Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ii

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iv

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.2 Epidemiologi

2.3 Etiologi dan Patofisiologi

2.4 Diagnosis

16

2.5 Tatalaksana

21

BAB 3 KESIMPULAN

28

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor Risiko persalinan preterm

Tabel 2.2 Marker infeksi intrauterin

14

Tabel 2.3 Etiologi dan jalur persalinan preterm yang diakui secara umum

16

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1

Tempat potensial terjadinya infeksi bakteri intrauterin

Gambar 2.2

Alur kolonisasi bakteri koriodesidua yang menyebabkan


persalinan prematur

Gambar 2.3

Pemeriksaan USG

9
13
20

BAB I
PENDAHLUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas
perinatal di seluruh dunia. Persalinan preterm menyebabkan mortalitas 70% perinatal
dan neonatal, dan morbiditas jangka panjang, yang meliputi retardasi mental, serebral
palsi, gangguan perkembangan, seizure disorder, kebutaan, hilangnya pendengaran, dan
gangguan non neurologis, seperti penyakit paru kronis dan neuropati. Oleh karena itu
persalinan preterm bukan hanya menjadi masalah obstetri yang paling umum tapi dapat
menjadi masalah obstetri yang paling serius.1
Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu, dimana terjadi kontraksi uterus yang teratur yang
berhubungan dengan penipisan dan dilatasi serviks. Terdapat definisi lain tentang
persalinan preterm, yaitu persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 dan 37
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Bayi yang lahir prematur memiliki
berat badan lahir rendah dan hubungan antara umur kehamilan dengan berat badan lahir
mencerminkan kecukupan pertumbuhan intra uterin.2
.Angka kejadian persalinan preterm umumnya bervariasi antara 6 15% pada
seluruh persalinan. Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per 1000 kelahiran
di seluruh dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12 -13%. di Afrika
terdapat 4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%) di Eropa sebesar 466 per
1000 kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per 1000 kelhiran atau 9,1%, dan di Asia Tenggara
6.097 per 1000 kelahiran (11,1%). Di Indonesia belum ada angka yang secara nasional

menunjukkan kejadian persalinan preterm, namun pernah dilaporkan angka kejadian


persalinan preterm di rumah sakit di Jakarta sebesar 13,3% dan di rumah sakit di
bandung sekitar 9,9% pada tahun 2001.1
Di Amerika Serikat pada tahun 2005, 28.384 bayi meninggal pada tahun pertama
kehidupan mereka, kelahiran kurang bulan terkait dengan dua per tiga kematian ini.
Angka kelahiran kurang bulan pernah menjadi penyumbang terbesar kematian bayi di
Amerika Serikat. Berbagai jenis morbiditas terutama dikarenakan sistem organ yang
imatur secara signifikan meningkat pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37
minggu dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm.2
Keberhasilan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal yang
berhubungan dengan

persalinan preterm memerlukan identifikasi faktor resiko.

Sehingga diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang faktor faktor


psikososial, etiologi, dan mekanisme persalinan preterm.1

resiko

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan
20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG, 1995). 1 Partus
prematurus atau persalinan prematur juga diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus
yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita
hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) dari hari
pertama haid terakhir.3
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan
bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37
minggu.1 Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan kategori World
Health Organization (WHO), yaitu:4
1) Extremely preterm (< 28 minggu)
2) Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3) Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu)

2.2 Epidemiologi
Kejadian persalinan preterm tidak merata disetiap wanita hamil.
Diperkirakan 15 juta bayi dilahirkan preterm setiap tahunnya. Ini merlebihi
perbandingan 1 :10 bayi. Hampir 1 juta anak meninggal setiap tahunnya dikarenakan
komplikasi dari persaslinan preterm. Bayi yang bertahan hidup akan menghadapi
masalah disabilitas jangka panjang, meliputi kesulitan dlam belajar dan gangguan

melihat dan mendengar. Secara global, prematuritas adalah penyebab kematian utama
pada anak dibawah usia 5 tahun.4
Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per 1000 kelahiran di seluruh
dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12 -13%. di Afrika terdapat
4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%) di Eropa sebesar 466 per 1000
kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per 1000 kelhiran atau 9,1%, dan di Asia Tenggara
6.097 per 1000 kelahiran (11,1%) (Stacy et al, 2010). Angka kejadian persalinan
prematur di Indonesia pada taun 1983 adalah 18,5% dan pada tahun 1995 menurun
menjadi 14,2%. Menurut data terakhir pada tahun 2005 jumlah persalinan prematur di
Indonesia adalah 10%.3
Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah perawatan bayi baru preterm,
yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitas.
Penelitian menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat bayi saling berkaitan dengan
risiko kematian perinatal. Pada umur kehamilan 32 minggu dengan berat bayi >1500
gram keberhasilan hidup sekitar 85%, sedang pada umur kehamilan sama dengan berat
bayi <1500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan <32 minggu
dengan berat lahir <1500 gram angka keberhasilannya hanya sekitar 95%. 1 Setiap tahun
sekitar 4 juta bayi meninggal dalam 4 minggu pertama kehidupan (periode neonatal).
Secara global diperkirakan penyebab langsung kematian neonatal adalah prematuritas
(28%), infeksi berat 26%, dan asfiksia 28%. Persalinan preterm spontan paling sering
terjadi pada ibu dengan kulit putih, sedangkan ketuban pecah prematur adalah penyebab
paling sering terjadinya persalinan preterm pada ibu kulit hitam.2
Permasalahan yang terjadi pada persalinan preterm bukan saja pada kematian
perinatal, melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan kelainan baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah :
RDS (Respiratory Distress Syndrome), sepsis, paten duktus arteriosus, displasi
bronkopulmoner, dan perdarahan intra/periventrikuler1. Karena lunaknya tulang
tengkorak serta immaturitas, bayi prematur lebih rentan terhadap kompresi kepala.
Perdarahan intrakranial lebih sering terjadi pada bayi prematur dibandikan dengan bayi
aterm.3 Adapun kelainan jangka panjang sering berupa kelainan neurologik seperti
serebral palsi, retinopati, retardasi mental , juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral
dan prestasi sekolah yang kurang baik.1

2.3 Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab persalinan preterm untuk semua kasus adalah berbeda beda.
Persalinan preterm, merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan
obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik memiliki pengaruh terhadap terjadinya
persalinan preterm. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih
uterus, ketuban pecah dini atau trauma.3
Beberapa faktor resiko terjadinya persalinan preterm adalah abortus yang
mengancam, faktor gaya hidup seperti merokok, pertambahan berat badan ibu yang
tidak adekuat, penggunaan narkoba. Faktor maternal lain yang terlibat adalah usia ibu
terlalu muda atau terlalu tua, tubuh pendek, kesenjangan ras dan etnik, hiperaktivitas
selama kehamilan, faktor genetik, penyakit periodontal, cata lahir, interval antara
kehamilan sebelumnya dan saat ini, serta riwayat persalinan preterm pada kehamilan
sebelumnya.1

Komplikasi obstetri

Komplikasi medis

Komplikasi bedah
Kelainan traktus genitalis

Kehamilan sekarang atau yang telah lalu


Hipertensi dalam kehamilan
Kelainan anatomis plasenta
Insufisiensi plasenta
Ketuban pecah dini
Riwayat persalinan preterm atau BBLR
Hidramnion atau oligohidramnion
Status sosial ekonomi rendah
Usia <16 tahun atau >40 tahun
BB hamil rendah
Kehamilan kembar
Jarak kehamilan singkat (<3 bulan)
Riwayat abortus
Riwayat laserasi serviks atau cedera uterus
Hipertensisistemik atau pulmonal
Penyakit ginjal
Penyakit jantung
Infeksi
Merokok berat
Alkhohol dan kecanduan obat-obatan
Anemia berat
Perforasi ulkus lambung atau duodenum
Torsi tumor adneksa
Trauma maternal atauluka bakar
Prosedur pembedahan intraabdominal
Riwayat insisi uterus
Kelainan bentuk uterus

Tabel 2.1 Faktor resiko persalinan preterm

Terdapat empat penyebab utama untuk kelahiran kurang bulan di Amerika


Serikat. yaitu :
1. Persalinan atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau bayi
dilahirkan dengan persalinan sesar.
2. Persalinan kurang bulan spontan tak terjelaskan dengan selaput ketuban utuh.
3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik
4. Kelahiran kembar dan multijanin yang lebih banyak

Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang


merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan
perubahan serviks, yaitu aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada
ibu maupun janin, akibat stress pada ibu ataupun janin, inflamasi desidua-korioamnion
atau sistemik akibat infeksi ascenden dari traktus genitourinari atau infeksi sistemik,
perdarahan desidua, peregangan uterus patologik, kelainan pada uterus atau serviks.
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan preterm harus
dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, menyebabkan
persalinan prematur.3

1. Indikasi Medis dan Obstetris


Preeklampsia, distress janin, kecil masa kehamilan, dan solusio plasenta
merupakan indikasi paling umum atas intervensi medis yang mengakibatkan persalinan
preterm. Penyebab lain yang kurang umum adalah hipertensi kronik, plasenta previa,
perdarahan tanpa sebab yang jelas, diabetes, penyakit ginjal, isoimunisasi RH, dan
malformasi kongenital.1

2. Ketuban Pecah Dini Preterm


Didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum persalinan dan sebelum usia
kehamilan 37 minggu, ketuban pecah dini prematur dapat disebabkan oleh beragam
mekanisme patologis termasuk infeksi intraamnion. Faktor lain yang terlibat adalah
indeks massa tubuh yang rendah krang dari 19,8, kurang gizi, dan merokok. Wanita
dengan riwayat ketuban pecah dini preterm sebelumnya memiliki resiko yang tinggi

terjadinya rekurensi pada kehamilan berikutnya. Namun kebanyakan kasus ketuban


pecah preterm terjadi tanpa faktor resiko.1

3. Persalinan Kurang Bulan Spontan


Persalinan kurang bulan spontan dikaitkan dengan beberapa hal, yaitu
withdrawal progesteron, inisiasi oksitosin, dan aktivitas desidua. Teori withdrawal
progesteron menjelaskan bahwa semakin mendekati proses persalinan sumbu adrenal
janin menjadi lebih sensitif terhadap adrenokortikotropik sehingga meningkatkan
sekeresi kortisol. Kortisol janin merangsang aktivitas 17- hidroksidase plasenta
sehingga mengurangi sekresi progesteron dan meningkatkan produksi estrogen. Kondisi
ini menyebabkan peningkatan pembentukan prostaglandin yang memicu persalinan
preterm.6
Sebuah jalur penting menyebabkan inisiasi persalinan melibatkan aktivasi
inflamasi desidua. Pada kasus persalinan preterm, aktivasi desidua tampaknya muncul
pada kauss perdarahan intrauterin atau infeksi intrauteri.7

4. Infeksi Intra Uterin


Infeksi intra uterin merupakan salah satu penyebab terjadinya persalinan
preterm. Infeksi bakterial dalam uterus dapat terjadi antara jaringan maternal dan fetal
membran (dalam koriodesidual space), dalam fetal membran (amnion dan korion),
dalam placenta, dalam cairan amnion, dalam tali pusat. Infeksi pada fetal membran
disebut korioamnionitis, infeksi pada tali pusat disebut funisitis, infeksi pada cairan
amnion disebut amnionitis. Infeksi jarang terjadi pada kehamilan prematur akhir (34-36

minggu), dan lebih sering terjadi pada usia kehamilan kurang dari 30 minggu (Franklin.
2000).

Gambar 2.1 Tempat potensial terjadinya infeksi bakteri intrauterin

Ada beberapa jalur yang dapat menyebabkan masuknya bakteri ke dalam uterus.
Bakteri dapat berasal dari migrasi dari kavum abdomen melalui tubafallopi, infeksi dari
jarum amnionsintesis yang terkontaminasi, secara hematogen melalui plasenta, atau
melalui serviks dari vagina. Pada persalinan preterm dengan membran yang utuh bakteri
yang paling banyak ditemukan adalah Ureaplasma urealitycum, Mycoplasma hominis,
Gardnerella vaginalis, peptostretococcus, dan spesies bakterioides.8 Organisme yang
sering berhubungan dengan infeksi saluran genital pada wanita tidak hamil Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis,

jarang ditemukan dalam uterus sebelum

pecah ketuban, sedangkan bakteri yang sangat sering berhubungan dengan

korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecah ketubah, group B streptococci dan
Escherichia coli, hanya ditemukan kadang-kadang. Jarang, organisme saluran non
genital, seperti organisme di mulut genus capnocitophaga, ditemukan di dalam uterus
yang berhubungan dengan persalinan prematur dan korioamnionitis.
Organisme ini mencapai uterus dapat melalui plasenta dari sirkulasi atau
mungkin dengan kontak oral genital. Meskipun demikian, kebanyakan bakteria yang
ditemukan dalam uterus dalam hubungannya dengan persalinan prematur berasal dari
vagina. Bakteri dari vagina menyebar secara ascendens pertama kali ke dalam ruang
koriodesidua. Pada beberapa wanita, organisme ini melewati membran korioamniotik
yang intak ke dalam cairan amnion, dan beberapa fetus akhirnya menjadi terinfeksi.
Bukti infeksi melalui rute ini berasal dari penelitian 609 wanita

yang fetusnya

dilahirkan dengan seksio sesar sebelum pecah ketubah. Setengah dari 121 wanita
dengan kultur membran positif juga memiliki organisme dalam cairan amnion. Sebagian
kecil fetus memiliki kultur darah atau cairan serebrospinal yang positif saat persalinan.
Wanita dengan kultur membran positif memiliki respon peradangan yang aktif, seperti
diinfikasikan oleh temuan leukosit histologis pada membran dan adanya konsentrasi
interleukin 6 yang tinggi dalam cairan amnion. Temuan ini mungkin menjelaskan
kenapa wanita dengan kultur cairan amnion negatif tetapi dengan konsentrasi sitokin
yang tinggi dalam cairan amnion resisten terhadap obat tokolitik. Tampaknya, wanita ini
sering memiliki infeksi dalam korioamnion, suatu tempat yang tidak boleh dikultur
sebelum persalinan.

10

Waktu terjadinya infeksi


Bukti terakhir menunjukkan bahwa infeksi intrauterine mungkin terjadi jauh
lebih awal saat hamil dan masih tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Sebagai contoh
U. urealyticum telah terdeteksi pada beberapa sampel cairan amnion yang diperoleh dari
analisis kromosom rutin pada usia kehamilan 15 18 minggu. Kebanyakan wanita ini
melakukan persalinan sekitar usia kehamilan 24 minggu. Lebih lanjut, konsentrasi
interlekin 6 yang tinggi dalam cairan amnion pada minggu 15 20 berhubungan dnegan
persalinan prematur spontan setelat 32 34 minggu.
Contoh lain yang menunjukkan infeksi kronik, konsentrasi fibronektin yang
tinggi dalam cerviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu (yang
dipertimbangkan sebagai marker infeksi saluran genitalia atas) berhubungan dengan
terjadinya korioamnionitis rata-rata 7 minggu kemudian. Akhirnya, beberapa wanita
yang tidak hamil dengan vaginosis bakterialis memiliki kolonisasi intrauterin yang
berhubungan dengan endometritis sel plasma kronik. Sehingga memungkinkan bahwa
kolonisasi intrauterine yang berhubungan dengan persalinan prematur spontan tampak
saat konsepsi. Penting untuk menekankan bahwa kebanyakan infeksi saluran genitalia
atas masih asimptomatik dan tidak berhubungan dengan demam, uterus yang bengkak
atau leukositosis darah tepi.

Mekanisme persalinan prematur akibat infeksi


Data dari penelitian hewan, in vitro dan manusia seluruhnya memberikan
gambaran yang konsisten bagaimana infeksi balteri menyebabkan persalinan prematur
spontan (gambar 3). Invasi bakteri pada rongga koriodesidua, menyebabkan pelepasan

11

endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin untuk


menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk including tumor necrosis factor, interleukin-1,
interleukin-1, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte colony-stimulating factor.
Selanjutnya, cytokines, endotoxins, dan exotoxins merangsang sistesis dan pelepasan
prostaglandin dan juga mengawali chemotaxis, infiltrasi, dan aktivasi neutrofil.
Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan metalloprotease menyerang
membran korioamnion yang menyebabkan

pecah ketuban. Metalloprotease juga

meremodeling kolagen dalam serviks dan melembutkannya.8


Terdapat jalur lain yang memiliki peranan yang hampir sama. Sebagai contoh,
prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin
yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan
menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik yang menurunkan aktivitas dehidrogenase ini
menyebabkan peningkatan kuantitas prostaglandin untuk mencapai miometrium.2
Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan prematur melibatkan janin itu
sendiri.

Pada janin dengan infeksi, peningkatan produksi corticotropin-releasing

hormone menyebabkan meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kemudian


meningkatkan produksi kortisol adrenal fetus. Sekresi kortisol yang tinggi
menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Contoh lain yaitu ketika fetus itu
sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat dan waktu untuk persalinan jelas
berkurang. Namun, kontribusi relatif kompartemen maternal dan fetal terhadap respon
peradangan keseluruhan tidak diketahui.2

12

Gambar 2.2 Alur kolonisasi bakteri koriodesidua yang menyebabkan persalinan


prematur

Marker infeksi
Infeksi intrauterine sering bersifat kronik dan biasanya asimptomatik hingga
persalinan dimulai atau pecah ketubah. Bahkan selama persalinan, kebanyakan wanita
yang menunjukkan korioamnionitis kemudian (dengan temuan histologis dan kultur)
tidak memiliki gejala selain dari persalinan prematur tidak demam, nyeri perut atau
leukositosis darah tepi dan biasanya tidak terdapat takikardia janin. Zat yang ditemukan
dalam kuantitas abnormal dalam cairan amnion dan di tempat lain pada wanita dengan
infeksi intrauterine dijelaskan dalam tabel 1.2

13

Tabel 2.2 Marker infeksi intrauterin

5. Aktivasi Aksis Hipothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) Ibu dan Janin


Stress didefiniskan sebagai tantangan baik psikologis ataupun fisik yang
mengancam ataupun mengancam hemostasis pasien akan mengakibatkan aktivasi
prematur Hipothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) janin atau ibu. Stress semakin diakui
sebagai faktor resiko penting terjadinya persalinan preterm. Neuroendrokin, kekebalan
tubuh, proses perlilaku (seperti depresi) telah dikaitkan dengan kejadian persalinan
preterm akibat stress. Proses aktivasi prematur HPA dimediasi oleh corticothropine
releasing hormone (CRH) plasenta. Dalam sebuah hasil penelitian in vivo ditemukan
hubungan yang signifikan antara stress psikososial ibu dengan kadar CRH, ACTH, dan
kortisol plasma ibu. Menurut Hobel dkk, dibandingkan dengan wanita yang melahirkan
14

aterm, wanita yang preterm memiliki kadar CRH yang meningkat signifikan dengan
mempercepat peningkatan kadar CRH selama kehamilan.2
Pada persalinan preterm aksis HPA ibubdapat mendorong ekspresi CRH
plasenta. CRH

plasenta menstimulasi janin untuk mensekresi kortisol dan

dehydroepiandrosterone synthase (DHEA-S) melalui aktivasi aksis HPA janin dan


menstimulasi plasenta untuk mensisntesis

estriol dan prostaglandin, sehingga

mempercepat persalinan preterm.2

6. Perdarahan Desidua (Desidual Hemmorrage/thrombosis)


Perdarahan desidu dapat menyebabkan persalinan preterm. Lesi vaskuler dari
plasenta biasanya dihubungkan dengan persalinan preterm dan ketuban pecah dini. Lesi
plasenta dilaporkan terjadi pada 34% wanita dengan persalinan preterm. Lesi ini dapat
dikarakteristikkan sebagai kegagalan transformasi fisiologis dari arteri spiralis,
atherosis, dan trombosis arteri ibu atau janin. Diperkirakan mekanisme yang
menghubungkan lesi vaskuler dengan persalinan preterm adalah iskemi uteroplasenta.
Meskipun patofisiologinya belum jelas tetapi trombin diduga memegang peranan
utama.2
Terlepas dari peran penting dalam koagulasi, trombin merupakan protease
multifungsi yang memunculkan aktivitas kontraksi dari vaskuler dan otot halus
myometrium. Trombin mestimulasi kontraksi otot polos longitudinal myometrium.2

15

Tabel 2.3 Etiologi dan jalur persalinan preterm yang diakui secara umum.1

2.4 Diagnosis
2.4.1

Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk mencari faktor resiko. Faktor resiko ini penting dan

dalam kaitannya dengan terjadinya persalinan preterm. Berikut adalah beberapa faktor
resiko terjadinya persalinan preterm :1
1. Faktor janin dan plasenta
Perdarahan Trimester Awal
Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
Ketuban Pecah Dini (KPD)
Pertumbuhan janin terhambat
Cacat bawaan janin
Kehamilan ganda/gemeli
Polihidramnion

16

2. Faktor Ibu
Penyakit berat pada Ibu
Diabetes Melitus
Preeklampsia/hipertensi
Infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
Penyakit infeksi dengan demam
Stress psikologik
Kelainan bentuk uterus/serviks
Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
Inkomptensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
Pemakaian obat narkotik
Trauma
Perokok berat
Kelainan imunologik/kelainan resus
Disamping faktor risiko diatas, faktor risiko lain yang perlu diperhatikan adalah
tingkat sosio-ekonomi, riwayat lahir mati dan kehamilan diluar nikah.1

2.4.2

Pemeriksaan fisik
Sering terjadi kesulitan dalam diagnosis ancaman persalinan preterm.

Differensiasi dini antara persalinan palsu dengan persalinan sebenarnya sulit ditentukan
sebelum adanya pendataran dan dilatasi serviks. Kontraksi uterus sendiri sulit dibedakan
karena adanya kontraksi braxtons hicks. Kontraksi ini digambarkan sebagai kontraksi
yang tidak teratur, tidak ritmis, tidak begitu sakit atau tidak sakit sama sekali, namun
17

dapat menimbulkan keraguan besar dalam diagnosis persalinan preterm. Tidak jarang
wanita yang melahirkan sebelum aterm memiliki kontraksi yang mirip dengan braxtons
hicks yang mengarahkan ke diagnosis yang salah, yaitu persalinan palsu. Beberapa
kriteria yang dapat dipakai sebagai ancaman persalinan preterm :1
a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau 140 dan 259 hari.
b. Kontraksi uterus (his) yang teratur yaitu berulang 7-8 kali atau 2-3 kali dalam 10
menit.
c. Merasakan gejala seperti kaku di perut, menyerupai rasa kaku seperti
menstruasi, rasa tekanan intrapelvik, nyeri punggung bawah (low back pain).
d. Mengeluarkan lendir bercampu darah pervaginam.
e. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar 50-80%, atau telah
terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm.
f. Selaput amnion sering kali telah pecah.
g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American
College of Obstreticians and Gynecologists, adalah sebagai berikut :2
a. Kontraksi yang terjadi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit dan
perubahan progresif pada serviks.
b. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm.
c. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

2.4.3

Pemeriksaan penunjang

18

Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan


preterm, sebagai berikut :1.2

Indikator Klinik
Indikator Laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah : jumlah
leukosit dalam air ketuban (10/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml),
dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml)

Indikator Biokimia
Fibronektin janin : peningkatan fibronektin janin pada vagina, serviks,
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan
antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar
fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalinan
preterm.
Corticotropin releasing hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pad
trimester 2 merupajab indikator kuat untuk terjadinya persalinan preterm
Sitokin inflamasi : seperti IL-1, IL-6. IL-8 dan TNF- telah diteliti
sebegai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin
Isoferitin plasenta : pada kehamilan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
sebesar 10 U/ml. kadarnya meningkat secara bermakna selama
kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 53
U/ml. penurunan kadar dalam serum akan berisiko persalinan preterm.
Feritin : rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan
berbagai keadaan fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa
penelitian menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin
dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm.

19

USG
USG transvaginal sudah banyak digunankan pada beberapa dekade terakhir.
Pada penelitian terdahulu, diidentifikasi panjang dan dilatasi serviks pada usia
kehamilan 24 minggu dan pada usia 28 minggu pada 2915 wanita. Rerata
panjang serviks pada 24 minggu adalah sekitar 35 mm, dan wanita-wanita
dengan serviks yang lebih pendek secara progresif mengalami peningkatan
insiden persalinan preterm. Akan tetapi, pengukuran panjang serviks saja
merupakan prediktor persalinan preterm yang kurang baik, sementara gambaran
penonjolan kantong amnion ke endoserviks dan riwayat persalinan preterm
sebelumnya adalah prediktor yang lebih tinggi. Berikut adalah gambaran USG
Transvaginal dari serviks. Kantong amnion terlihat menonjol ke saluran
endoservik (panah berwarna putih). Serviks terlihat memendek. Panjang serviks
diukur diantara ujung dari penonjolan kantong amnion dan ektoseviks.
Ektoserviks ditandai dengan panah berwarna biru. AF= Amnionic fluid (Cairan
Amnion).2

20

Gambar 2.3 Pemeriksaan USG


2.5

Tatalaksana
Menurut Persatuan dokter Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) tahun 2011,

terdapat beberapa anjuran manajemen persalinan perterm meliputi :


1. Tirah baring (bedrest)
Kepentingan istirahat disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara
statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan secara statistik.10
2. Hidrasi dan sedasi
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah
persalinan preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi
premature, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin dapat
digunakan untuk mendapatkan efek sedasi.10
3. Pemberian tokolitik
Tokolitik akan menghambat kontraksi myometrium dan dapat menunda
persalinan. Berikut adalah alasan pemberian tokolitik pada persalinan preterm1:
a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur
b. Memberi

kesempatan

bagi

terapi

kortikosteroid

untuk

menstimulir surfaktan paru janin


c. Memberi kesempatan trasnfer intrauterin pada afsilitas yang lebih
lengkap
d. Optimalisasi personel.

21

Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis :


a. Nifedipin
Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20
mg, dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas
uterus sampai 48 jam. Dosis maksimal 60mg/hari, komplikasi yang dapat
terjadi adalah sakit kepala dan hipotensi.

10

Antagonis kalsium merupakan

relaksan otot polos yang menghambat aktivitas uterus dengan mengurangi


influks kalsium melalui kanal kalsium yang bergantung pada 19 voltase.
Terdapat beberapa kelas antagonis kalsium, namun sebagian besar
pengalaman klinis adalah dengan nifedipin.11
Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberial
oral ataupun sublingual. Konsentrasi maksimal pada plasma umumnya
dicapai setelah 15-90 menit setelah pemberian oral, dengan pemberian
sublingual konsentrasi dalam plasma dicapai setelah 5 menit pemberian.11
b. Magnesium sulfat
Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara
parenteral. Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram
per jam tergantung dari produksi urin dan kontraksi uterus. Bila terjadi efek
toksik, berikan kalsium glukonas 1 gram secara IV perlahan-lahan. 10
Terapi tokolitik magnesium sulfat terbukti aman dan bermanfaat
terhadap janin dan ibu. Namun, perubahan tulang yang terlihat melalui
rontgen terlihat pada neonatus dari pasien yang menerima infus magnesium
sulfat jangka panjang (lebih dari 1 minggu). Perubahan-perubahan ini

22

termasuk abnormalitas tulang secara radiografi seperti perubahan dari tulang


panjang, penipisan tulang parietal, dan mineralisasi tulang yang abnormal.
Ketika magnesium sulfat digunakan dengan hati-hati sebagai obat tokolitik,
efek sampingnya terhadap ibu, janin dan neonatus biasanya sedikit dan
tidaklah serius atau merusak.11
c. Atosiban
Antagonis oksitosin salah satu contohnya adalah atosiban dapat
menjadi obat tokolitik di masa depan. Obat ini merupakan alternatif menarik
terhadap obat-obat tokolitik saat ini karena spesifisitasnya yang tinggi dan
kurangnya efek samping terhadap ibu, janin atau neonatus. Atosiban adalah
obat sintetik baru pada golongan obat ini dan telah mendapat izin
penggunaannya sebagai tokolitik di Eropa.11 Atosiban menghasilkan efek
tokolitik dengan melekat secara kompetitif dan memblok reseptor oksitosin.
Dosis awal 6,75mg bolus dalam satu menit, diikuti 18mg/jam selama 3 jam
per infus, kemudian 6mg/jam selama 45 jam.10
d. Beta-2-sympathomimetics
Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai
adalah ritodrine, terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol and
hexoprenaline. Contoh: Ritodrin (Yutopar) Dosis: 50 mg dalam 500 ml
larutan glukosa 5%. Dimulai dengan 10 tetes per menit dan dinaikkan 5
tetes setiap 10 menit sampai kontraksi uterus hilang. Infus harus dilanjutkan
12 48 jam setelah kontraksi hilang. Selanjutnya diberikan dosis
pemeliharaan satu tablet (10 mg) setiap 8 jam setelah makan. Nadi ibu,

23

tekanan darah dan denyut jantung janin harus dimonitor selama pengobatan.
11

Kontra indikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu,


hipertensi atau hipotensi, hipertiroidi, diabetes dan perdarahan antepartum.
Efek samping yang dapat terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada
muka (flushing), mual, sakit kepala, nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis,
edema paru, hiperglikemi, dan hipoglikemi. Efek samping pada janin antara
lain ft.tal takhikardia. Inpoglikemia, hipokalemi, ileus dan hipotensi.11
e. Progesteron
Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi alphahi.drax-ffirogesterone caproate menurunkan persalinan pretern berulang.
Dosis 250 mg (1 mL) im tiap minggu sampai 37 minggu kehamilan atau
sampai persalinan. Pemberian dimulai 16-21 minggu kehamilan.10
Kadar progerteron plasma mternal mengalami peningkatan selama
kehamilan.

Progesteron berguna untuk mempertahankan hasil konsepsi

uterin dan menghalangi proses inisiasi persalinan. Telah banyak penelitian


yang mengungkapkan bahwa progesteron pada ibu hamil dapat menurunkan
angka

kejadian

persalinan

preterm.

Namun,

dampak

penggunaan

progesteron masih belum diketahui. American College of Obstetricians and


Gynecologists (2008c) menyimpulkan bahwa penggunaan progesteron
dibatasi pada wania dengan riwayat persalinan spontan kurangdari 37
minggu.2
f. COX-2 inhibitor (Indomethacin)

24

Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 rng per oral setiap 6 jam untuk 8
kali pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari,dapat rnenimbulkan
oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow janin. Indometasin
direkomendasikan pada kehamilan >32 minggu karena dapat mempercepat
penutupan ductus arteriosus.10 Pemberian indometasin sampai 48 jam tidak
direkomendasikan karena bisa terjadi oligohidramnion.2

4. Pemberian Steroid
Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS. kematian
neonatal dan perdarahan intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan 24 34
minggu, namun dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu.Kontra indikasi :
infeksi sistemik yang berat, (tuberkulosis dan korioamnionitis). Betametason
merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi intramuskuler dengan dosis 12
mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal dapat dicapai dalam 1 - 7 hari
pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat. Apabila tidak terdapat
betametason, dapat diberikan deksametason dengan dosis 2 x 5 mg
intramuskuler per hari selama 2 hari. 10

5. Antibiotika
Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan
karena tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman
persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian
klindamisin ( 2 x 300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg

25

sehari selama 7 hari). atau eritromisin (2 x 500 mg sehari selama 7 hari) akan
bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan minggu. 10

6. Emergency cervical cerclage (Pengikatan Serviks)


Minimal terdapat tiga indikasi untuk dapat melakukan pengikatan
serviks. Pertama, tindakan ini dapat dilakukan wanita dengan riwayat abortus,
dan wanita yang didiagnosis dengan incompetent cervix. Kedua, wanita dengan
serviks pendek berdasarkan hasil USG. Ketiga, merupakan keadaan emergensi
yang dilakukan pada wanita dengan incompetent cervix yang terancam akan
mengalami persalinan preterm.2
Di negara maju telah dilakukan emergency cerclage pada ibu hamil
dengan pembukaan dan pendataran serviks yang nyata tanpa kontraksi. Secara
teknik hal ini sulit dilakukan dan berisiko untuk terjadi pecah ketuban. 10

7. Perencanaan Persalinan
Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan
mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu
sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive
care unit (NICU). Kehamilan 24- 37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko
obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm. Tidak
dianjurkan forsep atau episiotomi elektif. 10
Baik persalinan spontan atau induksi, abnormalitas pada denyut jantung
bayi dan kontraksi uterus harus diperhatikan. Pada keadaan dengan pecah

26

ketuban, fetus takikardi mengarah kepada terjadinya sepsis. Hal ini dilakukan
karena semakin prematur kondisi janin, maka semakin beresiko saat melakukan
persalinan. 2

Beberapa rekomendasi tatalaksana kehamilan preterm, yaitu2:


a. Memastikan persalinan preterm
b. Jika kehamilan kurang dari 34 minggu tanpa ada indikasi bersalin, baik dari ibu
maupun janin, dilakukan observasi ketat terhadap kontraksi uterus dan denyut
jantung anak. Dan juga dilakukan pemeriksaan serial ntuk menilai perubahan
serviks.
c. Kehamilan kurang dari 34 minggu diberikan kortikosteroid untuk mematangkan
paru
d. Pertimbangkan untuk memberikan infus manesium sulfat selama 12-24jam
sebagai neuroproteksi fetus
e. Kehamilan kurang dari 24

minggu

pada

ibu

dilakukan

monitoring

terhadapkemajuan persainan dan keadaan janin


f. Untuk persalinan aktif, diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi streptokokus
grup B bagi neonatus.

27

BAB 3
KESIMPULAN

Berdasarkan tinjauan pustaka dan pembahasan tersebut, maka dapat ditarik beberapa
simpulan, yaitu :
1.

Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan


20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Dimulainya kontraksi
uterus yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta turunnya
bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang
dari 259 hari) dari hari pertama haid terakhir.4

2.

Persalinan preterm menjadi masalah obstetri penting sebab menjadi salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal.

3.

Pengenalan faktor resiko dan identifikasi penyebab terjadinya persalinan preterm


adalah penting dalam upaya pencegahan terhadap terjadinya persalinan preterm
yang dapat dijelaskan kepada ibu hamil melalui komunikasi, informasi, dan
edukasi.

4.

Wanita yang diketahui beresiko mengalami persalinan preterm dan mereka yang
diketahui memiliki tanda dan gejala persalinan preterm telah menjadi kandidat
penerima intervensi yang dimaksudkan untuk meningkatkan prognosis neonatus.
Jika tidak ada indikasi ibu atau janin yang mengharuskan pelaksanaan persalinan
yang disengaja, maka intervensi dimaksudkan untuk mencegah persalinan
kurang bulan.

5.

Intervensi medik yang dilakukan adalah pemberian tokolisis dan kortikosteroid

28

DAFTAR PUSTAKA

1.

Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : P.T Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

2.

Cunningham et al. 2012. Obstetri Williams.Volume 2. Edisi 23. Jakarta : EGC

3.

Oxorn,

Harry.

2010.

Human

Labor

dan

Birth.

1343405.Oxorn_Foote_Human_Labor_and_Birthhttp://
4.

World

Health

Organization.

2015.

Preterm

Birth.

Diakses

dari

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/ tanggal 11 Oktober 2016


5.

Goldenberg, Robert L. 2008. Epidemiology dan Causes of Preterm


Birth.http://www.thelancet-epidemiology-preterm-birt-pdf.

6.

Louis J. 2010. The Enigma of Spontaneus Preterm Birth. The New England
Journal of Medicine. http://nejm0904308-spontaenus-preterm-birtf-pdf.

7.

Franklin H. Epstein. 2000. Intrauterine infection and Preterm Delivery. The


New England Journal of Medicine .

8.

Nejad, Vida. 2008. The Association of Bacterial Vaginosis and Preterm Labor.
Department of Obstetrics and Gynaecology, Kerman University of Medical
Sciences and Health Services, Kerman, Iran.http://1338

bacterial-vaginosis-

nejm pdf.
9.

Prasmusinto,

Damar

dr..

2010.

Prediksi

Persalinan

Preterm.http://prediksipersalinanpreterm-pdf.
10.

P.O.G.I. 2011. Panduan Pengelolaan Persalianan Preterm Nasional. Bandung :


Himpunan

Kedokteran

Fetomaternal

POGI.

http://kalogisma.com/kepustakaan/pengelolaan%20persalinan%20pretem
11.

Kesuma, Hadrians dr. 2007. Obat Obat Tokolitik dalam Bidang Kebidanan.
Departemern Obstetri dan Ginekologi Universitas Sriwijaya. RSUP Moh.
HoesinPalembang.http://digilib.unsri.ac.id/download/obat%20tokolitik.

29

Anda mungkin juga menyukai