maka ia diminta menutup matanya. Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian
untuk mengetahui ada tidaknya anestesi. pada telapak tangan dan kaki memakai bolpoin
karena pada tempat ini kulit lebih tebal.1
1.6.2.2 Pemeriksaan nervus perifer
Peroneus, dan tibialis posterior, namun pemeriksaan yang sering diutamakan pada
saraf ulnaris, peroneus, tibialis posterior, pada umumnya cacat kusta mengikuti kerusakan
pada saraf-saraf utama.Teknik pemeriksaan beberapa saraf adalah sebagai berikut.1,6
1. Nervus Ulnaris.
Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial
2. Nervus Medianus
Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah.
3. Nervus Radialis
Wrist drop
Foot drop
Claw toes
pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan
mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), yaitu
Ziehl-Neelsen. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut
tidak mengandung kuman M. leprae.1
Kepadatan M. leprae tanpa membedakan solid atau nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan
dengan Indek Bakteri (IB) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley.
1.7.2
Pemeriksaan Histopatologik
Gambaran histopatologik tipe TT adalah tuberkel, dan kerusakan syaraf yang lebih
nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit, dan non solid. Tipe LL terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis
yang jaringannnya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe
borderline, terdapat campuran unsur-unsur tersebut.1
1.7.3
Pemeriksaan Serologik
Didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M leprae.
Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M. leprae yaitu antibodi anti
phenolic glycolipid (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.Sedangkan antibodi
yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM) yang juga dihasilkan
oleh kuman M. Tuberculosis.1
Kegunaan pemeriksaan serologik ini ialah dapat membantu diagnosis kusta yang
meragukan karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Disamping itu dapat membantu
menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit misalnya pada kontak serumah.
Macam-macam pemeriksaan serologik kusta lainnya adalah:
-
Tipe PB
Untuk kusta tipe PB, terdiri atas kombisnasi rifampisin dan dapson.
a. Jenis dan obat untuk orang dewasa:
c. Lama pengobatan
Lama pengobatan untuk penderita tipe PB adalah selama 6-9 bulan.
1.9.2
Tipe MB
Untuk kusta tipe MB, terdiri atas kombinasi rifampisin, dapson, klofazimin(lamprene).
a. Jenis dan dosis obat untuk orang dewasa:
1.10
Prognosis
Tergantung pada luas lesi dan tingkat stadium penyakit. Kesembuhan bergantung pula
10
BAB 2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. SAI
Umur
: 28 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
No Telepon
: 085263900789
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Minang
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tukang Parkir
Status
: Belum Menikah
Tanggal Pemeriksaan
: 6 September 2016
ANAMNESIS
Seorang pasien Laki-laki berusia 28 tahun datang ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk kontrol obat bulan ke 8 pada tanggal 6 September 2016
dengan:
Keluhan Utama:
Bercak-bercak kemerahan mati rasa di wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tangan,
kedua tungkai atas dan bawah dan kedua kaki sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan Tambahan:
Awalnya terdapat bercak kemerahan banyak yang timbul pada tangan sejak 1,5 tahun
yang lalu yang tidak nyeri dan tidak gatal. Namun pasien tidak berobat.
Bercak putih makin banyak mengenai muka, tangan dan kaki sejak 9 bulan yang lalu
yang tidak nyeri dan tidak gatal.
Jari kaki kelingking kiri pasien memendek sejak 8 bulan yang lalu.
Kelima jari kaki kanan dan kiri pasien kaku dan baal sejak 8 bulan yang lalu, pasien
masih bisa berjalan tanpa gangguan.
11
Jari tangan pasien kaku dan tidak baal sejak 8 bulan yang lalu.
Hidung pasien menjadi mendatar dan sering tersumbat kurang lebih sejak 1,5 tahun yang
lalu.
Riwayat pinggir alis mata rontok dan menipis namun pasien tidak ingat sejak kapan.
Pasien pertama kali berobat ke Puskesmas Mata Air Padang 9 bulan yang lalu diberikan
obat MDT setelah 5 kali minum obat muncul bercak baru yang kemerahan pada kulit,
demam, pegal linu, kemudian pasien dirujuk ke RSUP Dr. M . Djamil.
Telah diobati :
Dengan : DDS, Rifampisin, Klofasimin, Prednison
Berobat sejak : 8 bulan yang lalu
Berobat secara : Teratur
Berobat pengobatan : Membaik
Nenek pasien menderita penyakit dengan kelainan kulit yang sama hingga jari kaki dan
tangan puntung dan meninggal tahun 2006, tidak diobati. Pasien tinggal serumah dengan
neneknya.
12
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign :
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmentis cooperatif
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 87 x/i
Nafas
: 20 x/i
Status Generalisata
Berat badan
: 60 kg
Tinggi badan
: 168 cm
IMT
: 21
Status gizi
: Gizi baik
Mata
Pemeriksaan Thorak
: Tidak diperiksa
Status Dermatologikus 1
Lokasi
: wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tungkai atas dan bawah, kedua
kaki.
Distribusi
: Regional
13
Bentuk
Susunan
: Tidak khas
Batas
Ukuran
: Numular-Plakat
Effloresensi
Jumlah lesi
: > 5 lesi
14
15
Gangguan Sensibilitas :
Rasa tusuk
Rasa raba
Rasa suhu
: tidak dilakukan
: Sukar dinillai.
M. Orbiculais oculi
: Kuat/Kuat
: Sedang/Sedang
M. Interoseous dorsalis
: Kuat/Kuat
: Kuat/Kuat
M. Tibialis anterior
: Kuat/Kuat
16
Kelainan lain-lain :
Madarosis ada.
Status Venerologikus
Tidak diperiksa
Kelainan Selaput
Tidak diperiksa
Kelainan Kuku
Tidak diperiksa
Kelainan Rambut
Tidak ditemukan kelainan.
RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 28 tahun dengan keluhan utama bercakbercak putih yang berasa baal di tangan dan kaki serta wajah sejak 1 bulan yang lalu, pasien
datang untuk kontrol obat bulan ke 8. Awalnya terdapat bercak putih banyak yang timbul
pada tangan sejak 1 tahun yang lalu yang tidak nyeri dan tidak gatal.Namun pasien tidak
berobat. Bercak putih makin banyak mengenai muka, seluruh tangan dan kaki sejak 9 bulan
yang lalu yang tidak nyeri namun tidak gatal. Pasien sudah berobat ke Puskesmas Mata Air
17
padang 9 bulan yang lalu diberikan obat MDT setelah meminum obat lima kali muncul
bercak baru kemerahan, dengan demam, malaesse, dan nyeri kemudian dirujuk ke RSUP Dr.
M. Djamil. Pasien sudah berobat ke Poliklinik DR. M. Djamil Padang sejak 8 bulan yang lalu
diberikan obat 1 bulan teratur selama 8 bulan. Tidak ada lesi baru, keluhan berkurang. Nenek
pasien menderita penyakit dengan kelainan kulit yang sama hingga jari kaki dan tangan
puntung dan meninggal tahun 2006, tidak diobati. Pasien tinggal serumah dengan neneknya.
Jari kaki ke lima kiri pasien memendek sejak 8 bulan yang lalu. Kelima jari kaki kanan dan
kiri pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan yang lalu, pasien masih bisa berjalan tanpa
gangguan. Jari tangan pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan yang lalu. Hidung pasien
menjadi mendatar kurang lebih sejak 1,5 tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik diperoleh status generalis dalam batas normal, status
dermtologikus tampak lesi pada wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tungkai atas
dan bawah, kedua kaki, leher kiri dan kanan, distribusi regional, bentuk bulat -tidak khas,
lonjong, susunan tidak khas, batas tegas tidak tegas, ukuran: numular-plakat, effloresensi
makula eritema, nodul eritema, makula hiperpigmentasi, ekskoriasi,ulkus ukuran 3 x 2 x 0,5
cm dan 2,5 x 1 x 0,25 cm dasar jaringan granulasi, isi pus, tepi tidak rata, dinding tidak
bergaung, jaringan sekitar berupa krusta kehitaman, dan jumlah lesi > 5 lesi. Terdapat
gangguan sensibilitas raba, dan nyeri berupa hipoestesi pada kedua tangan dan kaki, kekuatan
otot kuat, dan terdapat pembesaran saraf pada auricularis magnus, ulnaris dextra sinistra,
poplitea lateral dextra dan sinistra. Terdapat kelainan berupa absorbsi pada jari ke lima kaki
kiri,kontraktur di jari ke 4, 5 tangan kanan, xerosis kutis di seluruh tingkai dan lengan, dan
facies leonina.
Diagnosis Kerja
Morbus Hansen Tipe Multibasiler dalam terapi MDT MB bulan ke 8 dengan reaksi tipe ENL
Diagnosis Banding
Tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan Bakterioskopik
PemeriksaanAnjuran
18
Pemeriksaan Histopatologik.
Pemeriksaan Serologik.
Biopsi Kulit
Diagnosis
Morbus Hansen Tipe Multibasiler Morbus Hansen Tipe Multibasiler dalam terapi MDT MB
bulan ke 8 dengan reaksi tipe ENL
PENATALAKSANAAN
Umum :
Penjelasan mengenai penyakit pengobatan pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin
tiap bulan ke poliklinik Kulit dan Kelamin, berobat teratur sampai dinyatakan sembuh.
Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat yang berisiko
terjadinya luka, dan luka merupakan tempat masuknya kuman sehingga hindari luka
untuk mencegah timbulnya kecacatan.
Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan Rifampisin menyebabkan warna buang air
kecil berwarna merah sehingga pasien tidak perlu khawatir.
Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan obat MDT dapat menyebabkan kulit lebih
gelap, namun setelah pengobatan selesai maka kulit pasien akan kembali seperti semula.
Menerangkan kepada pasien, jika ada keluarga yang menderita keluhan yang sama segera
dibawa berobat.
Menjelaskan pada pasien bahwa obat DDS menyebabkan anemia sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan darah secara rutin dan pasien perlu mengkonsumsi makanan
bergizi.
Menjelaskan kepada pasien bahwa obat hari 1 dimakan 5 kapsul 1 tablet, yang ada paling
atas MDT MB, kemudian seterusnya 1 kapsul dan 1 tablet per hari.
Khusus :
Paket MDT multibasiler :
19
: bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
20
Dari pemeriksaan fisik diperoleh status generalis dalam batas normal, status
dermtologikus tampak lesi pada wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tungkai atas
dan bawah, kedua kaki, leher kiri dan kanan, distribusi regional, bentuk bulat -tidak khas,
lonjong, susunan tidak khas, batas tegas tidak tegas, ukuran: numular-plakat, effloresensi
makula eritema, nodul eritema, makula hiperpigmentasi, ekskoriasi,ulkus ukuran 3 x 2 x 0,5
cm dan 2,5 x 1 x 0,25 cm dasar jaringan granulasi, isi pus, tepi tidak rata, dinding tidak
bergaung, jaringan sekitar berupa krusta kehitaman, dan jumlah lesi > 5 lesi. Terdapat
gangguan sensibilitas raba, dan nyeri berupa hipoestesi pada kedua tangan dan kaki, kekuatan
otot kuat, dan terdapat pembesaran saraf pada auricularis magnus, ulnaris dextra sinistra,
poplitea lateral dextra dan sinistra. Terdapat kelainan berupa absorbsi pada jari ke lima kaki
kiri,kontraktur di jari ke 4, 5 tangan kanan, xerosis kutis di seluruh tingkai dan lengan, dan
facies leonina. Pemeriksaan BTA 8 bulan yang lalu ditemukan BTA positif. Berdasarkan data
diatas, pasien didiagnosis Morbus hansen tipe multibasiler dalam pengobatan MDT MB
bulan ke 8 dengan reaksi tipe ENL derajat II.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi penjelasan mengenai penyakit, pengobatan
pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin tiap bulan ke poliklinik Kulit dan Kelamin,
berobat teratur sampai dinyatakan sembuh. Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati
rasa merupakan tempat yang berisiko terjadinya luka, dan luka merupakan tempat masuknya
kuman sehingga hindari luka untuk mencegah timbulnya kecacatan, menjelaskan pada pasien
bahwa penggunaan Rifampisin menyebabkan warna buang air kecil berwarna merah sehingga
pasien tidak perlu khawatir. Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan obat MDT dapat
menyebabkan kulit lebih gelap, namun setelah pengobatan selesai maka kulit pasien akan
kembali seperti semula. Menerangkan kepada pasien, jika ada keluarga yang menderita
keluhan yang sama segera dibawa berobat. Terapi khusus yang diberikan berupa MDT untuk
kusta tipe multibasiler. Prognosis pada pasien ini adalah dubia at bonam.
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kosasih
A,
Wisnu
IM,
Daili
ES,
Menaldi
SL.
Kusta.
Dalam
3.
4.
Al-Qubati YA, de Oliveira MLW, Caldas MDP, et al. WHO Expert Committee on
Leprosy. Geneva : WHO; 2012.p. 1-3, 17-28.
5.
6.
Dacre, Jane dan Kopelman, Peter. Buku saku keterampilan klinis. Cetakan pertama.
Jakarta: EGC; 2005.h.258-59.
7.
WHO,
editor.
Diagnosis
of
Leprosy.
Available
at
Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy in : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th
Ed. New York : McGraw-Hill : 2012. Hal 2253-62.
22