KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.4 Diagnosis
16
2.5 Tatalaksana
21
BAB 3 KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
14
Tabel 2.3 Etiologi dan jalur persalinan preterm yang diakui secara umum
16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Pemeriksaan USG
9
13
20
BAB I
PENDAHLUAN
resiko
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan
20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG, 1995). 1 Partus
prematurus atau persalinan prematur juga diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus
yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita
hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) dari hari
pertama haid terakhir.3
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan
bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37
minggu.1 Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan kategori World
Health Organization (WHO), yaitu:4
1) Extremely preterm (< 28 minggu)
2) Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3) Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu)
2.2 Epidemiologi
Kejadian persalinan preterm tidak merata disetiap wanita hamil.
Diperkirakan 15 juta bayi dilahirkan preterm setiap tahunnya. Ini merlebihi
perbandingan 1 :10 bayi. Hampir 1 juta anak meninggal setiap tahunnya dikarenakan
komplikasi dari persaslinan preterm. Bayi yang bertahan hidup akan menghadapi
masalah disabilitas jangka panjang, meliputi kesulitan dlam belajar dan gangguan
melihat dan mendengar. Secara global, prematuritas adalah penyebab kematian utama
pada anak dibawah usia 5 tahun.4
Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per 1000 kelahiran di seluruh
dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12 -13%. di Afrika terdapat
4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%) di Eropa sebesar 466 per 1000
kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per 1000 kelhiran atau 9,1%, dan di Asia Tenggara
6.097 per 1000 kelahiran (11,1%) (Stacy et al, 2010). Angka kejadian persalinan
prematur di Indonesia pada taun 1983 adalah 18,5% dan pada tahun 1995 menurun
menjadi 14,2%. Menurut data terakhir pada tahun 2005 jumlah persalinan prematur di
Indonesia adalah 10%.3
Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah perawatan bayi baru preterm,
yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitas.
Penelitian menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat bayi saling berkaitan dengan
risiko kematian perinatal. Pada umur kehamilan 32 minggu dengan berat bayi >1500
gram keberhasilan hidup sekitar 85%, sedang pada umur kehamilan sama dengan berat
bayi <1500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan <32 minggu
dengan berat lahir <1500 gram angka keberhasilannya hanya sekitar 95%. 1 Setiap tahun
sekitar 4 juta bayi meninggal dalam 4 minggu pertama kehidupan (periode neonatal).
Secara global diperkirakan penyebab langsung kematian neonatal adalah prematuritas
(28%), infeksi berat 26%, dan asfiksia 28%. Persalinan preterm spontan paling sering
terjadi pada ibu dengan kulit putih, sedangkan ketuban pecah prematur adalah penyebab
paling sering terjadinya persalinan preterm pada ibu kulit hitam.2
Permasalahan yang terjadi pada persalinan preterm bukan saja pada kematian
perinatal, melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan kelainan baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah :
RDS (Respiratory Distress Syndrome), sepsis, paten duktus arteriosus, displasi
bronkopulmoner, dan perdarahan intra/periventrikuler1. Karena lunaknya tulang
tengkorak serta immaturitas, bayi prematur lebih rentan terhadap kompresi kepala.
Perdarahan intrakranial lebih sering terjadi pada bayi prematur dibandikan dengan bayi
aterm.3 Adapun kelainan jangka panjang sering berupa kelainan neurologik seperti
serebral palsi, retinopati, retardasi mental , juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral
dan prestasi sekolah yang kurang baik.1
Komplikasi obstetri
Komplikasi medis
Komplikasi bedah
Kelainan traktus genitalis
minggu), dan lebih sering terjadi pada usia kehamilan kurang dari 30 minggu (Franklin.
2000).
Ada beberapa jalur yang dapat menyebabkan masuknya bakteri ke dalam uterus.
Bakteri dapat berasal dari migrasi dari kavum abdomen melalui tubafallopi, infeksi dari
jarum amnionsintesis yang terkontaminasi, secara hematogen melalui plasenta, atau
melalui serviks dari vagina. Pada persalinan preterm dengan membran yang utuh bakteri
yang paling banyak ditemukan adalah Ureaplasma urealitycum, Mycoplasma hominis,
Gardnerella vaginalis, peptostretococcus, dan spesies bakterioides.8 Organisme yang
sering berhubungan dengan infeksi saluran genital pada wanita tidak hamil Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis,
korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecah ketubah, group B streptococci dan
Escherichia coli, hanya ditemukan kadang-kadang. Jarang, organisme saluran non
genital, seperti organisme di mulut genus capnocitophaga, ditemukan di dalam uterus
yang berhubungan dengan persalinan prematur dan korioamnionitis.
Organisme ini mencapai uterus dapat melalui plasenta dari sirkulasi atau
mungkin dengan kontak oral genital. Meskipun demikian, kebanyakan bakteria yang
ditemukan dalam uterus dalam hubungannya dengan persalinan prematur berasal dari
vagina. Bakteri dari vagina menyebar secara ascendens pertama kali ke dalam ruang
koriodesidua. Pada beberapa wanita, organisme ini melewati membran korioamniotik
yang intak ke dalam cairan amnion, dan beberapa fetus akhirnya menjadi terinfeksi.
Bukti infeksi melalui rute ini berasal dari penelitian 609 wanita
yang fetusnya
dilahirkan dengan seksio sesar sebelum pecah ketubah. Setengah dari 121 wanita
dengan kultur membran positif juga memiliki organisme dalam cairan amnion. Sebagian
kecil fetus memiliki kultur darah atau cairan serebrospinal yang positif saat persalinan.
Wanita dengan kultur membran positif memiliki respon peradangan yang aktif, seperti
diinfikasikan oleh temuan leukosit histologis pada membran dan adanya konsentrasi
interleukin 6 yang tinggi dalam cairan amnion. Temuan ini mungkin menjelaskan
kenapa wanita dengan kultur cairan amnion negatif tetapi dengan konsentrasi sitokin
yang tinggi dalam cairan amnion resisten terhadap obat tokolitik. Tampaknya, wanita ini
sering memiliki infeksi dalam korioamnion, suatu tempat yang tidak boleh dikultur
sebelum persalinan.
10
11
12
Marker infeksi
Infeksi intrauterine sering bersifat kronik dan biasanya asimptomatik hingga
persalinan dimulai atau pecah ketubah. Bahkan selama persalinan, kebanyakan wanita
yang menunjukkan korioamnionitis kemudian (dengan temuan histologis dan kultur)
tidak memiliki gejala selain dari persalinan prematur tidak demam, nyeri perut atau
leukositosis darah tepi dan biasanya tidak terdapat takikardia janin. Zat yang ditemukan
dalam kuantitas abnormal dalam cairan amnion dan di tempat lain pada wanita dengan
infeksi intrauterine dijelaskan dalam tabel 1.2
13
aterm, wanita yang preterm memiliki kadar CRH yang meningkat signifikan dengan
mempercepat peningkatan kadar CRH selama kehamilan.2
Pada persalinan preterm aksis HPA ibubdapat mendorong ekspresi CRH
plasenta. CRH
15
Tabel 2.3 Etiologi dan jalur persalinan preterm yang diakui secara umum.1
2.4 Diagnosis
2.4.1
Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk mencari faktor resiko. Faktor resiko ini penting dan
dalam kaitannya dengan terjadinya persalinan preterm. Berikut adalah beberapa faktor
resiko terjadinya persalinan preterm :1
1. Faktor janin dan plasenta
Perdarahan Trimester Awal
Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
Ketuban Pecah Dini (KPD)
Pertumbuhan janin terhambat
Cacat bawaan janin
Kehamilan ganda/gemeli
Polihidramnion
16
2. Faktor Ibu
Penyakit berat pada Ibu
Diabetes Melitus
Preeklampsia/hipertensi
Infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
Penyakit infeksi dengan demam
Stress psikologik
Kelainan bentuk uterus/serviks
Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
Inkomptensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
Pemakaian obat narkotik
Trauma
Perokok berat
Kelainan imunologik/kelainan resus
Disamping faktor risiko diatas, faktor risiko lain yang perlu diperhatikan adalah
tingkat sosio-ekonomi, riwayat lahir mati dan kehamilan diluar nikah.1
2.4.2
Pemeriksaan fisik
Sering terjadi kesulitan dalam diagnosis ancaman persalinan preterm.
Differensiasi dini antara persalinan palsu dengan persalinan sebenarnya sulit ditentukan
sebelum adanya pendataran dan dilatasi serviks. Kontraksi uterus sendiri sulit dibedakan
karena adanya kontraksi braxtons hicks. Kontraksi ini digambarkan sebagai kontraksi
yang tidak teratur, tidak ritmis, tidak begitu sakit atau tidak sakit sama sekali, namun
17
dapat menimbulkan keraguan besar dalam diagnosis persalinan preterm. Tidak jarang
wanita yang melahirkan sebelum aterm memiliki kontraksi yang mirip dengan braxtons
hicks yang mengarahkan ke diagnosis yang salah, yaitu persalinan palsu. Beberapa
kriteria yang dapat dipakai sebagai ancaman persalinan preterm :1
a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau 140 dan 259 hari.
b. Kontraksi uterus (his) yang teratur yaitu berulang 7-8 kali atau 2-3 kali dalam 10
menit.
c. Merasakan gejala seperti kaku di perut, menyerupai rasa kaku seperti
menstruasi, rasa tekanan intrapelvik, nyeri punggung bawah (low back pain).
d. Mengeluarkan lendir bercampu darah pervaginam.
e. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar 50-80%, atau telah
terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm.
f. Selaput amnion sering kali telah pecah.
g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American
College of Obstreticians and Gynecologists, adalah sebagai berikut :2
a. Kontraksi yang terjadi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit dan
perubahan progresif pada serviks.
b. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm.
c. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
2.4.3
Pemeriksaan penunjang
18
Indikator Klinik
Indikator Laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah : jumlah
leukosit dalam air ketuban (10/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml),
dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml)
Indikator Biokimia
Fibronektin janin : peningkatan fibronektin janin pada vagina, serviks,
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan
antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar
fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalinan
preterm.
Corticotropin releasing hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pad
trimester 2 merupajab indikator kuat untuk terjadinya persalinan preterm
Sitokin inflamasi : seperti IL-1, IL-6. IL-8 dan TNF- telah diteliti
sebegai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin
Isoferitin plasenta : pada kehamilan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
sebesar 10 U/ml. kadarnya meningkat secara bermakna selama
kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 53
U/ml. penurunan kadar dalam serum akan berisiko persalinan preterm.
Feritin : rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan
berbagai keadaan fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa
penelitian menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin
dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm.
19
USG
USG transvaginal sudah banyak digunankan pada beberapa dekade terakhir.
Pada penelitian terdahulu, diidentifikasi panjang dan dilatasi serviks pada usia
kehamilan 24 minggu dan pada usia 28 minggu pada 2915 wanita. Rerata
panjang serviks pada 24 minggu adalah sekitar 35 mm, dan wanita-wanita
dengan serviks yang lebih pendek secara progresif mengalami peningkatan
insiden persalinan preterm. Akan tetapi, pengukuran panjang serviks saja
merupakan prediktor persalinan preterm yang kurang baik, sementara gambaran
penonjolan kantong amnion ke endoserviks dan riwayat persalinan preterm
sebelumnya adalah prediktor yang lebih tinggi. Berikut adalah gambaran USG
Transvaginal dari serviks. Kantong amnion terlihat menonjol ke saluran
endoservik (panah berwarna putih). Serviks terlihat memendek. Panjang serviks
diukur diantara ujung dari penonjolan kantong amnion dan ektoseviks.
Ektoserviks ditandai dengan panah berwarna biru. AF= Amnionic fluid (Cairan
Amnion).2
20
Tatalaksana
Menurut Persatuan dokter Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) tahun 2011,
kesempatan
bagi
terapi
kortikosteroid
untuk
21
10
22
23
tekanan darah dan denyut jantung janin harus dimonitor selama pengobatan.
11
kejadian
persalinan
preterm.
Namun,
dampak
penggunaan
24
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 rng per oral setiap 6 jam untuk 8
kali pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari,dapat rnenimbulkan
oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow janin. Indometasin
direkomendasikan pada kehamilan >32 minggu karena dapat mempercepat
penutupan ductus arteriosus.10 Pemberian indometasin sampai 48 jam tidak
direkomendasikan karena bisa terjadi oligohidramnion.2
4. Pemberian Steroid
Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS. kematian
neonatal dan perdarahan intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan 24 34
minggu, namun dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu.Kontra indikasi :
infeksi sistemik yang berat, (tuberkulosis dan korioamnionitis). Betametason
merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi intramuskuler dengan dosis 12
mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal dapat dicapai dalam 1 - 7 hari
pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat. Apabila tidak terdapat
betametason, dapat diberikan deksametason dengan dosis 2 x 5 mg
intramuskuler per hari selama 2 hari. 10
5. Antibiotika
Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan
karena tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman
persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian
klindamisin ( 2 x 300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg
25
sehari selama 7 hari). atau eritromisin (2 x 500 mg sehari selama 7 hari) akan
bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan minggu. 10
7. Perencanaan Persalinan
Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan
mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu
sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive
care unit (NICU). Kehamilan 24- 37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko
obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm. Tidak
dianjurkan forsep atau episiotomi elektif. 10
Baik persalinan spontan atau induksi, abnormalitas pada denyut jantung
bayi dan kontraksi uterus harus diperhatikan. Pada keadaan dengan pecah
26
ketuban, fetus takikardi mengarah kepada terjadinya sepsis. Hal ini dilakukan
karena semakin prematur kondisi janin, maka semakin beresiko saat melakukan
persalinan. 2
minggu
pada
ibu
dilakukan
monitoring
27
BAB 3
KESIMPULAN
Berdasarkan tinjauan pustaka dan pembahasan tersebut, maka dapat ditarik beberapa
simpulan, yaitu :
1.
2.
Persalinan preterm menjadi masalah obstetri penting sebab menjadi salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal.
3.
4.
Wanita yang diketahui beresiko mengalami persalinan preterm dan mereka yang
diketahui memiliki tanda dan gejala persalinan preterm telah menjadi kandidat
penerima intervensi yang dimaksudkan untuk meningkatkan prognosis neonatus.
Jika tidak ada indikasi ibu atau janin yang mengharuskan pelaksanaan persalinan
yang disengaja, maka intervensi dimaksudkan untuk mencegah persalinan
kurang bulan.
5.
28
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : P.T Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
2.
3.
Oxorn,
Harry.
2010.
Human
Labor
dan
Birth.
1343405.Oxorn_Foote_Human_Labor_and_Birthhttp://
4.
World
Health
Organization.
2015.
Preterm
Birth.
Diakses
dari
6.
Louis J. 2010. The Enigma of Spontaneus Preterm Birth. The New England
Journal of Medicine. http://nejm0904308-spontaenus-preterm-birtf-pdf.
7.
8.
Nejad, Vida. 2008. The Association of Bacterial Vaginosis and Preterm Labor.
Department of Obstetrics and Gynaecology, Kerman University of Medical
Sciences and Health Services, Kerman, Iran.http://1338
bacterial-vaginosis-
nejm pdf.
9.
Prasmusinto,
Damar
dr..
2010.
Prediksi
Persalinan
Preterm.http://prediksipersalinanpreterm-pdf.
10.
Kedokteran
Fetomaternal
POGI.
http://kalogisma.com/kepustakaan/pengelolaan%20persalinan%20pretem
11.
Kesuma, Hadrians dr. 2007. Obat Obat Tokolitik dalam Bidang Kebidanan.
Departemern Obstetri dan Ginekologi Universitas Sriwijaya. RSUP Moh.
HoesinPalembang.http://digilib.unsri.ac.id/download/obat%20tokolitik.
29